Latar Belakang Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan murabahah untuk usaha mikro agribisnis sektor perdagangan (studi kasus: KBMT Bil Barkah, Bogor)

1 I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha mikro memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Peranan penting tersebut tidak hanya karena ketangguhannya dalam menghadapi berbagai permasalahan ekonomi seperti krisis ekonomi 1997 dan krisis global 2008, tetapi juga dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya penyerapan tenaga kerja dan kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto PDB yang semakin meningkat. Pada tahun 2009, penyerapan tenaga kerja dari sektor usaha mikro sebanyak 90.012.694 orang. Angka ini meningkat dari tahun 2008 dimana penyerapannya sebanyak 87.810.366 orang dan memperlihatkan bahwa penyerapannya tersebut lebih besar dibandingkan pada sektor usaha kecil, menengah, dan besar. Kontribusi usaha mikro terhadap PDB juga meningkat pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2008, yaitu dari 655.703,80 Milyar menjadi 682.464,40 Milyar Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja dan PDB atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Skala Usaha Tahun 2008-2009 Skala Usaha Jumlah Tenaga Kerja Orang PDB atas Harga Konstan 2000 Rp. Milyar 2008 2009 2008 2009 Usaha Mikro 87.810.366 90.012.694 655.703,80 682.462,40 Usaha Kecil 3.519.843 3.521.073 217.130,20 225.478,30 Usaha Menengah 2.694.069 2.677.565 292.919,10 306.784,60 Usaha Besar 2.756.205 2.674.671 832.184,80 873.567,00 Total 96.780.483 98.886.003 1.997.938,00 5.294.860, 90 Sumber: Kementrian Koperasi dan UKM 2010 Jumlah terbesar penyerapan tenaga kerja pada tahun 2008 dan 2009 adalah 1 Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan sebanyak 41.720.781 orang pada tahun 2008 dan 42.041.978 orang pada tahun 2009, 2 Sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebanyak 19.417.114 orang pada tahun 2008 dan 20.518.886 orang pada tahun 2009, 3 Sektor industri pengolahan 8.471.573 orang pada tahun 2008 dan 8.833.784 orang pada tahun 2009. Sedangkan jumlah terbesar PDB atas harga konstan 2000 oleh usaha mikro pada tahun 2008 dan 2009 adalah 1 Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan sebesar 2 247.922,60 Milyar pada tahun 2008 dan 258.787,50 Milyar pada tahun 2009, 2 Sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 196.077,70 Milyar pada tahun 2008 dan 199.497,30 Milyar pada tahun 2009, 3 Sektor jasa-jasa sebesar 66.685,90 Milyar pada tahun 2008 dan 70.302,80 Milyar pada tahun 2009, 4 Sektor industri pengolahan sebesar 61.302,70 Milyar pada tahun 2008 dan 64.822,40 Milyar pada tahun 2009. Adapun data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja dan Nilai Produk Domestik Bruto PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Usaha Mikro menurut Sektor Ekonomi Tahun 2008-2009 Sektor Ekonomi Tenaga Kerja Orang PDB Rp. Milyar Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2008 Tahun 2009 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 41.720.781 42.041.978 247.922,60 258.787,50 Pertambangan dan penggalian 913.150 985.077 16.888,90 18.099,90 Industri Pengolahan 8.471.573 8.833.784 61.302,70 64.822,40 Listrik, Gas, dan Air Bersih 82.463 74.576 33,90 34,40 Bangunan 3.515.263 3.449.378 13.628,80 14.696,10 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 19.417.114 20.518.886 196.077,70 199.497,30 Pengangkutan dan Komunikasi 5.745.591 5.670.008 32.199,70 34.414,70 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1.098.718 1.131.821 20.963,70 21.807,20 Jasa-Jasa 6.845.714 7.307.185 66.685,90 70.302,80 Jumlah 87.810.366 90.012.694 655.703,80 682.462,40 Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UKM 2010 Usaha mikro dalam memajukan perekonomian nasional juga dapat dilihat dari jumlah usahanya yang mengalami peningkatan dan lebih besar dari jumlah usaha kecil, menengah, dan besar. Berdasarkan Tabel 3, pada tahun 2008 jumlah usaha mikro mencapai 50.847.771 unit dan pada tahun 2009 jumlahnya mencapai 52.176.795 unit dari total usaha yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa usaha mikro memiliki peran yang lebih besar dalam pembangunan perekonomian Indonesia dibandingkan skala usaha lainnya. 