Analisis ketimpangan pembangunan di era otonomi daerah: Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat

(1)

OLEH

BERY AGUNG PUSPANDIKA H14103107

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(2)

BERY AGUNG PUSPANDIKA. Analisis Ketimpangan Pembangunan di Era Otonomi Daerah: Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat (dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO).

Indonesia memiliki perbedaan karakteristik wilayah dalam hal kepemilikan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), kondisi sosial dan budaya serta letak demografis wilayah. Karena karakteristik wilayah mempunyai pengaruh yang kuat pada terciptanya pola pembangunan ekonomi, maka tidak mengherankan bila pola pembangunan ekonomi wilayah di Indonesia tidak seragam. Ketidakseragaman ini akan berpengaruh terhadap kemampuan untuk tumbuh dan yang pada gilirannya akan mengakibatkan beberapa wilayah mampu tumbuh cepat sementara wilayah lainnya tumbuh lambat. Selanjutnya, kemampuan untuk tumbuh yang berbeda ini akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah. Ketimpangan pembangunan ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk, aspek, dan dimensi. Bukan hanya berupa ketimpangan hasil pembangunan dalam hal output regional (pendapatan) tetapi juga dalam hal pembangunan manusia. Sehubungan dengan kondisi tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketimpangan pembangunan yang terjadi antar propinsi di Indonesia dan fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya.

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang diperlukan meliputi: (1) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita menurut propinsi berdasarkan harga konstan Tahun 2000; (2) jumlah penduduk menurut propinsi; (3) Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta komponen-komponennya; (4) Berbagai macam data sekunder lainnya yang diambil dari berbagai sumber. Jenis data tersebut diperoleh dari: (1) Badan Pusat Statistik; (2) United Nations Support Facility for Indonesia Recovery (UNSFIR); (3) Publikasi beberapa penelitian terdahulu. Periode analisis pada penelitian ini adalah antara tahun 2001 sampai dengan 2005 dengan menggunakan tahun dasar 2000 dan pengolahan data dealam penelitian ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2003, E-Views 5.1, dan SPSS 13.0. Perangkat lunak Microsoft Excel 2003 digunakan dalam mengolah data untuk mengetahui nilai indeks ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia. Perangkat lunak Eviews 5.1 digunakan dalam mengolah data untuk melihat variabel yang paling berpengaruh terhadap pembangunan manusia. Perangkat lunak SPSS 13.0 digunakan untuk analisis deskriptif hubungan antara pertumbuha n ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia berada pada tingkat yang tinggi. Faktor yang paling berpengaruh terhadap pembangunan manusia adalah pengeluaran riil perkapita sedangkan PDRB perkapita tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia. Antara pertumbuhan ekonomi dengan pembanggunan manusia tidak terdapat hubungan kausalitas, tetapi korelasi antara keduanya bersifat positif.


(3)

OTONOMI DAERAH: HUBUNGAN ANTARA

PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Oleh

BERY AGUNG PUSPANDIKA H14103107

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(4)

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Bery Agung Puspandika Nomor Registrasi Pokok : H14103107

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Ketimpangan Pembangunan di Era Otonomi Daerah: Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat.

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. NIP. 132 104 952

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan :


(5)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

Bery Agung Puspandika H14103107


(6)

Bery Agung Puspandika dilahirkan di Bogor pada hari Jumat tanggal 8 Februari 1985 dari pasangan Bapak Dodi Suparmadi dan Ibu Ika Sartika. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Penulis menjalani kehidupan yang bahagia dari kecil sampai dewasa di kota kelahirannya, Kota Bogor, Jawa Barat.

Penulis menjalani pendidikan di bangku sekolah dasar dari tahun 1991 sampai dengan tahun 1997 di SD Angkasa 2 Bogor. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 1997 sampai tahun 2000 di SLTP Negeri 4 Bogor. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama mengikuti pendidikan di bangku kuliah, penulis aktif sebagai pengurus dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada tahun 2004 hingga 2005. Penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan baik untuk tingkat departemen maupun institus i.


(7)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji hanya untuk Allah SWT, pencipta dan pemelihara alam semesta beserta isinya. Berkat rahmat dan karunia-Nya penulis mendapat kemudahan dan kemampuan dalam setiap langkah penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senatiasa tercurah kepada Qudwah Hasanah kita, Rasulullah Saw, yang telah mengajarkan al-Islam sebagai jalan hidup sehingga membawa keselamatan bagi umat manusia sejagad raya.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departeme n Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Manajemen IPB. Adapun judul skripsi ini adalah Analisis Ketimpangan Pembangunan di Era Otonomi Daerah: Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si. dan Jaenal Effendi, MA. Selaku dosen

penguji utama dan komisi pendidikan, yang telah memberi saran-saran dan ilmu yang bermanfaat.

3. Dosen, staf penunjang dan seluruh civitas Departemen Ilmu Ekonomi atas ilmu dan bantuan yang diberikan.

4. Kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Dodi Suparmadi dan Ibunda Ika Sartika atas doa, dukungan, dan perjuangan yang telah dicurahkan. Untuk De Widya dan Ka Ilyas atas dukungan, semangat, dan perhatian yang diberikan. Keluarga besar penulis yang memberikan perhatian dan semangat. Terima kasih juga kepada Fransiska Tarida Ully sekeluarga atas


(8)

teman-teman yang mewarnai hari selama kuliah Giri, Suma, AO, Ucup, Rizki, Jun, Chris, Anto, Dio, Beni, Ryan, Nofa, Rizal, Risa, Lida, Linda, Opie, Ratih, Maiva, Beby, Abang, Aji, Aci, Sri dan seluruh teman-teman angkatan 40 Ilmu Ekonomi dan seluruh pihak yang telah membantu penulis, kalian semua akan terkenang dan tidak pernah mati.

6. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kang Ade Holis dan Fickry di Intercafe atas bantuannya dalam pengolahan data.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak kekurangan. Dengan kerendahan hati, penulis meminta maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan penulis.

Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, Agustus 2007

Bery Agung Puspandika H14103107


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan ... 7

1.4 Manfaat ... 7

1.5 Ruang Lingkup ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 9

2.1 Konsep Otonomi Daerah ... 9

2.2 Ketimpangan ... 11

2.3 Pendapatan Domestik Regional Bruto ... 15

2.4 Konsep Pembangunan Manusia ... 18

2.5 Pembangunan Manusia dan Pengukurannya ... 20

2.6 Pengukuran Ketimpangan ... 22

2.7 Penelitian Terdahulu ... 25

2.7.1 Penelitian Mengenai Ketimpangan ... 26

2.7.2 Penelitian Mengenai Panel Data ... 28

2.8 Kerangka Pemikiran ... 29

2.9 Hipotesis ... 30

III. METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 31

3.2 Jenis dan Sumber Data... 31

3.3 Metode Analisis ... 32


(10)

3.3.3 Pemilihan Model Dalam Pengolahan Data ... 39

3.3.3.1 Chow Test ... 39

3.3.3.2 Hausman Test ... 41

3.3.3.3 LM Test ... 42

3.3.4 Evaluasi Model ... 43

3.3.4.1 Multikolinearitas ... 43

3.3.4.2 Autokorelasi ... 43

3.3.4.3 Heteroskedastisitas ... 44

3.3.5 Model Umum Penelitian ... 45

3.3.6 Kausalitas Bivariat Granger ... 46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1 Analisis Ketimpangan Pembangunan ... 47

4.1.1 Ketimpangan Pendapatan ... 47

4.1.2 Ketimpangan Pembangunan Manusia ... 51

4.2 Hasil Estimasi Model dan Uji Asumsi Klasik ... 55

4.3 Intepretasi Model Fixed Effect dengan Perlakuan Cross Section Weights dan White Heteroscedasticity ... 59

4.4 Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat ... 61

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1 Kesimpulan ... 65

5.2 Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA... 68

LAMPIRAN ... 71


(11)

OLEH

BERY AGUNG PUSPANDIKA H14103107

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(12)

BERY AGUNG PUSPANDIKA. Analisis Ketimpangan Pembangunan di Era Otonomi Daerah: Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat (dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO).

Indonesia memiliki perbedaan karakteristik wilayah dalam hal kepemilikan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), kondisi sosial dan budaya serta letak demografis wilayah. Karena karakteristik wilayah mempunyai pengaruh yang kuat pada terciptanya pola pembangunan ekonomi, maka tidak mengherankan bila pola pembangunan ekonomi wilayah di Indonesia tidak seragam. Ketidakseragaman ini akan berpengaruh terhadap kemampuan untuk tumbuh dan yang pada gilirannya akan mengakibatkan beberapa wilayah mampu tumbuh cepat sementara wilayah lainnya tumbuh lambat. Selanjutnya, kemampuan untuk tumbuh yang berbeda ini akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah. Ketimpangan pembangunan ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk, aspek, dan dimensi. Bukan hanya berupa ketimpangan hasil pembangunan dalam hal output regional (pendapatan) tetapi juga dalam hal pembangunan manusia. Sehubungan dengan kondisi tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketimpangan pembangunan yang terjadi antar propinsi di Indonesia dan fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya.

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang diperlukan meliputi: (1) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita menurut propinsi berdasarkan harga konstan Tahun 2000; (2) jumlah penduduk menurut propinsi; (3) Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta komponen-komponennya; (4) Berbagai macam data sekunder lainnya yang diambil dari berbagai sumber. Jenis data tersebut diperoleh dari: (1) Badan Pusat Statistik; (2) United Nations Support Facility for Indonesia Recovery (UNSFIR); (3) Publikasi beberapa penelitian terdahulu. Periode analisis pada penelitian ini adalah antara tahun 2001 sampai dengan 2005 dengan menggunakan tahun dasar 2000 dan pengolahan data dealam penelitian ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2003, E-Views 5.1, dan SPSS 13.0. Perangkat lunak Microsoft Excel 2003 digunakan dalam mengolah data untuk mengetahui nilai indeks ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia. Perangkat lunak Eviews 5.1 digunakan dalam mengolah data untuk melihat variabel yang paling berpengaruh terhadap pembangunan manusia. Perangkat lunak SPSS 13.0 digunakan untuk analisis deskriptif hubungan antara pertumbuha n ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia berada pada tingkat yang tinggi. Faktor yang paling berpengaruh terhadap pembangunan manusia adalah pengeluaran riil perkapita sedangkan PDRB perkapita tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia. Antara pertumbuhan ekonomi dengan pembanggunan manusia tidak terdapat hubungan kausalitas, tetapi korelasi antara keduanya bersifat positif.


