Putusan Hakim Analisis Kasus

tersebut, dengan demikian unsur “telah menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya sebagai mana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1” telah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa.

5. Putusan Hakim

Atas pertimbangan-pertimbangan di atas karena unsur-unsur dari dakwaan pertama telah terbukti dan terpenuhi melakukan tindak pidana “menelantarkan seseorang dalam lingkup rumah tangganya” yaitu melanggar Pasal 49 Huruf a UU RI No 23 Tahun 2004 tentang PKDRT maka Majelis hakim memutuskan: menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Kriston Sianturi dengan pidana penjara selama 6 bulan dan menghukun terdakwa tersebut untuk membayar ongkos perkara ini sebesar Rp. 1000,- seribu rupiah dan memerintahkan terdakwa untuk ditahan.

6. Analisis Kasus

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya tentang membuat surat dakwaan sesuai Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-004J.A111993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan , mengutip dari buku Waluyadi bentuk-bentuk surat dakwaan tidak diatur dalam undang-undang, akan tetapi ketidak tepatan membuat surat dakwaan akan mengakibatkan sebuah konsekuensi bagi sebuah undang-undang, artinya bentuk surat dakwaan itu akan menentukan apakah sebuah tindak pidana secara keseluruhan tercakup di Universitas Sumatera Utara dalam surat dakwaan, atau sebaliknya sehingga surat dakwaan menajdi kabur. 84 Bergantung pada fakta perbuatan di dalam praktek dikenal beberapa bentuk surat dakwaan, sebagai berikut: 85 a. Dakwaan Tunggal Dalam penyusunan dakwaan secara tunggal ini hanya didakwakan satu perbuatan pidana dan hanya dicantumkan satu pasal yang di;anggar. Penyusunan dakwaan secara tunggal ini sangat mengandung resiko karena kalau dkawaan satu-satunya ini gagal dibuktikan dalam persidangan maka tidak ada alternatif lain kecuali terdakwa dibebaskan. Tetapi dalam praktek kadang-kadang ditemui suatu keadaan perkara yang berdasarkan bukti- bukti yang ada sulit dicari alasan untuk mendakwakan perbuatan pidana yang lain yang dengan demikian terpaksa disusun secara tunggal. b. Dakwaan komulatif Dalam hal ini ada beberapa atau lebih dari satu perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa, dan masing-masing perbuatan yang didakwakan harus dibuktikan sendiri-sendiri. Sebagai contoh, seorang pelaku perbuatan pidana disamping telah membunuh korban yang dalam hal ini didakwa melanggar Pasal 340 atau 338 KUHP masih didakwa juga dengan dakwaan menguasai senjata api tanpa izin, melanggar Pasal 1 ayat 1 UU No 12 tahun 1951 tentang Senjata Api, karena pelaku pembunuhan 84 Waluyadi, Pengetahuan Dasar Hukum acara Pidana, Bandung:Mandar Maju, 1999, Hal. 86-86 85 A. Soetomo, Pedoman Dasar Pembuatan Surat Dakwaan dan Suplemen, Jakarat: Pradnya Paramita, 1990, Hal. 20-22 Universitas Sumatera Utara menggunakan sebagai alat adalah senjata api yang kebetulan juga tanpa izin yang berwenang. c. Dakwaan Alternatif Dalam penyusunan dakwaan secara alternatif ini diberikan suatu alternatif yang bergantung bagaimana perkembangan di persidangan mengenai dakwaan mana yang terbukti. Umumnya dakwaan satu sama lain dalam arti apabila unsur tertentu telah terbukti unsur yang lain pasti tidak terbukti, demikian juga sebaliknya. Sebagai contoh, penyusunan dakwaan berdasar Pasal 378 KUHP, dengan alternatif Pasal 372 KUHP. Dalam hal ini unsur yang paling mengahpuskan satu sama lain ialah mengenai beradanya barang pada penguasaan terdakwa. Kalau beradanya barang tersebut adanya di dalam pengauasaan terdakwa adalah sebagai akibat dari bujuk rayu atau serangkaian kata-kata bohong yang dilakukan oleh terdakwa maka dalam hal ini telah terjadi delik penipuan yang melanggar Pasal 378 KUHP. Sedang apabila beradanya barang tersebut di dalam penguasaan terdakwa bukanlah akibat dari bujuk rayu atau rangkaian kata-kata bohong yang dilakukan terdakwa, melainkan dengan izin atau persetujuan pemilik, selanjutnya terdakwa menjual atau menggadaikan atau dengan cara apapun terdakwa memperlakukan barangnya seperti seolah-olah miliknya tanpa izin pemilik, maka dalam hal ini telah terjadi delik penggelapan melanggar Pasal 372 KUHP. Dengan demikian, apabila terbukti melanggar Pasal 378 Universitas Sumatera Utara KUHP berarti tidak mungkin juga melanggar Pasal 372 KUHP, demikian juga sebaliknya, jadi tidak mungkin terbukti untuk dua-duanya. d. Dakwaan Primer Subsider Susunan dakwaan primer subsider ini umumnya dalam lingkup suatu perbuatan yang paralel atau satu jurusan yang dalam dakwaan disusun berdasar pada urutan berat ringan ancaman pidananya. Sebagai contoh: Primair : Pembunuhan berencana pasal 340 KUHP, Subsidair : Pembunuhan pasal 338 KUHP, e. Dakwaan Kombinasi atau Gabungan Di samping bentuk susunan surat dakwaan kumulatif, alternatif, dan primer subsider tersebut dapat pula disusun dakwaan kombinasi atau gabungan yaitu dengan dakwaan kesatu, kedua, ketiga dan selanjutnya tersebut masih dapat dicantumkan dakwaan secara alternatif atau primer subsider. Sebagai contoh, perampokan yang disertai pembunuhan, pembakaran rumah dari yang dirampok yang maksudnya untuk menghilangkan jejak, lalu pembunuhan tersebut dilakukan dengan alat berupa senjata api tanpa memili izin dari yang berwenang, dalam hal ini susunan dakwaan disusun menjadi: Kesatu: Primer : Pasal 340 KUHP Pembunuhan Berencana Subsider : Pasal 338 pembunuhan Biasa Lebih Subsider : Pasal 355 ayat 2 KUHP penganiayaan yang direncanakan dan mengakibatkan orangnya mati Universitas Sumatera Utara Lebih-lebih subsider : Pasal 351 ayat 3 penganiayaan biasa yang mengakibatkan orangnya mati. Kedua: Primer : Pasal 187 KUHP sengaja membakar Subsider : Pasal 188 KUHP karena kesalahannya yang mengakibatkan kebakaran Ketiga: Primer : Pasal 365 KUHp Pencurian yang didahului dengan kekerasan Subsider : 363 KUHP Pencurian pada waktu malam dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih Keempat: Primer : Pasal 1 ayat 1 UU No. 12Dst1951 Jo. Pasal 55 KUHP. Dapat dikemukakan dalam hal ini jaksa mendakwa dengan dakwaan alternatif yaitu pada dakwaan kesatu: Perbuatan terdakwa tersebut diatas diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 77 huruf b Undang-Undang R I No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan dakwaan kedua: Perbuatan terdakwa tersebut diatas diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 49 Undang-undang R I No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dalam peraktek peradilan, dakwaan alternatif disebut dengan istilah dakwaan saling “mengecualikan” atau dakwaan “relative”, atau berupa istilah dakwaan “pilihan keuze tenlastelegging”. Pada dakwaan Universitas Sumatera Utara alternatif maka hakim dapat langsung memilih untuk menetukan dakwaan mana yang sekiranya cocok serta sesuai dengan hasil pembuktian di persidangan. 86 Menurut Van Bammelen dakwaan alternatif dibuat dalam dua hal yaitu: 87 1. Jika penuntut umum tidak mengetahui perbuatan mana apakah yang satu ataukah yang lain akan terbukti nanti dipersidangan. 2. Jika penuntut umum ragu, peraturan hukum pidana yang mana yang akan diterapkan oleh hakim atas perbuatan yang menurut pertimbangannya telah nyata tersebut Dikaitkan kedalam pembuktian dan alat-alat bukti, mengutip dari buku Riduan Syahrini dalam ilmu hukum acara pidana dikenal ada tiga macam sistem pembuktian: 88 a. Sistem bebas Vrije Stelsel Menurut sistem bebas hakim sama sekali tidak terikat pada ketentuan hukum mengenai bukti. Asalkan suatu tindak pidana, maka ia dapat menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa itu. Jadi dalam sistem bebas titik beratnya terletak pada keyakinan hakim. Keyakinan hakim tidak didasarkan kepada ketentuan-ketentuan hukum akan tetapi didasarkan pada logika dan pengalaman. 86 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996, Hal. 57 87 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta:Sinar Grafika, 2002, Hal. 181 88 Riduan Syahrini, Beberapa Hal Tentang Hukum Acara Pidana, Bandung:Alumni, 1983, Hal. 129 Universitas Sumatera Utara b. Sistem positif positief wttelijk stelsel Sistem positif positief wttelijk stelsel menitik beratkan kepada adanya bukti yang sah menurut hukum. Meskipun hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa, namun apabila ada bukti yang sah menurut hukum, maka ia dapat menjatuhkan hukuman kepada terdakwa. c. Sistem negatif negatief wettelijk stelsel Sistem negatif negatief wettelijk stelsel merupakan gabungan dari sistem bebas dengan sistem positif. Dalam sistem negatif hakim hanyalah boleh menghukum terdakwa, kalau berdasarkan bukti-bukti 89 Sistem negatif yang merupakan kombinasi dari sistem bebas dan sistem positif inilah yang menurut kebanyakan ahli hukum paling tepat dipakai dalam pembuktian perkara pidana. Sistem pembuktian inilah yang dianut dalam hukum acara pidana yang berlaku di negara kita, baik yang berlaku sekarang KUHAP yang tertuang dalam Pasal 183 yang berbunyi: “hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah menurut hukum ia mempunyai keyakinan bahwa terdakwa bersalah melakukan suatu tindak pidana. Sistem bebas terlalu memberikan kebebasan kepada hakim sehingga memungkinkan untuk berbuat sewenang-wenang. Sebaliknya sistem positif terlalu mengikat hakim dalam putusan-putusannya, sedangkan dalam sistem negatif, hakim diberikan kebebasan dan keyakina, namun ada pembatasan yaitu ketentuan hukum yang harus diperhatikan. 89 Alat-alat Bukti yang sah menurut KUHP Pasal 184 ialah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuki, dan keterangan terdakwa Universitas Sumatera Utara yang sah ini memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” 90 Dapat dikemukakan dalam kasus Putusan No: 498Pid.B2014PN-Rap atas nama terdakwa Kriston Sianturi hakim memutuskan dengan sistem pembuktian negatif yaitu dengan melihat 2 alat bukti yang sah menurut UU dalam kasus ini yaitu alat bukti berupa keterangan saksi dan keterangan terdakwa, dan oleh karena dalam kasus ini dakwaan yang dibuat Jaksa Penunut Umum berupa dakwaan alternatif hakim dapat langsung memilih untuk memperhatikan fakta-fakta hukum dalam persidangan, dapat dikemukakan putusan hakim pada kasus Kriston Sianturi telah tepat dengan mempertimbangkan dakwaan yang kedua yaitu Pasal 49 UU Ri No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT dan mengadili terdakwa dengan hukuman 6 bulan penjara. 90 Ibid. Hal. 130 Universitas Sumatera Utara 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada bab ini maka dapat dikemukakan untuk menarik keseluruhan kesimpulan mulai dari bab awal sampai pada bab akhir penulisan skripsi ini yaitu: 1. Bentuk-bentuk penelantaran anak pada umumnya dapat dibagi dalam bentuk: Penelantaran Fisik, Penelantaran pendidikan, Penelantaran secara emosi, dan penelantaran fasilitas medis, dan faktor-faktor penyebab terjadinya penelantaran anak pada umumnya dapat dilihat pada faktor: faktor orang tua, faktor situasi keluarga, dan faktor anak itu sendiri. 2. Ketentuan Undang-undang yang terkait dengan Penelantaran anak diatur pada Kitab Undang Hukum Pidana KUHP, diatur pada Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, diatur pada Undang-undang No. 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-undang No. 22 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak, dan Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 3. Penerapan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terhadap tindak pidana penelantaran anak pada putusan No. 2632 Pid.B2013PN-Mdn Hakim menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa Drive Lonie Als. Andi Als. Andi Semaun dengan pidana penjara selama 1 satu tahun dan terhadap kasus tindak penelantaran anak pada putusan No. 498 Pid.B2014PN-Rap hakim menjatuhkan hukuman dengan pidana penjara selama 6 bulan. Atas kedua kasus Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

