HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Parameter Kualitas Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Parameter Kualitas Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa

Hasil pengukuran parameter-parameter kualitas lingkungan perairan sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa pada setiap stasiun pengamatan selama penelitian berlangsung meliputi parameter fisika dan kimia dapat di lihat pada Lampiran 2. 5.1.1. Parameter Fisika Kualitas Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa Pengukuran parameter fisika kualitas perairan diambil untuk digunakan sebagai data penunjang penelitian. Parameter-parameter fisika kualitas perairan yang diukur meliputi suhu udara, suhu air, kecerahan, kekeruhan, salinitas dan total padatan tersuspensi TSS. Data rerata pengukuran parameter fisika kualitas lingkungan pada setiap lokasi pengukuran dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 . Hasil pengukuran parameter fisika kualitas perairan Pelabuhan Sunda Kelapa Jarak Parameter Muara sungai 50 m 500 m 1000 m Suhu udara C 30,2 30,0 30,0 Suhu air C 31,3 32,0 31,0 Kecerahan m 0,74 1,18 1,93 Kekeruhan NTU 13,84 6,93 2,94 Salinitas PSU 30,0 30,4 30,3 TSS mgl 45,2 20,7 14,8 Nilai parameter suhu udara dan suhu air berkisar antara 30 – 32 C. Nilai suhu udara di muara sungai menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan dengan pengukuran pada jarak 500 m dan 1000 m, sedangkan untuk suhu air, pada jarak 500 m menunjukkan angka tertinggi yaitu 32 C Tabel 7. Tingginya suhu air maupun udara di muara sungai diduga karena adanya aktivitas kimia maupun biologis seperti degradasi bahan-bahan organik dari sampah yang terbawa melalui sungai ke muara dan kegiatan pelabuhan lainnya. Walaupun demikian, perbedaan suhu antar jarak pengamatan pada suhu air maupun udara tidak terlalu tinggi bahkan cenderung sama, hal ini diduga karena perairan bersifat dinamik sehingga kemungkinan terjadinya stratifikasi suhu pun menjadi sangat kecil. 39 Tingkat kecerahan pada masing-masing lokasi pengamatan masih berada pada ambang batas baku mutu sesuai dengan KepMen LH No 51 tahun 2004 yaitu sebesar 3 m. Nilai tingkat kecerahan tertinggi terdapat di lokasi pengamatan pada jarak 1000 m dari pelabuhan Sunda Kelapa. Pada Tabel 7 terlihat bahwa semakin jauh jarak dari muara sungai, maka tingkat kecerahannya semakin tinggi, nilai tingkat kecerahan hasil pengukuran pada setiap lokasi pengamatan dari muara sungai 50 m, jarak 500 m dan jarak 1000 m berturut-turut adalah 0,74 m, 1,18 m, dan 1,93 m. Nilai kecerahan semakin jauh dari muara semakin tinggi, hal ini disebabkan oleh semakin berkurangnya zat-zat tersuspensi pada jarak amatan yang menjauhi muara sungai. Nilai kecerahan berbanding terbalik dengan nilai kekeruhan, nilai kekeruhan akan semakin semakin tinggi dengan arah ke muara sungai, sedangkan nilai kecerahan akan semakin rendah dengan arah ke muara sungai. Nilai kekeruhan menunjukkan bahwa pada lokasi pengamatan di muara sungai 50 m memiliki nilai kekeruhan tertinggi dibandingkan dengan nilai kekeruhan pada jarak 500 m dan 1000 m Tabel 7. Tingkat kekeruhan pada pengamatan di muara sungai dan di lokasi jarak 500 m, keduanya berada diatas ambang batas baku mutu sesuai dengan Kep Men LH No 51 Tahun 2004 untuk baku mutu pelabuhan yaitu sebesar 5,0 NTU, sedangkan tingkat kekeruhan pada jarak 1000 m belum melewati ambang batas baku mutu. Nilai Kekeruhan di muara sungai dan jarak 500 m yang melebihi nilai ambang baku mutu diduga disebabkan oleh substansi lumpur dan sampah yang dibawa sungai yang ada di perairan tersebut. Hal ini juga didukung oleh pendapat Mason 1981 bahwa kekeruhan air biasanya disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi dan koloid yang terdapat di dalam air, misalnya partikel-partikel lumpur, bahan organik, plankton, dan