10 alam yang tidak pulih jika laju pengambilan air tanah lebih besar dari laju
pengimbuhan alamiah. Air tanah perkotaan digunakan untuk berbagai keperluan, seperti sumber
air untuk kebutuhan rumah tangga, niaga komersial, dan industri. Di Negeri Belanda, air tanah merupakan sumber utama untuk perusahaan air minum, seperti
ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Suplai Air Bersih dan Sumber Air Baku Untuk Kepentingan Publik di
Negeri Belanda Juta m
3
Tahun Sumber Air Baku
Suplai Air Tanah
Air Permukaan Air Infiltrasi
Lainnya 1990
810 258
212 16
1.280 1991
842 258
178 14
1.278 1992
834 266
173 15
1.273 1993
812 258
172 15
1.242 1994
829 261
175 14
1.266 1995
839 264
179 14
1.281 1996
814 266
188 14
1.267 1997
789 275
193 14
1.257 Sumber: Dietz dan van der Mark 2000
2.2. Kebijakan dan Instrumen Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air dan Air Tanah
Dellapenna dan Gupta 2008 menyatakan pengelolaan sumber daya air secara formal telah berlangsung lebih dari 5.000 tahun yang lalu, yaitu sejak mulai
dibangunnya irigasi untuk keperluan budidaya pertanian di Mesopotamia. Kornfeld 2008 menyatakan hukum atau peraturan perundangan tentang air di
Mesopotamia dikembangkan sebagai konsekuensi alokasi hak untuk sumber daya pertanian-irigasi yang terbatas. Berdasarkan berbagai peraturan perundangan yang
berkembang saat itu dapat dinyatakan bahwa air adalah aset komunal, diatur dan
11 dialokasikan oleh penguasa setempat kepada masyarakat untuk kepentingan
irigasi. Kitab undang-undang yang secara formal mencantumkan regulasi tentang air antara lain hukum Ur-Numma, kitab Hammurabi, The Sumerian Laws
Handbook of Form, The Hittite Laws, The Middle Assyrian Laws, dan Neo- Babylonian Water Law. Perkembangan hukum dan kebijakan tentang sumber
daya air selanjutnya berjalan seiring dengan perkembangan budaya, agama, dan masyarakat. Naff 2008 menguraikan dimensi hukum, politik, dan sosial tentang
sumber daya air dari perspektif hukum Islam, dan Laster et.al. 2008 membahas sumber daya air dalam tradisi hukum Yahudi.
Hukum dan kebijakan sumber daya air berkembang di tingkat nasional, regional, dan global. Gupta dan Dellapenna 2008 menyatakan empat faktor yang
menyebabkan terjadinya perbedaan tradisi dalam perkembangan hukum sumber daya air di tingkat nasional, yakni sebaran geografi sumber daya air,
ketergantungan ekonomi, sejarah dan hidro-politik, dan ekosistem. Selain itu, mereka juga menyatakan delapan kekuatan yang menyebabkan terjadinya
konvergensi hukum dan kebijakan sumber daya air domestik, yaitu peradaban, agama, penaklukan dan kolonisasi, komunisme, kodifikasi internasional, gerakan
lingkungan hidup, komunitasasosiasi, dan globalisasi. Pengaruh kekuatan tersebut akan menimbulkan implikasi pada perkembangan hukum dan kebijakan
sumber daya air, misalnya penerapan prinsip hukum riparian pada koloni Inggris, sumber daya air adalah milik negara dan pembatasan pada kepemilikan pribadi
sebagai implikasi kekuatan komunisme di Uni Soviet, Kuba, Cina, Angola, dan Mozambique, penerapan standar kualitas air sebagai pengaruh kekuatan gerakan
lingkungan hidup, dan sebagainya. Sterner 2003 mengadaptasi publikasi Bank Dunia memaparkan
klasifikasi instrumen kebijakan seperti dipaparkan dalam Tabel 2 dan 3. Jika berpedoman pada Tabel 2 dan 3, instrumen kebijakan yang sesuai untuk
pengelolaan sumber daya air adalah: 1 pajak, fees, atau charges; dan 2 subsidi dan pengurangan subsidi, keduanya termasuk kategori instrumen yang didasarkan
