Peranan Mata Pelajaran Pendidikan Budi Pekerti Terhadap Sikap Siswa Di Smp Pgri 1 Depok

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Akademik Program Kualifikasi S1 Kependidikan dan Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Disusun oleh :

Maria Ulfah

108011000003

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2013


(2)

diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam ujian

munaqosah pada tanggal

30

April

2013 dihadapan dewan penguji. Karena

itu, penulis

berhak

memperoleh gelar sarjana s1 (s.pd.I) dalam bidang pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 13 Mei 2013

Panitia Sidang Munaqasah

Ketua Panitia Tanggal

Tanda Tangan

Oh

/

W

:

tu/r

.

.'t'...

XoG

Bahrissalim. MA

NIP. 19680307 199803 1002

Sekertaris (Sekertar-is Jurusan/program Studi) Drs. Sapiuddin Sidiq. M.Ae

NIP. 19670328 200033 1 001 Penguji 1

Dr. Khalimi. MA

NIP. 19650st' 1994A3 1 006

Penguji 2

Drs. Sapiuddin Sidiq. M.Ag NIP. 19670328 200033 1 001

Rif at

gl'/

%D

....t.r...

n tS

-

Ll-

lg


(3)

Saya yang berlanda tangan di bawah ini.

Nama

Ternpat/Tgl. Lahir

NIM

JLrrusan/Prodi Judul Skripsi

Maria Ulfah

Bogor, 28 Agustus 1990

i0801 1000003

Pendidikan Agarna Islarn

Peranan Mata Pelajaran pendidikan Budi pekerti terhadap

ikap Siswa di SMP PGRI I Depok.

Drs. Zaimuddin, M. Ag

Dosen Pembimbing

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan

saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya turis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menernpuh Ujiarr MLrnaqasah.

Jakarta, 18 Maret20l3

Mahasiswa Ybs. MllifERAI / r.\ TEMI,EL [ffiY

762A

Maria Ulfah 10801 1000003


(4)

Skripsi berjudul Peranan Mata Pelajaran Pendidikan

Budi

Pekerti Terhadap Sikap Siswa disusun oleh Maria Ulfah, NIM. 108011000003, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Iakarta,13 Maret 2013

Yang Mengesahkan,

Pembimbing

Dr. Zaimuddin. M.A NIP: 19590705 199103 1 002


(5)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas IImu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana pendidikan Islam (S.pd.I)

Oleh: Maria Ulfah

NIM: 108011000003

NIP: 19590705 199103 1 002

JURUSAN

PBNDIDIKAN AGAMA

ISLAM

FAKULTAS

ILMU

TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS

ISLAM

NEGERT SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2013


(6)

ii

sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah atau skripsi ini dengan baik sebagai persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam.

Solawat serta salam penulis haturkan kepada baginda Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia untuk mengikuti petunjuk dan risalah yang dibawanya yakni menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, namun berkat bantuan dan motivasi yang tidak ternilai dari berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, khususnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Bapak Prof. Dr. Rif’at Syauqi, MA.

2. Ketua Jurusan dan Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan Bapak Bahrissalim, MA dan Bapak Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag.

3. Penasehat Akademik Bapak Abdul Ghofur, MA. yang telah memberikan nasihat-nasihat kepada penulis.

4. Bapak Dr. Zaimuddin, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran di sela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, semangat, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh Ibu dan Bapak dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan membimbing selama perkuliahan berlangsung. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis.

6. Seluruh Staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas serta buku-buku yang penulis perlukan.


(7)

iii

8. Ayahanda tercinta Suratno dan Ibunda tersayang Hj. Romlah yang telah menyayangi ananda dengan penuh kasih sayang dan dengan semangat disertai pengorbanannya yang senantiasa mendorong dan mendoakan ananda untuk selalu berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada yang teristimewa Abdul Muti Rizki Fauzi yang selalu menemani saat suka dan duka. Terima kasih atas motivasi dan dukunganya.

10.Rekan-rekan FITK jurusan PAI (PAI A) angkatan 2008, khususnya kepada sahabat terbaik Fifi Musfiroh “My Soulmate“, Achmad Istikhory, Miftah Farid, Fitriyani Fauziyah, Agustia Fadhilah Khairani, Terima kasih atas bantuan yang sangat tinggi bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung turut memberikan

dukungan dan do’a dalam menyelesaikan skripsi ini.

Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk semua pihak yang telah memberikan dukungan, dan penulis berharap skripsi ini bermanfaat untuk kedepannya, tidak hanya untuk penulis tetapi juga untuk semua yang membaca skripsi ini.

Jakarta, 13 Maret 2013

Maria Ulfah 108011000003


(8)

iv

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORETIK A. Sikap ... 9

1. Pengertian Sikap ... 9

2. Ciri-ciri Sikap ... 11

3. Komponen-komponen Sikap ... 13

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap ... 15

B. Pendidikan Akhlak dalam Pendidikan Budi Pekerti ... 16

1. Pengertian Pendidikan Akhlak ... 16

2. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti ... 20

3. Tujuan Pendidikan Budi Pekerti ... 23

C. Kerangka Berfikir... 24


(9)

v

C. Metode Penelitian... 27

D. Populasi dan Sampel ... 28

E. Teknik Pengumpulan Data ... 28

F. Teknik Pengolahan Data ... 29

G. Instrumen Penelitian... 30

H. Teknik Analisa Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SMP PGRI 1 Depok ... 34

B. Deskripsi Data ... 40

C. Analisa Data ... 40

D. Interpretasi Data ... 69

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 70

BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(10)

vi

Tabel 3.2 Kisi – kisi Instrumen ...33

Tabel 4.1 Data Kepala Sekolah ...40

Tabel 4.2 Keadaan Guru ...40

Tabel 4.3 Keadaan Karyawan dan Staf Tata Usaha SMP PGRI 1 Depok ...41

Tabel 4.4 Data Sarana Ruang SMP PGRI 1 Depok ...42

Tabel 4.5 Data Siswa Tahun Ajaran 2011-2012 SMP PGRI 1 Depok ...43

Tabel 4.6 Saya menerima cobaan dengan ikhlas ...44

Tabel 4.7 Saya tidak membantah ketika di nasehati orangtua dan guru ...45

Tabel 4.8 Saya suka mengatur pengeluaran agar tidak boros ...45

Tabel 4.9 Saya tidak jajan berlebihan ...45

Tabel 4.10 Saya yakin bahwa cita-cita saya akan tercapai ...46

Tabel 4.11 Saya member maaf kepada orang yang telah menyakiti saya ...46

Tabel 4.12 Saya lebih banyak bermain daripada mengerjakan PR ...46

Tabel 4.13 Saya membuang sampah pada tempatnya ...47

Tabel 4.14 Saya iri dengan teman yang mendapat nilai lebih tinggi ...47

Tabel 4.15 Saya tidak suka memamerkan kekayaan dan kepandaian ...48

Tabel 4.16 Saya tidak suka membicarakan keburukan teman ...48

Tabel 4.17 Saya mengingkari janji karena suatu alasan ... 49

Tabel 4.18 Saya menjaga rahasia orang lain ...49

Tabel 4.19 Saya mau membersihkan kelas ...49


(11)

vii

Tabel 4.24 Saya sering berbohong kepada orangtua ...51

Tabel 4.25 Saya berani membela teman yang tidak bersalah ...52

Tabel 4.26 Saya merasa diri saya paling baik dari orang lain ...52

Tabel 4.27 Saya sering berbohong agar tidak mendapat sanksi ...53

Tabel 4.28 Saya selalu memaafkan kesalahan orang lain ...53

Tabel 4.29 Saya selalu berkeinginan untuk menolong teman yang mengalami musibah ...53

Tabel 4.30 Saya patuh terhadap aturan serta perintah orangtua ...4

Tabel 4.31 Saya lebih mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi ...54

Tabel 4.32 Saya selalu patuh dan taat pada peraturan disekolah ...55

Tabel 4.33 Saya selalu menghormati dan menghargai teman, guru, karyawan dll ...55

Tabel 4.34 Saya selalu hidup penuh kesederhanaan, tidak sombong dan gengsian ...55

Tabel 4.35 Saya berbicara lemah lembut kepada orang yang lebih tua maupun muda ...56

Tabel 4.36 Saya selalu bersabar dalam menghadapi kesulitan ...56

Tabel 4.37 Saya bersyukur atas prestasi yang dicapai ...57

Tabel 4.38 Saya segera bertobat dan meminta maaf jika saya melakukan kesalahan ...57