mikroorganisme. Tingkat salinitas yang terukur pada setiap lokasi pengambilan sampel air di ketiga lokasi menunjukkan bahwa nilai tingkat salinitas di muara sungai merupakan nilai terendah yaitu 30 PSU dan berturut-turut pada jarak 500 m dan 1000 m masing-masing bernilai 30,44 PSU dan 30,33 PSU Tabel 7. Nilai salinitas menunjukkan peningkatan dengan jarak semakin jauh dari muara, hal ini diduga pada muara dan jarak 500 m dari muara sungai masih ada pengaruh daratan melalui sungai yang memiliki salinitas yang rendah, sehingga semakin 40 jauh dari muara, pengaruh daratan semakin kecil. Tingkat salinitas pada masing- masing lokasi pengukuran sudah berada di atas ambang baku mutu yang ditetapkan untuk pelabuhan yaitu 30 PSU. Salinitas merupakan ukuran untuk melihat kadar garam yang terkandung dalam air laut. Menurut Nontji 1987 salinitas didefinisikan sebagai jumlah berat semua garam dalam gram yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dalam satuan gram per liter. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Pada Tabel 7 terlihat bahwa total padatan tersuspensi TSS hasil pengukuran pada masing-masing stasiun masih berada di bawah ambang batas baku mutu berdasarkan KepMen LH No.51 tahun 2004 yaitu sebesar 80 mgl. Pengukuran TSS pada muara Sungai Ciliwung menunjukkan hasil yang terbesar dibandingkan pada pengukuran jarak 500 m dan 1000 m yaitu sebesar 45,22 mgl, sedangkan pada jarak 500 m dan 1000 m masing-masing sebesar 20,72 mgl dan 14,80 mgl. TSS yang lebih tinggi di muara sungai diduga disebabkan oleh sedimentasi dan sampah-sampah organik yang terbawa arus sungai yang mengandung padatan yang menyebabkan kekeruhan air. Padatan tersuspensi adalah padatan yang terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil daripada sedimen, misalnya tanah liat, bahan- bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme dan sebagainya. Padatan tersuspensi merupakan bahan-bahan tersuspensi dalam air yang tertahan pada kertas saring 0,45 µm dan tidak terlarut. Padatan tersuspensi juga mempengaruhi fotosintesis dalam air APHA, 1989. Padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air, sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis Fardiaz, 1992.

5.1.2. Parameter Kimia Kualitas Perairan Sunda Kelapa

Nilai pH yang diukur pada setiap lokasi pengamatan memiliki nilai berkisar antara 7,65 -7,69, nilai tersebut masih berada pada ambang batas baku mutu nilai pH untuk pelabuhan yaitu berkisar antara 6,50-8,50 Gambar 9. 41 Gambar 9 . Nilai pH pada masing-masing lokasi pengamatan. Pada Gambar 10 terlihat bahwa hasil pengukuran biological oxygen demand BOD 5 pada semua lokasi pengamatan masih berada di bawah ambang baku mutu berdasarkan KepMen LH No.51 tahun 2004 yaitu sebesar 20 mgl. Nilai pengukuran BOD 5 terendah berada pada lokasi pengamatan pada jarak 1000 m dari pelabuhan sedangkan nilai pengukuran tertinggi berada pada pengamatan di muara sungai jarak 50 m. Nilai BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan mengoksidasi zat-zat organik yang terlarut dan tersuspensi dalam air. Menurut Effendi 2003, BOD menggambarkan bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis oleh mikroorganisme. Bahan organik tersebut merupakan hasil pembusukan tumbuhan dan hewan yang telah mati atau hasil buangan limbah domestik dan industri. Nilai BOD yang tinggi akan menurunkan ketersediaan oksigen terlarut dalam air karena terpakai dalam proses oksidasi bahan organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Nilai BOD 5 hasil pengamatan yang berada jauh di bawah nilai baku mutu menunjukkan bahwa secara umum aktivitas penguraian bahan organik oleh mikroorganisme pada masing-masing lokasi pengamatan sangat rendah. Hal tersebut diduga karena jumlah bahan organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme pada saat pengamatan sangat rendah. Nilai