Umum dalam membuat surat dakwaan. Dalam Surat Edaran ini, disebutkan tentang bentuk-bentuk surat dakwaan antara lain:
76
Sama halnya dengan dakwaan alternatif, dakwaan subsider juga terdiri dari beberapa lapisan dakwaan yang disusun secara berlapis dengan maksud lapisan
1. Dakwaan Tunggal
Dalam Surat Dakwaan hanya satu Tindak Pidana saja yang didakwakan, karena tidak terdapat kemungkinan untuk mengajukan alternatif atau dakwaan
pengganti lainnya. Misalnya hanya didakwakan Tindak Pidana Pencurian pasal 362 KUHP.
2. Dakwaan Alternatif
Dalam Surat Dakwaan terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara berlapis, lapisan yang satu merupakan alternatif dan bersifat mengecualikan
dakwaan pada lapisan lainnya. Bentuk dakwaan ini digunakan bila belum didapat kepastian tentang Tindak Pidana mana yang paling tepat dapat dibuktikan.
Meskipun dakwaan terdiri dari beberapa lapisan, tetapi hanya satu dakwaan saja yang akan dibuktikan. Pembuktian dakwaan tidak perlu dilakukan secara berurut
sesuai lapisan dakwaan, tetapi langsung kepada dakwaan yang dipandang terbukti. Apabila salah satu telah terbukti maka dakwaan pada lapisan lainnya tidak perlu
dibuktikan lagi. Misalnya didakwakan: Pertama : Pencurian pasal 362 KUHP, atau
Kedua : Penadahan pasal 480 KUHP.
3. Dakwaan Subsidair
76
Surat Edaran Jaksa Agung RI No: SE-004J.A111993 Tentang Pembatan Surat Dakwaan
Universitas Sumatera Utara
yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan sebelumnya. Sistematik lapisan disusun secara berurut dimulai dari Tindak Pidana yang diancam dengan pidana
tertinggi sampai dengan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana terendah. Pembuktiannya dilakukan secara berurut dimulai dari lapisan terates sampai
dengan lapisan yang dipandang terbukti. Lapisan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut agar terdakwa dibebaskan dari lapisan
dakwaan yang bersangkutan. misalnya didakwakan : Primair : Pembunuhan berencana pasal 340 KUHP,
Subsidair : Pembunuhan pasal 338 KUHP,
4. Dakwaan Kumulatif
Dalam Surat Dakwaan ini, didakwakan beberapa Tindak Pidana sekaligus, ke semua dakwaan harus dibuktikan satu demi satu. Dakwaan yang tidak terbukti
harus dinyatakan secara tegas dan dituntut pembebasan dari dakwaan tersebut. Dakwaan ini dipergunakan dalam hal Terdakwa melakukan beberapa Tindak
Pidana yang masing-masing merupakan Tindak Pidana yang berdiri sendiri.
Contoh dakwaan kumulatif: Kesatu:Pembunuhan Pasal 338 KUHP dan Kedua: Pencurian dengan pemberatan Pasal 363
KUHP dan Ketiga: Perkosaan Pasal 285 KUHP
5. Dakwaan Kombinasi
Disebut dakwaan kombinasi, karena di dalam bentuk ini dikombinasikan atau digabungkan antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan alternatif atau
subsidair.
Universitas Sumatera Utara
Contoh dakwaan kombinasi:
Kesatu: Primair: Pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP; Subsidair: Pembunuhan biasa Pasal 338 KUHP; dan
Kedua: Primair: Pencurian dengan pemberatan Pasal 363 KUHP; Subsidair: Pencurian Pasal 362 KUHP
Berbeda halnya dengan dan, atau dan subsidair, untuk kata juncto, kata ini digunakan untuk menjelaskan pasal yang memiliki hubungan satu dengan lainnya.
Pasal-pasal ini tidak dibatasi hanya untuk satu undang-undang, pula tidak dibatasi hanya untuk penerapan pasal pada tindak pidana. Contoh penggunaan kata juncto
misalnya: A membantu B dalam melakukan tindak pidana pembunuhan, maka A akan didakwa dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan jo. Pasal 55 KUHP
tentang Membantu Melakukan Tindak Pidana, sedangkan B akan didakwa dengan Pasal 338 KUHP. Dakwaan di antara keduanya berbeda agar menjelaskan
bahwa A bukan merupakan pelaku utama seperti yang diatur dalam Pasal 340 KUHP melainkan merupakan pembantu tindak pidana tersebut sebagaimana
dijelaskan keadaannya dalam Pasal 55 KUHP. Mengingat hal-hal yang telah dijabarkan di atas, maka penggunaan kata
dan, atau, juncto, atau primair-subsidair disesuaikan dengan jenis Tindak Pidana yang dilakukan oleh Terdakwa. Dalam hal terdakwa melakukan satu Tindak
Pidana yang menyentuh beberapa perumusan Tindak Pidana dalam undang- undang dan belum dapat dipastikan tentang kualifikasi dan ketentuan pidana yang
dilanggar, dipergunakan dakwaan alternatif menggunakan kata atau atau dakwaan subsidair. Sedangkan, dalam hal terdakwa melakukan beberapa Tindak
Universitas Sumatera Utara
Pidana yang masing-masing merupakan Tindak Pidana yang berdiri sendiri- sendiri dipergunakan bentuk dakwaan kumulatif menggunakan kata dan.
