17
eksternalitas terutama kepada daerah yang menghasilkan limpahan manfaat tersebut. Jadi meskipun pemerintahan daerah telah mengalokasikan pendapatan
daerahnya untuk pembiayaan penyelenggaraan urusan itu, namun karena pelaksanaannya menghasilkan limpahan manfaat besar kepada daerah-daerah lain,
transfer diberikan oleh pemerintahan pusat untuk mendorong pemerintahan daerah agar tetap bersemangat dan mau mengalokasikan pendapatan daerahnya untuk
pelaksanaan fungsi tersebut.
Menurut Brojonegoro dan Vazquez 2005: 159, transfer bersyarat conditional grant di Indonesia adalah dalam bentuk Dana Alokasi Khusus. Dana
Alokasi Khusus–selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional UU Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 23. Pemerintahan pusat menetapkan DAK
untuk suatu daerah dengan memperhatikan beberapa kriteria tertentu: a kriteria umum, ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah di dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD; b kriteria khusus, ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah; dan terakhir c
kriteria teknis, ditetapkan oleh kementerian negaradepartemen teknis Ulum, 2008: 105.
2.1.3 Penadapatan Asli Daerah PAD
Pemerintahan daerah dalam membiayai belanjanya, selain menggunakan transfer dari pemerintahan pusat, juga menggunakan sumber dananya sendiri yaitu
Pendapatan Asli Daerah. Menurut UU No. 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah— untuk selanjutnya disingkat PAD, adalah pendapatan daerah yang bersumber dari
Universitas Sumatera Utara
18 hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah yang dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sebagai
perwujudan desentralisasi. Menurut Ndadari dan Adi 2008: 6, PAD memiliki peranan yang sangat
penting dalam perekonomian daerah. Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai kemungkinan untuk mencapai pendapatan per kapita
yang lebih baik. Apabila suatu daerah PAD-nya meningkat maka dana yang dimiliki pemerintahan akan meningkat pula. Peningkatan ini akan menguntungkan
pemerintahan, karena dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan daerahnya. Kendala utama yang dihadapi pemerintahan daerah dalam pelaksanaan
otonomi daerah adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari PAD. Proporsi PAD yang rendah, di lain pihak menyebabkan pemerintahan daerah memiliki derajat
kebebasan diskresi yang rendah pula dalam mengelola keuangan daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik belanja rutin maupun pembangunan, dibiayai dari dana
perimbangan, terutama Dana Alokasi Umum. Kenyataan ini tentu tidak sejalan dengan tujuan dan maksud otonomi daerah, yaitu memandirikan daerah dengan
potensi-potensi yang dimilikinya. Daerah yang mandiri bukan berarti daerah yang mampu membiayai semua
belanjanya dari PAD, karena bukan itu yang dimaksud dengan kemandirian keuangan daerah. Hal yang penting dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya sejumlah
sumber penerimaan yang cukup signifikan bagi daerah untuk memanfaatkannya secara lebih leluasa. Dalam artian bahwa, ketika pemerintahan daerah dapat
menghasilkan PAD yang signifikan, tentu pemerintahan daerah lebih memiliki
Universitas Sumatera Utara
19 keleluasaan yang lebih besar dalam merencanakan pembangunan sesuai dengan
inisiasi sendiri Kuncoro, 2007: 2. Wujud dari desentralisasi fiskal adalah pemberian kewenangan kepada daerah
untuk memungut pajak dan retribusi yang diatur dalam Undang-undang No. 34 Tahun 2000, yang tata cara pelaksanaannya diperbaharui dalam Undang-undang No. 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut, daerah diberikan kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak dan 28 jenis
retribusi. Pemerintahan daerah dituntut kemandiriannya dalam melaksanakan kebijakan desentralisasi fiskal secara bertanggungjawab. Karenanya, pajak dan
retribusi yang pemungutannya telah diserahkan dan menjadi urusan pemerintahan daerah sebagai bagian dari kebijakan desentralisasi fiskal, harus dikelola dan
ditingkatkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Hal ini mengingat bahwa pajak dan retribusi daerah merupakan kelompok PAD dan menjadi sumber pendanaan
bagi keberlangsungan pembangunan dalam kerangka otonomi daerah Peraturan Pemerintah, 2010.
Menurut jenisnya, PAD dikelompokkan menjadi empat jenis pendapatan, adalah sebagai berikut:
1. Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak daerah yang dikelola oleh pemerintahan provinsi antara lain: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
di Atas Air, Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Bermotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan
Universitas Sumatera Utara
20
Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Pajak yang dipungut oleh kabupatenkota meliputi: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak
Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengelolahan Bahan Galian Golongan C, dan Pajak Parkir.
2. Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintahan daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi ini
dirinci menjadi: a
Retribusi Jasa Umum, meliputi: Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil,
Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Maya, Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum, Retribusi Pelayanan Pasar, Retribusi Pengujian
Kendaraan Bermotor, Retribusi Pemeriksanaan Alat Pemadam Kebakaran, Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta, dan Retribusi Pengujian Kapal
Perikanan, b
Retribusi Jasa Khusus, meliputi: Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan, Retribusi Tempat Pelelangan,
Retribusi Terminal, Retribusi Tempat Khusus Parkir, Retribusi Tempat PenginapanPesangrahanvilla, Retribusi Penyedotan Kakus, Retribusi
Rumah Potong Hewan, Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal, Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga, Retribusi Penyeberangan di atas Air, dan
Retribusi Pengolahan Air Limbah,
Universitas Sumatera Utara
21
c Retribusi Perijinan Tertentu, meliputi: Retribusi Izin Mendirikan Bagunan,
Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol, Retribusi Izin Gangguan, dan Retribusi Izin Trayek.
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan, terdiri dari: bagian laba atas
penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintahan daerahnegara dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau
kelompok usaha masyarakat. 4.
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, seperti
penerimaan jasa giro, penerimaan bunga, penerimaan ganti rugi atas kekayaan daerah, komisi denda keterlambatan pekerjaan, dan lain-lain.
2.1.4 Belanja Daerah