BOD di muara 7,65 7,65 7,69 6,5 6,5 6,5 8,5 8,5 8,5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Muara Sungai 50 m 500 m 1000 m pH Baku mutu bawah Baku Mutu atas pH 42 sungai lebih tinggi daripada di jarak 500 dan 1000 m, hal tersebut diduga karena bahan organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme masih terdapat banyak di muara sungai. Gambar 10 . Hasil pengukuran BOD 5 pada masing-masing lokasi pengamatan . Nilai chemical oxygen demand COD pada masing-masing lokasi pengamatan menunjukkan bahwa kadar COD pada semua lokasi pengamatan berada di atas ambang baku mutu untuk biota laut berdasarkan KepMen LH No.2 tahun 1988 yaitu sebesar 80 mgl. Nilai COD masing-masing pada setiap lokasi pengamatan berturut-turut yaitu; pada muara sebesar 137,9 mgl, pada jarak 500 m sebesar 181.1mgl dan pada jarak 1000 m dari pelabuhan sebesar 181,4 mgl Gambar 11. Nilai COD yang berada di atas nilai ambang baku mutu diduga disebabkan basarnya kandungan bahan organik yang berasal dari buangan limbah industri yang masuk ke perairan Pelabuhan Sunda Kelapa. Nilai COD menggambarkan total jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat diuraikan secara biologis maupun yang tidak dapat diuraikan secara biologis menjadi CO 2 dan H 2 O Effendi, 2003. COD dapat dijadikan sebagai ukuran tingkat pencemaran di perairan oleh bahan organik yang secara alamiah dapat dioksidasi dengan proses mikrobiologi 5 4 4 20 20 20 5 10 15 20 25 Muara Sungai 50 m 500 m 1000 m BOD 5 mgl Baku Mutu BOD 5 mgl 43 dan akan menyebabkan berkurangnya konsentrasi oksigen di perairan APHA, 1989. Nilai COD hasil pengamatan pada setiap stasiun yang di atas nilai ambang baku mutu diduga karena banyaknya kandungan bahan organik yang tidak dapat diuraikan secara biologis di perairan Pelabuhan Sunda Kelapa yang berasal dari buangan limbah domestik dan limbah industri. Gambar 11 . Hasil pengukuran COD pada masing-masing lokasi pengamatan. Ketersedian oksigen terlarut atau disolve oxygen DO pada masing-masing lokasi pengamatan menunjukkan bahwa hasil pengukuran DO tertinggi didapat pada lokasi dengan jarak 1000 m yaitu sebesar 5,7 mgl, sedangkan terendah pada jarak 500 m dari muara sungai yaitu sebesar 4,95 mgl Gambar 12. Nilai DO hasil penelitian ini termasuk sangat kecil. Aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik di perairan, arus dan proses percampuran serta interaksi antara permukaan laut dengan atmosfer akan dapat mempengaruhi konsentrasi O 2 terlarut, hal ini diduga penyebab DO hasil pengukuran di setiap stasiun pengamatan sangat kecil. 137,9 181,1 181,4 80 80 80 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Muara Sungai 50 m 500 m 1000 m COD Baku Mutu COD mgl 44 Gambar 12 . Hasil pengukuran DO pada masing-masing lokasi pengamatan. Nilai Amonia NH 3 yang diukur pada setiap stasiun pengamatan menujukkan hampir mendekati nilai ambang batas kepelabuhanan yang sebesar 0,3 mgl, walaupun masih berada di bawah nilai tersebut dan nilai NH 3 tersebut mengalami kenaikan seiring jarak pengamatan dari muara sungai Gambar 13. Gambar 13 . Hasil pengukuran NH 3 pada masing-masing lokasi pengamatan Amonia NH 3 , nitrit NO 2 dan nitrat NO 3 merupakan bentuk-bentuk senyawa nitrogen yang terlarut atau tersuspensi dalam air. Semua senyawa tersebut sangat penting keberadaannya dalam air karena memegang peranan 0,26 0,25 0,24 0,3 0,3 0,3 - 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 Muara Sungai 50 m 500 m 1000 m NH3 mgl Baku Mutu 4,95 5,7 5,1 4,4 4,6 4,8 5,0 5,2 5,4 5,6 5,8 Muara Sungai 50 m 500 m 1000 m DO DO mgl NH 3 mgl 45 dalam reaksi-reaksi biologi perairan Rafni, 2004. Nilai Amonia yang tinggi mendekati nilai ambang batas berkaitan dengan proses dekomposisi bahan organik di perairan, selain itu amonia juga merupakan hasil reduksi nitrat pada kondisi anaerob. Kenaikan nilai amonia