Tabel 4.39 Saya selalu melaksanakan puasa pada bulan ramadhan ...57

Tabel 4.40 Saya selalu melakukan shalat fardu yang lima waktu ...58


(12)

viii

Tabel 4.46 Saya suka tidur didalam kelas ketika guru

menjelaskan pelajaran ...60

Tabel 4.47 Saya tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru ...61

Tabel 4.48 Saya tidak mematui peraturan yan diterapkan disekola ...61

Tabel 4.49 Saya tidak bersikap sopan santun ketika berbicara dengan guru ...61

Tabel 4.50 Saya mengucapkan salam ketika bertemu guru ...62

Tabel 4.51 Saya selalu memperhatikan guru dengan baik pada saat menjelaskan pelajaran ...62

Tabel 4.52 Saya tidak membantah jika dinasehati guru ...63

Tabel 4.53 Saya keluar kelas tanpa seizin guru ...63

Tabel 4.54 Saya sering berbohong kepada guru ...63

Tabel 4.55 Saya selalu menyapa bila bertemu guru dijalan ...64

Tabel 4.56 Saya sering berbicara kasar terhadap guru ...64

Tabel 4.57 Saya suka berbohong kepada siapapun ...65

Tabel 4.58 Saya simpati terhadap teman yang mengalami musibah ...65

Tabel 4.59 Saya selalu menasehati teman yang nakal ...65

Tabel 4.60 Saya akan mencegah teman yang melakukan perbuatan tercela ...66

Tabel 4.61 Saya berani mengemukakan pendapat ...66

Tabel 4.62 Saya suka membersihkan kelas jika kelas kotor ...67

Tabel 4.63 Saya membuang sampah pada tempatnya ...67


(13)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Angket Untuk Siswa/i SMP PGRI 1 Depok Lampiran 2 Tabulasi Skor Angket Variabel X

Lampiran 3 Tabulasi Skor Angket Variabel Y Lampiran 4 Surat Permohonan Penelitian

Lampiran 5 Surat Keterangan SMP PGRI 1 Depok Lampiran 6 Berita Wawancara

Lampiran 7 Keadaan Guru, Karyawan, Sarana dan Prasarana SMP PGRI 1 Depok


(14)

i

108011000003

Peranan Mata Pelajaran Pendidikan Budi Pekerti terhadap Sikap Siswa di SMP PGRI 1 Depok.

Kata Kunci: Pendidikan Budi Pekerti, Sikap Siswa

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peranan pendidikan budi pekerti terhadap sikap siswa. Penelitian ini menggunakan metode korelasi, yaitu dengan mencari hubungan antara dua variabel, yaitu peranan pendidikan budi pekerti (X) dan sikap siswa (Y). Data diperoleh dari penyebaran angket kepada responden dan data penunjang diperoleh melalui wawancara. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII.A SMP PGRI 1 Depok.

Hasil penelitian menunjukan bahwa peranan pendidikan budi pekerti mampu mempengaruhi sikap siswa di SMP PGRI 1 Depok. Dengan didukung hasil pengolahan data yang menunjukan bahwa N = 40 dan nilai rxy sebesar 0,40

sedangkan “r” tabel 0,304 pada taraf signifikasi 5% dan 0,393 pada taraf signifikasi 1%, ini menunjukkan bahwa rxy atau “r” hitung lebih besar dari “r”

tabel (0,40 > 0,304 dan 0,393). Maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti sudah dapat dikatakan berhasil dalam membentuk akhlak siswa pada objek penelitian di SMPI PGRI 1 Depok.

Mengacu dari hasil penelitian, maka penulis mengajukan saran kepada pendidik hendaknya proses pembelajaran harus lebih ditingkatkan, agar tujuan dari pendidikan budi pekerti tercapai. Yakni bukan hanya menyentuh aspek


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Gejala kenakalan remaja terutama di kota-kota besar di Indonesia semakin menjadi masalah yang diresahkan oleh masyarakat. Berbagai seminar, simposium, diskusi, dan lain-lain pembicaraan telah diadakan berkali-kali oleh berbagai pihak seperti para pendidik, badan sosial, polisi, perguruan tinggi, para anggota parlemen, dewan pertimbangan agung dan lain-lain sebagainya untuk menentukan cara-cara menanggulangi masalah kenakalan remaja. Berbagai kesimpulan, diagnose dan terapi telah diajukan, namun kekhawatiran masyarakat tidak berkurang.

Masalah kenakalan remaja semakin rumit dengan masuknya unsur-unsur kebudayaan yang negatif dari Negara-negara lain sebagai akibat dari komunikasi yang mengalami kemajuan yang pesat sebagai hasil perkembangan teknologi. Melalui jalan tersebut terjadilah pertemuan dari berbagai unsur-unsur kebudayaan asing dengan unsur-unsur kebudayaan asli, sehingga khususnya para remaja mengenal tata hidup masyarakat lain dari luar Indonesia, dan mulailah mereka menirunya. Sayang sekali kebanyakan tata cara kehidupan yang ditiru itu adalah tata cara kehidupan yang mengakibatkan pengaruh negatif pada remaja.1

Degradasi moral merupakan wacana yang telah lama kita dengar, namun kenyataan sosial yang berkembang di masyarakat tentang timbulnya dan semakin merebaknya dekadensi moral semakin menghawatirkan. Dimana menghormati,

1

Soerjono Soekanto, Remaja dan Masalah-masalahnya, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1991), h. 108


(16)

mengasihi, tolong-menolong, kejujuran, kebenaran, toleransi, semakin terkikis dan tertutupi oleh kebohongan, menghasut, adu domba, penipuan, kekerasan dan perbuatan perbuatan negatif lainnya.

Dekadensi moral yang demikian itu lebih mengkhawatirkan lagi, karena tidak hanya melanda pada kalangan orang dewasa dalam berbagai profesi dan jabatanya, melainkan juga telah melanda anak muda khususnya para pelajar tunas-tunas muda yang diharapkan akan melanjutkan perjuangan membela kebenaran, keadilan dan perdamaian di masa mendatang.2

Sering kita mendengar atau melihat dari media masa maupun elektronik berita yang menunjukan sikap yang tidak berlandas pada budi pekerti yang luhur dan telah banyak menimpa sebagian anak bangsa. Banyak timbul kejadian-kejadian negatif seperti korupsi, penjarahan, pembakaran, kekerasan, pembunuhan, pelanggaran hukum, pemerkosaan meningkatnya pecandu narkoba dan seks bebas, membuktikan bahwa bangsa Indonesia yang tadinya berbudi pekerti luhur, menjadi sirna.3

Kenakalan remaja merupakan tindakan yang melanggar aturan baik hukum maupun nilai-nilai norma yang dilakukan remaja dibawah umur 18 tahun. Kenakalan remaja terbentuk dari adanya konflik-konflik yang terdapat dalam diri remaja dan tidak terselesaikan dengan baik. Banyak hal yang memicu munculnya kenakalan remaja, diantaranya dipengaruhi oleh rendahnya dukungan dari orang tua dan pengendalian diri dari remaja itu sendiri.

Masgudin menyatakan bahwa dai 1.110 remaja di Jawa Barat (Bandung dan Cianjur) remaja yang pernah mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi sebanyak 33%, pengalaman membolos sebanyak 85,6%, menyontek 80%, meninggalkan rumah tanpa izin orang tua sebanyak 96,7%, corat-coret dinding 49,9%, pemerasan dan pencurian 7,2% dan perusakan gudang 5,7%.4

2

Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 189

3

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2004), cet-1, h. 217

4


(17)

Disamping itu, hampir setiap hari kasus kenakalan remaja selalu kita temukan di media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan, salah satu wujud dari kenakalan remaja adalah tawuran yang dilakukan oleh para pelajar atau remaja. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 83 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota msyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meninggal dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.5

Berdasarkan data yang diperoleh dari Polres Jakarta Selatan bahwa tahun lalu jumlah kenakalan remaja ini mencapai 23 kasus. Tawuran terakhir terjadi pada akhir bulan februari tahun 2011 antara siswa SMA Triguna dan SMA 74 Ciputat di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.6

Menurut Zakiah Daradjat, masa remaja merupakan masa yang pergejolakannya bermacam-macam perasaan, dan terkadang satu sama lain bertentangan, sehingga remaja menjadi sulit menghadapi gejolak emosi yang saling bertentangan dan ketidakserasian yang terdapat dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.7

Menurut Pedoman Bakolak Impres No. 6/1971 adalah istilah terjemahan dari kata asing “juvenile delinquency” dan dirumuskan sebagai kelainan tingkah laku, perbuatan atau tindakan remaja yang bersifat asosial, bahkan anti-sosial, yang melanggar norma-norma sosial agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Remaja yang dimaksud adalah yang berusia 12-18 tahun dan belum menikah.8

5

Adjie, 2010, Kenakalan Remaja: Perkelahian Remaja, http://www.duniaesai.com/psikologi/psi8.html.