3 Tabel 3. Jumlah Usaha menurut Skala Usaha Tahun 2008-2009 Skala Usaha Jumlah Usaha Unit Tahun 2008 Tahun 2009 Usaha Mikro 50.847.771 52.176.795 Usaha Kecil 522.124 546.675 Usaha Menengah 39.717 41.133 Usaha Besar 4.650 4.677 Total 51.414.262 52.769.280 Sumber: Kementrian Koperasi dan UKM 2010 Jumlah terbesar dari usaha mikro berasal dari 1 Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan sebanyak 26.222.578 unit pada tahun 2008 dan 26.364.440 unit pada tahun 2009, 2 Sektor perdagangan, hotel, dan restoran 14.387.690 unit pada tahun 2008 dan 15.112.028 unit pada tahun 2009, 3 Sektor pengangkutan dan komunikasi sebanyak 3.186.181 unit pada tahun 2008 dan 3.388.742 unit pada tahun 2009, 4 Sektor industri pengolahan sebanyak 3.176.471 unit pada tahun 2008 dan 3.205.046 unit pada tahun 2009. Berikut jumlah usaha mikro menurut sektor ekonomi tahun 2008-2009 yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Usaha Mikro menurut Sektor Ekonomi Tahun 2008-2009 Sektor Ekonomi Jumlah Usaha Unit Tahun 2008 Tahun 2009 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 26.222.578 26.364.440 Pertambangan dan penggalian 258.974 269.516 Industri Pengolahan 3.176.471 3.205.046 Listrik, Gas, dan Air Bersih 10.756 10.838 Bangunan 485.530 538.603 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 14.387.690 15.112.028 Pengangkutan dan Komunikasi 3.186.181 3.388.742 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 970.163 1.031.609 Jasa-Jasa 2.149.428 2.255.973 Jumlah 50.847.771 52.176.795 Sumber: Kementrian Koperasi dan UKM 2010 Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa sektor agribisnis memberikan peran yang cukup besar dalam perkembangan jumlah usaha mikro yang ada di Indonesia. Sesungguhnya, agribisnis tidak hanya meliputi sektor pertanian, 4 peternakan, kehutanan, dan perikanan dalam sisi on-farm budidaya tetapi juga meliputi sisi off-farm perindustrian dan perdagangan. Karena sistem agribisnis adalah relasi saling keterkaitan kinerja antara usahatani dengan usaha-usaha rantai pasok input dan output dan fasilitas penunjang jasa layanan, infrastruktur, dan regulasi penunjang di luar sektor pertanian Saragih 2010a. Berdasarkan cara pandang ini, sektor ekonomi yang termasuk sektor agribisnis adalah keseluruhan sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan serta sebagian dari sektor perdagangan dan industri pengolahan. Sistem agribisnis terdiri dari empat subsistem yang saling berkaitan satu sama lain. Keempat subsistem tersebut adalah subsistem hulu pengadaan sarana produksi pertanian, usahatani produksi pertanian, hilir pengolahan dan industri hasil pertanian serta pemasaran dan perdagangan, dan jasa penunjang. Salah satu sektor yang juga penting bagi keberlangsungan sistem agribisnis adalah sektor perdagangan hasil produk pertanian atau hasil olahannya. Sektor ini masuk ke dalam subsistem hilir. Sektor perdagangan hasil produk pertanian atau hasil olahannya ini berperan penting sebagai kegiatan terakhir untuk menyampaikan output agribisnis kepada konsumen Saragih 2010b. Oleh karena itu, sektor perdagangan merupakan sektor yang menarik untuk diteliti. Usaha agribisnis di Indonesia masih banyak yang berada pada skala usaha mikro. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, pengertian usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan danatau badan usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00. Sampai saat ini, perkembangan usaha mikro serta merta dipengaruhi oleh beberapa masalah. Permasalahan yang sering dihadapi oleh usaha mikro adalah lemahnya permodalan. Lemahnya permodalan salah satunya berasal dari akses kredit yang kurang memadai terutama akibat dari kegagalan dalam memperoleh pendanaan dari perbankan 1 . Selama ini, usaha mikro kurang mendapatkan perhatian dari dunia perbankan karena dunia perbankan menganggap sektor ini 1 Administrator. 2010. Masalah yang Dihadapi UKM Selama Ini. http:www.danabergulir.com [1 April 2011]. 5 kurang memberikan keuntungan bagi mereka disamping adanya kelemahan- kelemahan yang dimiliki oleh sektor ini. Padahal jika diperhatikan, sektor ini yang terbukti mampu memberikan kontribusi dan manfaat yang nyata pada pembangunan 2 . Melihat hal tersebut, salah satu upaya alternatif penambahan modal bagi usaha mikro dapat diperoleh melalui Lembaga Keuangan Mikro LKM. Lembaga Keuangan Mikro merupakan lembaga keuangan yang mampu memenuhi kebutuhan modal usaha mikro, kecil, dan menengah yang cenderung dianggap tidak bankable oleh sektor perbankan nasional. Peluang yang ada pada LKM adalah lembaga keuangan yang lebih dekat dengan masyarakat yang menawarkan sistem administrasi yang lebih sederhana dan sesuai dengan skala serta sifat usaha mikro dan kecil sehingga kemudahan dan kecepatan layanan dalam menyalurkan pembiayaan dapat diberikan lebih baik Wijono 2005. Lembaga keuangan mikro dapat menerapkan sistem keuangan konvensional ataupun sistem keuangan syariah. Hal ini diatur dalam UU No. 