Pengukuran Ketimpangan TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2 X = Indeks tingkat pendidikan 3 X = Indeks pengeluaran riil per kapita Rp 000. 12 X = Rata-rata lama bersekolah tahun 22 X = Angka melek huruf persen Perhitungan Indeks dari masing- masing indikator tersebut adalah: Indeks , j i X = max , mim i i mim i j i X X X X − − − ∗ + + 2.3 Dimana: , j i X = Indikator ke- i dari daerah j min − i X = Nilai minimum dari i X max − i X = Nilai maksimum dari i X

2.6 Pengukuran Ketimpangan

Penyajian ketimpangan pendapatan antar daerah pada dasarnya hanyalah memberikan gambaran secara makro mengenai ketimpangan pendapatan rata-rata antara berbagai wilayah tertentu dan tidak memperlihatkan pola pembagian pendapatan antar go longan penerima pendapatan. Todaro 2003 menggambarkan ketimpangan dengan mempertimbangkan hubungan antara tingkat pendapatan per kapita dan tingkat ketimpangan pendapatan untuk negara maju dan negara sedang berkembang dan menggambarkan ketimpangan dari negara- negara tersebut dalam tiga kelompok, dimana pengelompokan ini disesuaikan dengan tinggi, sedang dan rendahnya tingkat pendapatan yang diukur menurut koefisien Gini dan produk nasional bruto. Distribusi pendapatan daerah menggambarkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu daerah di kalangan penduduknya Todaro, 2003. Dalam melakukan pengukuran terhadap ketimpangan pendapatan khususnya antar daerah perkotaan dan perdesaan, maka ukuran yang sering digunakan dalam mengukur ketimpangan ini adalah rasio konsentrasi Gini yang sering disebut dengan koefisien Gini atau indeks Gini, dengan rumus: 1 1 n i t i i i t G X X Y Y + + = − − + ∑ 2.4 1 1 1 n i i t G f Y Y + = − + ∑ 2.5 Dimana: G = Rasio Gini f i = Proporsi jumlah rumah tangga dalam kelas-i X i = Proporsi jumlah kumulatif rumah tangga dalam kelas-i Y i = Proporsi jumlah kumulatif pendapatan dalam kelas-i Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang angkanya berkisar dari angka 0 sampai 1, yang menjelaskan kadar pemerataan pendapatan. Koefisien yang semakin mendekati 0 berarti distribusi pendapatan semakin merata, koefisien yang mendekati 1 berarti distribusi pendapatan semakin timpang. Pada prakteknya, koefisien Gini untuk negara- negara yang derajat ketimpangannya tinggi berkisar antara 0.50 sampai 0.70, sedangkan untuk negara- negara yang distribusi pendapatannya relatif merata, angkanya berkisar antara 0.20 hingga 0.35 Todaro, 2003. Angka atau rasio Gini dapat ditaksir secara visual langsung dari kurva Lorentz yaitu perbandingan luas area yang terletak diantara kurva Lorentz dan diagonal terhadap luas area segitiga, seperti yang terlihat pada Gambar 2.2. Semakin melengkung kurva Lorentz akan semakin luas area yang dibagi rasio Gininya akan semakin besar, menyiratkan distribusi pendapatan yang semakin timpang. C Persentase Pendapatan Garis Pemerataan Kurva Lorentz 0 Persentase Populasi Penduduk B Sumber: Todaro 2003 Gambar 2.2 Kurva Lorentz Selain itu, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia, adalah dengan penetapan kriteria ketidakmerataan didasarkan atas porsi pendapatan suatu daerah yang dinikma ti oleh tiga lapis penduduk Dumairy, 1996, yakni 40 persen penduduk berpendapatan terendah penduduk termiskin; 40 persen penduduk berpendapatan menengah; serta 20 persen penduduk berpendapatan tertinggi penduduk terkaya. Ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan dinyatakan parah jika 40 persen penduduk berpendapatan terendah menikmati kurang dari 12 persen pendapatan, ketimpangan dianggap sedang jika 40 persen penduduk termiskin menikmati 12- 17 persen dari pendapatan. Sedangkan jika 40 persen pendud uk yang berpendapatan terendah penduduk termiskin menikmati 17 persen dari pendapatan maka ketimpangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan dianggap cukup merata. Metode CV w umum digunakan untuk mengukur ketimpangan PDRB per kapita. Metode inilah yang digunakan dalam penelitian untuk mengukur ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia. Tingkat ketimpangan yang terjadi pada metode ini tercermin dalam sebuah angka indeks. Cara pengukuran ini diperkenalkan oleh Williamson 1965 dengan menimbang proporsi penduduk. Semakin besar angka indeks berarti semakin tinggi pula tingkat ketimpangan regional yang terjadi. Indeks CV w yang dihasilkan dari hasil perhitungan akan sangat peka terhadap perbedaan data yang digunakan.

2.7 Penelitian Terdahulu