Ketimpangan Pembangunan Manusia Analisis Ketimpangan Pe mbangunan

0.8100 0.8150 0.8200 0.8250 0.8300 0.8350 0.8400 0.8450 0.8500 0.8550 0.8600 2001 2002 2003 2004 2005 tahun indeks CVw CVw Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Perhitungan Indeks Ketimpangan Pendapatan Antar Propinsi di Indonesia Tahun 2001-2005

4.1.2. Ketimpangan Pembangunan Manusia

Untuk menganalisis ketimpangan dalam hal pembangunan manusia akan dilakukan dengan analisis deskriptif dengan mengintepretasikan data yang telah diperoleh dan diolah dari BPS. Dalam penelitian ini, untuk menggambarkan kondisi ketimpangan dalam hal pembangunan manusia Indonesia, digunakan indikator IPM. Penggunaan indikator ini dinilai cukup representatif untuk melihat kondisi pembangunan ma nusia UNDP, 2004. Tabel 4.2 menunjukkan bagaimana kondisi ketimpangan pembangunan manusia yang terjadi di Indonesia. Seperti yang terlihat dalam Tabel 4.2, rata-rata nilai IPM Indonesia adalah 69.5. Hal tersebut menjadikan pembangunan manusia Indonesia pada kategori menengah Todaro, 2003. Namun, dari 30 propinsi, terdapat 15 propinsi yang masih berada dibawah rata-rata, hal tersebut mengindikasikan adanya ketimpangan dalam hal pembangunan manusia. Tabel 4.2 memperlihatkan perbedaan yang signifikan diantara 30 propinsi yang dianalisis, dari DKI Jakarta yang memiliki nilai IPM sebesar 76.1 sampai Nusa Tenggara Barat yang memiliki nilai IPM sebesar 62,4. Tabel 4.2 Perbandingan Peringkat PDRB Per Kapita dengan IPM antar Propinsi di Indonesia Tahun 2005. Propinsi PDRB Per Kapita Rp Juta rank IPM rank DKI Jakarta 33.325 1 76.1 1 Sulawesi Utara 5.987 16 74.2 2 DI Yogyakarta 5.066 19 73.5 3 Kalimantan Tengah 7.290 8 73.2 4 Riau 18.733 3 72.9 5 Kalimantan Timur 32.852 2 72.9 6 Sumatera Utara 7.059 10 72.0 7 Sumatera Barat 6.386 13 71.2 8 Bengkulu 4.027 25 71.1 9 Jambi 4.788 20 71.0 10 Bangka Belitung 7.883 6 70.7 11 Sumatera Selatan 7.318 7 70.2 12 Jawa Barat 6.308 14 69.9 13 Jawa Tengah 4.471 22 69.8 14 Bali 6.228 15 69.8 15 Maluku 2.604 27 69.2 16 NAD 8.667 5 69.0 17 Lampung 4.121 23 68.8 18 Banten 6.436 12 68.8 19 Sulawesi Tengah 5.111 18 68.5 20 Jawa Timur 7.064 9 68.4 21 Sulawesi Tenggara 4.089 24 67.5 22 Gorontalo 2.196 30 67.5 23 Kalimantan Selatan 6.568 11 67.4 24 Maluku Utara 2.530 28 67.0 25 Sulawesi Selatan 4.664 21 66.9 26 Kalimantan Barat 5.787 17 66.2 27 Nusa Tenggara Timur 2.286 29 63.6 28 Papua 9.771 4 63.5 29 Nusa Tenggara Barat 3.639 26 62.4 30 Indonesia 7.775 69.5 Sumber: BPS, 2007 diolah. Hal yang sangat menarik perhatian disini adalah daerah yang memiliki potensi SDA yang kaya dan tingkat PDRB per kapita yang tinggi seperti NAD. Propinsi yang berada pada peringkat lima besar dalam PDRB per kapita ini hanya berada pada peringkat 17 pada pembangunan manusia. Lebih parah lagi, propinsi Papua yang memiliki PDRB per kapita terbesar keempat di Indonesia dan merupakan propinsi yang memiliki kekayaan SDA ini hanya menduduki peringkat 29 pada pembangunan manusia. Hal ini, menunjukkan bahwa selama ini penerimaan pendapatan propinsi Papua tidak semuanya dialokasikan untuk pembangunan manusia. Berbeda dengan propinsi-propinsi lain yang terbelakang dalam perolehan PDRB per kapita seperti D.I Yogyakarta, Sulawesi Utara, Bengkulu dan Jambi, propinsi-propinsi tersebut telah berhasil mengkonversikan pertumbuhan ekonomi menjadi pembangunan manusia, hal ini terbukti pada peringkat propinsi-propinsi tersebut yang berada pada sepuluh besar dalam pembangunan manusia. Hal inilah yang memicu adanya ketimpangan dalam hal pembangunan manusia. Untuk melihat lebih jelas kondisi pertumbuhan PDRB per kapita dan IPM dapat dilihat pada Gambar 4.3. 0.16 0.14 0.12 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 -0.02 ipm 0.20 0.10 0.00 -0.10 pdrb_per_kapita 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 19 18 17 16 15 14 13 12 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 R Sq Linear = 0.001 Keterangan: 1. NAD 11. Jabar 21. Kalsel 2. Sumut 12. Jateng 22. Kaltim 3. Sumbar 13. DIY 23. Sulut 4. Riau 14. Jatim 24. Sulteng 5. Jambi 15. Banten 25. Sulsel 6. Sumsel 16. Bali 26. Sultra 7. Bengkulu 17. NTB 27. Gorontalo 8. Lampung 18. NTT 28. Maluku 9. Babel 19. Kalbar 29. Malut 10. Jakarta 20. Kalteng 30. Papua Gambar 4.3 Kondisi dan Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia. Pada Era Otonomi Daerah, tingkat ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia cenderung semakin membesar. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan pemerintah yang pada pelaksanaan Otonomi Daerah diharapkan ketimpanga n pembangunan akan berkurang. Hal ini disebabkan adanya kesalahan dalam formulasi DAU yang menyebabkan daerah yang tidak memiliki celah fiskal selisih antara kebutuhan daerah dengan potensi penerimaan dari daerah ikut menikmati porsi dari DAU tersebut, sehingga daerah yang kaya akan potensi SDA akan semakin kaya dan daerah yang tidak memiliki potensi SDA akan semakin miskin. Selain itu, alokasi dari DAU sebesar 70 - 80 persen digunakan untuk membiayai pengeluaran operasional kepegawaian sedangkan sisanya digunakan untuk kebutuhan lain- lain termasuk untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Sehingga pembangunan manusia menjadi sedikit terabaikan.

4.2. Hasil Estimasi Model dan Uji Asumsi OLS Klasik