(13)

OTONOMI DAERAH: HUBUNGAN ANTARA

PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Oleh

BERY AGUNG PUSPANDIKA H14103107

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(14)

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Bery Agung Puspandika Nomor Registrasi Pokok : H14103107

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Ketimpangan Pembangunan di Era Otonomi Daerah: Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat.

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. NIP. 132 104 952

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan :


(15)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

Bery Agung Puspandika H14103107


(16)

Bery Agung Puspandika dilahirkan di Bogor pada hari Jumat tanggal 8 Februari 1985 dari pasangan Bapak Dodi Suparmadi dan Ibu Ika Sartika. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Penulis menjalani kehidupan yang bahagia dari kecil sampai dewasa di kota kelahirannya, Kota Bogor, Jawa Barat.

Penulis menjalani pendidikan di bangku sekolah dasar dari tahun 1991 sampai dengan tahun 1997 di SD Angkasa 2 Bogor. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 1997 sampai tahun 2000 di SLTP Negeri 4 Bogor. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama mengikuti pendidikan di bangku kuliah, penulis aktif sebagai pengurus dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada tahun 2004 hingga 2005. Penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan baik untuk tingkat departemen maupun institus i.


(17)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji hanya untuk Allah SWT, pencipta dan pemelihara alam semesta beserta isinya. Berkat rahmat dan karunia-Nya penulis mendapat kemudahan dan kemampuan dalam setiap langkah penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senatiasa tercurah kepada Qudwah Hasanah kita, Rasulullah Saw, yang telah mengajarkan al-Islam sebagai jalan hidup sehingga membawa keselamatan bagi umat manusia sejagad raya.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departeme n Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Manajemen IPB. Adapun judul skripsi ini adalah Analisis Ketimpangan Pembangunan di Era Otonomi Daerah: Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si. dan Jaenal Effendi, MA. Selaku dosen

penguji utama dan komisi pendidikan, yang telah memberi saran-saran dan ilmu yang bermanfaat.

3. Dosen, staf penunjang dan seluruh civitas Departemen Ilmu Ekonomi atas ilmu dan bantuan yang diberikan.

4. Kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Dodi Suparmadi dan Ibunda Ika Sartika atas doa, dukungan, dan perjuangan yang telah dicurahkan. Untuk De Widya dan Ka Ilyas atas dukungan, semangat, dan perhatian yang diberikan. Keluarga besar penulis yang memberikan perhatian dan semangat. Terima kasih juga kepada Fransiska Tarida Ully sekeluarga atas


(18)

teman-teman yang mewarnai hari selama kuliah Giri, Suma, AO, Ucup, Rizki, Jun, Chris, Anto, Dio, Beni, Ryan, Nofa, Rizal, Risa, Lida, Linda, Opie, Ratih, Maiva, Beby, Abang, Aji, Aci, Sri dan seluruh teman-teman angkatan 40 Ilmu Ekonomi dan seluruh pihak yang telah membantu penulis, kalian semua akan terkenang dan tidak pernah mati.

6. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kang Ade Holis dan Fickry di Intercafe atas bantuannya dalam pengolahan data.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak kekurangan. Dengan kerendahan hati, penulis meminta maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan penulis.

Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, Agustus 2007

Bery Agung Puspandika H14103107


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan ... 7

1.4 Manfaat ... 7

1.5 Ruang Lingkup ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 9

2.1 Konsep Otonomi Daerah ... 9

2.2 Ketimpangan ... 11

2.3 Pendapatan Domestik Regional Bruto ... 15

2.4 Konsep Pembangunan Manusia ... 18

2.5 Pembangunan Manusia dan Pengukurannya ... 20

2.6 Pengukuran Ketimpangan ... 22

2.7 Penelitian Terdahulu ... 25

2.7.1 Penelitian Mengenai Ketimpangan ... 26

2.7.2 Penelitian Mengenai Panel Data ... 28

2.8 Kerangka Pemikiran ... 29

2.9 Hipotesis ... 30

III. METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 31

3.2 Jenis dan Sumber Data... 31

3.3 Metode Analisis ... 32


(20)

3.3.3 Pemilihan Model Dalam Pengolahan Data ... 39

3.3.3.1 Chow Test ... 39

3.3.3.2 Hausman Test ... 41

3.3.3.3 LM Test ... 42

3.3.4 Evaluasi Model ... 43

3.3.4.1 Multikolinearitas ... 43

3.3.4.2 Autokorelasi ... 43

3.3.4.3 Heteroskedastisitas ... 44

3.3.5 Model Umum Penelitian ... 45

3.3.6 Kausalitas Bivariat Granger ... 46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1 Analisis Ketimpangan Pembangunan ... 47

4.1.1 Ketimpangan Pendapatan ... 47

4.1.2 Ketimpangan Pembangunan Manusia ... 51

4.2 Hasil Estimasi Model dan Uji Asumsi Klasik ... 55

4.3 Intepretasi Model Fixed Effect dengan Perlakuan Cross Section Weights dan White Heteroscedasticity ... 59

4.4 Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat ... 61

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1 Kesimpulan ... 65

5.2 Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA... 68

LAMPIRAN ... 71


(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1 Data Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2001-2005 ... 5

2.1 Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Jawa Barat ... 27

2.2 Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Propinsi Lampung ... 27

3.1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi ... 43

4.1 Indeks Ketimpangan Pendapatan Antar Propinsi Tahun 2001-2005 ... 48

4.2 Perbandingan Peringkat PDRB per kapita dengan IPM Antar Propinsi Tahun 2005 ... 52

4.3 Hasil Estimasi Fungsi dengan menggunakan Model Efek Tetap dengan Pembobotan dan White Cross Section ... 57

4.4 Pairwise Grangger Causality Test... 62


(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1.1 Gini Rasio Indonesia Tahun 1996-2006 ... 2 2.1 Kurva “U” Terbalik (Hipotesis Kuznets) ... 13 2.2 Kurva Lorentz ... 24 2.3 Kerangka Pemikiran ... 29 3.1 Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Panel Data ... 41 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2001-2005 ... 49 4.2 Grafik Perbandingan Indeks Ketimpangan Pendapatan Antar

Propinsi tahun 2001-2005 ... 51 4.3 Korelasi Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1 PDRB per Propinsi dengan Menyertakan Sektor Migas

Tahun 2001-2005 (Juta, Rp) ... 71 2 PDRB per Propinsi dengan Tidak Menyertakan Sektor Migas

Tahun 2001-2005 (Juta, Rp)... 72 3 Jumlah Penduduk per Propinsi tahun 2001-2005 ... 73 4 Indeks Pembangunan Manusia per Propinsi tahun 2001-2005 ... 74 5 Angka Harapan Hidup per Propinsi tahun 2001-2005 ... 75 6 Angka Melek Huruf per Propinsi tahun 2001-2005 ... 76 7 Rata-Rata Lama Sekolah per Propinsi tahun 2001-2005 ... 77 8 Pengeluaran Riil Per Kapita per Propinsi tahun 2001-2005 ... 78 9 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2001 ... 79 10 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2002 ... 81 11 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2003 ... 83 12 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2004 ... 85 13 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2005 ... 87 14 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2001 ... 89 15 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2002 ... 91 16 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2003 ... 93 17 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2004 ... 95 18 Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2005 ... 97 19 Model Efek Tetap dengan Pembobotan (Cross Section Weights) dan

White Cross Section Covariance ... 99 20 Hausman Test ... 100


(24)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia dalam malaksanakan pembangunan adalah masalah ketimpangan, baik ketimpangan yang terjadi antar wilayah maupun ketimpangan yang terjadi di dalam wilayah. Ketimpangan tersebut terlihat dari perbedaan karakteristik wilayah Indonesia dalam hal kepemilikan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), kondisi sosial dan budaya serta letak demografis wilayah tersebut. Karena karakteristik wilayah mempunyai pengaruh yang kuat pada terciptanya pola pembangunan ekonomi, maka tidak mengherankan bila pola pembangunan ekonomi wilayah di Indonesia tidak seragam (Wijaya, 2001). Ketidakseragaman ini akan berpengaruh terhadap kemampuan untuk tumbuh dan yang pada gilirannya akan mengakibatkan beberapa wilayah mampu tumbuh cepat sementara wilayah lainnya tumbuh lambat. Selanjutnya, kemampuan untuk tumbuh yang berbeda ini akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah. Namun, dari sudut pandang pembangunan nasional menunjukkan bahwa ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah hal yang kurang disukai dan lebih sering menimbulkan berbagai kerugian daripada keuntungan atau manfaat (Wijaya, 2001). Pada Gambar 1.1 memperlihatkan kondisi ketimpangan pendapatan di Indonesia yang mengalami fluktuasi dari tahun ke tahunnya.


(25)

Gini Ratio

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45

1996 1999 2002 2003 2004 2005 2006

Gini Ratio

Sumber: Daryanto dan Nuryartono (2007).

Gambar 1.1. Gini Ratio Indonesia Tahun 1996 – 2006.

Ketidakpuasan dan kritik yang timbul dalam proses pembangunan pada dasarnya bukanlah sehubungan dengan pertumbuha n yang telah dicapai akan tetapi karena perkembangan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi tersebut kurang mampu menciptakan pemerataan pembangunan dan hasil- hasilnya, bahkan ketimpangan pendapatan semakin besar dan telah menimbulkan berbagai masalah seperti meningkatnya pengangguran, kurangnya sarana kesehatan dan pendidikan, perumahan, kebutuhan pokok, rasa aman, dan lain- lain (Dumairy, 1996).