10 234 98

Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Terhadap Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Di Bawah Umur ( Studi Putusan PN No. 609/Pid.B/2011/PN Mdn )

3 73 99

Tinjauan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Putusan Pengadilan Negeri Medan No.1345/Pid. B/2010/PN/Medan)

0 66 146

Penelantaran Istri Oleh Suami Sebagai Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Penerapan Hukumnya (Studi Kasus No: 378/Pid.B/2007/PN-Medan) dan (STUDI KASUS No: 1921/Pid.B/2005/PN-Medan)

1 44 93

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Kasus Putusan No:2438/Pid.B/2014/Pn.Mdn )

5 117 134

Penerapan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Tindak Pidana Penelantaran Anak (Studi Putusan No: 2632 Pid.B 2013 PN-Mdn dan Putusan No: 498 Pid.B 2014 PN-Rap)

0 0 7

Penerapan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Tindak Pidana Penelantaran Anak (Studi Putusan No: 2632 Pid.B 2013 PN-Mdn dan Putusan No: 498 Pid.B 2014 PN-Rap)

0 0 1

Penerapan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Tindak Pidana Penelantaran Anak (Studi Putusan No: 2632 Pid.B 2013 PN-Mdn dan Putusan No: 498 Pid.B 2014 PN-Rap)

0 0 25

Penerapan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Tindak Pidana Penelantaran Anak (Studi Putusan No: 2632 Pid.B 2013 PN-Mdn dan Putusan No: 498 Pid.B 2014 PN-Rap)

0 0 34

Penerapan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Tindak Pidana Penelantaran Anak (Studi Putusan No: 2632 Pid.B 2013 PN-Mdn dan Putusan No: 498 Pid.B 2014 PN-Rap)

0 0 2