6

Media Indonesia, Jakarta Selatan Marak Tawuran Pelajar, 2011, http://bataviase.co.id/node/626948.

7

Zakia Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2005), Cet. 17, h. 48

8

A. Prayitno, Masalah Kenakalan Remaja, Kususnya Perkelahian Massal Pelajar dan Upaya untuk Penanggulangannya, Widya, Tahun X Vol. 10 No. 89, 1993


(18)

Mulai tahun pelajaran 2001/2002 Pendidikan Budi Pekerti secara simultan dilaksanakan di seluruh jalur dan jenjang pendidikan. Di samping Pendidikan Agama, keinginan untuk menerapkan Pendidikan Budi Pekerti ini tentu didasari atas kenyataan sosial yang berkembang di tengah-tengah masyarakat tentang timbulnya dan semakin merebaknya dekadensi moral di kalangan masyarakat, termasuk generasi muda. Timbulnya tawuran antar pelajar di kota-kota besar, serta semakin banyaknya generasi muda yang terlibat dalam pemakaian obat-obatan terlarang adalah merupakan indikasi dari kemerosotan akhlak tersebut.9

Pendidikan pada hakekatnya adalah berusaha untuk mewujudkan budi pekerti yang baik bagi setiap orang, karena pendidikan itu tertuju kepada pembentukan nilai, sedangkan pengajaran tertuju kepada pembentukan akal atau intelektual. Artinya, setiap ilmu pengetahuan yang sudah diketahui, dapat diwujudkan dalam perubahan yang baik atau moralitas yang baik.10

Berkenaan dengan itu maka upaya untuk menegakan akhlak mulia bangsa merupakan suatu keharusan mutlak. Sebab akhlak yang mulia akan menjadi pilar utama tumbuh dan berkembangnya peradaban suatu bangsa.11

Untuk mewujudkan dan sekaligus mendidik perilaku moralitas sosial, yang tidak dapat kita lupakan adalah lembaga Pendidikan kita, sekolah/madrasah. Pendidikan adalah investasi masa depan bangsa (social investment), termasuk investasi untuk menancapkan perilaku sosial yang penuh dengan praktek etika. Oleh karena itu, lewat sekolah/madrasah, anak-anak kita dididik sekaligus dibiasakan untuk berperilaku yang etis dan menjunjung tinggi etika sosial di Negara tercinta Indonesia.12

Pendidikan budi pekerti sebagai pendidikan nilai moralitas manusia yang disadari dan dilakukan dalam tindakan nyata. Di sini ada unsur proses pembentukan nilai tersebut dan sikap yang didasari pada pengetahuan mengapa nilai itu dilakukan.

9

Haidar Putra Daulay, Op. Cit., h. 215

10

Marasudin Siregar, Konsep Pendidikan Islam Menurut Ibnu Khaldun, Suatu Analisa Fenomenologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h. 161.

11

Said Agil Husain Al-Munawar, Aktualisasi Nilai-Nilai Al-Qur'an dalam Sistem Pendidikan Islam, (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005), h. 25

12

A. Qodri A. Azizy, Pendidikan Agama untuk Membangun Etika Sosial, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2003), h. 86


(19)

Dan semua nilai moralitas yang disadari dan dilakukan itu bertujuan untuk membantu manusia menjadi manusia yang lebih utuh. Nilai itu adalah nilai yang membantu orang dapat lebih baik hidup bersama dengan orang lain dan dunianya

(learning to live together) untuk menuju kesempurnaan. Nilai itu menyangkut

berbagai bidang kehidupan seperti hubungan sesama (orang lain, keluarga), diri sendiri (learning to be), hidup bernegara, alam dunia, dan Tuhan. Dalam penanaman nilai moralitas tersebut unsur kognitif (pikiran, pengetahuan, kesadaran), dan unsur

afektif (perasaan) juga unsur psikomotor (perilaku).

Dewasa ini pendidikan budi pekerti di sekolah banyak dibicarakan kembali dalam konteks pembangunan (kembali) moral bangsa. Sedemikian gencarnya pembicaraan tentang topik ini, sehingga sebagian orang ada anggapan seakan-akan budi pekerti sebagai sesuatu yang baru atau merupakan binatang yang baru. Padahal tidak seperti itu.

Sebagai suatu materi pendidikan maupun mata pelajaran (pendidikan budi pekerti timbul tenggelam dalam kurikulum pendidikan nasional Indonesia). Ada saatnya budi pekerti tampil sebagai mata pelajaran yang dominan dalam kurikulum, kemudian disatukan dengan mata pelajaran lain, lalu terpisah lagi.

Pada saat materi budi pekerti disisipkan ke dalam mata pelajaran lain, maka mata pelajaran yang mendapatkan titipan itu adalah yang paling dekat dengan sifat, karakter, atau misi mata pelajaran ini, seperti Pendidikan Agama, Pendidikan Moral Pancasila, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Perubahan ini mencerminkan pandangan bangsa ini terhadap arti pendidikan budi pekerti, dan sekaligus merefleksikan terjadinya pergulatan pemikiran yang berlangsung sejak Indonesia merdeka hingga saat ini. Hal tersebut juga menggambarkan perubahan kepedulian bangsa ini terhadap pendidikan yang bernuansa etika-moral yang diwakili oleh struktur kurikulumnya.

Seperti yang kita ketahui bahwa mata pelajaran pendidikan budi pekerti pada saat ini sudah tidak ada dan sudah tidak masuk kedalam kurikulum pemerintah, karena sesungguhnya Pendidikan Budi Pekerti selama ini telah diterapkan lewat Pendidikan Agama. Pendidikan agama khususnya Islam. Di sekolah-sekolah telah diberikan dalam berbagai aspek, yakni Keimanan, Ibadah, Syari'ah, Akhlak, Al-


(20)

Qur'an, Muamalah, dan Tarikh. Di dalam materi yang terkait langsung dengan Pendidikan Budi Pekerti adalah akhlak. Dengan demikian pendidikan akhlak secara langsung berhubungan dengan Pendidikan Budi Pekerti.

Disebabkan karena berbagai faktor, maka aktualisasi Pendidikan Agama di sekolah belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini disebabkan antara lain karena: Pertama, terlalu kognitif, pendekatan yang dilakukan terlalu berorientasi pengisian otak, memberi tahu mana yang baik dan mana yang buruk, yang sepatutnya dilakukan dan yang tidak sepatutnya, dan seterusnya. Aspek afektif dan psikomotornya tidak tersinggung, kalaupun tersinggung sangat kecil sekali. Kedua, problema yang bersumber dari anak didik sendiri, yang berdatangan dari latar belakang keluarga yang beraneka ragam yang sebagiannya ada yang sudah tertata dengan baik akhlaknya di rumah dan ada yang belum. Ketiga, terkesan bahwa tanggung jawab Pendidikan Agama tersebut berada di pundak Guru Agama saja.

Keempat, keterbatasan waktu yang tersedia dengan bobot materi Pendidikan Agama

yang dirancangkan. Pendidikan Budi Pekerti sebagai bagian yang memperkaya Pendidikan Agama bertujuan untuk mengembangkan nilai, sikap dan prilaku siswa yang memancarkan akhlak mulia/budi pekerti luhur.13

Namun yang terpenting, dalam menerapkan pendidikan tersebut anak didik bukan hanya dituntut untuk memahami pengetahuan tentang akhlak semata, melainkan diharapkan mereka dapat menerapkan dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan adanya Pendidikan Budi Pekerti sebagai suatu mata pelajaran tersendiri diharapkan siswa dapat mempunyai pengetahuan tentang akhlak dan dengan pengetahuan tersebut mereka dapat berpersepsi yang baik dan benar tentang akhlak mahmudah dan akhlak mazmumah. Sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya mereka dapat bersikap dan berbudi pekerti yang luhur dalam kehidupan sehari-hari.

Karenanya Pendidikan Budi Pekerti di SMP PGRI 1 Depok, kemungkinan pendidikan tersebut dapat mempengaruhi pengetahuan siswa dan sikapnya, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya mereka dapat bersikap dalam kehidupan

13


(21)

sehari-hari, baik dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia maupun alam lingkungan.

Melihat permasalahan di atas, akhirnya penulis tertarik untuk membahasnya dalam skripsi dengan judul “PERANAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN BUDI PEKERTI TERHADAP SIKAP SISWA DI SMP PGRI 1 DEPOK”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan diatas, maka dapat diidentifikasi masalah yang berkaitan dengan peranan mata pelajaran pendidikan budi pekerti terhadap sikap siswa adalah sebagai berikut:

1. Adanya anggapan bahwa persoalan pendidikan budi pekerti adalah persoalan klasik yang penanganannya adalah sudah menjadi tanggung jawab guru agama dan guru PPKn.