Keadaan seperti ini telah dialami bangsa Indonesia sejak awal proses pembangunan dimasa Orde Baru. Meskipun pelaksanaan pembangunan senantiasa diarahkan pada pencapaian tiga sasaran pembangunan (Trilogi Pembangunan) yaitu stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil- hasil pembangunan, strategi dan kebijakan pembangunan di masa Orde Baru lebih difokuskan pada pertumbuhan ekonomi dan pada periode ini telah terjadi kecenderungan meningkatnya ketimpangan pembangunan. Berdasarkan


(26)

pengalaman tersebut, maka periode selanjutnya strategi dan kebijakan pembangunan nasional diarahkan pada terciptanya kondisi pembangunan yang mendorong usaha pemerataan pendapatan. Hal ini dapat dilihat dalam trilogi pembangunan yang lebih menekankan dan memberi bobot utama pada pemerataan pembangunan dan pendapatan dengan tetap memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas perekonomian. Dengan terlaksananya strategi pembangunan tersebut, maka pembangunan nasional harus menjamin pemerataan bagi seluruh rakyat dengan rasa keadilan.

Memasuki babakan baru dalam konstruksi politik Orde Reformasi, pemerintah daerah menginginkan disent ralisasi kewenangan dan tanggung jawab, masyarakat menuntut untuk diberlakukan Otonomi Daerah, karena merasa tidak ada keadilan selama proses pembangunan pada masa Orde Baru. Keinginan tersebut dipenuhi oleh pemerintah dengan diberlakukannya undang-undang tentang otonomi daerah yaitu Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Di era Otonomi Daerah setiap daerah dituntut untuk mampu mengelola potensi daerah yang dimilikinya secara tepat sehingga akan mendorong terciptanya proses pembangunan dengan tingkat pemerataan yang baik dan dibarengi oleh pertumbuhan ekonomi yang baik pula. Dengan demikian ketimpangan pembangunan dan hasil- hasilnya serta pendapatan antar golongan ataupun daerah akan semakin menurun. Oleh karena itu, setiap daerah harus


(27)

mampu membiayai pembangunan daerah baik dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun sumber pembiayaan lainnya.

1.2. Perumusan Masalah

Menurut Todaro (2003), pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan pendapatan nasional bruto atau GNP (Gross National Product). Indeks ekonomi lainnya yang sering digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan adalah tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita atau GNP per kapita. Namun, agar penerapan tolak ukur pembangunan lebih akurat dan bermanfaat harus didukung oleh indikator- indikator sosial nonekonomis yaitu konsep Indeks Pembangunan Manusia/IPM (Human Development Indeks/HDI) yang diperkenalkan oleh UNDP.

Ketimpangan pembangunan selama ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk, aspek, dan dimensi. Bukan hanya berupa ketimpangan hasil pembangunan dalam hal output regional tetapi juga dalam hal kesejahteraan masyarakat (Tadjoedin, 2001). Output regional disini merupakan konsep analisa ketimpangan dengan pendekatan wilayah yang dipresentasikan oleh indikator Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. Sementara itu, kesejahteraan masyarakat mencakup beberapa parameter yang melekat pada individu. Dalam hal ini digunakan tiga kategori indikator yang merepresentasikan kesejahteraan (welfare), yaitu pengeluaran konsumsi, pendidikan dan kesehatan. Penggunaan ketiga kategori indikator ini mengacu pada konsep Indeks IPM yang


(28)

diperkenalkan oleh UNDP. Perkembangan IPM Indonesia sendiri mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Propinsi Tahun

2001 - 2005. Propinsi IPM

2001

rank IPM 2002

rank IPM 2003

rank IPM 2004

rank IPM 2005

rank NAD 65.3 14 66.0 15 67.4 17 68.7 17 69.0 17 Sumut 66.6 10 68.8 7 70.1 7 71.4 7 72.0 7 Sumbar 65.8 11 67.5 8 69.0 8 70.5 8 71.2 8 Riau 67.3 4 69.1 6 70.3 6 71.5 6 72.9 5 Jambi 65.4 13 67.1 10 68.6 9 70.1 9 71.0 10 Sumsel 63.9 19 66.0 16 67.8 12 69.6 11 70.2 12 Bengkulu 64.8 15 66.2 14 68.1 11 69.9 10 71.1 9 Lampung 63.0 22 65.8 17 67.1 19 68.4 18 68.8 18 Babel 63.9 20 65.4 20 67.5 16 69.6 12 70.7 11 DKI 72.5 1 75.6 1 75.7 1 75.8 1 76.1 1 Jabar 64.6 16 65.8 18 67.5 15 69.1 13 69.9 13 Jateng 64.6 17 66.3 13 67.6 14 68.9 16 69.8 14 DIY 68.7 2 70.8 3 71.9 3 72.9 3 73.5 3 Jatim 61.8 26 64.1 24 65.5 22 66.8 21 68.4 21 Banten 64.6 18 66.6 11 67.3 18 67.9 19 68.8 19 Bali 65.7 12 67.5 9 68.3 10 69.1 14 69.8 15 NTB 54.2 30 57.8 30 59.2 30 60.6 30 62.4 30 NTT 60.4 28 60.3 28 61.5 28 62.7 28 63.6 28 Kalbar 60.6 27 62.9 27 64.2 27 65.4 26 66.2 27 Kalteng 66.7 9 69.1 5 70.4 5 71.7 5 73.2 4 Kalsel 62.2 25 64.3 23 65.5 21 66.7 23 67.4 24 Kaltim 67.8 3 70.0 4 71.1 4 72.2 4 72.9 6 Sulut 67.1 7 71.3 2 72.4 2 73.4 2 74.2 2 Sulteng 62.8 24 64.4 22 65.9 23 67.3 20 68.5 20 Sulsel 63.6 21 65.3 21 65.3 25 65.3 27 66.9 26 Sultra 62.9 23 64.1 25 65.4 24 66.7 22 67.5 22 Gorontalo 67.1 8 64.1 26 64.8 26 65.4 25 67.5 23 Maluku 67.2 5 66.5 12 67.8 13 69.0 15 69.2 16 Malut 67.2 6 65.8 19 66.1 20 66.4 24 67.0 25 Papua 58.8 29 60.1 29 61.2 29 62.3 29 63.5 29

Indonesia 64.6 66.2 67.3 68.5 69.5

Sumber: BPS, 2007 (diolah).

IPM merupakan indikator penting yang dapat digunakan dalam melihat upaya dan kinerja program pembangunan secara menyeluruh di suatu wilayah.


(29)

Kemajuan program pembangunan dalam suatu periode dapat diukur dan ditunjukkan oleh besaran IPM pada awal dan akhir periode tersebut. IPM tidak hanya mengukur pembangunan dari aspek ekonomi saja, tetapi juga mengukur pembangunan dari aspek non-ekonomi.

Pembangunan manusia, dalam hal ini direpresentasikan oleh indikator-indikator IPM, merupakan salah satu faktor penting dalam proses pembangunan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas, kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik. Oleh sebab itu, dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu dan harus memperhatikan aspek pembangunan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi daerah. Kebijakan pembangunan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia hanya akan membuat daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah yang lain, termasuk dalam hal kinerja ekonominya. Dengan kata lain, peningkatan kualitas modal manusia juga akan memberikan manfaat dalam mengurangi ketimpangan antar daerah.

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kondisi ketimpangan pembangunan di Indonesia?

2. Faktor apakah yang paling berpengaruh terhadap pembangunan manusia? 3. Bagaimanakah korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan


(30)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka penelitian ini bertuj uan untuk:

1. Menganalisis ketimpangan pembangunan yang terjadi di Indonesia.

2. Menganalisis faktor yang paling berpengaruh terhadap pembangunan manusia.

3. Menganalisis korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat.

1.4. Manfaat Penelitian

Hal-hal yang diperoleh dari penelitian tentang analisis tingkat ketimpangan pembangunan yang terjadi di Indonesia diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti ini. Secara ringkas, manfaat yang penulis harapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah dan pihak terkait lainnya sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan berbagai kebijakan. 2. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa lain sebagai bahan pelengkap penelitian yang masih relevan dengan permasalahan skripsi ini. 3. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi saya pada khususnya dan

mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada umumnya dalam memahami permasalahan mengenai ketimpangan pembangunan di Indonesia.


(31)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan 30 propinsi dari total 33 propinsi yang ada di Indonesia. Tiga propinsi lain seperti Kepulauan Riau, Sulawesi Barat dan Irian Jaya Barat tidak disertakan karena ketidaktersediaan data mengingat ketiga propinsi ini masih baru dimekarkan. Untuk menunjang agar data yang digunakan menjadi valid, maka data ketiga propinsi yang tersedia digabungkan dengan propinsi asal sebelum ketiga propinsi ini dimekarkan.


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Konsep Otonomi Daerah

Semenjak Orde Reformasi bergulir, masyarakat menuntut kesungguhan pemerintah dalam menjalankan pemerintahan yang adil dan merata. Oleh karena itu, lahirlah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Untuk mendukung kedua Undang-undang tersebut, pemerintah telah mengesahkan dua Undang-undang baru pada 15 Oktober 2004 yaitu Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diikuti dengan Undang- undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.

Pengertian dari Desentralisasi dan Otonomi Daerah menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999, penyelengaraan otonomi daerah diperlukan wewenang dan kemampuan menggali sumber-sumber keuangan sendiri untuk mendukung pemerintahan dan pembangunan di daerah, adapun sumber-sumber keuangan daerah di antaranya adalah pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain- lain pendapatan yang sah.


(33)

Kedua, Undang-undang tersebut menyatakan pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan dengan prinsip otonomi daerah dan peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai subsistem pemerintahan negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakatnya.

Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 yang digantikan oleh undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, menyebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah dalam rangka penyelenggaran otonomi daerah adalah dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain- lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan asli Daerah sebagai sumber pembiayan berasal dari daerah sendiri, yang terdiri dari (1) hasil pajak daerah; (2) hasil retribusi daerah; (3) hasil perusahan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; (4) lain- lain pendapatan asli daerah yang sah, diharapkan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan di daerah. Karena semakin banyak kebutuhan daerah dapat dibiayai dengan pendapatan asli daerah, maka semakin tinggi pula tingkat kualitas otonomi daerah, juga semakin baik dalam bidang keuangan daerahnya.

Haris (2002), menyatakan bahwa otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelengarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara


(34)

nyata ada dan diperlukan secara tumbuh hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antar pusat dan daerah serta antara dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.2 Ketimpangan

Ketimpangan pendapatan sebenarnya telah terjadi di seluruh negara di dunia ini, baik negara yang sudah maju maupun negara-negara yang sedang berkembang. Namun perbedaannya adalah ketimpangan pendapatan lebih besar terjadi di negara- negara yang baru memulai pembangunannya, sedangkan bagi negara maju atau lebih tinggi tingkat pembangunannya cenderung lebih merata atau tingkat ketimpangannya rendah. Keadaan ini antara lain dijelaskan oleh Todaro (2003) bahwa, negara-negara maju secara keseluruhan memperlihatkan pembagian pendapatan yang lebih merata dibandingkan dengan negara- negara dunia ketiga yakni kelompok negara yang tergolong sedang berkembang.

Dua model ketimpangan yaitu teori Harrod-Domar dan Neo-Klasik, memberikan perhatian khusus pada peranan kapital yang dapat dipresentasikan dengan kegiatan investasi yang ditanamkan pada suatu daerah untuk menarik


(35)

kapital ke dalam daerahnya, hal ini jelas akan berpengaruh pada kemampuan daerah untuk bertumbuh sekaligus untuk menciptakan perbedaan dalam kemampuan untuk menghasilkan pendapatan. Investasi akan lebih menguntungkan bila dialokasikan di daerah-daerah yang dinilai mampu menghasilkan return (pengembalian) yang besar dalam waktu yang relatif cepat. Mekanisme pasar justru akan menyebabkan ketidakmerataan dimana daerah-daerah yang relatif maju akan bertumbuh semakin cepat sementara daerah-daerah yang kurang maju justru relatif lambat. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya ketimpangan pendapatan antar daerah. Sehingga diperlukan suatu perencanaan dan kebijakan dalam mengarahkan alokasi investasi menuju suatu kemajuan ekonomi yang lebih berimb ang di seluruh wilayah dalam negara.

Terjadinya ketimpangan antar daerah juga diterangkan oleh Mydral (1957) yang membangun teori keterbelakangan dan pembangunan ekonominya di sekitar ide ketimpangan regional pada taraf nasional dan internasional. Untuk menjelaskan hal tersebut, dikembangkan ide spread effect dan backwash effect

sebagai bentuk pengaruh penjalaran dari pusat pertumbuhan ke daerah sekitar.

Spread effect didefinisikan sebagai suatu pengaruh yang menguntungkan (favorable effect), yang mencakup aliran kegiatan-kegiatan investasi dari pusat pertumbuhan ke wilayah sekitar. Backwash effect didefinisikan sebagai pengaruh yang merugikan (infavorable effect) yang mencakup aliran manusia dari wilayah sekitar/pinggiran termasuk aliran modal ke wilayah inti, sehingga mengakibatkan berkurangnya modal pembangunan bagi wilayah pinggiran yang sebenarnya diperlukan untuk dapat mengimbangi perkembangan wilayah inti. Terjadinya


(36)

ketimpangan regional menurut Mydral disebabkan oleh besarnya pengaruh

backwash effect dibandingkan dengan spread effect di negara-negara terbelakang. Perpindahan modal cenderung meningkatkan ketimpangan regional. Permintaan yang meningkat ke wilayah maju akan merangsang investasi yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan yang menyebabkan putaran kedua investasi dan seterusnya. Lingkup investasi yang lebih baik pada sentra-sentra pengembangan dapat menciptakan kelangkaan modal di wilayah terbelakang.

Perbedaan kemajuan wilayah berarti tidak samanya kemampuan untuk bertumbuh sehingga yang timbul adalah terjadinya ketidakmerataan antar daerah. Sehubungan dengan hal ini muncul pendapat dan studi-studi empiris yang menempatkan pemerataan dan pertumbuhan pada suatu posisi yang dikotomis. Dalam hal ini Kuznets dalam Tambunan (2003) mengemukakan suatu hipotesa yang terkenal dengan sebutan ”Hipotesis U terbalik”.

Koefisien Gini

0 Periode

Produk Nasional Bruto per Kapita Sumber: Tambunan (2003)


(37)

Hipotesis ini dihasilkan melalui suatu kajian empiris terhadap pola pertumbuhan sejumlah negara di dunia, pada tahap awal pertumbuhan ekonomi terjadi trade-off antara pertumbuhan dan pemerataan. Seiring dengan kemajuan pembangunan ekonomi maka setelah menghadapi tahap tertentu trade-off tersebut akan menghilang diganti dengan hubungan korelasi positif antara pertumbuhan dan pemerataan. Pola ini disebabkan karena pertumbuhan pada tahap awal pembangunan cenderung dipusatkan pada sektor modern perekonomian yang pada saat itu kecil dalam penyerapan tenaga kerja. Ketimpangan membesar karena kesenjangan antar sektor modern dan tradisional meningkat. Peningkatan tersebut terjadi karena perkembangan di sektor modern lebih cepat dibandingkan dengan sektor tradisional.

Dari periode 1970-an hingga sekarang sudah banyak studi empiris yang menguji hipotesis Kuznets tersebut dengan menggunakan data agregat dari sejumlah negara (Tambunan, 2003). Beberapa catatan penting dari penemuan-penemuan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut. Pertama, sebagian besar studi-studi tersebut mendukung hipotesis Kuznets; sedangkan, sebagian lainnya menolak atau tidak menemukan adanya korelasi seperti pada Gambar 2.1. Kedua, walaupun secara umum hipotesis ini diterima, namun sebagian besar dari studi-studi tersebut menunjukkan bahwa relasi positif antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan dalam distribusi pendapatan pada periode jangka panjang hanya terbukti nyata untuk kelompok negara-negara dengan tingkat pendapatan yang tinggi. Ketiga, bagian kesenjangan dari kurva Kuznets (bagian kiri pada Gambar 2.1) cenderung lebih tidak stabil dibandingkan porsi kesenjangan menurun dari


(38)

kurva tersebut. Kesenjangan cenderung menurun untuk negara- negara pada tingkat pendapatan menengah dan tinggi.

Pemilihan indeks ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia menunjukkan bahwa komponen antar sektor ekonomi merupakan komponen yang sangat kecil dibanding dengan komponen di dalam sektor ekonomi yang bersangkutan. Studi yag telah dilakukan dengan menggunakan data Sakernas 1976 (BPS) menunjukkan bahwa sumbangan ”komponen antar sektor ekonomi” terhadap indeks ketimpangan distribusi pendapatan secara menyeluruh hanyalah sebesar 1,85 persen dibandingkan dengan sumbangan ”komponen di dalam sektor ekonomi” sebesar 98,15 persen Arief dalam Supriyantoro (2005).

2.3 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)

Besar kecilnya PDRB yang dihasilkan oleh suatu wilayah dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya alam yang telah dimanfaatkan, jumlah dan mutu sumber daya manusia, kebijaksanaan pemerintah, letak geografis serta tersedianya sarana dan prasarana. Dalam menghitung pendapatan regional, BPS (1995) memasukan seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor yang melakukan usahanya di suatu wilayah tanpa memperhatikan pemilik atas faktor produksi. Dengan demikian PDRB secara keseluruhan menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan pada faktor- faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah produksi tersebut. Penghitungan PDRB dapat dilakukan melalui dua metode antara lain (Dumairy, 1996):


(39)

a. Metode Langsung

Dalam penghitungan PDRB ini didasarkan pada data yang terpisah antara data daerah dan data nasional, sehingga hasil penghitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Dalam metode ini PDRB dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Produksi

PDRB merupakan jumlah barang dan jasa terakhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Unit- unit produksi dimaksud secara garis besar dipilah-pilah menjadi 11 sektor (dapat juga dibagi menjadi 9 sektor) yaitu: (1) pertanian; (2) pertambangan dan galian; (3) industri pengolahan; (4) listrik, gas dan air minum; (5) bangunan; (6) perdagangan; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) bank dan lembaga keuangan lainnya; (9) sewa rumah; (10) pemerintah; (11) jasa-jasa.

2. Pendekatan Pendapatan

PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang turut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu setahun. Balas jasa produksi dimaksud meliputi upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Semuanya dihitung sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam hal ini mencakup juga penyusutan dan pajak-pajak tak langsung netto. Jumlah komponen semua pendapatan per sektor disebut nilai tambah bruto sektoral. Oleh sebab itu


(40)

PDRB menurut pendekatan pendapatan merupakan penjumlahan dari nilai tambah bruto seluruh sektor atau lapangan usaha.

3. Pendekatan Pengeluaran

PDRB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi: (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan le mbaga swasta yang tidak mencari keuntungan; (2) pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok; (3) pengeluaran konsumsi pemerintah; (4) ekspor netto (ekspor – impor), dalam jangka satu tahun.

b. Metode Tidak Langsung atau Alokasi

Perhitungan PDRB dilakukan dengan cara menghitung nilai tambah suatu kelompok kegiatan ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional kedalam masing- masing ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktifitas kegiatan ekonomi tersebut.

Penghitungan PDRB pada suatu daerah/wilayah dengan menggunakan metode langsung atau tidak langsung/alokasi sangat bergantung pada data yang tersedia. Pada dasarnya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling menunjang satu sama lain, karena penghitungan dengan metode langsung akan mendorong peningkatan mutu atau kualitas data daerah, sedangkan penghitungan dengan metode tidak langsung merupakan koreksi dan pembanding bagi data daerah.