pada konsep mekanisme pasar. Holden dan Thobani 1996 menyatakan tradable right juga bisa diaplikasikan untuk air, misalnya penerapan tradable water rights
di negara Chile. Thobani 1997 menjelaskan secara rinci tentang mengapa,
12 kapan, dan bagaimana menggunakan tradable water rights. Ketiga instrumen
tersebut dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai instrumen ekonomi. Tabel 2. Klasifikasi Instrumen Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan
Mekanisme Pasar
Using markets
Menciptakan Pasar
Creating markets
Regulasi
Environmental regulations
Melibatkan Masyarakat
Engaging the public
Pengurangan subsidi Subsidy
reduction Property rights and
decentralization Standar Standards
Partisipasi masyarakat Public
participation
Pajak dan pungutan lainnya
Environmental taxes and charges
Tradable permits and right
Bans Information
disclosure
Retribusi User charges
International offset systems
Permits and quotas Deposit-refund
systems Zoning
Targeted subsidies Liability
Sumber: Sterner 2003
13 Tabel 3. Aplikasi Instrumen Kebijakan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam
Instrumen Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam Air, Perikanan,
Pertanian, Kehutanan, Pertambangan, dan Biodiversitas
Direct provision Provision of parks
Detailed regulation 1 Zoning; 2 Regulation of fishing; 3 Bans on
ivory trade to protect biodiversity Flexible regulation
Water quality standards Tradable quotas or rights
1 Individually tradable fishing quotas; 2 Transferable rights for land development, forestry, or
agriculture
Taxes, fees, or charges 1 Water tariffs; 2 Park fees; 3 Fishing licences;
3 Stumpage fees Subsidies and subsidy
reduction 1 Air ; 2 Perikanan; 3 Reduced agricultural
subsidies Deposit-refund schemes
Reforestation deposits or performance bonds in forestry
Refunded emissions payments Biasanya dipakai dalam pengelolaan polusi
Creation of property rights 1 Private national parks; 2 Property rights and
deforestation Common property resources
CPR Management Legal mechanism, liability
Lialibility bonds for mining or hazardous waste Voluntary agreements
Produk hasil hutan Information provision labels
1 Labeling of food; 2 forest products International treaties
International treaties for protection of ozone layers, seas, climate, dan sebagainya
Macroeconomic policies Dampak reformasi kebijakan dan kebijakan ekonomi
terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
Sumber: Sterner 2003
Selain instrumen ekonomi, juga ditemui penerapan instrumen non- ekonomi dalam pengelolaan sumber daya air, termasuk air tanah. Hellegers dan
van Ierland 2003 mengevaluasi suitability berbagai instrumen kebijakan untuk
14 kepentingan pengelolaan air tanah di Negeri Belanda. Fokus penelitian adalah
pengelolaan air tanah untuk kepentingan irigasi. Mereka mengelompokan instrumen tersebut sebagai instrumen ekonomi pajak, tradable rights, dan
subsidi, instrumen regulasi ban atau standar, instrumen suasive agreements, instrumen yang berkaitan dengan kelembagaan lingkungan change rights. Di
Negeri Belanda pemanfaatan instrumen ekonomi belum terlalu banyak dilakukan, penelitian ini mengkaji sejauh mana efektivitas atau lebih jauh suitability
penggunaan instrumen ekonomi untuk mengontrol tingkat ketinggiankedalaman air tanah secara teknis disebut water table dan ekstraksipemanfaatan air tanah.
Evaluasi terhadap instrumen tersebut dipaparkan dalam Tabel 4 dan 5. Hasil analisis menunjukkan pendekatan kelembagaan dan agreement lebih efektif
dibandingkan dengan instrumen ekonomi. Diantara ketiga instrumen ekonomi, tradable right relatif paling suitable.
