13
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian ini adalah : “Bagaimana Pelayanan Transfer Uang Tanpa Rekening Dalam Meningkatkan Kepuasan
Pelanggan pada PT Pos Medan?.”
1.3 Tujuan penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui bagaimana pelayanan transfer uang tanpa rekening pada PT. Pos Medan.
2. Untuk mengetahui apakah pelayanan yang digunakan oleh PT. Pos
Medan dalam melakukan transfer uang tanpa rekening mampu memberikan kepuasan terhadap pelanggan
1.4 Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara subjektif, untuk mengembangkan pengetahuan, wawasan serta
kemampuan berfikir khususnya dalam pembuatan karya ilmiah. 2.
Secara praktis, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran yang berguna bagi PT. Pos Medan.
3. Secara akademis, sebagai referensi bagi kepustakaan Departemen Ilmu
Administrasi Negara dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik di dalam bidang ini.
Universitas Sumatera Utara
14
4. Sebagai informasi yang bermanfaat bagi masyarakat secara umum dan
secara khusus bermanfaat dalam mendorong kepercayaan masyarakat terhadap PT. Pos Medan.
1.5 Kerangka teori
Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau memecahkan masalah perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu.
Landasan teori perlu ditegakkan agar penelitian mempunyai dasar yang kokoh dan bukan sekedar perbuatan coba-coba trial and error landasan teoritis. Menurut
Hoy dan Miskel dalam Sugiyono, 2005:25 teori adalah seperangkat konsep, asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan
menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi. Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang
berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitian Arikunto, 2002:92.
Teori adalah suatu konseptualisasi yang umum. Suatu teori harus dapat diuji kebenarannya, bila tidak maka dia bukan teori. Untuk itu, maka teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.5.1 Good Corporate Governance 1.5.1.1
Pengertian Good Corporate Governance
Universitas Sumatera Utara
15
Good corporate governance merupakan suatu aturan mengenai pengolahan perusahaan yang perlu diterapkan pada setiap perusahaan terutama
perusahaan public BUMN. Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia FCGI 2001 pengertian corporate governance adalah: Seperangkat
paraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta pemegang intern dan ekstern lainnya
sehubungan denga hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate
governance adalah menciptakan pertambahan nilai bagi semua pihak pemegang kepentingan.
Menurut The Organisation for economic Co-Operation and Development OECD dalam Tangkilisan 2003:Good Corporate governance adalah sistem
yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan. Good corporate governance mengatur pembagian tugas, hak, dan
kewajiban mereka yang berkepentingan,terhadap perusahaan, termasuk pemegang saham, dewan komisaris, direksi dan stackeholders lainnya.
Dari berbagai defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Good corporate governance adalah suatu kerangka hubungan, struktur,
pola, sistem yang berdasarkan pada prinsip-prinsip dasar dan undang-undang yang berlaku dengan mempertemukan, menjelaskan, mengarahkan dan mengendalikan
hubungan antara shareholders, manajemen, kreditur, pemerintah dan stakeholders lainnya pada hak dan kewajiban masing-masing pihak tersebut, yang tujuan
akhirnya adalah untuk meningkatkan nilai-nilai jangka panjang yang diinginkan oleh pemegang saham. Penelitian ini menggunakan kepemilikan institusional,
Universitas Sumatera Utara
16
dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan komite audit sebagai proksi mekanisme Good corporate governance.
Kepemilikan intsitusional besarnya jumlah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi keuangan, seperti perusahaan asuransi, bankdana
pensiun, dan asset manajemen. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional
sehingga dapat menghalangi perilaku oportunistik manajer. Melalui kepemilikan institusional, efektivitas pengolahaan oleh manajemen dapat diketahui, semakin
tinggi kepemilikan oleh institusi maka akan semakin kecil peluang manajemen memanipulasi angka-angka dalam bentuk manajemen laba melalui proses
monitoring secara efektif. Dewan komisaris independen adalah jumlah anggota dewan komisarisi.
Dewan komisaris independen memegang peranan penting dalam implementasi good corporate governance. Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi
tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Dewan komisaris independen dalam mekanisme good
corporate governance berperan penting tidak hanya melihat kepetingan pemilik tetapi juga kepentingan perusahaan secara umum. Dewan komisaris independen
merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance.
Kepemilikan manajerial merupakan isu penting, sejak dipublikasikan oleh Jensen Meckling 1976 yang menyatakan bahwa semakin besar proporsi
kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan maka manajemen akan berupaya
Universitas Sumatera Utara
17
lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang saham yang juga adalah dirinya sendiri.
Dengan adanya kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham, sehingga manajer akan merasakan
langsung manfaat dari keputusan yang diambil dengan benar dan merasakan kerugian apabila keputusan yang diambil salah. Terutama, dengan keikutsertaan
manajer memiliki perusahaan, hal ini menyebabkan manajer melakukan tindakan yang akan memaksimumkan nilai perusahaan dalam jangka panjang
Komite audit dalam menjalankan tugasnya, Dewan komisaris dapat membentuk komite-komite yang dapat membantu pelaksanaan tugasnya. Salah
satu tugasnya adalah komite audit yang memiliki tugas nya terpisah dalm membantu dewan komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam
memberikan pengawasan sencara menyeluruh FCGI, 2002. Dalam pedoman GCG Indonesia dijelaskan bahwa, Komite Audit membantu Dewan Komisaris
untuk memastikan bahwa: i laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, ii struktur pengendalian internal
perusahaan dilaksanakan dengan baik, iii pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan iv tindak
lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.
1.5.1.2. Prinsip-prinsip Dasar GCG
Prinsip-prinsip GCG merupakan kaedah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Berikut
ini adalah prinsip-prinsip GCG yang dimaksudkan dalam Keputusan Menteri
Universitas Sumatera Utara
18
BUMN Nomor: Kep-117M-MBU2002 tentang penerapan praktek GCG pada BUMN :
a. Transparansi
Yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai
perusahaan. Contohnya: keterbukaan dalam hal penentuan upahgaji karyawan, keterbukaan mengenai Pemutusan Hubungan Kerja PHK karyawan agar tidak
sepihak, keterbukaan mengenai laporan keuangan perusahaan dan keadaan keuangan perusahaan.
b. Kemandirian
Yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruhtekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Contohnya: dalam hal pengangkatan maupun mutasi karyawan harus benar-benar berdasarkan fit and proper test dan pertimbangan tertentu, dan bukan
karena adanya unsur intervensi pihak lain yang mempunyai kepentingan diluar kepentingan perusahaan dalam pengangkatan ataupun mutasi karyawan tersebut.
c. Akuntabilitas