Dilihat dari penjelasan diatas PDRB dari suatu daerah lebih menunjukkan besaran produksi suatu daerah, bukan pendapatan yang sebenarnya diterima


(41)

oleh penduduk daerah yang bersangk utan. Walaupun demikian PDRB merupakan data yang paling representatif dalam menunjukkan pendapatan dibandingkan dengan data-data yang lainnya.

2.4 Konsep Pembangunan Manusia

Beberapa kalimat pembuka dari Human Development Report (HDR) pertama yang dipublikasikan oleh UNDP (United Nations Development Programmes) pada tahun 1990 secara jelas menekankan pesan utama yang dikandung oleh setiap laporan pembangunan manusia baik di titik global, tingkat nasional maupun tingkat daerah, yaitu pembangunan manusia ya ng berpusat pada manusia, yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan nasional dan bukan sebagai alat dari pembangunan (UNDP, 2004). Berbeda dengan konsep pembangunan yang memberikan perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi dengan asumsi bahwa petumbuhan ekonomi pada akhirnya akan menguntungkan manusia. Pembangunan manusia memperkenalkan konsep yang lebih luas dan lebih komprehensif yang mencakup semua pilihan yang dimiliki manusia di semua golongan masyarakat pada semua tahap pembangunan (UNDP, 2004).

Pembangunan manusia mensyaratkan adanya kebebasan. Tujuan utama dari pembangunan manusia yaitu untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki manusia tidak mungkin tercapai tanpa adanya kebebasan memilih apa yang mereka inginkan dan bagaimana mereka akan menjalani hidup. Manusia


(42)

harus bebas untuk melakukan apa yang menjadi pilihannya di dalam sistem pasar yang berfungsi dengan baik.

Konsep pembangunan manusia memiliki cakupan yang lebih luas dari teori konvensional pembangunan ekonomi. Model pertumbuhan ekonomi lebih menekankan pada peningkatan PDB daripada perbaikan kualitas hidup manusia. Pembangunan manusia cenderung untuk memperlakukan manusia sebagai input bagi proses produksi.

Pembangunan manusia memiliki empat elemen yaitu (BPS, 2001): 1. Produktivitas

Manusia harus berkemampuan untuk meningkatkan produktifitasnya dan berpartisipasi penuh dalam proses mencari penghasilan dan lapangan kerja. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari model pembangunan ma nusia.

2. Pemerataan

Setiap orang harus memiliki kesempatan yang sama. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapuskan sehingga semua orang dapat berpartisipasi dan mendapatkan keuntungan dari peluang yang ada. 3. Keberlanjutan

Akses terhadap kesempatan harus tersedia bukan hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi mendatang. Semua bentuk sumberdaya harus dapat diperbaharui.


(43)

Pembangunan harus dilakukan oleh semua orang, bukan hanya semata- mata untuk semua orang. Semua orang harus berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan dan proses yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak anti terhadap pertumbuhan. Dalam perspektif pembangunan manusia menurut Sen dalam Todaro (2003), pertumbuhan ekonomi bukanlah tujuan akhir. Pertumbuhan ekonomi adalah alat untuk mencapai tujuan akhir, yaitu memperluas pilihan-pilihan manusia. Walaupun demikian, tidak ada hubungan yang otomatis antara pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan pembangunan manusia.

Perhatian pembangunan manusia tidak hanya terfokus pada laju pertumbuhan ekonomi tetapi juga pada aspek pendistribusiannya. Jadi bukan hanya masalah berapa besar pertumbuhan ekonomi, tetapi lebih ditujukan pada seperti apa? Perhatian harus lebih ditujukan pada struktur dan kualitas pertumbuhan (Tadjoedin, 2001). Untuk menjamin bahwa pertumbuhan diarahkan untuk mendukung perbaikan kesejahteraan manusia baik bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang. Perhatian utama dari kebijakan pembangunan harus ditekankan pada bagaimana keterkaitan tersebut dapat diciptakan dan diperkuat (Tadjoedin, 2001).

2.5 Pembangunan Manusia dan Pengukurannya

Pada Human Development Report (HDR) yang pertama tahun 1990, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) disusun dari Pendapatan Nasional (sebagai pendekatan dari standar hidup) dan dua indikator sosial, yaitu angka harapan


(44)

hidup dan angka melek huruf usia dewasa (kurang dari pengetahuan). Indeks ini merupakan pendekatan yang mencakup berbagai dimensi dari pilihan-pilihan yang dimiliki manusia. Tetapi indeks ini masih memiliki kelemahan yang sama dengan pengukuran pendapatan, yaitu bahwa angka rata-rata nasionalnya menyembunyikan ketimpangan regional dan ketimpangan lokal (UNDP, 2004).

Selama bertahun-tahun telah dilakukan berbagai penyempurnaan IPM dengan tetap mempertahankan tiga komponen intinya, yaitu lamanya hidup, pengetahuan dan standar hidup layak, untuk menjaga kesederhanaan dan konsep awal IPM. HDR kedua pada tahun 1991 menambahkan satu indikator baru, yaitu rata-rata lama bersekolah kedalam komponen pengetahuan. Variabel ini diberi bobot dua per tiga. Hal ini merupakan pengakuan akan pentingnya pembentukkan keterampilan tingkat tinggi serta membantu pembedaan negara-negara yang mengelompokkan data tingkat atas. IPM mencoba untuk memeringkatkan semua negara dari skala 0 (tingkat pembangunan manusia yang paling rendah) hingga 1 (tingkat pembangunan manusia yang paling tinggi). IPM memeringkat semua negara menjadi tiga kelompok: tingkat pembangunan manusia yang rendah (0,0 – 0,499), tingkat pembangunan manusia menengah (0,50 – 0,799), dan tingkat pembangunan manusia tinggi (0,80 – 1,0). Secara teknis, IPM dirumuskan sebagai berikut (BPS, 2001):

IPM = 1/3 (IndeksX1 + Indeks X2 + Indeks X3) (2.1)

2

X = 1/3X12 + 2/3X22 (2.2)

Dimana:

1


(45)

2

X = Indeks tingkat pendidikan

3

X = Indeks pengeluaran riil per kapita (Rp 000.)

12

X = Rata-rata lama bersekolah (tahun)

22

X = Angka melek huruf (persen)

Perhitungan Indeks dari masing- masing indikator tersebut adalah:

Indeks X(i,j) =

) ( max) ( ) ( ) , ( mim i i mim i j i X X X X − − − ∗ + + (2.3) Dimana: ) , (i j

X = Indikator ke- i dari daerah j

min) (i

X = Nilai minimum dariXi

max) (i

X = Nilai maksimum dariXi

2.6 Pengukuran Ketimpangan

Penyajian ketimpangan pendapatan antar daerah pada dasarnya hanyalah memberikan gambaran secara makro mengenai ketimpangan pendapatan rata-rata antara berbagai wilayah tertentu dan tidak memperlihatkan pola pembagian pendapatan antar go longan penerima pendapatan. Todaro (2003) menggambarkan ketimpangan dengan mempertimbangkan hubungan antara tingkat pendapatan per kapita dan tingkat ketimpangan pendapatan untuk negara maju dan negara sedang berkembang dan menggambarkan ketimpangan dari negara- negara tersebut dalam tiga kelompok, dimana pengelompokan ini disesuaikan dengan tinggi, sedang dan


(46)

rendahnya tingkat pendapatan yang diukur menurut koefisien Gini dan produk nasional bruto.

Distribusi pendapatan daerah menggambarkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu daerah di kalangan penduduknya (Todaro, 2003). Dalam melakukan pengukuran terhadap ketimpangan pendapatan khususnya antar daerah perkotaan dan perdesaan, maka ukuran yang sering digunakan dalam mengukur ketimpangan ini adalah rasio konsentrasi Gini yang sering disebut dengan koefisien Gini atau indeks Gini, dengan rumus:

(

)(

)

1 1

n

i t i i i t

G= −

X+X Y +Y+ (2.4)

(

)

1 1 1

n

i i t

G= −

f Y +Y+ (2.5)

Dimana:

G = Rasio Gini

fi = Proporsi jumlah rumah tangga dalam kelas-i

Xi = Proporsi jumlah kumulatif rumah tangga dalam kelas-i Yi = Proporsi jumlah kumulatif pendapatan dalam kelas-i

Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang angkanya berkisar dari angka 0 sampai 1, yang menjelaskan kadar pemerataan pendapatan. Koefisien yang semakin mendekati 0 berarti distribusi pendapatan semakin merata, koefisien yang mendekati 1 berarti distribusi pendapatan semakin timpang. Pada prakteknya, koefisien Gini untuk negara- negara yang derajat ketimpangannya tinggi berkisar antara 0.50 sampai 0.70, sedangkan untuk negara-negara yang distribusi pendapatannya relatif merata, angkanya berkisar antara


(47)

0.20 hingga 0.35 (Todaro, 2003). Angka atau rasio Gini dapat ditaksir secara visual langsung dari kurva Lorentz yaitu perbandingan luas area yang terletak diantara kurva Lorentz dan diagonal terhadap luas area segitiga, seperti yang terlihat pada Gambar 2.2. Semakin melengkung kurva Lorentz akan semakin luas area yang dibagi rasio Gininya akan semakin besar, menyiratkan distribusi pendapatan yang semakin timpang.