Tabel 4. Suitability Instrumen Pengelolaan Air Tanah Groundwater Level
Instrumen Efektivitas
Efisiensi Ekonomi
Efisiensi Teknis
Kelayakan Administrasi
Equity
Acceptability
Pajak +-
+ +
- +-
- Tradable
rights +
+ +
- +-
+- Subsidi
+- -
- -
- +
Standard +
- -
- +-
- Agreements
+- +
+ +
+ +-
Change rights
+ +
+ +
+ +
Keterangan : + artinya memiliki dampak positif; +- artinya memiliki dampak positif atau negatif; dan
– artinya memiliki dampak negatif.
15 Tabel 5. Suitability Instrumen Pemanfaatan Extraction Air Tanah
Instrumen Efektivitas
Efisiensi Ekonomi
Efisiensi Teknis
Kelayakan Administrasi
Equity
Acceptability
Pajak +-
+ +
- +-
- Tradable
rights +
+ +
- +-
+- Subsidi
+- -
- -
- +
Ban +
- -
- +-
- Agreements
+- +
+ +
+ +
Change rights
+ +
+ +-
- -
Keterangan : + artinya memiliki dampak positif; +- artinya memiliki dampak positif atau negatif; dan
– artinya memiliki dampak negatif.
Mekanisme pasar dan kebijakan pemerintah tidak selalu menghasilkan alokasi sumber daya yang efektif dan efisien, khususnya untuk mengelola barang-
barang publik termasuk air tanah. Mekanisme pasar akan berjalan efektif dan efisien jika diberlakukan pada barang-barang privat murni pure private goods
dan tidak terdapat asimetri informasi. Untuk barang-barang dan jasa-jasa yang tidak sepenuhnya merupakan barang privat murni, seringkali terjadi apa yang
disebut sebagai kegagalan pasar, demikian juga jika terdapat asimetri informasi. Di semua negara, alokasi sumber daya tidak sepenuhnya diatur melalui
mekanisme pasar tetapi juga terdapat campur tangan pemerintah melalui apa yang disebut sebagai kebijakan atau kebijakan publik. Seperti mekanisme pasar, tidak
seluruhnya kebijakan pemerintah membuat alokasi menjadi lebih efisien dan efektif, seringkali yang terjadi malah sebaliknya. Situasi ini dikenal sebagai
kegagalan pemerintah. Secara umum, peristiwa kegagalan pasar dan kegagalan pemerintah
biasanya terjadi pada barang publik public goods atau quasi public goods, common pool resources CPRs, atau pada barang-barang dan jasa-jasa yang tidak
bisa sepenuhnya dikategorikan sebagai barang privat. Sebagaimana dipaparkan dalam berbagai literatur, pengelolaan air tanah termasuk dalam kategori ini.
16 Untuk situasi seperti ini, Weimer dan Vining 1990 menyebutkan
perlunya kebijakan generik untuk melakukan koreksi terhadap kegagalan pasar dan kegagalan pemerintah. Menurut mereka, kebijakan generik adalah berbagai
tipe tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi problem kebijakan yang terjadi. Karena problem kebijakan biasanya kompleks dan kontekstual, maka
kebijakan generik harus dibuat spesifik untuk menghasilkan kebijakan alternatif yang viable. Selanjutnya mereka mengelompokan kebijakan generik kedalam 5
kategori, yakni: 1 kebijakan yang membebaskan, memfasilitasi, dan menstimulasi pasar; 2 kebijakan berbasis pajak dan subsidi; 3 menegakkan
peraturan; 4 menyediakan barang-barang tidak melalui mekanisme pasar; dan 5 menyediakan asuransi dan bantalan ekonomi providing insurance and
cushions economic protection.
2.3. Nilai, Harga, dan Alokasi Air Tanah