2. Rendahnya pengetahuan dan kemampuan guru dalam mengembangkan dan mengintegrasikan aspek-aspek moral/budi pekerti ke dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan.

3. Proses pembelajaran mata pelajaran yang berorientasi pada akhlak dan moralitas serta pendidikan agama cenderung bersifat transfer of knowledge

dan kurang diberikan dalam bentuk latihan-latihan pengalaman untuk menjadi corak kehidupan sehari-hari.

4. Kurangnya jam mata pelajaran pendidikan agama mengenai akhlak.

5. Kurangnya perhatian orang tua dalam mendidik anak di rumah maupun di masyarakat.

6. Masuknya unsur-unsur kebudayaan yang negatif yang mengakibatkan pengaruh negatif pada remaja.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, masalah dalam penelitian perlu dibatasi. Adapun masalah dalam penelitian ini hanya difokuskan pada sikap siswa. Apakah mata pelajaran Pendidikan Budi Pekerti itu dapat mempengaruhi sikap siswa kelas VII di SMP PGRI 1 Depok?


(22)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas, maka permasalahan yang dirumuskan adalah “Apakah dengan adanya mata pelajaran pendidikan budi pekerti dapat

mempengaruhi sikap siswa kelas VII di SMP PGRI 1 Depok?”

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan mata pelajaran pendidikan budi pekerti terhadap sikap siswa di SMP PGRI 1 Depok.

Sedangkan manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Sekolah, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk meningkatkan pelaksanaan pendidikan agama dan budi pekerti sebagai proses pembinaan akhlak siswa menuju yang lebih baik. 2. Bagi Guru, sebagai motivasi untuk melaksanakan tugasnya sebagai pendidik

sehingga dapat terus membimbing anak didiknya agar memiliki sikap atau budi pekerti yang luhur dalam kehidupan sehari-hari.

3. Bagi Penulis, untuk mengetahui cara-cara yang di tempuh dalam penelitian lapangan sekaligus untuk mencapai gelar sarjana Program Strata 1 (SI) pada jurusan Pendidikan Agama Islam.


(23)

9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Sikap

1. Pengertian Sikap

Sikap dalam arti sempit adalah pandangan atau kecenderungan mental. Kata sikap dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan kata attitude yang berasal dari bahasa latin yaitu aptus, keadaan siap secara mental yang bersifat subyektif untuk melakukan kegiatan.1 Sedangkan berdasarkan kamus besar bahasa

Indonesia, “Sikap adalah perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada

pendirian (pendapat atau keyakinan).2 Menurut Bruno, sebagaimana yang dikutip oleh Muhibbin Syah mengatakan bahwa sikap (Attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap dengan cara yang baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu, yang pada prinsipnya dapat dianggap suatu kecenderungan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.3

1

Rochman Natawidjaya, Memahami Tingkah Laku Sosial, (Bandung: Firma Hasmar, 1978), Cet. 1, h. 38

2

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, 1988), Cet. I, h. 81

3

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1997), Cet. ke-3, h. 120


(24)

Sedangkan menurut Zikri Neni mengatakan, sikap adalah kesiapan/kecenderungan seseorang untuk bertindak (bereaksi) secara tertentu terhadap hal-hal tertentu.4

Sikap sosial adalah kecenderungan individu untuk bertindak terhadap obyek di sekitarnya yang berkaitan dengan orang lain, masyarakat dan negara.

Berpijak pada kerangka berpikir uraian sikap sosial tersebut di atas maka dikemukakan oleh Azwar tentang beberapa indikator pengertian sikap sosial, yaitu:

a. Kecenderungan individu untuk bertindak terhadap obyek di sekitarnya yang berkaitan dengan orang lain, masyarakat dan negara.

b. Belum dapat dinilai/mempunyai arti, jika belum diwujudkan dalam perilaku. c. Apa yang ia lakukan sesuai dengan pikiran, hati dan keyakinanya.

d. Sikap berkaitan dengan aspek psikologis yang menunjuk ke arah positif dan negatif.5

Setiap siswa/manusia memiliki sikap yang berbeda-beda, hal ini disebabkan banyak faktor, yaitu faktor intern (dalam dirinya) dan faktor ekstern

(pengaruh dari luar) seperti pengaruh pendidikan keluarga, sekolah, pergaulan di masyarakat dan pengalamannya. Pengaruh intern dan ekstern tersebut akan membentuk baik buruknya karakter dan kepribadian siswa.

Ada beberapa ahli yang mengemukakan pendapat tentang sikap, diantaranya adalah Gulo yang mengemukakan: “Attitude (sikap) adalah kecenderungan untuk merespon, baik positif maupun negatif, terhadap orang-orang, benda-benda, atau situasi-situasi tertentu.6

Pendapat Gulo ini lebih menekankan bahwa kecenderungan ini dilihat dari segi positif atau negatif. Seiring dengan pendapat Gulo ini, Sarwono pun

mengemukakan: “Yang dimaksud sikap disini adalah kecenderungan atau

4

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, Op. Cit., h. 109

5

Ibid., h. 155

6


(25)

kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu yakni positif atau negatif kalau ia menghadapi suatu rangsangan tertentu.7

Dalam arti yang sempit sikap menurut Bruno yang dikutip oleh Muhibbin Syah dilihat dari pandangan atau kecenderungan mental sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Dengan demikian, pada prinsipnya sikap itu dapat kita anggap suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Dalam hal ini perwujudan perilaku belajar siswa akan ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu objek, tata nilai, peristiwa dan sebagainya.8

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan perilaku, keadaan diri atau kecenderungan seseorang yang dilakukan terhadap suatu objek yang objeknya itu bisa orang atau benda dengan cara tertentu untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.

2. Ciri-ciri Sikap

Sikap itu dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif, dalam sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharap objek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu.

Adapun ciri-ciri sikap yang dikemukakan oleh Sarlito Wirawan adalah sebagai berikut:

a. Dalam sikap terdapat hubungan subyek-obyek. Tidak ada sikap yang tanpa obyek. Objek ini bisa berupa benda, orang, kelompok orang, nilai-nilai sosial, pandangan hidup, hukum lembaga masyarakat dan sebagainya.

b. Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman.

7

Sarlito Wirawan, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta:Rajawali, 1984), Cet. 1, h. 20

8


(26)

c. Karena sikap dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan disekitar individu yang bersangkutan pada saat-saat yang berbeda. Adapun perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Faktor Internal, yaitu selektifitasnya sendiri, daya pilihnya sendiri atau

minat perhatiannya untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar dirinya dan faktor intern itu turut ditentukan pula oleh motif-motif dan sikap lainnya yang sudah terdapat dalam diri pribadi.

2. Faktor Eksternal, misalnya interaksi dengan lingkungannya, interaksi

sosial di dalam kelompok maupun di luar kelompok dapat menambah sikap yang baru, yang dimaksud interaksi di luar kelompok seperti kebudayaan, media masa, radio, televisi dan buku-buku.

d. Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan. e. Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan sudah terpenuhi.

f. Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan sangat bermacam-macam sesuai dengan banyaknya obyek yang menjadi perhatian orang yang bersangkutan.9

Adapun proses pembentukan dan perubahan sikap itu sendiri melalui empat macam cara, antara lain:

1. Adopsi, yaitu kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi

berulang-ulang dan terus-menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap ke dalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.

2. Diferensiasi, yaitu dengan berkembangnya inteligensia, bertambahnya

pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.

9

Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), Cet. ke-9, h. 100


(27)

3. Integrasi, yaitu pembentukan sikap di sini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai hal tersebut.

4. Trauma, yaitu pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, meninggalkan kesan

yang mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan.10

3. Komponen-komponen Sikap

Pada umumnya para psikologi membagi komponen sikap menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan konatif. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.

Menurut Mann, (salah seorang tokoh dalam bidang pengukuran sikap), sebagaimana yang dikutip oleh Saifuddin Azwar menjelaskan, bahwa komponen

kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu

mengenai sesuatu. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen konasi/prilaku berisi kecenderungan untuk bertindak dan bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.11

Ketiga komponen ini bekerja secara kompleks dan merupakan bagian yang menentukan sikap seseorang terhadap suatu objek. Komponen kognitif akan menjawab apa yang dipikirkan tentang objek, komponen afektif berkaitan dengan apa yang dirasakan terhadap objek (senang atau tidak senang), sedangkan komponen konatif berhubungan dengan kesediaan dan kesiapan untuk bertindak terhadap objek. Dengan demikian sikap yang ditampilkan seseorang merupakan hasil dari komponen berfikir (berpersepsi), merasa (afektif), dan kecendrungan untuk bertingkah laku (konatif) sebagai reaksi terhadap suatu objek.