yang sejalan dengan bertambahnya jarak pengamatan menunjukkan bahwa proses dekomposisi bahan organik tersebut semakin meningkat dengan jarak menjauhi muara serta tingginya proses reduksi nitrat menjadi amonia pada kondisi anaerob di tempat tersebut. Nitrit merupakan senyawa peralihan dari hasil reduksi nitrat NO 3 denitrifikasi maupun oksidasi amonia NH 3 , sehingga dapat dikatakan nitrit senyawa yang tidak stabil. Ketidaksetabilan sifat senyawa nitrit biasanya menyebabkan kandungan senyawa tersebut di perairan sangat rendah. Hal ini ditunjukkan pada hasil pengukuran di semua stasiun pengamatan pada penelitian ini. Nilai pengukuran NO 2 pada setiap stasiun pengamatan masih menunjukkan nilai jauh di bawah nilai ambang batas kepelabuhanan sebesar 0,008 mgl. Ketidakstabilan tersebut juga diduga menyebabkan nilai NO 2 hasil pengukuran pada setiap stasiun pengamatan menunjukkan nilai yang sangat kecil yaitu sebesar 0,001 mgl Gambar 14. Gambar 14 . Hasil pengukuran NO 2 pada masing-masing lokasi pengamatan. Nilai NO 3 hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai NO 3 di muara sungai lebih rendah dari pada di kedua stasiun lainnya walaupun perbedaannya sangat 0,001 0,001 0,001 0,008 0,008 0,008 - 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,007 0,008 0,009 Muara Sungai 50 m 500 m 1000 m NO2 mgl Baku Mutu NO 2 mgl 46 kecil Gambar 15. Nilai NO 3 pada setiap stasiun pengamatan sudah berada jauh di atas nilai ambang batas baku mutu kepelabuhanan yakni sebesar 0,008 mgl. Tingginya nilai NO 3 pada setiap pengamatan diduga adanya masukan NO 3 dari daratan berupa limbah domestik dari aktivitas penduduk yang bermukim di sekitar pelabuhan. Gambar 15 . Hasil pengukuran NO 3 pada masing-masing lokasi pengamatan. Ortofosfat PO 4 -P merupakan senyawa yang diperlukan oleh organisme autotrofik sebagai sumber hara dalam metabolisme kehidupannya. Nilai ortofosfat PO 4 -P hasil pengukuran pada setiap stasiun pengamatan menunjukkan sudah berada di atas nilai ambang batas untuk kepelabuhanan yakni sebesar 0,015 mgl. Nilai PO 4 - P di muara sungai lebih tinggi dibanding nilai pada jarak 500 dan 1000 m. Nilai PO 4 -P hasil pengukuran akan berkurang seiring jarak stasiun pengamatan. Nilai PO 4 -P tertinggi di muara sungai sebesar 0,11 mgl sedangkan terendah pada jarak 1000 m yaitu sebesar 0,007 mgl Gambar 16. Kandungan PO 4 -P yang semakin berkurang seiring jarak pengamatan dari pelabuhan diduga disebabkan oleh semakin besarnya aktivitas organisme autotrofik dalam memanfaatkan senyawa tersebut. 0,20 0,22 0,22 0,008 0,008 0,008 - 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 Muara Sungai 50 m 500 m 1000 m NO3 mgl Baku Mutu NO 3 mgl 47 Gambar 16 . Hasil pengukuran PO 4 -P pada masing-masing lokasi pengamatan. Nilai kesadahan berhubungan dengan kandungan ion-ion kalsium dan magnesium dalam air dalam bentuk sulfat. Nilai kesadahan hasil pengukuran pada setiap stasiun pengamatan menunjukkan semakin tinggi seiring dengan bertambahnya jarak. Pada Gambar 17 terlihat bahwa nilai kesadahan di muara sungai sebesar 5.490 mgl yang merupakan nilai terendah, sedangkan pada jarak 1000 m menunjukkan nilai kesadahan tertinggi yaitu sebesar 5.704 mgl. Gambar 17 . Hasil pengukuran kesadahan pada masing-masing stasiun pengamatan. 0,11 0,09 0,07 0,015 0,015 0,015 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 Muara Sungai 50 m 500 m 1000 m PO4 mgl Baku Mutu 5.704,6 5.578,9 5.498,3 5.350 5.400 5.450 5.500 5.550 5.600 5.650 5.700 5.750 Muara Sungai 50 m 500 m 1000 m Kesadahan mgl PO 4 mgl Kesadahan mgl 48 Nilai kesadahan tinggi menunjukkan bahwa di muara sungai kandungan ion- ion magnesium dan kalsium lebih tinggi diduga berasal dari proses geologi tanah disekitar pelabuhan, limbah domestik dan industri dari aktivitas perkotaan di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa.