77
- Kesatu:
Dapat dikemukakan dari hasil analisis modus yang dilakukan Terdakwa Drive Lonie Als. Andi Als. Andi Semaun yaitu “menelantarkan seseorang
dalam lingkup rumah tangganya” sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Huruf a UU RI No 23 Tahun 2004 tentang PKDRT sehingga Jaksa Penuntut umum dalam
perkara ini mendakwakan si Terdakwa dalam bentuk dakwaan alternatif yaitu:
Perbuatan terdakwa tersebut di atas diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 49 Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan kekerasan
dalam Rumah Tangga. -
Kedua:
perbuatan terdakwa tersebut di atas diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 77 huruf b Undang-undang R I No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Jika dikaitkan kedalam kronologis kasus seharusnya dalam kasus ini
jaksa penuntut umum mendakwakan dalam bentuk dakwaan gabungan sebagaimana dalam Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-004J.A111993
tentang Pembuatan Surat Dakwaan, karena dalam kasus ini ada beberapa perbuatan terdakwa yang melanggar hukum pidana yaitu:
77
http:www.hukumonline.comklinikdetaillt4f4c5a4ea3527bentuk-bentuk-surat- dakwaan di akses pada tanggal 29 September 2013 pukul 13.23 wib
Universitas Sumatera Utara
1. Terdakwa telah memberikan keterangan berupa nama dan identitas
yang tidak sebenarnya kepada petugas aparatur negara, yaitu Kantor Catatan sipil sebagaimana diatur dalam pasal 266 ayat 1 KUHPidana.
2. Terdakwa telah melakukan perkawinan yang kedua secara resmi
tanpa ada persetujuan dari istri pertama, sebagaimana diatur dalam Pasal 284 ayat 1 KUHP.
3. Terdakwa tidak bertangganggungjawab kepada isteri yang sah beserta
kedua orang anaknya, sehingga perbuatan terdakwa telah melanggar beberapa ketentuan hukum yang berbeda satu sama lain.
Dalam Pasal 141 bahwa penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dengan satu surat dakwaan, tetapi kemungkinan penggabungan itu
dibatasi dengan syarat-syarat oleh pasal tersebut. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
78
Dalam ajaran “penyertaan” yang dipelajari adalah pertanggungjawaban masing-masing pelaku yang terlibat di dalam suatu tindak pidana, maka ajaran
“gabungan” adalah mempelajari seseorang yang melakukan lebih dari satu tindak 1. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang sama dan
kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya.
2. Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain. 3. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain,
akan tetapi satu dengan yang lain itu ada hubungannya.
78
Isi Pasal 141 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP
Universitas Sumatera Utara
pidana. Masalah “gabungan”ini diatur dalam Pasal 63 sampai dengan Pasal 71 KUHP yang terdiri dari:
79
Dalam hal pembuktian yang dilakukan oleh hakim, pembuktian memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan di persidangan dengan
tujuan untuk mencari kebenaran materil. Pembuktian adalah ketentuan-ketetuan yang berisi penggarisan dan pedoman tetang cara-cara yang dibenarkan oleh
Undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. 1. Gabungan dalam satu perbuatan eendaadse samenloop atau concursus idealis
diatur dalam Pasal 63 KUHP. 2. Gabungan dalam beberapa perbuatan meerdaadse samenloop atau concursus
realis diatur dalam Pasal 65 KUHP. 3. Perbuatan berlanjut Voortgezette samenloop atau delictum continuantum
diatur dalam Pasal 64 KUHP.
80
Pembuktian juga merupakan suatu usaha untuk membuktikan sesuatu objek yang dibuktikan memalui alat-alat bukti yang boleh dipergunakan dengan
cara-cara tertentu pula untuk menyatakan apa yang dibuktikan itu sebagai terbukti ataukah tidak menurut Undang-undang. Oleh sebab itu dalam persidangan di
pengadilan hakim tidak boleh membuktikan kesalahan terdakwa dengan semena-
79
Modul mata kuliah Hukum Pidana Lanjutan dengan judul “Gabungan Beberapa Tindak Pidana Concursus, FH-USU, 2010, Hal. 1
80
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedua, Jakarta Sinar
Grafika, 2000, Hal. 273.