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998, diacu dalam Kasmir 2002. Berbeda dengan pembiayaan konvensional, pembiayaan syariah ini bebas bunga dan pembagian keuntungan didasarkan atas bagi hasil yang dilakukan setelah periode transaksi berakhir. Lembaga Keuangan Mikro yang menerapkan sistem syariah dikenal dengan sebutan Lembaga Keuangan Mikro Syariah LKMS. Lembaga Keuangan Mikro Syariah merupakan lembaga keuangan yang melakukan kegiatan jasa keuangan untuk pengusaha mikro dengan berbasis syariah dengan menerapkan hubungan kemitraan. Menurut Bank Indonesia, LKMS dapat berbentuk bank dan non-bank. Lembaga yang termasuk pada LKMS bentuk bank adalah Bank Perkreditan Rakyat Syariah BPRS, sedangkan lembaga yang termasuk dalam LKMS bentuk non-bank adalah Baitul Maal wat Tamwil BMT. Baitul Maal wat Tamwil BMT merupakan salah satu bentuk dari Lembaga Keuangan Mikro Syariah non-bank yang konsisten bergerak pada pembiayaan mikro. Usaha mikro merupakan usaha yang memiliki potensi untuk dibiayai seperti yang telah dijelaskan di awal serta dianggap lebih tangguh 2 Tim Warta BRI. April 2005. Mendorong Perkembangan Ekonomi Kerakyatan. Warta BRI. 1. 6 dalam menghadapi berbagai permasalahan ekonomi dibandingkan usaha besar. Sistem syariah pun dianggap sangat pas untuk usaha yang mempunyai ketidakpastian tinggi dan keterbatasan informasi pasar seperti karakteristik usaha mikro tersebut. Ada tiga hal yang menjadi penciri dari pembiayaan berbasis syariah, yaitu 1 bebas bunga, 2 berprinsip bagi hasil dan risiko, dan 3 perhitungan bagi hasil tidak dilakukan di muka. Berbeda dengan kredit konvensional yang memperhitungkan suku bunga di depan, pembiayaan syariah menghitung hasil setelah periode transaksi berakhir. Hal ini berarti dalam pembiayaan syariah pembagian hasil dilakukan setelah ada keuntungan riil, bukan berdasar hasil perhitungan spekulatif. Sistem bagi hasil ini dipandang lebih sesuai dengan iklim bisnis yang memang mempunyai potensi untung dan rugi Anonim 2005. Selain itu, pembiayaan kepada usaha mikro juga dapat membantu pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan karena salah satu penyebab utama masih tingginya angka kemiskinan dan kesenjangan pendapatan di Indonesia saat ini adalah desain kebijakan ekonomi yang ada masih belum sepenuhnya berpihak pada kelompok marjinal masyarakat. Padahal, dalam struktur perekonomian nasional, proporsi kelompok usaha mikro, yang mencerminkan kaum marjinal tersebut, menempati urutan teratas Beik 2010. Usaha pokok Baitul Maal wat Tamwil BMT adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanantabungan dan menyalurkan lewat pembiayaan usaha-usaha masyarakat yang produktif dan menguntungkan sesuai dengan sistem ekonomi syariah. Dengan demikian, selain menghimpun dana dari masyarakat, melalui investasitabungan, kegiatan BMT adalah mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi umat, terutama pengusaha mikro 3 . Pengusaha mikro juga menjadi lebih leluasa bergerak karena tidak terbebani akan adanya beban bunga yang terus bertambah. Baitul Maal wat Tamwil pun dapat mengadopsi bentuk koperasi menjadi Koperasi Baitul Maal wat Tamwil KBMT. Dasar dari adopsi ini adalah UU No. 25 tahun 1992 dimana diperbolehkan bagi sebuah koperasi menerapkan sistem bagi hasil. 3 Administrator. 2008. Pengertian BMT.http:www.yayasanmuslimbatuhijau.com [1 Juni 2011]. 7 Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Bogor 2010 menyatakan bahwa pada tahun 2007 terdapat 8 KBMT yang aktif. Lalu pada tahun 2009 terdapat 18 KBMT dan pada tahun 2010 jumlahnya mengalami kenaikan menjadi 29 KBMT. Hal ini memperlihatkan bahwa Kabupaten Bogor memiliki potensi dalam perkembangan KBMT ke depannya. Dengan adanya peningkatan jumlah KBMT diharapkan pula mampu menurunkan angka kemiskinan dan turut menggerakkan sektor riil terutama pada usaha mikro.

1.2. Perumusan Masalah