C

Persentase

Pendapatan Garis Pemerataan

Kurva Lorentz

0 Persentase Populasi Penduduk B Sumber: Todaro (2003)

Gambar 2.2 Kurva Lorentz

Selain itu, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia, adalah dengan penetapan kriteria ketidakmerataan didasarkan atas porsi pendapatan suatu daerah yang dinikma ti oleh tiga lapis penduduk (Dumairy, 1996), yakni 40 persen penduduk berpendapatan terendah (penduduk termiskin); 40 persen penduduk berpendapatan menengah; serta 20 persen penduduk berpendapatan tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan dinyatakan parah jika 40 persen penduduk


(48)

berpendapatan terendah menikmati kurang dari 12 persen pendapatan, ketimpangan dianggap sedang jika 40 persen penduduk termiskin menikmati 12-17 persen dari pendapatan. Sedangkan jika 40 persen pendud uk yang berpendapatan terendah (penduduk termiskin) menikmati 17 persen dari pendapatan maka ketimpangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan dianggap cukup merata.

Metode CVw umum digunakan untuk mengukur ketimpangan PDRB per kapita. Metode inilah yang digunakan dalam penelitian untuk mengukur ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia. Tingkat ketimpangan yang terjadi pada metode ini tercermin dalam sebuah angka indeks. Cara pengukuran ini diperkenalkan oleh Williamson (1965) dengan menimbang proporsi penduduk. Semakin besar angka indeks berarti semakin tinggi pula tingkat ketimpangan regional yang terjadi. Indeks CVw yang dihasilkan dari hasil perhitungan akan sangat peka terhadap perbedaan data yang digunakan.

2.7 Penelitian Terdahulu

Dalam sub bab ini akan dibahas penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik penelitian mengenai ketimpangan dan juga ditulis beberapa penelitian terdahulu yang menggunakan analisis panel data. Penelitian dengan menggunakan data dimaksudkan untuk memperkaya pemahaman terhadap panel data (meskipun topik penelitian berbeda dengan apa yang penulis lakukan).


(49)

2.7.1 Penelitian Mengenai Ketimpangan

Penelitian pertama untuk memperoleh wawasan antar daerah dilakukan oleh Esmara dalam Wijaya (2001) dengan menggunakan data PDRB dan menerapkan formulasi koefisien Williamson yang dibobot. Penelitian tersebut memperkirakan tingkat perbedaan pendapatan regional untuk tahun 1968-1972. Indeks ketimpangan Williamson dari tahun tersebut meningkat tajam dari 0.571 menjadi 0.945 jika semua pendapatan dimasukkan. Tetapi, jika pendapatan dari minyak bumi dikeluarkan dari PDRB propinsi-propinsi yang kaya minyak (Riau dan Kalimantan Timur) maka angka-angka itu berkisar antara 0.340 sampai 0.552. Propinsi-propinsi dengan pendapatan per kapita yang lebih tinggi juga mempunyai biaya hidup yang lebih tinggi, sehingga kalau PDRB per kapita dikoreksi berdasarkan perbedaan-perbedaan harga, indeks ketidakmerataan tersebut akan banyak merosot.

Mattola (1985) melakukan penelitian untuk me nganalisis besarnya ketimpangan pendapatan daerah di Jawa Barat tahun 1977-1981 dengan menggunakan formulasi Williamson. Mattola juga menganalisis peran sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan daerah. Untuk melihat peranan tersebut, diband ingkan besarnya ketimpangan pendapatan daerah dengan tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian dalam penghitungan. Hasil yang diperoleh dari analisis tersebut menunjukkan bahwa besarnya ketimpangan dengan memasukkan PDRB sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peran untuk mengurangi ketimpangan pendapatan yang terjadi.


(50)

Tabel 2.1. Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Jawa Barat Tahun CVw Tanpa PDRB Sektor Pertanian CVw Dengan PDRB Sektor Pertanian Persentase Penurunan Ketimpangan Pendapatan daerah

1977 0.467 0.323 44.6

1978 0.380 0.256 48.4

1979 0.382 0.269 42.0

1980 0.377 0.274 37.6

1981 0.316 0.222 42.3

Sumber: Mattola (1985)

Hendra (2004) menganalisis besarnya ketimpangan pendapatan daerah di propinsi Lampung tahun 1995-2001 dengan menggunakan formulasi Williamson. Selain itu juga dianalisis peran sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan daerah. Untuk melihat peranan tersebut, dibandingkan besarnya ketimpangan pendapatan daerah dengan tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian dalam penghitungan. Hasil yang diperoleh dari analisis tersebut menunjukkan bahwa besarnya ketimpangan dengan memasukkan PDRB sektor pertanian dalam penghitungan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peran untuk mengurangi ketimpangan pendapatan yang terjadi.

Tabel 2.2. Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Propinsi Lampung Tahun CVw Tanpa PDRB Sektor Pertanian CVw Dengan PDRB Sektor Pertanian Persentase Penurunan Ketimpangan Pendapatan daerah

1995 0.8373 0.4404 47.4

1996 0.8380 0.4499 46.3

1997 0.8391 0.4846 42.2

1998 0.8369 0.44226 47.1

1999 0.7951 0.4207 47.1

2000 0.7793 0.4160 46.0

2001 0.7680 0.4068 47.0


(51)

2.7.2 Penelitian Mengenai Panel Data

Hasil penelitian Sembiring (2005) tentang Pengaruh Ukuran Aset Bank terhadap Efektifitas Kebijakan Moneter: Relevansi terhadap Konsolidasi Arsitektur Perbankan Indonesia, menunjukkan bahwa untuk menganalisis kategori bank berdasarkan aset menggunakan model efek tetap (fixed effect). Dari hasil estimasi menunjukkan koefisien variabel yang sama untuk setiap individu dan intrersep yang berbeda untuk setiap individu. Variabel penjelas signifikan secara statistik untuk SEC (pertumbuhan surat-surat berharga), DEF (pertumbuhan saving deposit), AR(1). Sedangkan SBI (pertumbuhan suku bunga SBI), DSBI1 (dummy slope kategori 1), DSBI3 (dummy slope kategori 3) dan DSBI4 (dummy slope kategori 4) tidak signifikan pada taraf nyata a = 10 persen.

Holis (2006) melakukan penelitian mengenai Relevankah Merger Bank di Indonesia? (Pendekatan Efisiensi dan Skala Ekonomi) dengan menggunakan metode analisis panel data. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa untuk menganalisis struktur biaya bank dapat digunakan model efek tetap (Fixed Effect). Dari hasil estimasi menunjukkan koefisien variabel yang sama untuk setiap individu dan intersep yang berbeda untuk setiap individu. Berdasarkan hasil estimasi fungsi biaya terdapat dua puluh satu variabel penjelas yang signifikan dan terdapat enam variabel penjelas yang tidak signifikan terhadap taraf nyata 0.05 persen.

Pada penelitian ini, analisis panel data dilakukan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi pembangunan manusia Indonesia. Pend ekatan panel data untuk memilih antara model fixed effect dengan random effect pada


(52)

penelitian ini adalah dengan menggunakan uji Hausman (Hausman Test) dengan hipotesis, jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari χ2- Tabel, maka cuk up bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol yaitu random effect model, sehingga model yang digunakan adalah fixed effect model, dan begitu juga sebaliknya.

2.8 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Perbedaan SDA dan SDM

Ketimpangan Pembangunan

Ketimpangan Pendapatan

Ketimpangan Pembangunan Manusia

PDRB Per Kapita

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jumlah

Penduduk

Pertumbuhan Ekonomi

Kesejahteraan Masyarakat

Keterkaitan dan korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat


(53)

Adanya perbedaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia yang dimiliki masing- masing propinsi di Indonesia menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan. Ketimpangan pembangunan mencakup ketimpangan pendapatan dan ketimpangan dalam hal pembangunan manusia. Indikator dari ketimpangan pendapatan antara lain adalah jumlah penduduk dan PDRB per Kapita, sedangkan indikator dari pembangunan manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Untuk melihat laju pertumbuhan ekonomi, dapat dilihat dari pertumbuhan PDRB perkapita, sedangkan untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari pembangunan manusianya.

2.9 Hipotesis

1. Tingkat PDRB perkapita berpengaruh signifikan terhadap pembangunan manusia.

2. Terdapat hubungan sebab-akibat (kausalitas) antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia.

3. Nilai indeks ketimpangan dengan menyertakan sektor migas dalam perhitungannya akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan nilai indeks ketimpangan dengan tidak menyertakan sektor migas.


(54)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian skripsi ini dimulai pada bulan April 2007 waktu yang diperlukan dalam rencana penulisan penelitian, pengumpulan data hingga penulisan laporan dilakukan sampai bulan Juli 2007.

Penelitian ini mengambil 30 propinsi di Indonesia sebagai objek studi dan sekaligus sebagai lokasi penelitian. Lokasi ini diambil dengan pertimbangan: (1) tersedianya data PDRB propinsi-propinsi yang ada di Indonesia ; (2) kondisi sumber daya alam yang begitu melimpah namun kesejahteraan masyarakat rendah. Berdasarkan pertimbangan tersebut, diharapkan ketimpangan yang terjadi dapat tergambar dengan nyata dan terdapat solusi penanggulangannya pada penelitian ini.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang diperlukan meliputi: (1) PDRB per kapita menurut propinsi berdasarkan harga konstan Tahun 2000; (2) jumlah penduduk menurut propinsi; (3) Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM); (4) Berbagai macam data sekunder lainnya yang diambil dari berbagai sumber. Jenis data tersebut diperoleh dari: (1) Badan Pusat Statistik; (2) United Nations Support Facility for Indonesia Recovery (UNSFIR); (3) Publikasi beberapa penelitian terdahulu. Periode analisis pada


(55)

penelitian ini adalah antara tahun 2001 sampai dengan 2005 dengan menggunakan tahun dasar 2000 dan pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak

Microsoft Excel 2003, E-Views 5.1 dan SPSS 13.0.

3.3. Metode Analisis

Untuk menganalisis ketimpanga n regional antar daerah pembangunan dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif akan dipresentasikan secara deskriptif, sedangkan data kuantitatif akan diolah dengan menggunakan beberapa metode, antara lain; (a) Indeks Williamson; (b) Panel Data, dan; (c) Granger Causality.