Universitas Sumatera Utara
mena, karena pembuktian hanya boleh dilakukan dengan alat-alat bukti yang diatur dan dibenarkan oleh undang-undang.
81
Dalam sistem pembuktian dikenal beberapa macam pembuktian. Menurut Andi Hamzah terdapat 4 empat dimensi teori pembuktian yaitu:
82
a. Teori Pembuktian berdasarkan Undang Undang Secara Positif Positief Wettelijke Bewijstheorie.
Pembuktian dalam sistem ini didasarkan pada alat-alat bukti yang sudah
ditentukan secara limitatife dalam undang-undang, sistem ini merupakan kebalikan dari sistem conviction in time karena dalam sistem ini apabila perbuatan
sudah terbukti dengan adanya alat-alat bukti maka keyakinan hakim sudah tidak
diperlukan lagi. b. Teori Pembuktian berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu conviction in
time.
Teori ini menyatakan bahwa hakim mengambil keputusan semata-mata berdasarkan keyakinan pribadinya, walaupun tidak ada alat bukti hakim dapat
menjatuhkan pidana dan hakim tidak perlu menyebut alasan-alasan putusannya. Dalam sistem ini hakim mempunyai kebebasan untuk menjatuhkan putusan,
Subyektifitas dari hakim sangat menonjol dalam sistem ini.
c. Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim atas Alasan Yang Logis Laconviction Raissonnee
Teori ini muncul sebagai teori jalan tengah dengan pembuktian berdasarkan keyakinan hakim yang terbatas dengan alasan logis. Alat bukti dalam system ini
tidak diatur secara limitative oleh undangundang. Sistem ini juga disebut sebagai
81
Adami, Chazawi Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua, Bandung: Alumni,2008, Hal. 101
82
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Edisi Revisi, Jakarta:Penerbit Sinar Grafika, 2005, Hal. 245-253
Universitas Sumatera Utara
pembuktian bebas karena hakim bebas menyebutkan alasan-alasannya dalam menjatuhkan putusan.
d. Teori Pembuktian berdasarkan Undang Undang Secara Negative Negative Wettelijke.
Teori ini menyatakan bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan pidana
apabila terdapat paling tidak dua alat bukti yang sah. Alat bukti dalam system ini diatur secara limitatif dalam undang-undang. Dalam system ini terdapat dua
komponen yang saling mendukung satu sama lain yakni alat bukti yang sah menurut undang-undang dan keyakinan hakim.
KUHAP menganut sistem ke empat ini, hal ini bisa terlihat dari isi ketentuan Pasal 183 KUHAP yaitu: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana
kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Teori ini menyatakan bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan pidana
apabila terdapat paling tidak dua alat bukti yang sah. Alat bukti dalam sistem ini diatur secara terbatas dalam undang-undang, yaitu dalam pasal 184 KUHAP yang
terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam sistem pembuktian negatif ini terdapat dua komponen yang
saling mendukung satu sama lain yakni alat bukti yang sah menurut undang- undang dan keyakinan hakim.
Universitas Sumatera Utara
Pembuktian menurut M.Yahya Haharap dibagi menjadi:
83
2. Conviction–Raisonee
1. Conviction – in Time Sistem pembuktian ini semata-mata hanya berdasarkan “keyakinan
hakim”. Keyakinan hakim ini boleh diambil dan disimpulkan dari alat-alat bukti yang diperiksa dalam siding pengadilan tetapi bisa juga alat-alat bukti tersebut
diabaikan hakim, dan langsung menarik keyakinan dari keterangan atau pengakuan terdakwa. Intinya bahwa sistem pembuktian ini semata-mata
berdasarkan keyakinan hakim belaka tanpa didukung alat bukti yang cukup. Keyakinan hakim yang paling dominan dalam menentukan salah atau tidaknya
terdakwa.
Dalam sistem pembuktian ini keyakinan hakim tetap memegang peranan penting, tetapi keyakinan hakim ini bersifat dibatasi dengan “alasan-alasan yang
jelas”. Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan alasan-alasan apa yang mendasari keyakinannya atas kesalahan terdakwa dan alasan-alasan tersebut
haruslah dapat diterima akal reasonable. 3.
