Konsep Otonomi Daerah TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Konsep Otonomi Daerah

Semenjak Orde Reformasi bergulir, masyarakat menuntut kesungguhan pemerintah dalam menjalankan pemerintahan yang adil dan merata. Oleh karena itu, lahirlah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Untuk mendukung kedua Undang-undang tersebut, pemerintah telah mengesahkan dua Undang-undang baru pada 15 Oktober 2004 yaitu Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diikuti dengan Undang- undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Pengertian dari Desentralisasi dan Otonomi Daerah menurut Undang- undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999, penyelengaraan otonomi daerah diperlukan wewenang dan kemampuan menggali sumber-sumber keuangan sendiri untuk mendukung pemerintahan dan pembangunan di daerah, adapun sumber-sumber keuangan daerah di antaranya adalah pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain- lain pendapatan yang sah. Kedua, Undang-undang tersebut menyatakan pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan dengan prinsip otonomi daerah dan peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai subsistem pemerintahan negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakatnya. Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 yang digantikan oleh undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, menyebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah dalam rangka penyelenggaran otonomi daerah adalah dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain- lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan asli Daerah sebagai sumber pembiayan berasal dari daerah sendiri, yang terdiri dari 1 hasil pajak daerah; 2 hasil retribusi daerah; 3 hasil perusahan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; 4 lain- lain pendapatan asli daerah yang sah, diharapkan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan di daerah. Karena semakin banyak kebutuhan daerah dapat dibiayai dengan pendapatan asli daerah, maka semakin tinggi pula tingkat kualitas otonomi daerah, juga semakin baik dalam bidang keuangan daerahnya. Haris 2002, menyatakan bahwa otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelengarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan secara tumbuh hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antar pusat dan daerah serta antara dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.2 Ketimpangan