5.1.3. Kandungan Logam Berat Pada Air Dan Sedimen Perairan Pelabuhan

Sunda Kelapa Hasil pengukuran timbal Pb pada air laut di setiap stasiun pengamatan menunjukkan bahwa pada setiap stasiun pengamatan, nilai Pb sudah melebihi batas nilai ambang yang diperkenankan untuk kepelabuhanan KepMen LH No. 51 tahun 2004. Nilai Ambang Batas NAB untuk Pb adalah 0,005 mgl. Nilai- nilai Pb hasil pengukuran sangat jauh di atas NAB tersebut terutama pada jarak 500 m yaitu sebesar 0,16 mgl Gambar 18. Nilai Pb pada air yang tinggi di perairan Pelabuhan Sunda Kelapa diduga berasal dari ceceran bahan bakar perahu atau kapal dan buangan limbah industri. Gambar 18 . Hasil pengukuran Pb pada air laut pada setiap stasiun pengamatan. Nilai Pb pada sedimen tertinggi yang terukur pada jarak 1000 m dari pelabuhan sebesar 12,76 mgkg, sedangkan nilai Pb terendah berada di muara sungai jarak 50 m dari Pelabuhan Sunda Kelapa yaitu sebesar 10,62 mgkg Gambar 1 9. Nilai Pb pada sedimen yang tinggi diduga disebabkan karena akumulasi Pb pada sedimen yang berasal dari limbah industri dan sedimentasi 0,12 0,16 0,10 0,05 0,05 0,05 - 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,14 0,16 0,18 Muara Sungai 50 m 500 m 1000 m Pb air Baku Mutu Pb air mgl 49 batuan kapur yang berada di daerah hulu Bogor. Sumber-sumber timbal Pb pada perairan alami menurut Saeni 1989 diantaranya adalah limbah industri, limbah pertambangan, batuan kapur dan galena PbS. Gambar 19 . Hasil pengukuran Pb pada sedimen laut pada setiap stasiun pengamatan. Logam cadmium Cd pada air laut yang terukur dapat dilihat pada Gambar 20 . Nilai Cd hasil pengukuran pada setiap stasiun sudah berada jauh di atas nilai ambang batas yang diperkenankan untuk kegiatan kepelabuhanan berdasarkan KepMen LH No.51 tahun 2004 yakni sebesar 0,01 gl. Cd dalam air berasal dari buangan limbah industri dan limbah pertambangan. Tingginya Cd hasil pengamatan diduga disebabkan oleh buangan limbah industri dan aktivitas pelabuhan seperti kegiatan pengelasan logam pada perbaikan kapal. Nilai Cd pada air laut tertinggi terukur pada jarak 1000 m dari pelabuhan yaitu sebesar 0,04 mgl, sedangkan nilai terendah terukur di muara sungai sebesar 0,03 mgl. Nilai Cd yang tinggi seiring dengan jarak dari muara sungai diduga disebabkan oleh proses pencampuran air dari teluk dan muara sungai atau pelabuhan oleh angin, sehingga kadmiun tersebut terlarut dalam air dan terbawa ke arah yang lebih jauh dari muara sungai atau pelabuhan Saeni, 1989. 10,62 11,34 12,76 2 4 6 8 10 12 14 Muara Sungai 50 m 500 m 1000 m Pb sedimen Pb sedimen mgkg 50 Gambar 20 . Hasil pengukuran Cd pada air laut pada setiap stasiun pengamatan. Kandungan Cd pada sedimen menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari kandungan Cd air laut, kecuali untuk pengukuran pada jarak 500 m Gambar 21. Pada pengukuran Cd di jarak 500 m besar nilainya sama dengan hasil pengukuran Cd air laut pada jarak tersebut yaitu sebesar 0,03 mgkg. Tingginya kandungan Cd pada sedimen disebabkan proses akumulasi logam tersebut secara terus- menerus melalui proses desorpsi dan reaksi dengan padatan tersuspensi sehingga bersatu dengan sedimen Saeni, 1989. Gambar 21 . Hasil pengukuran Cd pada sedimen pada setiap stasiun pengamatan. 0,23 0,03 0,33 - 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 Muara Sungai 50 m 500 m 1000 m Cd sedimen 0,03 0,03 0,04 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,02 0,03 0,03 0,04 0,04 Muara Sungai 50 m 500 m 1000 m Cd air Baku Mutu Cd air mgl Cd sedimen mgkg 51

5.1.4. Status Lingkungan Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa.