Pembuktian Menurut Undang Undang Secara Positif Sistem pembuktian ini berpedoman pada prinsip pembuktian dengan
alatalat bukti yang ditentukan oleh undang-undang. Untuk membuktikan salah atau tidaknya terdakwa semata-mata “digantungkan kepada alat-alat bukti yang
sah”. Dalam sistem ini, hakim seolah-olah “robot pelaksana” undangundang yang tidak memiliki hati nurani. Sistem ini menuntut hakim wajib mencari dan
83
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedua, Jakarta:Sinar
Grafika, 2000, Hal. 277-279
Universitas Sumatera Utara
menemukan kebenaran salah atau tidaknya terdakwa sesuai dengan tata cara pembuktian dengan alat-alat bukti yang telah ditentukan oleh undang-undang.
4. Pembuktian Menurut Undang Undang secara Negative Negative Wettelijk
Stelsel
Sistem ini merupakan keseimbangan antara sistem pembuktian conviction- in time dengan pembuktian menurut undang-undang secara positif yang mana
kedua sistem ini bersifat saling bertolak belakang. Keseimbangan ini berupa penggabungan secara terpadu antara sistem pembuktian menurut keyakinan hakim
dengan sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif. Rumusannya berbunyi: salah tidaknya terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang
didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang- undang. Dari uraian ini maka dapatlah terlihat adanya 2 dua komponen penting
dalam sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif, yaitu: a. Pembuktian haruslah dilakukan dengan cara dan dengan alat-alat bukti yang sah
menurut undang-undang; b. Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan dengan alat-alat
bukti yang sah menurut undang-undang. Dapat dikemukan dalam putusan hakim pada kasus penelantaran anak
yang dilakukan oleh terdakwa Drive Lonie Als. Andi Als. Andi Semaun hakim menerapkan sistem pembuktian negatif yang mana Pembuktian
dilakukan dengan cara melihat alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang ditambah Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan dengan alat-alat bukti
yang sah menurut undang-undang.
Universitas Sumatera Utara
B. Kasus Putusan No: 498Pid.B2014PN-Rap 1. Kronologis Kasus
Tanggal 26 Januari 2010 telah diputus perceraian antara terdakwa Kriston Sianturi dengan Rosmaida br. Saragih dan dari keputusan itu juga ditetapkan oleh
Pengadilan Negeri Rantauprapat bahwa yang membiayai nafkah atas 4 anak terdakwa yang sebesar Rp. 1.000.000,- setiap bulannya. Hanya saja terdakwa
pernah membayarakan kewajiban nafkah anak terdakwa tersebut setelah adanya putusan selama 10 bulan setelah Rosmaida br. Saragih membuat laporan di Polres
Labuhanbatu dan seingat terdakwa sebelum Rosmaida Br. Saragih melaporkan pun terdakwa sudah pernah menyuruh perwakilan terdakwa untuk mengantarkan
biaya atas anak terdakwa tersebut, namun setelah dari bulan maret 2011 sampai sekarang terdakwa tidak pernah lagi memberikan biaya nafkah atas anak-anak
terdakwa sehingga Rosmaida Br. Saragih kembali melaporkan terdakwa ke Polres Labuhanbatu guna proses selanjutnya.
Terdakwa melakukan penelantaran terhadap 4 empat anak saksi sejak dari bulan maret 2011 sampai sekarang karena anak-anak terdakwa tidak mau
diajak bersama terdakwa sedangkan terdakwa juga mengetahui bahwa mantan istri terdakwa Rosmaida Br. Saragih sudah menikah lagi dengan laki-laki lain.
2 . Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Berdasarkan kronologis peristiwa yang diuraikan sebelumnya, bahwa Terdakwa Kriston Sianturi, Tempat lahir: Tanah Jawa, UmurTgl.Lahir: 49
Tahun18 Februari 1965, Jenis Kelamin: Laki-Laki, Kebangsaan: Indonesia, Tempat tinggal: Jalan Urip Sumodiharjo Rantauperapat Kecamatan Rantau Utara
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten LabuhanBatu. Agama : Kristen Protestan, Pekerjaan: Mocok-mocok , Jaksa Penuntut Umum mengajukan Terdakwa ke depan sidang Pengadilan Negeri
Medan dengan dakwaan sebagai berikut: -
Kesatu:
Perbuatan terdakwa tersebut diatas diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 77 huruf b Undang-Undang R I No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak.
- Kedua:
Perbuatan terdakwa tersebut diatas diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 49 Undang-undang R I No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Berdasarkan surat tuntutan pidana dari penunut umum pada pokoknya jaksa penunutut umum dalam requisitornya Tuntutan berpendapat bahwa menyatakan
terdakwa Kriston Sianturi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah
melakukan tindak pidana “menelantarkan seseorang dalam lingkup rumah tangganya” sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 49 huruf a UU
RI No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT dalam Surat Dakwaan. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa
Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa
Kriston Sianturi
dengan pidana penjara selama 1 satu Tahun.
Universitas Sumatera Utara
4. Pertimbangan Hakim