11
Gambar 3.5 Tajuk a dan akar b
d. Jumlah Tunas
Jumlah tunas ditentukan dengan menghitung jumlah tunas yang terbentuk pada eksplan, dilakukan pada akhir pengamatan 60 HST.
e. Jumlah Daun
Penghitungan jumlah daun ditentukan pada akhir pengamatan 60 HST dengan menghitung jumlah daun yang muncul pada eksplan.
f. Berat Basah Tajuk dan Berat Basah Akar
Pengukuran berat basah tajuk dan akar dilakukan pada akhir pengamatan 60 HST dengan cara menimbang tajuk dan akar kecambah yang sudah
dibersihkan dari sisa media secara terpisah.
g. Berat Kering Tajuk dan Berat Kering Akar
Pengukuran berat kering tajuk dan akar dilakukan setelah pengukuran berat basah dengan cara mengeringkan tajuk dan akar di dalam oven
dengan suhu 80
o
C hingga dicapai berat yang konstan.
3.6 Analisa Data
Data hasil penelitian yang diperoleh diuji secara statistik dengan analisis varian Two Ways Anova SPSS 22. Jika terdapat perbedaan yang nyata
dilanjutkan dengan uji Duncan’s New Multiple Range Test DNMRT pada taraf 5.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini mempunyai berbagai parameter yang diamati yaitu persentase daya berkecambah, waktu muncul kecambah, tinggi kecambah, jumlah
tunas, jumlah daun, berat basah tajuk, berat kering tajuk, berat basah akar dan berat kering akar. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.
4.1 Persentase Daya Berkecambah
Persentase daya berkecambah adalah persentase dari biji normal dibagi jumlah keseluruhan biji yang diuji dikali 100. Kriteria kecambah normal adalah
kecambah yang memiliki plumula dengan daun yang berwarna hijau, pertumbuhan hipokotil tanpa kerusakan dan perkembangan sistem perakaran yang
baik. Sedangkan kecambah abnormal ialah kecambah yang perkembangannya lemah atau kurang seimbang dari bagian yang penting seperti plumula yang yang
terputar, hipokotol, epikotil, kotiledon yang membengkak dan akar yang tidak berkembang dengan baik Purnobasuki, 2011 seperti tampak pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Kecambah abnormal. Lingkaran putih menunjukkan bagian akar yang tidak
berkembang
Hasil uji statistik menunjukkan pemberian GA
3
, kinetin dan kombinasi keduanya tidak memperlihatkan pengaruh nyata terhadap peningkatan nilai
persentase daya berkecambah Lampiran 3.. Persentase daya berkecambah biji biwa dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Universitas Sumatera Utara
13
Tabel 4.1 Persentase daya berkecambah biji biwa selama 60 HST GA
3
Kinetin Rata-rata
0 ppm 4 ppm
8 ppm 12 ppm
0 ppm 66,66
33,33 33,33
- 33,33
250 ppm 100
100 66,66
66,66 83,33
500 ppm 66,66
100 100
66,66 83,33
Rata-rata 77,77
77,77 66,66
55,55 Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji
DNMRT 5 p 0,05. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa perlakuan GA
3
, kinetin dan kombinasi keduanya
tidak memberikan pengaruh nyata terhadap persentase daya berkecambah biji biwa. Namun persentase daya berkecambah paling tinggi
dihasilkan perlakuan GA
3
250 ppm + kinetin 0 ppm, GA
3
250 ppm + kinetin 4 ppm, GA
3
500 ppm + 4 ppm dan GA
3
500 ppm + kinetin 8 ppm dengan nilai 100. Hal ini membuktikan bahwa terdapat interaksi sinergis antara giberelin dan
sitokinin dalam menstimulasi perkecambahan biji. Interaksi giberelin dan sitokinin pada perkecambahan biji berkaitan
dengan peran masing-masing hormon tersebut. Sitokinin dapat menghilangkan hambatan yang disebabkan oleh asam absisat. Kabar dan Baltepe 1990
melaporkan bahwa sitokinin tunggal yang diberikan terhadap biji gandum menunjukkan kegagalan dalam menginduksi perkecambahan, namun dengan
penambahan giberelin menunjukkan pengaruh positif dalam merangsang perkecambahan.
4.2 Waktu Muncul Kecambah