Status lingkungan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa ditentukan dengan analisis Store et Retrieval STORET. Perhitungan analisis STORET dilakukan berdasarkan 2 peruntukkan yaitu peruntukkan biota laut dan peruntukkan pelabuhan berdasarkan KepMen LH No.51 tahun 2004 dan KepMen No.02 tahun 1988. Perhitungan analisis STORET untuk peruntukkan biota laut berdasarkan perhitungan terhadap 3 parameter fisika dan 9 parameter kimia yang diamati, sedangkan untuk kegiatan pelabuhan berdasarkan 3 parameter fisika dan 5 parameter kimia. Penentuan parameter yang dihitung dalam analisis STORET peruntukkan pelabuhan berdasarkan pertimbangan pengaruh negatif parameter- parameter tersebut terhadap aktivitas pelabuhan. Berdasarkan penghitungan dan analisis STORET peruntukkan biota laut, diperoleh indeks STORET pada stasiun 1 muara sungai sebesar -45, stasiun 2 500 m sebesar -32 dan pada stasiun 3 1000 m sebesar -40. Nilai indeks STORET pada setiap stasiun menurut analisis STORET menunjukkan status kondisi kualitas perairan di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa untuk peruntukkan biota laut sudah tercemar berat nilai indeks -30 . Nilai hasil perhitungan indeks STORET pada setiap stasiun pengamatan dapat dilihat Tabel 8. Tabel 8 . Hasil perhitungan analisis STORET peruntukkan biota laut pada setiap stasiun pengamatan Hasil Pengukuran Parameter Unit Baku Mutu Min Maks Rerata Skor Stasiun 1 muara sungai Fisika 1. Kecerahan m 3,00 0,23 1,25 0,74 0 2. Kekeruhan NTU 5,00 6,83 18,52 13,84 -5 3. TSS mgl 80,00 20,70 58,53 45,22 0 Kimia 1. pH 6,50-8,50 7,00 8,45 7,65 0 2. DO mgl 4,00 3,72 5,95 5,14 -2 3. BOD 5 mgl 20,00 4,33 6,16 5,22 4. NO 2 mgl 0,08 0,01 0,02 0,01 5. NH 3 mgl 0,30 0,04 0,51 0,24 -2 6. COD mgl 80,00 173,94 206,48 181,5 -10 7. NO 3 mgl 0,08 0,01 0,35 0,20 -8 8. PO 4 mgl 0,015 0,08 0,17 0,11 -10 9 Pb ppm 0,03 0.004 0,352 0,12 -8 Total skor -45 52 Tabel 8 . lanjutan. Hasil Pengukuran Parameter Unit Baku Mutu Min Maks Rerata Skor Stasiun 2 jarak 500 m Fisika 1. Kecerahan m 3,00 0,50 1,80 1,18 0 2. Kekeruhan NTU 5,00 3,27 9,26 6,93 -4 3. TSS mgl 80,00 9,60 2,77 20,72 0 Kimia 1. pH 6,50-8,50 7,00 8,46 7,65 0 2. DO mgl 4,00 4,02 5,55 4,95 0 3. BOD 5 mgl 20,00 2,96 4,86 4,05 4. NO 2 mgl 0,08 0,01 0,03 0,01 5. NH 3 mgl 0,30 0,06 0,52 0,25 -2 6. COD mgl 80,00 142,76 220,73 181,1 -10 7. NO 3 mgl 0,08 0,02 0,41 0,22 -8 8. PO 4 mgl 0,015 0,06 0,15 0,09 -10 9 Pb ppm 0,03 0,001 0,46 0,16 -8 Total Skor -32 Stasiun 3 jarak 1000 m Fisika 1. Kecerahan m 3,00 0,80 3,25 1,93 -1 2. Kekeruhan NTU 5,00 0,06 7,12 2,93 -1 3. TSS mgl 80,00 5,25 21,35 14,80 0 Kimia 1. pH 6,50-8,50 7,00 8,56 7,69 -2 2. DO mgl 4,00 5,90 6,64 5,73 0 3. BOD 5 mgl 20,00 3,67 4,75 3,94 4. NO 2 mgl 0,08 0,005 0,02 0,01 5. NH 3 mgl 0,30 0,05 0,56 0,26 -2 6. COD mgl 80,00 126,72 220,73 181.36 -10 7. NO 3 mgl 0,08 0,04 0,40 0,22 -8 8. PO 4 mgl 0,015 0,01 0,14 0,07 -8 9 Pb ppm 0,03 0,001 0,298 0,100 -8 Total Skor -40 Hasil perhitungan analisis STORET peruntukkan pelabuhan, diperoleh indeks STORET pada stasiun 1 muara sungai sebesar -25, stasiun 2 500 m sebesar -24 dan pada stasiun 3 1000 m sebesar -20. Nilai indeks STORET pada setiap stasiun menurut analisis STORET peruntukkan pelabuhan menunjukkan status kondisi kualitas perairan di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa untuk peruntukkan kegiatan pelabuhan tercemar sedang nilai indeks antara -11 sampai -30. Nilai hasil perhitungan indeks STORET peruntukkan pelabuhan pada setiap stasiun pengamatan dapat dilihat Tabel 9. 