10

Ibid., h. 102

11

Saifuddin Azwar, Sikap Manusia (Teori dan Pengukurannya), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), Edisi ke-2, h. 23-24


(28)

Secara umum, sikap memiliki 3 komponen yakni: kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak.12

1) Komponen Kognitif

Aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu terhadap obyek atau subyek. Informasi yang masuk ke dalam otak manusia, melalui proses analisis, sintesis, dan evaluasi akan menghasilkan nilai baru yang akan diakomodasi atau diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah ada di dalam otak manusia. Nilai-nilai baru yang diyakini benar, baik, indah, dan sebagainya, pada akhirnya akan mempengaruhi emosi atau komponen afektif dari sikap individu.

2) Komponen Afektif

Aspek ini dikatakan sebagai perasaan (emosi) individu terhadap obyek atau subyek, yang sejalan dengan hasil penilaiannya.

3) Komponen Kecenderungan Bertindak

Berkenaan dengan keinginan individu untuk melakukan perbuatan sesuai dengan keyakinan dan keinginannya. Sikap seseorang terhadap suatu obyek atau subyek dapat positif atau negatif. Manifestasikan sikap terlihat dari tanggapan seseorang apakah ia menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap obyek atau subyek. Komponen sikap berkaitan satu dengan yang lainnya. Dari manapun kita memulai dalam analisis sikap, ketiga komponen tersebut tetap dalam ikatan satu sistem. komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak merupakan suatu kesatuan sistem, sehingga tidak dapat dilepas satu dengan lainnya. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap dan ketiga komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak secara bersama-sama membentuk sikap.

12

Morgan dan King, 1975, Krech dan Ballacy, 1963, Howard dan Kendler, 1974, Gerungan, 2000.


(29)

Menurut Azwar, komponen-komponen sikap adalah :

1 Kognitif

Kognitif terbentuk dari pengetahuan dan informasi yang diterima yang selanjutnya diproses menghasilkan suatu keputusan untuk bertindak.

2 Afektif

Menyangkut masalah emosional subyektif sosial terhadap suatu obyek, secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap suatu obyek.

3 Konatif

Menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya.13

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

1. Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak, tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita akan mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Contoh: orang tua, teman sebaya, teman dekat, guru, istri, suami dan lain-lain.

3. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.

4. Pengaruh media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam

13


(30)

pembentukan opini dan kepercayaan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. 5. Pengaruh lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam arti individu.

6. Pengaruh faktor emosional

Tidak semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, kadang-kadang sesuatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.14

B. Pendidikan Akhlak dalam Pendidikan Budi Pekerti 1. Pengertian Pendidikan Akhlak

Pendidikan ditinjau secara etimologis adalah terjemahan dari bahasa Yunani, yaitu paedagogos berasal dari kata pais berarti “anak” dan agein berarti

“membimbing”. Dengan demikian pendidikan adalah bimbingan yang diberikan

kepada anak. Orang yang memberikan bimbingan kepada anak disebut dalam bahasa Latin “pedagogue”.15

























“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:

"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan

14

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Karya, 1988), Ed. 2, Cet. 4, h. 46

15


(31)

memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan

Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak agar ia menjadi dewasa.16





“Dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu

pengetahuan." (QS. Thaha: 114)

Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum Jibril a.s. selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad s.a.w. menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pendidik berasal dari kata

dasar “didik” dengan awalaan “pe” dan akhiran “an”, yang berarti cara-cara

mendidik, memelihara dan memberikan latihan.17 Dalam Bahasa Arab, pendidikan disebut “Tarbiyah” berasal dari kata “rabba”.18 Dengan tiga akar kata, pertama, rabba-yarbu artinya bertambah dan berkembang, kedua,

rabiya-yarba mengandung arti tumbuh dan berkembang, ketiga, rabba-yarubbu artinya

memperbaiki, mengurusi kepentingan, mengatur, menjaga dan memperhatikan.19 Pendidikan menurut:

16

Ibid, h. 5

17

W.J.S. Poerdarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), h. 250

18

Zakiah Darajat, et.al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1986), cet. Ke-3, h. 25

19

Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Penerjemah A. Sulaiman, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 20


(32)

1. Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok dalam usaha untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.20

2. Ahmad Tafsir, pendidikan adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh seseorang (pendidik) terhadap seseorang (peserta didik) agar tercapai perkembangan maksimal yang positif.21

3. M. Ngalim Purwanto, pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pengaruhnya terhadap anak-anak untuk memimpin perkembangan rohani dan jasmaninya ke arah kedewasaan.22

4. Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan hidup dan

kehidupan manusia. John Dewey, berpendapat bahwa “Pendidikan

merupakan salah satu kebutuhan hidup, salah satu fungsi sosial, sebagai bimbingan dan pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta

membentuk disiplin hidup.”23

Sehingga bisa dikatakan bahwa tanpa pendidikan, seseorang tidak akan mampu memahami bahkan menjalani hidup agar berkembang dan sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju dan sejahtera. Untuk memajukan kehidupan manusia, maka pendidikan menjadi sarana utama yang perlu dikelola secara sistematis dan konsisten berdasarkan berbagai pandangan teoritikal dan praktikal sepanjang waktu sesuai dengan lingkungan hidup manusia itu sendiri.

5. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I yang mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

20

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Perkembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahsa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 232

21

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 28

22

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2011), cet. 20, h. 11

23

A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Dunia: 1999), Cet. 1, h. 35


(33)

kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.24

Dari beberapa definisi pendidikan di atas, pada dasarnya pengertian pendidikan yang dikemukakan memiliki kesamaan yaitu usaha sadar, terencana, sistematis, berlangsung terus-menerus dan menuju kedewasaan. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana oleh para pendidik terhadap peserta didik melalui bimbingan dan arahan agar ia memiliki kepribadian yang utama, sehingga mampu berkembang secara maksimal dan memiliki tanggungjawab.

Mengenai akhlak ada dua pendekatan yang selama ini digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan lingustik (kebahasaan), dan pendekatan

terminologik (peristilahan).

Adapun pengertian akhlak secara istilah sebagaimana yang tertulis dalam Ensiklopedia Pendidikan bahwa "akhlak adalah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran, etika dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.”25

Sedangkan akhlak menurut Imam Al-Ghazali adalah suatu sikap yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Jika dari sikap itu lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara', maka ia disebut akhlak yang baik. Jika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk".26

Sedangkan menurut M. Athiyah Al-Abrasyi, mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti/akhlak adalah jiwa dari pendidikan Islam. Dan Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa Pendidikan Islam. mencapai akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya

24

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional republik Indonesia, 2003), Cet. I, h. 5

25

Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedia Pendidikan, (Jakarta:gunung Agung, 1976), h. 9

26

Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Ihya 'Ulum Al-Diin, (Beirut, Daar Al-Fikr, 1989), Jilid 3, h. 48


(34)

pendidikan Islam. tetapi tidak berarti kita tidak mementingkan pendidikan jasmani/akal atau segi-segi pendidikan praktis lainnya, melainkan artinya bahwa kita memperhatikan segi-segi pendidikan akhlak dan segi-segi pendidikan lainnya.27

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah pendidikan yang berorientasi membimbing dan menuntun kondisi jiwa manusia khususnya agar dapat menumbuhkan akhlak dan kebiasaan yang baik sesuai dengan aturan akal manusia dan syari'at agama dalam hubungannya dengan sang

Khaliq (Allah) dan makhluk (sesama manusia serta alam sekitar).

2. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti

Secara etimologi, budi pekerti berasal dari dua kata, yaitu budi dan pekerti.

Kata budi berarti nalar, pikiran atau watak. Sedangkan pekerti berarti penggawean, watak, tabiat atau akhlak.

Sebagaimana telah diterangkan dalam Al-Qur’an:





“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

(QS. Al-Qalam: 4)

Jadi, budi bekerti berarti kesadaran perbuatan atau tingkah laku seseorang. Kedua unsur ini memiliki pertalian erat. Maksudnya, budi terdapat pada batin manusia, sifatnya yang kasat mata, tidak kelihatan. Budi seseorang baru tampak apabila seseorang telah melakukan sesuatu ke dalam bentuk pekerti.28

Budi pekerti yang dimaksud adalah penanaman dan pengembangan nilai, sikap dan perilaku peserta didik sesuai dengan nilai-nilai budi pekerti luhur. Seperti: sopan santun, berdisiplin, bertanggung jawab, ikhlas, jujur dan lain sebagainya.