3.3.1 Indeks Williamson (CVw)

Pengukuran ketimpangan pendapatan antar daerah di Indonesia dilakukan dengan menggunakan metode CVw dengan rumus:

CV

w

=

(

)

Υ ⋅ Υ − Υ

i

i i

n n

(3.1)

Dimana:

CV

w = Weighted Coeficient of Variation

i

n = Penduduk di daerah i

n = Penduduk total

i

Υ = PDRB perkapita di daerah i


(56)

Matolla (1985) menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah ketimpangan ada pada ketimpangan taraf rendah, sedang atau tinggi. Untuk itu, ditentukan kriteria sebagai berikut:

a. ketimpangan taraf rendah, bila indeks ketimpangan kurang dari 0,35 b. ketimpangan taraf sedang, bila indeks ketimpangan 0,35 – 0,5

c. ketimpangan taraf tinggi bila indeks ketimpangan lebih dari 0,5.

3.3.2. Analisis Panel Data

Analisis panel data secara umum dapat didefinisikan sebagai analisis satu kelompok variabel yang tidak saja mempunyai keragaan (dimensi) dalam waktu runtun waktu (time series) tetapi juga dalam kerat lintang atau antar individu (cross section). Proses mengkombinasi data kerat lintang dan runtut waktu untuk membentuk panel data itu sendiri disebut pooling. Analisis pane l data adalah subyek dari salah satu bentuk yang cukup aktif dan inovatif dalam literatur ekonometrik. Hal ini dikarenakan metode analisis data panel menyediakan informasi yang cukup kaya untuk perkembangan teknik estimasi dan hasil teori. Dalam bentuk praktis, peneliti telah dapat menggunakan data runtun waktu (time series) dan kerat lintang (cross section) untuk menganalisis masalah yang tidak bisa diatasi jika hanya menggunakan salah satu metode saja.

Terdapat beberapa keuntungan dalam estimasi data panel dibandingkan estimasi runtun waktu ataupun kerat lintang. Keuntungan estimasi data panel dimaksud adalah (Baltagi, 1995) :


(57)

1. Memberikan data yang informatif, lebih bervariasi, menambah derajat bebas, lebih efisien dan mengurangi kolinieritas antar variabel.

2. Memungkinkan analisis terhadap sejumlah permasalahan ekonomi yang krusial yang tidak dapat dijawab oleh analisis data runtun waktu atau kerat lintang saja.

3. Memperhitungkan derajat heterogenitas yang lebih besar yang menjadi karakteristik dari individual antar waktu.

4. Adanya fleksibilitas yang lebih tinggi dalam memodelkan perbedaan perilaku antar individu dibandingkan data kerat lintang.

5. Dapat menjelaskan dynamic adjustment secara lebih baik.

Model umum analisis regresi data panel dapat diformulasikan sebagai berikut:

t i t i t

i x u

y, =α +β , + , (3.2)

Dimana ui,t ~ IID(0,σ2) dan i = 1,2,3,...,N adalah jumlah observasi antar individu sementara t = 1,2,3,...,T adalah observasi runtut waktu. Dalam persamaan (3.9), intersep (α) dan slope (β) diasumsikan homogenous diantara seluruh N individu dan T runtut waktu. Namun kondisi ini tidak selamanya sesuai dengan kerangka ekonomi yang akan dianalisis. Ketidaksesuaian ini dimungkinkan atas dua kemungkinan, yaitu:

1. Suatu kondisi dimana intersep dalam model bersifat heterogen (α ≠i αj) sementara slopenya homogen (β =i βj).


(58)

2. Suatu kondisi dimana intersep dalam model bersifat heterogen (α ≠i αj) demikian pula slopenya (β ≠i βj).

Dari kedua hal tersebut di atas, model estimasi data panel dapat diekspresikan dalam sejumlah bentuk. Jadi terdapat empat macam model estimasi data panel yang dapat digunakan:

1. Apabila diasumsikan bahwa intersep bervariasi antar individu sementara slope

bersifat konstan, maka persamaan (3.2) akan menjadi:

t i t i i t

i x u

y, =α +β , + , (3.3) 2. Apabila diasumsikan bahwa intersep bervariasi antar individu dan antar waktu

sementara slope bersifat konstan, maka persamaan (3.2) akan menjadi:

t i t i t i t

i x u

y,,, + , (3.4) 3. Apabila diasumsikan bahwa intersep dan slope bervariasi antar individu tetapi

konstan antar waktu, maka persamaan (3.2) akan menjadi:

t i t i i i t

i x u

y, =α +β , + , (3.5) 4. Apabila diasumsikan bahwa intersep dan bervariasi antar individu dan antar

waktu, maka persamaan (3.2) akan menjadi:

t i t i t i t i t

i x u

y,,, , + , (3.6) Dari keempat model di atas koefisien (α) dan (β) diasumsikan tertentu (fixed). Klasifikasi lainnya adalah ketika diasumsikan bahwa parameter-parameter ini diasumsikan random generating dan disebut sebagai random coefficient models. Selain itu dari keempat model di atas, jika asumsi homogenitas baik pada intersep maupun slope ditolak, maka heterogenitas antar individu akan tercermin


(59)

pada salah satu atau lebih persamaan (3.3) hingga persamaan (3.6). Tujuan dari penentuan model yang sesuai adalah untuk menghilangkan bias dari variabel-variabel yang digunakan dalam model. Bias yang diakibatkan pengabaian heterogenitas dari koefisien-koefisien estimasi disebut juga sebagai heterogenity bias. Mengabaikan heterogenitas baik intersep maupun slope dapat mengakibatkan hasil estimasi yang tidak konsisten dan meaningless.

Penentuan model analisis data panel dalam rangka menghilangkan

heterogenity bias dapat dilakukan dengan plotting variabel dependen terhadap variabel independen. Analisis plotting ini berfungsi sebagai mekanisme identifikasi model yang sesuai dalam analisis data panel. Sementara itu untuk menguji terjadi atau tidaknya heterogenity bias dapat dilakuk an uji hipotesis heterogenitas. Uji dilakukan dengan mengestimasi persamaan (3.5) dimana diasumsikan slope bersifat homogen antar individu. Kemudian uji hipotesis dilakukan terhadap:

β β β

β = = = N =

H0 : 1 2 ...

β β β

β ≠ ≠ ≠ N

a

H : 1 2 ...

Uji hipotesis di atas dapat dilakukan dengan mekanisme Wald-test. Jika pengujian tidak menolak hipotesis nol, maka koefisien indifidual bersifat random

dan identik dengan rata-ratanya. Dalam hal ini, estimasi dilakukan pada model yang mengasumsikan slope bersifat homogen seperti pada persamaan (3.2) sampai (3.3).

Terdapat beberapa asumsi dasar yang melandasi penentuan model data panel. Asumsi dasar ini ditentukan oleh conditionality dari variabel bebas (xi,t)


(60)

yang digunakan dalam model data panel itu sendiri. Asumsi dasar dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Individual-varying time-invariant, dimana nilai variabel (baik kuantitatif maupun kualitatif) yang sama untuk sebuah unit kerat lintang sepanjang waktu namun berbeda antar unit kerat lintang. Contohnya adalah jenis kelamin, latar belakang sosioekonomi dan sebagainya.

2. Period-varying individual-invariant, dimana nilai variabel (baik kuantitatif maupun kualitatif) sama untuk semua unit kerat lintang namun berubah menurut runtun waktu. Contohnya adalah tingkat bunga.

3. Individual time-varying variables, dimana nilai variabel (baik kuantitatif maupun kualitatif) bervariasi antar unit kerat lintang dan waktu. Contohnya adalah keuntungan perusahaan, tingkat penjualan.

Dari pemilihan model tersebut di atas kemudian akan menentukan metode estimasi dari model panel panel yang dipilih. Terdapat tiga metode dalam mengestimasi data panel, yaitu:

1. Pooled Least Square (PLS)

Dalam metode ini terdapat (K) regressor dalam (xit), kecuali konstanta. Metode ini juga dikenal sebagai Common Effect Model (CEM). Jika efek individua l (αi) konstan sepanjang waktu (t) dan spesifik terhadap setiap unit (i) maka modelnya akan sama dengan model regresi biasa. Jika nilai(αi)sama untuk setiap unitnya, maka OLS akan menghasilkan estimasi yang konsisten dan efisien untuk (α) dan (β). Oleh karena itu, metode ini dapat digunakan dalam mengestimasi persamaan (3.2). Metode ini sederhana namun hasilnya tidak


(61)

memadai karena setiap observasi diperlakukan seperti observasi yang berdiri sendiri.

2. Fixed Effects Model (FEM)

Model ini menggunakan semacam peubah boneka untuk memungkinkan perubahan-perubahan dalam intersep- intersep kerat lintang dan runtut waktu akibat adanya peubah-peubah yang dihilangkan. Intersep hanya bervariasi terhadap individu namun konstan terhadap waktu sedangkan slopenya konstan baik terhadap individu maupun waktu. Jadi αi adalah sebuah grup dari spesifik nilai konstan pada model regresi. Formulasi umum model ini mengasumsikan bahwa perbedaan antar unit dapat diketahui dari perbedaan nilai konstantanya. Kelemahan model efek tetap adalah penggunaan jumlah derajat kebebasan yang banyak serta penggunaan peubah boneka tidak secara langsung mengidentifikasikan apa yang menyebabkan garis regresi bergeser lintas waktu dan lintas ind ividu. Modelnya ditulis sebagai yiixii.

3. Random Effects Models (REM)

Intersepnya bervariasi terhadap individu dan waktu namun slopenya konstan terhadap individu maupun waktu. Jadi (αi) adalah sebuah grup dari gangguan khusus, mirip seperti (εit) kecuali untuk setiap grup ada nilai khusus yang masuk dalam regresi secara identik untuk setiap perioda. Nilai (αi) terdistribusi secara acak pada unit- unit kerat lintang. Metode ini juga dikena l sebagai variance components estimation. Model ini meningkatkan efisiensi proses pendugaan kuadrat terkecil dengan memperhitungkan pengganggu-pengganggu kerat lintang


(1)

Lampiran 17. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2004

PROPINSI

PDRB

Tanpa Migas PENDUDUK

Aceh 22260704.21 4075599 5.4619 (0.9022) 0.8140 0.0188 0.0153

Sumatra Utara 82675238.79 12068731 6.8504 0.4862 0.2364 0.0556 0.0131

Sumatra Barat 27578136.58 4528242 6.0903 (0.2739) 0.0750 0.0209 0.0016

Riau 57550892.72 5679643 10.1328 3.7687 14.2030 0.0262 0.3716

Jambi 10411851.29 2619553 3.9747 (2.3895) 5.7096 0.0121 0.0689

Sumatra Selatan 33969083 6596057 5.1499 (1.2142) 1.4744 0.0304 0.0448

Bengkulu 5896255.329 1541551 3.8249 (2.5393) 6.4479 0.0071 0.0458

Lampung 27567276.53 7028388 3.9223 (2.4419) 5.9627 0.0324 0.1931

Babel 7566617.483 1012655 7.4721 1.1079 1.2275 0.0047 0.0057

Jakarta 277537330.5 8725630 31.8071 25.4430 647.3458 0.0402 26.0213

Jabar 223349891.7 38472185 5.8055 (0.5587) 0.3121 0.1772 0.0553

Jateng 127212002.6 32397431 3.9266 (2.4375) 5.9416 0.1492 0.8868

DIY 16146423.44 3220808 5.0132 (1.3510) 1.8252 0.0148 0.0271

Jatim 241628131.3 36396534 6.6388 0.2746 0.0754 0.1677 0.0126

Banten 54880406.5 9083144 6.0420 (0.3221) 0.1038 0.0418 0.0043

Bali 19963243.81 3393620 5.8826 (0.4816) 0.2319 0.0156 0.0036

NTB 14953219.73 4076040 3.6686 (2.6956) 7.2662 0.0188 0.1364

NTT 9446769.833 4139206 2.2823 (4.0819) 16.6618 0.0191 0.3177

Kalbar 22401190.28 4010338 5.5859 (0.7783) 0.6057 0.0185 0.0112

Kalteng 13182799.17 1867231 7.0601 0.6959 0.4843 0.0086 0.0042

Kalsel 19974565.85 3219398 6.2044 (0.1597) 0.0255 0.0148 0.0004

Kaltim 39307500.7 2761575 14.2337 7.8696 61.9302 0.0127 0.7879

Sulut 12127462.64 2154235 5.6296 (0.7346) 0.5396 0.0099 0.0054

i

Y

( )

Y

i

Y

( )

YiY2

n

fi

(

)

n f Y

Y i

i .

2


(2)

Sulteng 10925465.1 2245242 4.8661 (1.4981) 2.2443 0.0103 0.0232

Sulsel 37211934.43 8342083 4.4607 (1.9034) 3.6229 0.0384 0.1392

Sultra 7480180.344 1911103 3.9141 (2.4501) 6.0029 0.0088 0.0528

Gorontalo 1891763.264 896004 2.1113 (4.2528) 18.0864 0.0041 0.0747

Maluku 3087487.405 1238812 2.4923 (3.8719) 14.9912 0.0057 0.0856

Malut 2128108.255 869235 2.4483 (3.9159) 15.3342 0.0040 0.0614

Papua 19948610.54 2502262 7.9722 1.6081 2.5859 0.0115 0.0298

Jumlah 1450260543 217072535 190.9245 29.5007

Rata-rata 6.3641 5.4315

CV

w

=

(

)

Υ ⋅ Υ − Υ

i

i i

n n

CV

w

= 5.4315

6.3641


(3)

Lampiran 18. Penghitungan Indeks Ketimpangan Williamson Tahun 2005

PROPINSI

PDRB

Tanpa Migas PENDUDUK

Aceh 22528849.03 4031589 5.5881 (1.0643) 1.1327 0.0184 0.0208

Sumatra Utara 87240282.6 12450911 7.0067 0.3544 0.1256 0.0568 0.0071

Sumatra Barat 29159480.54 4566126 6.3860 (0.2663) 0.0709 0.0208 0.0015

Riau 62092389.57 5854067 10.6067 3.9543 15.6368 0.0267 0.4176

Jambi 11062278.12 2635968 4.1967 (2.4557) 6.0305 0.0120 0.0725

Sumatra Selatan 36318656 6782339 5.3549 (1.2975) 1.6835 0.0309 0.0521

Bengkulu 6239364.35 1549273 4.0273 (2.6251) 6.8911 0.0071 0.0487

Lampung 28765508.28 7116177 4.0423 (2.6101) 6.8126 0.0325 0.2212

Babel 7907428.3 1043456 7.5781 0.9257 0.8570 0.0048 0.0041

Jakarta 294354341.9 8860381 33.2214 26.5690 705.9137 0.0404 28.5355

Jabar 236925108.2 38965440 6.0804 (0.5720) 0.3272 0.1778 0.0582

Jateng 133578035.6 31997968 4.1746 (2.4778) 6.1395 0.1460 0.8963

DIY 16939682.45 3343651 5.0662 (1.5861) 2.5159 0.0153 0.0384

Jatim 255744992.9 36294280 7.0464 0.3941 0.1553 0.1656 0.0257

Banten 58106948.22 9028816 6.4357 (0.2167) 0.0469 0.0412 0.0019

Bali 21072444.79 3383572 6.2279 (0.4245) 0.1802 0.0154 0.0028

NTB 15225043.18 4184411 3.6385 (3.0139) 9.0833 0.0191 0.1734

NTT 9739372.285 4260294 2.2861 (4.3663) 19.0645 0.0194 0.3706

Kalbar 23450354.71 4052345 5.7869 (0.8655) 0.7491 0.0185 0.0138

Kalteng 13959955.73 1914900 7.2902 0.6378 0.4068 0.0087 0.0036

Kalsel 21010075.84 3281943 6.4017 (0.2507) 0.0628 0.0150 0.0009

Kaltim 41877513.81 2848798 14.7001 8.0477 64.7653 0.0130 0.8418

Sulut 12725589.77 2128780 5.9779 (0.6745) 0.4549 0.0097 0.0044

i

Y

( )

Y

i

Y

( )

YiY2

n

fi

(

)

n f Y

Y i

i .

2


(4)

Sulteng 11728318.09 2294841 5.1107 (1.5416) 2.3767 0.0105 0.0249

Sulsel 39460245.8 8479133 4.6538 (1.9986) 3.9943 0.0387 0.1545

Sultra 8026856.217 1963025 4.0890 (2.5633) 6.5708 0.0090 0.0588

Gorontalo 2025321.311 922176 2.1962 (4.4561) 19.8571 0.0042 0.0835

Maluku 3244432.59 1251539 2.5924 (4.0600) 16.4837 0.0057 0.0941

Malut 2236798.653 884142 2.5299 (4.1225) 16.9947 0.0040 0.0686

Papua 26150247.49 2818400 9.2784 2.6260 6.8960 0.0129 0.0887

Jumlah 1538895916 219188741 199.5712 32.3860

Rata-rata 6.6524 5.6909

CV

w

=

(

)

Υ ⋅ Υ − Υ

i

i i

n n

CV

w

= 5.6909

6.6524


(5)

99

Lampiran 19. Model Efek Tetap dengan Pembobotan (Cross Section Weights) dan White Cross Section Covariance.

Lampiran 20. Hausman Test

Hausman Test dilakukan dengan menggunakan bahasa program Eviews 5.1, hal tersebut bisa dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut:

Dependent Variable: LOG(IPM)

Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 06/21/07 Time: 06:29

Sample: 2001 2005

Cross-sections included: 30

Total panel (balanced) observations: 150

Linear estimation after one-step weighting matrix

White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -2.194935 0.495948 -4.425740 0.0000

LOG(PDRB) 0.009577 0.011436 0.837431 0.4041

LOG(AHH) 0.262067 0.090641 2.891254 0.0046

AMH 0.003425 0.000947 3.617983 0.0004

LOG(RLS) 0.130123 0.031300 4.157242 0.0001

LOG(PRPK) 0.715975 0.044756 15.99720 0.0000

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.990909 Mean dependent var 5.683910

Adjusted R-squared 0.988222 S.D. dependent var 3.924492

S.E. of regression 0.011681 Sum squared resid 0.015691

F-statistic 368.6918 Durbin-Watson stat 2.463235

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.990131 Mean dependent var 4.202651


(6)

100

• Estimasi dengan Random Effect kemudian tuliskan perintah berikut pada

Command Editor.

vector b_re=eq_re.@coef

b_re=@subextract(b_re,2,1,6,1) matrix cov_re=eq_re.@cov

cov_re=@subextract(cov_re,2,2,6,6)

• Estimasi dengan Fixed Effect kemudian tuliskan perintah berikut pada

Command Editor.

vector b_fe=eq_fe.@coef

b_fe=@subextract(b_fe,2,1,6,1) matrix cov_fe=eq_fe.@cov

cov_fe=@subextract(cov_fe,2,2,6,6)

• Hitung nilai statistik Hausman dengan melakukan perintah berikut pada

Command Editor.

vector b_diff=b_fe-b_re

matrix cov_diff=cov_fe-cov_re

matrix h=@transpose(b_diff)*@inverse(cov_diff)*b_diff

• Bandingkan dengan nilai Chi-Square table atau bisa dengan langsung menghitung p-value dengan melakukan perintah berikut pada Command Editor.

matrix p=@chisq(24.65673,5)

Dari perhitungan tersebut didapatkan nilai statistik Hausman sebesar 24.65673 dengan nilai probabilitas P-Value sebesar 0.000162 dan nilai χ2

sebesar 11.0705 yang berarti bahwa kita menolak hipotesis untuk menggunakan model efek acak. Berdasarkan hasil pengujian ini maka akan digunakan model efek tetap atau fixed effect untuk mengestimasi model penelitian ini.