53 Tabel 9 . Hasil perhitungan analisis STORET peruntukkan pelabuhan pada setiap stasiun pengamatan Hasil Pengukuran No. Parameter Unit Baku Mutu Min Maks Rerata Skor Stasiun 1 muara sungai Fisika 1. Kecerahan m 3,00 0,23 1,25 0,74 0 2. Kekeruhan NTU 5,00 6,83 18,52 13,84 -5 3. TSS mgl 80,00 20,70 58,53 45,22 0 Kimia 1. pH 6,50-8,50 7,00 8,45 7,65 0 2. NO 2 mgl 0,08 0,01 0,02 0,01 3. NH 3 mgl 0,30 0,04 0,51 0,24 -2 4. PO 4 mgl 0,015 0,08 0,17 0,11 -10 5 Pb ppm 0,03 0.004 0,352 0,12 -8 Total skor -25 Stasiun 2 jarak 500 m Fisika 1. Kecerahan m 3,00 0,50 1,80 1,18 0 2. Kekeruhan NTU 5,00 3,27 9,26 6,93 -4 3. TSS mgl 80,00 9,60 2,77 20,72 0 Kimia 1. pH 6,50-8,50 7,00 8,46 7,65 0 2. NO 2 mgl 0,08 0,01 0,03 0,01 3. NH 3 mgl 0,30 0,06 0,52 0,25 -2 4. PO 4 mgl 0,015 0,06 0,15 0,09 -10 5. Pb ppm 0,03 0,001 0,46 0,156 -8 Total Skor -24 Stasiun 3 jarak 1000 m Fisika 1. Kecerahan m 3,00 0,80 3,25 1,93 -1 2. Kekeruhan NTU 5,00 0,06 7,12 2,93 -1 3. TSS mgl 80,00 5,25 21,35 14,80 0 Kimia 1. pH 6,50-8,50 7,00 8,56 7,69 -2 2. NO 2 mgl 0,08 0,005 0,02 0,01 3. NH 3 mgl 0,30 0,05 0,56 0,26 -2 4. PO 4 mgl 0,015 0,01 0,14 0,07 -8 5 Pb ppm 0,03 0,001 0,298 0,100 -8 Total Skor -20

5.1.5. Kualitas Sedimen

Kualitas sedimen yang diukur dalam penelitian ini adalah tekstur sedimen yang terdiri dari fraksi-fraksi sedimen. Fraksi sedimen terdiri dari fraksi pasir, lumpur dan liat untuk menentukan jenis sedimen. Tekstur sedimen dapat ditentukan dengan mengukur kandungan ketiga fraksi tersebut pada sedimen yang diamati. Hasil pengukuran fraksi sedimen dan jenis sedimen pada setiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 10. 54 Tabel 10 . Persentase fraksi dan jenis sedimen Fraksi sedimen Stasiun Pasir Debulumpur Liat Jenis Sedimen 1 Muara sungai 50m 86,16 7,15 6,67 Pasir berlempung Jarak 500 m 56,62 29,59 13,78 Lempung berpasir Jarak 1000 m 74,91 17,07 8,02 Lempung berpasir Keterangan : 1 Berdasarkan segitiga Wenworth Jenis sedimen di perairan Pelabuhan Sunda Kelapa pada ketiga stasiun pengamatan adalah pasir berlempung dan lempung berpasir. Jenis sedimen pasir berlempung terdapat pada sampel sedimen di muara sungai, sedangkan jenis sedimen lempung berpasir terdapat pada sampel sedimen pada jarak 500 m dan 1000 m. Fraksi pasir yang tinggi pada setiap stasiun pengamatan diduga berkaitan dengan kondisi ombak dan arus yang dinamis pada perairan Rafni, 2004. Menurut Nybakken 1998, ombak yang dinamis akan membawa, mengaduk dan mendepositkan kembali partikel-partikel pasir pada daerah yang tenang. 5.1.6. Struktur Komunitas Fitoplankton Hasil penghitungan fitoplankton yang dilakukan pada setiap stasiun pengamatan menujukkan bahwa jumlah total taksa yang terjaring pada semua stasiun sebanyak 14 spesies yang terbagi dalam dua famili yaitu famili Bacillariophycea dan Dinophycea. Jenis-jenis taksa fitoplankton selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11. Pada Tabel 11 terlihat bahwa kelimpahan fitoplankton pada setiap stasiun pengamatan menujukkan bahwa pada stasiun 3 yang berjarak 1000 m mempunyai kelimpahan tertinggi yaitu sebesar 385.331 indl. Stasiun 1 muara sungai dan stasiun 2 jarak 500 m dari pelabuhan mempunyai kelimpahan lebih kecil dari pada di stasiun 3, yaitu masing-masing sebesar 53.232 dan 34.376, 9 indl. Pada stasiun 1 di muara sungai, komposisi tertinggi yang ditemukan adalah jenis Chaetacheros sp . dan Skeletonema sp. dengan kepadatan masing-masing sebesar 41.652,8 indl dan 1.281,8 indl . Famili Bacillariophycea masih memiliki komposisi tertinggi pada stasiun 2 dan 3. Jenis Chaetacheros sp. pada stasiun 2 55 dan 3 memiliki kepadatan tertinggi, masing-masing sebesar 30.270,2 mgl dan 244.766,4 mgl. Besarnya komposisi untuk famili Bacillariophycea untuk jenis Chaetacheros sp. dan Skeletonema sp. pada setiap stasiun pengamatan diduga kedua jenis tersebut merupakan jenis yang mampu beradaptasi pada perairan yang tercemar. Pada Tabel 11 terlihat bahwa kepadatan dan Indeks keanekaragaman H’ fitoplankton tertinggi berada pada stasiun 3, sedangkan pada stasiun 1 muara