27

Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h.1

28

Suwardi Endraswara, Budi Pekerti dalam Budaya Jawa, (Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya, 2003), h. 108


(35)

Pengertian budi pekerti dalam bahasa Inggris diartikan sebagai moralitas

(morality), yang memiliki beberapa pengertian antara lain: adat istiadat, sopan

santun dan perilaku. Namun secara hakiki pengertian budi pekerti adalah perilaku. Sebagai perilaku, budi pekerti meliputi pula sikap yang dicerminkan oleh perilaku.29 Dari sini dapat disimpulkan budi pekerti adalah kesadaran perbuatan atau tingkah laku seseorang dalam kehidupan sehari-hari.

Seperti yang dirumuskan dalam Ensiklopedia Pendidikan: budi pekerti diartikan sebagai kesusilaan yang mencakup segi-segi kejiwaan dan perbuatan manusia; sedangkan manusia susila adalah manusia yang sikap lahiriyah dan batiniyahnya sesuai dengan norma etik dan moral.

Pengertian yang telah dikemukakan di atas, mengindikasikan bahwa budi pekerti mengacu pada sikap dan perilaku seseorang maupun masyarakat yang mengedepankan norma dan etika.

Dapat dikatakan bahwa budi pekerti pada dasarnya merupakan sikap dan prilaku seseorang, keluarga, maupun masyarakat yang berkaitan dengan norma dan etika. Oleh karena itu, berbicara tentang budi pekerti berarti berbicara tentang nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui ukuran norma agama, norma hukum, tata krama dan sopan santun, atau norma budaya/adat istiadat suatu masyarakat atau suatu bangsa.

Jika budi pekerti dikaitkan dengan akhlak, sangat jelas bahwasanya budi pekerti sama halnya dengan akhlak seperti yang disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Baik budi pekerti maupun akhlak keduanya memiliki makna yang ideal, dan hal itu tergantung pada penerapan tingkah laku seseorang, apakah seseorang tersebut berperilaku baik, atau sebaliknya yaitu berperilaku buruk.

Pada hakekatnya, pendidikan budi pekerti memiliki substansi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Haidar mengemukakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah usaha sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai moral ke dalam sikap dan prilaku peserta didik agar memiliki sikap dan prilaku yang

29

Furqon Hidayatullah, M, Mengabdi Kepada Almamater Mengantar Calon Pendidik Berkarakter di Masa Depan, (Surakarta: Sebelas Maret University Press, 2007), h. 91


(36)

luhur (berakhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama manusia maupun dengan alam/lingkungan.30

Menurut Pusat Pengembangan Kurikulum, pendidikan budi pekerti dikategorikan menjadi tiga komponen yaitu:

1. Keberagamaan, terdiri dari nilai-nilai; (a) kekhusukan hubungan dengan Tuhan, (b) kepatuhan kepada Agama, (c) niat baik dan keikhlasan, (d) perbuatan baik, (e) pembalasan atas perbuatan baik dan buruk.

2. Kemandirian, terdiri dari nilai-nilai; (a) harga diri, (b) disiplin, (c) etos kerja (kemauan untuk berubah, hasrat mengejar kemajuan, cinta ilmu, teknologi dan seni), (d) rasa tanggung jawab, (e) keberanian dan semangat, (f) keterbukaan, (g) pengendalian diri.

3. Kesusilaan, terdiri dari nilai-nilai; (a) cinta dan kasih sayang, (b) kebersamaan, (c) kesetiakawanan, (d) tolong-menolong, (e) tenggang rasa, (f) hormat menghormati, (g) kelayakan (kapatuhan), (h) rasa malu, (i) kejujuran dan (j) pernyataan terima kasih, permintaan maaf (rasa tahu diri).31

Adapun aspek-aspek yang ingin dicapai dalam pendidikan budi pekerti adalah:

Pada dasarnya ada tiga ranah yang populer dikalangan dunia pendidikan yang menjadi lapangan garapan pembentukkan kepribadian peserta didik.

Pertama kognitif, mengisi otak, mengajarinya dari tidak tahu menjadi tahu, dan

pada tahap-tahap berikutnya dapat membudayakan akal pikiran, sehingga dia dapat memfungsikan akalnya menjadi kecerdasan intelegensia. Kedua afektif,

yang berkenaan dengan perasaan, emosional, pembentukan sikap di dalam diri pribadi seseorang dengan terbentuknya sikap, simpati, antipati, mencintai, membenci, dan lain sebagainya. Sikap ini semua dapat digolongkan sebagai

30

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet. 1, h. 28

31

Pusat Pengembangan Kurikulum, (2001), Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Budi Pekerti untuk kelas VII SMP, Balitbang Puskur, Depdiknas.


(37)

kecerdasan emosional. Ketiga psikomotorik, adalah berkenaan dengan action, perbuatan, prilaku, dan seterusnya.32

Apabila disinkronkan ketiga ranah tersebut dapat disimpulkan bahwa dari memiliki pengetahuan tentang sesuatu, kemudian memiliki sikap tentang hal tersebut dan selanjutnya berprilaku sesuai dengan apa yang diketahuinya dan apa yang disikapinya.

Pendidikan budi pekerti adalah meliputi ketiga aspek tersebut. Seseorang mesti mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk. Selanjutnya bagaimana seseorang memiliki sikap terhadap baik dan buruk, dimana seseorang sampai ketingkat mencintai kebaikan dan membenci keburukan. Pada tingkat berikutnya bertindak, berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kebaikan, sehingga muncullah akhlak dan budi pekerti mulia.

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti adalah pendidikan yang menitik beratkan pada ranah afeksi dan psikomotor siswa, yang dalam proses pembelajaran sering terabaikan. Kedua jenis pendidikan ini merupakan jenis pendidikan yang harapan akhirnya adalah terwujudnya peserta didik yang memiliki integritas moral yang mampu direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam lingkungan.

3. Tujuan Pendidikan Budi Pekerti

Menurut Haidar Putra Daulay, mengatakan bahwa tujuan pendidikan budi pekerti adalah untuk mengembangkan nilai, sikap dan prilaku siswa yang memancarkan akhlak mulia/budi pekerti luhur.33 Hal ini mengandung arti bahwa dalam pendidikan budi pekerti, nilai-nilai yang ingin dibentuk adalah nilai-nilai akhlak yang mulia, yaitu tertanamnya nilai-nilai akhlak yang mulia ke dalam diri peserta didik yang kemudian terwujud dalam tingkah lakunya.

Secara umum, hakekat dari tujuan pendidikan budi pekerti adalah membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat

32

Ibid, h. 222

33


(38)

dan warga negara yang baik. Indikator manusia yang baik, warga masyarakat dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum didasarkan atas nilai-nilai sosial tertentu yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat atau bangsa tersebut. Oleh karena itu, hakikat pendidikan budi pekerti dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.

C. Kerangka Berfikir

Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk merespons sesuatu (orang atau benda lain), baik itu respons positif maupun respons negatif. Di dalam pengertian lain, sikap adalah kecenderungan subyek menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek yang berharga atau tidak berharga, dalam sikap terdapat aspek kognitif dan aspek afektif. Sikap siswa terhadap mata pelajaran pendidikan budi pekerti berarti kecenderungan siswa tersebut dalam merespons mata pelajaran, apakah kearah positif atau negatif.

Pendidikan budi pekerti adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, yang membahas tentang bagaimana seharusnya kita sebagai manusia bersikap, berperilaku dan berakhlak serta berbudi pekerti yang luhur dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan budi pekerti merupakan jiwa dari pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam akan berkesan dan berhasil apabila seluruh lingkungan disekitar siswa yaitu orang tua, sekolah dan masyarakat ikut memberikan motivasi yang baik.

Adapun tujuan dari pendidikan budi pekerti pada dasarnya adalah untuk membentuk siswa agar mempunyai akhlak yang mulia. Baik dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia maupun alam lingkungan.

Dengan adanya pendidikan budi pekerti diharapkan siswa dapat mempunyai pengetahuan tentang akhlak yang baik dan buruk dan dengan pengetahuan tersebut mereka dapat berpersepsi dan bersikap yang baik dalam kehidupan sehari-hari.


(39)

Karenanya dalam menanamkan pendidikan budi pekerti, bukan hanya aspek kognitif (pengetahuan tentang budi pekerti) semata yang harus diberikan, tetapi yang terpenting adalah aspek afektif, artinya bagaimana pengetahuan tersebut dapat diaplikasikan dengan penuh kesadaran dalam diri peserta didik, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya mereka dapat bersikap dan bertindak yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia maupun alam lingkungan.

Sikap seseorang biasanya terbentuk karena adanya pengetahuan, karena dengan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan maka seseorang dapat berpersepsi yang benar tentang sesuatu serta dapat membedakan perbuatan yang baik yang harus dilakukan dan perbuatan buruk yang harus ditinggalkan. Dengan demikian seseorang dapat bersikap sesuai dengan pengetahuan dan persepsi yang dimilikinya.

Dengan pengetahuan seseorang dapat menginterpretasikan tentang suatu hal atau makna. Sedangkan sikap adalah kecenderungan seseorang untuk bertindak (bereaksi) secara tertentu terhadap hal-hal tertentu.

Oleh karena itu, bila kita menghubungkan antara pengetahuan siswa tentang pendidikan budi pekerti dengan sikap siswa ini sangat erat hubungannya. Hal ini dapat kita lihat orang yang mempunyai pengetahuan, mengetahui dan sadar serta memahami pengetahuan (tentang akhlak yang baik dan yang buruk), maka ia akan berupaya berakhlakul karimah dan menjauhi akhlak yang buruk serta akan bersikap yang mulia, baik terhadap Allah, sesama manusia maupun alam lingkungan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan siswa tentang pendidikan budi pekerti terhadap sikap siswa.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori diatas, maka dirumuskan suatu hipotesis. Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Hipotesis


(40)

akan di uji di dalam penelitian dengan pengertian bahwa uji statistik selanjutnya yang akan membenarkan atau menolaknya.

Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Hipotesa Alternatif (Ha) : Ada korelasi yang signifikan antara mata pelajaran pendidikan budi pekerti terhadap sikap siswa.

Hipotesa Nol (Ho) : Tidak ada korelasi yang signifikan antara mata pelajaran pendidikan budi pekerti terhadap sikap siswa.


(41)

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP PGRI 1 Depok. Penelitian tentang peranan mata pelajaran pendidikan budi pekerti terhadap sikap siswa ini dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2012 sampai dengan 17 Desember 2012.

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.1 Adapun variabel dalam penelitian ini adalah:

a. Independent Variabel, yaitu pendidikan budi pekerti yang di

simbolkan dengan huruf X.

b. Dependent Variabel, yaitu variabel sikap siswa, yang disimbolkan

dengan huruf Y.

C. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Analisis Korelasi

(Metode Korelasional), dalam ilmu statistik istilah korelasi diberi pengertian

hubungan antar dua variabel atau lebih.2

Penelitian korelasi ini bermaksud mengetahui sejauh mana suatu variabel mempengaruhi variabel lain.

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), Cet. Ke-10, h. 99

2

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), Cet. 6, h. 179.


(42)

D. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di SMP PGRI 1 Depok tahun ajaran 2011-2012. Sedangkan populasi terjangkaunya adalah siswa kelas VII yang berjumlah lima rombongan belajar. Kemudian Penulis mengambil dan menetapkan sampel dengan teknik purposive sampling, yaitu dengan mengambil sampel secara langsung yaitu siswa kelas VII-A.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Angket, yaitu instrument pengumpul data yang digunakan dalam teknik komunikasi tidak langsung, artinya responden secara tidak langsung menjawab daftar pertanyaan tertulis yang dikirim melalui media tertentu.3 Angket yang berisi sejumlah pertanyaan, yang peneliti ajukan kepada siswa-siswi di SMP PGRI 1 Depok yang menjadi sampel dari populasi. Siswa yang menjadi sample, akan diberikan kuesioner yang berisi kumpulan penyataan tentang peranan mata pelajaran pendidikan budi pekerti terhadap sikap siswa. Angket ini berisi 60 butir item pertanyaan dan setiap butir pertanyaan memiliki 4 alternatif jawaban.

Tabel 3.1

Katagori skala model likert

Skala Favorable Unfavorable

Sangat setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak setuju 2 3

Sangat tidak setuju 1 4

2. Wawancara, yaitu tanya jawab antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai.4 Wawancara ini dilakukan dalam bentuk dialog langsung

3

Subana, dkk, Statistik Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), h. 30

4

Zikri Neni Iska, Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother.s, 2006), h. 34


(43)

dengan beberapa guru di SMP PGRI 1 Depok untuk melengkapi data-data yang diperlukan dan sebagai bahan analisa.

3. Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki. Observasi dilakukan dengan mengunjungi langsung ke tempat yang akan dijadikan tempat penelitian. Tujuan dari observasi ini adalah agar dapat memperoleh gambaran langsung pada objek penelitan.

F. Teknik Pengolahan Data

Dalam pengolahan data penulis menggunakan teknik-teknik sebagai berikut:

1. Editing

Yaitu memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul data. Setelah angket diisi oleh responden dan dikembalikan kepada penulis, penulis segera meneliti kelengkapan data pengisian angket. Bila ada jawaban yang tidak dijawab, penulis menghubungi yang bersangkutan untuk disempurnakan jawabanya agar angket tersebut sah.

2. Coding

Yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden kedalam kategori-kategori.

3. Tabulating

Mentabulasikan data dengan memindahkan jawaban yang terdapat dalam angket ke dalam tabulasi atau tabel.5

G. Instrumen Penelitian

Kisi-kisi penelitian ini antara lain berisi variabel, dimensi, indikator-indikator yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, dan nomor butir.

5

Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), Cet. Ke-2, h. 153-156


(44)

kisi instrument penelitian berdasarkan teori-teori dan penelitian yang telah ada sebelumnya. Sebagaimana yang terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Kuesioner Penelitian

Variabel Dimensi

Variabel

Indikator Jumlah

Item No. Item Pengetahuan siswa tentang budi pekerti/akhlak (Variabel X) -Akhlak yang baik -Akhlak yang buruk - Sabar - Hemat

- Sopan Santun - Optimis - Pemaaf - Jujur - Cinta kebersihan - Berani karena benar

- Cermat - Empati - Pengendalian

diri - Dengki - Bohong - Sombong - Ghibah - Khianat/Ingkar janji - Malas 2 2 2 2 2 1 1 1 2 1 5 1 2 2 1 2 1 1, 2 3, 4 15, 30 5, 16 6, 23 7 8 20 17, 18 24 25,26,27,2 8,29 9 19, 22 21, 10 11 12, 13 14 Sikap siswa (Variabel Y) -Sikap terhadap Allah

-

Bersabar dalam menghadapi kesulitan

- Bersyukur atas prestasi yang dicapai - Bertobat setelah melakukan kesalahan - Melaksanakan 1 1 1 1 1 2 3 4


(45)

- Sikap terhadap diri sendiri - Sikap terhadap guru puasa - Melaksanakan sholat lima waktu - Merasa menyesal menyakiti orang lain - Suka bersedekah - Malas mengerjakan PR - Tidak menyontek saat ulangan

- Tidur dalam kegiatan belajar mengajar - Mengerjakan tugas yang diberikan guru - Optimis dalam meraih cita-cita - Mematuhi peraturan yang diterapkan di sekolah

- Sopan santun terhadap guru - Mengucapkan salam bila bertemu guru - Memperhatikan saat guru menjelaskan - Membantah nasehat ibu bapak guru - Keluar kelas tanpa izin dari guru

- Berbohong kepada guru - Bila berjalan

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 6 7 8 9 11 12 10 13 14 15 16 17 18 19 20


(46)

- Sikap terhadap teman - Sikap terhadap lingkungan didepan guru pura-pura tidak melihat

- Berbicara kasar terhadap guru - Tidak membohongi teman - Berani mengemukakan pendapat - Bersikap acuh pada teman yang mengalami kesulitan - Tidak membalas teman yang menyakiti (nakal) - Mencegah teman yang berbuat jahat - Menjaga kebersihan kelas - Membuang sampah pada tempatnya 1 1 1 2 2 1 1 1 21 22 26 23, 30 24, 29 25 27 28

H. Teknik Analisa Data

1. Untuk menganalisa data-data yang berhasil dikumpulkan, penulis menggunakan rumus persentase sebagai berikut:

P = F

N x 100 %

Keterangan: P = Presentase

F = Frekuensi Jawaban Responden N = Jumlah Responden


(1)

Tabel 4.4

Data Sarana Ruang

Jenis Ruangan Jml (Buah) Ukuran (pxl) Kondisi

1. Perpustakaan 1 7X8 Baik

2. Lab. IPA 1 7X8 Baik

3. Keterampilan

4. Multimedia 1 7X8 Baik

5. Lab Bahasa 1 7X8 Baik

6. Lab Komputer - - -

7. PTD

8. Serbaguna/Aula

9. Kepala Sekolah 1 4X7 Baik

10. Wakil Kepsek

11. Guru Atas 1 8 X 9 Baik

12. Guru Bawah 1 8 X 9 Baik

13. Tata Usaha 1 6 X 7 Baik

14. Tamu 15. Lainnya…

Secara umum dapat dikatakan bahwa keadaan sarana dan prasarana yang

terdapat di SMP PGRI 1 Depok dikategorikan sudah cukup baik dalam

penyelenggaraan proses kegiatan belajar mengajar.


(2)

LEMBAR UJI REFERENSI

Nama

: Maria Ulfah

NIM

: 108011000003

Jurusan

: Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Peranan Mata Pelajaran Pendidikan Budi Pekerti Terhadap Sikap Siswa di SMP

PGRI 1 Depok

No

Judul Buku/Referensi

No

Footnot

No

Halaman

Paraf

Pembimbing

BAB I

1.

Soerjono Soekanto, Remaja dan Masalah-masalahnya, (Jakarta:

PT BPK Gunung Mulia, 1991), h. 108

1

1

2.

Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan

Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 189

2

2

3.

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan

Nasional di Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2004), cet-1, h.

217

3

2

4.

Masgudin, 2004,

http://www.scribd.com/doc/39084358/kenakalan remaja.

4

2

5.

Adjie, 2010, Kenakalan Remaja: Perkelahian Remaja,

http://www.duniaesai.com/psikologi/psi8.html.

5

3

6.

Media Indonesia, Jakarta Selatan Marak Tawuran Pelajar, 2011, http://bataviase.co.id/node/626948.

6

3

7.

Zakia Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2005), Cet. 17, h. 48

7

3

8.

A. Prayitno, Masalah Kenakalan Remaja, Kususnya Perkelahian

Massal Pelajar dan Upaya untuk Penanggulangannya, Widya,

Tahun X Vol. 10 No. 89, 1993

8

3

9.

Haidar Putra Daulay, Op. Cit., h. 215

9

4

10.

Marasudin Siregar, Konsep Pendidikan Islam Menurut Ibnu

Khaldun, Suatu Analisa Fenomenologi (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1999), h. 161.

10

4

11.

Said Agil Husain Al-Munawar, Aktualisasi Nilai-Nilai Al-Qur'an

dalam Sistem Pendidikan Islam, (Ciputat: PT. Ciputat Press,

2005), h. 25

11

4


(3)

Sosial, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2003), h. 86

13.

Haidar Putra Daulay, Op.Cit., h. 220

13

6

BAB II

14.

Rochman Natawidjaya, Memahami Tingkah Laku Sosial,

(Bandung: Firma Hasmar, 1978), Cet. I, h. 38

1

9

15.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka,

1988), Cet. I, h. 81

2

9

16.

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,

(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1997), Cet. ke-3, h. 120

3

9

17.

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan

Lingkungan, Op. Cit., h. 109

4

9

18.

David O Sears, et. Al., Psikologi Sosial, (Jakarta: Erlangga,

1994), Jilid I, h. 137

5

9

19.

Soekidjo, Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kesehatan,

(Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h.

6

10

20.

Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan,

(Jakarta: PT. Gramedia, 1985), h.

7

10

21.

Suit, Y dan Almasdi, Aspek Mental Manajemen Sumber Daya

Manusia, (Jakarta: Gholia Indonesia, 2000), h.

8

10

22.

Saifudin Azwar, Sikap Manusia, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,

2005), h. 148

9

11

23.

Gagne, R.M., The Conditions of Learning and Theory of

Instruction, (New York: Holt, Rinehart and Wiston, 1987)

10

11

24.

Azwar, Op.cit., h. 150

11

11

25.

Ibid., h. 155

12

12

26.

Dali Gulo, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Bandung: Tonis,

1982), Cet. 1, h. 1-1

13

12

27.

Sarlito Wirawan, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta:Rajawali,


(4)

28.

W. A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT Erasco, 1988),

Cet. 11, h. 149

15

12

29.

Safiuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya,

(Yogyakarta: Liberti, 1988), h. 3

16

13

30.

Mar’at, Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya,

(Bandung: Fakultas Psikologi, UNPAD, 1984), h. 48

17

13

31.

W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar,

(Jakarta: Gramedia, 1986), h. 30

18

13

32.

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos, 1999), h. 111

19

13

33.

Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi,

(Jakarta: Bulan Bintang, 2003), Cet. ke-9, h. 100

20

15

34.

Ibid., h. 102

21

15

35.

Drs. Saifuddin Azwar, M.A., Sikap Manusia (Teori dan

Pengukurannya), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), Edisi ke-2,

h. 23-24

22

16

36.

Morgan dan King, 1975, Krech dan Ballacy, 1963, Howard dan Kendler, 1974, Gerungan, 2000

23

16

37.

Saifudin Azwar, Sikap Manusia, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005), h. 201

24

17

38.

M. Ngalim Purwanto,

Psikologi Pendidikan

, (Bandung:

Remaja Karya, 1988), Ed. 2, Cet. 4, h. 46

h.46.

25

19

39.

http://www.duniaesai.com/teorisikap/psikologi/psi8.html.

Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1998), h. 4

26

27

20

20

40.

Sudirman, et.al., Ilmu Pendidikan, (Bandung: PT Rosdakarya,

1991), cet. 5, h. 4

28

20

41.

W.J.S. Poerdarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1982), h. 250

30

20

42.

Zakiah Darajat, et.al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1986), cet. Ke-3, h. 25


(5)

43.

Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah,

dan Masyarakat, Penerjemah A. Sulaiman, (Jakarta: Gema Insani

Press, 1995), h. 20

32

21

44.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Perkembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar

Bahsa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 232

33

21

45.

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 28

34

21

46.

H M Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 10

35

21

47.

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pengetahuan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1991), h. 11

36

21

48.

Madya Ekosusilo & Kasihadi, Dasar-dasar Pendidikan, (Semarang: Effar Publishing, 1989), h. 21

37

22

49.

Kneller, G. F., The Philosophy Of Education, (New York: London-Sydney, 1967)

38

22

50.

Laska, J. A., Schooling and Education, Basic Concepts and

Problems, (New York: D. Van Nostrand Company, 1976)

39

22

51.

A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Dunia: 1999), Cet. 1, h. 35

40

22

52.

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional republik Indonesia, 2003), Cet. I, h. 5

41

23

53.

Undang-undang Sisdiknas, RI., No. 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pelaksanannya, (Jakarta: Sinar Grafik, 2003), Cet. IV, h. 4

42

23

54.

HM. Djumransjah, Pendidikan Islam Menggali Tradisi, Mengukuhkan Eksistensi ..., hal. 25

43

24

55.

Suwardi Endraswara, Budi Pekerti dalam Budaya Jawa, (Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya, 2003), h. 1

44

25

56.

Furqon Hidayatullah, M, Mengabdi Kepada Almamater Mengantar Calon Pendidik Berkarakter di Masa Depan,

(Surakarta: Sebelas Maret University Press, 2007), h. 91

45

25

57.

Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan, Pedoman Pengajaran Budi Pekerti, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen


(6)

Pendidikan dan Kebudayaan, 1997)

58.

Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindi Persada, 1994), h. 44

47

27

59.

M. Athiyah Al Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h.1

48

27

60.

Al Sayyid Ahmad Al Hasyim Bek, Mukhtar Hadits Al-Nabawiyah, (Qahirah: Mathba’ Al-Hijaz, 1958), h. 92

49

27

61.

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan

Nasional di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet. 1, h.

28

50

28

62.

Pusat Pengembangan Kurikulum, (2001), Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Budi Pekerti untuk kelas I-VI SD, Balitbang Puskur, Depdiknas.

51

28

63.

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan

Nasional di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet. ke-1,

h. 222

54

30

64.

Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. Ke-2, h. 159

55

31

65.

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar, (Bandung: Rosda Karya, 1993), h. 22

56

31

66.

Ki Hajar Dewantara, Pengajaran Budi Pekerti, (Yogyakarta: Taman Siswa, 1977), Bag. I

58

32

BAB III

67.

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), Cet. Ke-10, h. 99

1

35

68.

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), Cet. 6, h. 179.

2

35

69.

Subana, dkk, Statistik Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia,

2000), h. 30

3

36

70.

Zikri Neni Iska, Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan,

(Jakarta: Kizi Brother.s, 2006), h. 34

4

36

71.

Drs. Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian,

(Jakarta: Bumi Aksara, 2005), Cet. Ke-2, h. 153-156

5

37

72.

Anas Sudijono, Pengantar Statistik pendidikan, (Jakarta: Rajawali