Peranan BMT dalam Pemberdayaan Usaha Mikro Karakteristik Nasabah Pembiayaan Syariah

14 pelaku usaha. Akan tetapi, adanya sistem bagi hasil yang diterapkan pada pembiayaan syariah dapat menghindari prinsip mendapatkan untung atas kerjasama orang lain tersebut.

2.2.2. Pembiayaan Syariah Murabahah

Dalam pembiayaan syariah, terdapat tiga prinsip pembiayaan, yaitu bagi hasil, jual beli, dan sewa menyewa. Murabahah termasuk ke dalam prinsip jual beli. Yuspin 2007 memaparkan bahwa murabahah adalah prinsip jual beli dimana harga jualnya terdiri dari harga pokok barang ditambah nilai keuntungan yang disepakati. Pada murabahah, penyerahan barang dilakukan pada saat transaksi sementara pembayarannya dilakukan secara tunai, tangguh ataupun dicicil. Pada murabahah, untuk terbentuknya akad pembiayaan haruslah memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat murabahah. Rukun murabahah ada lima yaitu adanya penjual, pembeli, objek atau barang yang diperjualbelikan, harga nilai jual barang berdasarkan mata uang, dan ijab qabul. Sementara itu, syarat murabahah adalah penjual memberitahu biaya modal kepada pembeli, kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan, kontrak harus bebas riba, penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian, serta penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. Dalam pelaksanaannya, pembelian objek murabahah dapat dilakukan oleh pembeli murabahah tersebut sebagai wakil dari pihak lembaga keuangan syariah dengan akad wakalah atau perwakilan. Setelah akad wakalah dimana pembeli murabahah tersebut bertindak untuk dan atas nama lembaga keuangan syariah untuk melakukan pembelian objek murabahah tersebut. Setelah akad wakalah selesai dan objek murabahah tersebut secara prinsip telah menjadi hak milik lembaga keuangan syariah maka terjadi akad kedua antara lembaga keuangan syariah dengan pembeli murabahah atau nasabah yaitu akad murabahah.

2.3. Peranan BMT dalam Pemberdayaan Usaha Mikro

Falihah 2007, dalam skripisinya, mengemukakan tentang peranan BMT dalam pemerdayaan usaha mikro. Pemberdayaan adalah usaha suatu lembaga atau perkumpulan untuk membatu seseorang atau suatu masyarakat untuk hidup lebih 15 baik. Dalam hal ini, BMT bertindak sebagai LKMS yang memberdayakan masyarakat sekitar yang berpendidikan rendah, berpenghasilan rendah, dan salafi. Prioritas utama pemberdayaan BMT adalah para pengusaha mikro, selain pengusaha kecil dan menengah. Usaha mikro diartikan sebagai usaha yang bergerak di sektor informal, berpenghasilan rendah, dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan primer saja. Contohnya adalah tukang sayur keliling. Baitul Maal wat Tamwil BMT berperan dalam pemberdayaan usaha mikro dengan lebih menekankan setiap pembiayaan yang disalurkannya untuk para pelaku usaha mikro yang produktif. Dengan adanya pembiayaan produktif, BMT mampu memberikan kesempatan dan memotivasi para pelaku usaha mikro untuk terus berusaha demi memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Dengan pembiayaan produktif, BMT juga berperan dalam melindungi nasabah dari jeratan kemiskinan, baik miskin harta ataupun miskin akan kepercayaan diri untuk hidup yang lebih baik melalui usaha.

2.4. Karakteristik Nasabah Pembiayaan Syariah

Karakteristik nasabah merupakan salah satu hal yang dilihat oleh pihak lembaga keuangan syariah sebelum memberikan keputusan realisasi pembiayaan. Karakteristik nasabah usaha mikro khususnya nasabah pembiayaan murabahah dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain tingkat pendidikan, jenis kelamin, profit usaha, aset usaha, komposisi modal, pengalaman usaha, frekuensi pembiayaan, nisbah bagi hasil, dan sektor usaha. Hal ini dipaparkan oleh Kurnia 2009 dimana pemberian pembiayaan syariah mayoritas nasabah berpendidikan akhir SD dan berjenis kelamin laki-laki. Profit usaha yang dimiliki nasabah berkisar rata-rata Rp 19.977.225,70 per tahun dengan sumbangan terbesar dari sektor perdagangan yaitu Rp 43.817.506,70 per tahun. Total aset usaha rata-rata sebesar Rp 41.915.000,00 per tahun dan komposisi modal rata-rata sebesar Rp 9.408.750,40 per tahun. Selain itu, pengalaman usaha setiap nasabah pun beragam. Akan tetapi, mayoritas berada di atas 10 tahun. Frekuensi pembiayaannya masih rendah, yaitu dibawah lima kali. Untuk nisbah bagi hasil, rata-rata total dari seluruh sektor usaha memiliki nisbah bagi hasil sebesar Rp 765.625,00. Sedangkan sektor yang paling besar realisasi pembiayaannya adalah sektor peternakan diikuti oleh sektor perdagangan. 16 Hal yang serupa juga ditunjukkan oleh Anggriawan 2010. Di dalam penelitiannya, karakteristik nasabah pembiayaan syariah dapat dilihat dari tingkat pendidikan, jenis kelamin, jumlah tanggungan keluarga, keuntungan usaha, frekuensi pembiayaan, nisbah bagi hasil, komposisi modal usaha, dan sektor usaha. Tingkat pendidikan para nasabah beragam, namun yang paling banyak adalah tamatan SMUsederajat. Untuk jenis kelamin, pria lebih banyak dibandingkan wanita yang direalisasikan pembiayaannya dengan jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki nasabah rata-rata sebanyak empat orang. Keuntungan usaha terbesar tiap tahunnya berasal dari sektor perdagangan, yaitu Rp 143.505.995,00 per tahun. Frekuensi pembiayaannya berkisar antara 2-10 kali. Nisbah bagi hasil usaha rata-rata sebesar Rp 17.039.083,25 per tahun dan komposisi modal usaha rata-rata sebesar 55,06 persen. Selain itu, dapat terlihat pula bahwa sektor yang paling besar realisasi pembiayaannya adalah sektor perikanan dan yang paling kecil adalah sektor perdagangan.

2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah