Cuplikan 4 Bagaikan air yang gelapdan lembut, kesedihan menggenangi hati
Aomame, tanpa suara dan tanpa ada tanda-tanda. Pada saat seperti itu, dia mengubah sirkuit ingatannya untuk hanya memikirkan Tengo sepenuh hati.
Ia pusatkan pikiran, mengingat sentuhan tangan Tengo umur 10 tahun yang digenggamnya sejenak si ruang kelas seusai jam pelajaran 1Q84:
78.
Analisis Dari cuplikan diatas dapat dilihat bahwa kesedihan yang sedang dialami
Aomame sangatlah berat. Pada saat-saat seperti iti, Aomame akan segera mengingat bagaimana tangan Tengo yang pernah ia genggam saat berumur 10
tahun, setelah Tengo menyelamatkannya dari kejahatan teman-temannya yang lain. Karena hanya dengan mengingat hal tersebut, Aomame dapat menghilangkan rasa
kesedihan yang sedang dia rasakan. Aomame menganggap bahwa Tengo adalah satu-satunya pria yang sangat dia cintai dan yang mau membantunya saat ada
dalam masalah.
3.1.3 Hubungan dengan Teman Sekolah
Berikut adalah kehidupan tokoh Aomame dan hubungannya dengan teman sekolah yang dapat dilihat melalui cuplikan berikut.
Universitas Sumatera Utara
Cuplikan 1 Aomame memang bukan orang yang suka bergaul. Tak masalah
baginya jika lama tidak bertemu atau berbicara dengan siapapun. Semasih duduk di bangku SD, ia hampir tidak pernah berbicara dengan teman
sekelasnya. Tepatnya, tak ada seorang pun yang mau berbicara dengannya, kecuali ada urusan penting. Aomame diperlakukan seperti benda asing
yang “kelihatan aneh sekali” dan seharusnya dibuang atau diabaikan. Bagi Aomame perlakuan itu tidak adil 1Q84: 76.
Analisis Dari cuplikan di atas dapat dilihat bahwa Aomame sejak kecil sudah tidak
memiliki teman dekat. Sikapnya yang aneh membuat teman-teman di sekolahnya menjauhi Aomame. Sejak kejadian itu, Aomame menutup diri untuk tidak
berteman dekat dengan siapa pun. Bahkan seiring berjalannya waktu, Aomame lebih merasa nyaman bila harus hidup sendiri dan tidak bergantung pada siapa pun.
Cuplikan 2 Bangun pagi dan ganti pakaian untuk pergi ke sekolah adalah
siksaan baginya. Karena jiwanya tertekan, dia sering kena diare, kadang muntah-muntah. Ada kalanya ia menderita demam, sakit kepala, atau mati
rasa pada kaki dan tangan. Walaupun begitu, ia tak pernah bolos sekolah. Ia pikir, kalau dirinya bolos satu hari, pasti ingin bolos berhari-hari, dan
akhirnya takkan masuk sekolah lagi. Kalau itu terjadi, berarti dirinya kalah dari teman sekelasnya. Pasti mereka semua merasa lega jika ia hilang dari
kelas. Ia tak mau mereka merasa lega. Karena itulah, betapun tersiksanya, ia berangkat ke sekolah, bahkan kalau pun harus merangkak 1Q84:76-77.
Universitas Sumatera Utara
Analisis Dari cuplikan di atas dapat dilihat bahwa meskipun Aomame merasa pergi
ke sekolah adalah sebuah sikasaan, namun dia tetap ke sekolah tanpa mencoba untuk bolos sekali pun, karena dia tidak ingin kalah dari teman sekelasnya yang
tidak mengaharapkan kehadirannya di sekolah. Ia tak mau mereka merasa lega. Karena itulah, betapun tersiksanya, ia berangkat ke sekolah, bahkan kalau pun
harus merangkak.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan