IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Ketimpangan Pe mbangunan
Ketimpangan pembangunan berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk, aspek, dan dimensi. Bukan hanya berupa ketimpangan hasil pembangunan
dalam hal pendapatan tetapi juga dalam hal pembangunan manusia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan menganalisis ketimpangan-ketimpangan tersebut.
4.1.2. Ketimpangan Pendapatan
Ketimpangan pendapatan dapat diukur dan dijelaskan dengan menggunakan beberapa rumus atau formula. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan rumus atau formulasi yang dikemukakan oleh Williamson 1965, yang kemudian dikenal dengan CV Williamson CV
w
. Nilai CV
w
yang kecil menggambarkan tingkat ketimpangan yang rendah atau tingkat pemerataan yang
lebih baik, dan sebaliknya apabila nilai CV
w
besar maka menggambarkan tingkat ketimpangan yang tinggi atau tingkat pemerataan yang semakin timpang. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan dua pendekatan dalam melakukan perhitungan nilai indeks ketimpangan pendapatan. Dalam perhitungan pertama
CV
w
menggunakan data PDRB per Kapita dengan menyertakan migas, dan dalam perhitungan kedua CV
w
menggunakan data PDRB per Kapita tanpa menyertakan migas. Tujuan dari pendekatan tersebut adalah untuk mengetahui
kontribusi sektor migas terhadap nilai indeks ketimpangan.
Setelah dilakukan perhitungan terhadap ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai indeks ketimpangan
Indonesia berada pada kisaran 0.8, hal ini mengindikasikan bahwa nilai indeks ketimpangan Indonesia berkategori tinggi. Selain itu, dapat dilihat juga bahwa
perkembangan ketimpangan mengalami fluktuasi dan mengalami perkembangan yang kurang baik, dalam artian bahwa ketimpangan pendapatan antar propinsi
terlihat adanya kecenderungan yang semakin besar. Kondisi ini dapat diketahui dari nilai penghitungan CV Williamson yang telah dilakukan seperti yang terlihat
pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Indeks Ketimpangan Pendapatan Antar Propinsi di Indonesia Tahun
2001-2005 Tahun
CV
w
CV
w
2001 0.8375
0.8258 2002
0.8421 0.8453
2003 0.8293
0.8399 2004
0.8390 0.8534
2005 0.8418
0.8555
Sumber: BPS, 2007 diolah.
Nilai yang dihasilkan dari perhitungan tersebut menunjukkan bahwa nilai ketimpangan pendapatan antar propinsi yang terjadi cenderung semakin
membesar. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa usaha dalam menciptakan pemerataan pendapatan antar propinsi di Indonesia kurang berhasil,
walaupun tidak secara mutlak kondisi ini terjadi. Kenyataan ini dapat kita ketahui dimana pada tahun 2001, indeks ketimpangan pendapatan antar propinsi di
Indonesia adalah 0.8375, kemudian pada tahun 2005 nilai indeks ketimpangan pendapatan mengalami kenaikan sehingga mencapai 0.8418.
Seperti yang terlihat pada Tabel 4.1 hasil perhitungan perkembangan nilai indeks ketimpangan dari tahun ke tahun mengalami kondisi yang naik turun. Pada
tahun 2001 sampai 2002 nilai indeks ketimpangan CV
w
mengalami kenaikan dengan masing- masing nilai sebesar 0.8375 menjadi 0.8421. Namun, pada tahun
2003 nilai indeks ketimpangan mengalami penurunan sebesar 0.0128 menjadi 0.8293. Hal ini disebabkan oleh tingginya pertumbuhan ekonomi pada tahun
2003, yang pada tahun 2002 adalah sebesar 1.47 meningkat menjadi 4.02. Hal tersebut memicu turunnya indeks ketimpangan pada tahun yang sama. Namun,
peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut tidak berlangsung lama karena pada tahun 2004, pertumbuhan ekonomi kembali turun menjadi 2.31. Sehingga indeks
ketimpangan mengalami peningkatan lagi menjadi sebesar 0.8390, seperti yang terlihat pada Gambar 4.1. Kondisi peningkatan terus berlangsung sampai tahun
2005, sehingga nilai indeks ketimpangan menjadi sebesar 0.8418.
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5 4
4.5
2002 2003
2004 2005
tahun persen
Gambar 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Tahun 2001-2005
Namun, apabila diperhatikan dari hasil perhitungan tersebut terdapat perbedaan nilai indeks ketimpangan antara CV
w
dan CV
w
. Nilai indeks ketimpangan tanpa menyertakan sektor migas CV
w
pada tahun 2001 adalah sebesar 0.82580, di tahun 2002 meningkat menjadi 0.8453. Pada tahun 2003 nilai indeks
ketimpangan tanpa menyertakan sektor migas mengalami penurunan menjadi 0.8399. Kemudian terjadi peningkatan di tahun 2004 dan 2005. Dimana nilai
indeks ketimpangan tanpa menyertakan sektor migas di tahun 2004 adalah 0.8534, dan di tahun 2005 adalah 0.8555.
Dengan tidak menyertakan sektor migas pada PDRB, perhitungan nilai indeks ketimpangan menghasilkan nilai indeks yang lebih besar daripada dengan
menyertakan sektor migas. Nilai indeks ketimpangan yang lebih besar tersebut terjadi karena hanya terdapat empat propinsi saja yang memiliki sumbangan
terbesar PDRB dari sektor migas, empat propinsi tersebut antara lain; NAD, Riau, Kalimantan Timur dan Papua. Kontribusi sektor migas terhadap PDB Indonesia
hanya berkisar antara 8.9 – 10.9 persen saja berbeda dengan era sebelum otonomi daerah dimana sektor migas memiliki kontribusi yang besar bagi PDB sehingga
apabila sektor migas dikeluarkan dari perhitungan, maka kondisi ketimpangan pendapatan Indonesia akan menjadi lebih besar.
0.8100 0.8150
0.8200 0.8250
0.8300 0.8350
0.8400 0.8450
0.8500 0.8550
0.8600
2001 2002
2003 2004 2005
tahun indeks
CVw CVw
Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Perhitungan Indeks Ketimpangan Pendapatan Antar Propinsi di Indonesia Tahun 2001-2005
4.1.2. Ketimpangan Pembangunan Manusia