sungai memiliki keseragaman jenis E tertinggi. Pada setiap stasiun pengamatan, Indeks keanekaragaman jenis H’ berkisar antara 0,23-0,37, nilai tersebut masih di bawah 1 yang menunjukkan bahwa kondisi fitoplankton tidak stabil yang diduga karena kondisi perairan yang tercemar berat. Indeks keseragaman jenis E pada setiap stasiun pengamatan sangat rendah mendekati 1 yaitu berkisar antara 0,09-0,13, hal tersebut menandakan bahwa kekayaan individu pada masing-masing spesies sangat jauh berbeda dan diduga karena kondisi komunitas tidak stabil karena kondisi pencemaran yang terjadi pada perairan tersebut. Tabel 11 . Hasil analisis struktur komunitas fitoplankton pada setiap stasiun pengamatan Kelimpahan indl Nama Spesies 1 muara sungai 2 500 m 3 1000 m Coscinodiscus sp. 30 41 54 Peridinium sp. 695 296 354 Thallassiosira sp. 748 285 288 Ceratium sp. 173 141 17 Pseudonitzchia sp. 8.561 568 639 Skeletonema sp. 1.281 2.657 139.064 Chaetacheros sp. 41.653 30.270 244.766 Thallasoitrix sp. 6 11 7 Simbella sp. 2 Pleurosigma sp. 28 15 50 Rhizosolenia sp. 40 67 75 Bidulpia sp. 8 13 13 Bacteriastrum sp. 6 8 4 Navicula sp. 5 Total 53.232 34.377 385.331 Jumlah taksa 13 13 13 Kepadatan indm 2 133,1 85.942,3 963.327,5 Keanekaragaman H 0,33 0,23 0,73 Keseragaman E 0,13 0,09 0,29 Dominansi D 0,01 0,004 0,35 56

5.1.7. Struktur Komunitas Makrozoobentos

Hasil penghitungan makrozoobentos pada setiap stasiun pengamatan menujukkan bahwa jumlah spesies yang terjaring sebanyak 6 spesies Tabel 12. Dari hasil perhitungan tersebut, kelimpahan makrozoobentos pada setiap stasiun pengamatan menujukkan penyebaran yang merata. Kelimpahan makrozoobentos di muara sungai tertinggi dibandingkan dengan di stasiun 2 dan 3. Di muara sungai stasiun 1, kelimpahan makrozoobentos yang terjaring sebanyak 200 indm 3 , sedangkan pada jarak 500 m dan 1000 m masing-masing sebesar 163 dan 132 indm 3 Tabel 12 . Hasil analisis struktur komunitas makrozoobentos pada setiap stasiun pengamatan Kelimpahan indm 3 Nama Spesies 1 muara sungai 2 500 m 3 1000 m 1. Barbatia sp. 7 3 2. Chione undotella 15 32 28 3. Mactra sp. 175 122 101 4. Triptip sp. 3 5. Turitella bacillum 3 6. Tellina sp. 0 3 3 Total 200 163 132 Jumlah taksa 4 5 3 Kepadatan indm 2 500 408 330 Keanekaragaman H 0,37 0,76 0,62 Keseragaman E 0,09 0,47 0,56 Dominansi D 0,77 0,60 0,63 Pada stasiun 1 di muara sungai, komposisi tertinggi yang ditemukan adalah jenis Mactra sp. yaitu sebesar 87,5, disusul oleh jenis Chione undotella sebesar 7,5 dan jenis Barbatia sp. sebesar 3,5, serta jenis lainnya dengan komposisi 0 sampai 2 . Makrozoobentos jenis Mactra sp. dan Chione undotella masih memiliki komposisi tinggi pada stasiun 2 dan 3. Jenis Mactra sp. pada stasiun 2 memiliki komposisi tertinggi sebesar 74,8 disusul oleh jenis Chione undotella sebesar 19,6 dan untuk jenis lainnya memiliki komposisi berkisar antara 0 sampai 2 . Komposisi jenis Mactra sp. pada stasiun 3 sebesar 75,5 disusul oleh jenis Chione undotella sebesar 36,09 dan jenis lainnya memiliki komposisi dibawah 1. 57 Struktur makrozoobentos yang ditemukan pada setiap stasiun pengamatan. Kepadatan dan Indeks keanekaragaman H’ dapat menunjukkan status suatu perairan. Pada stasiun 1 muara sungai kepadatan makrozoobentos menunjukkan nilai tertinggi, dengan indeks keragaman dan indeks keseragaman yang terendah. Indeks keanekaragaman H’ dan keseragaman jenis E tertinggi terdapat pada stasiun 2, walaupun memiliki kepadatan yang hampir sama dengan stasiun 1 muara sungai, hal tersebut menandakan bahwa pada stasiun 2 jenis spesies yang ditemukan lebih banyak dari pada stasiun 1 muara sungai dan keragaman antar spesies pada lebih tinggi pada stasiun 2 yang berjarak 500 m dari pelabuhan. Pada setiap stasiun pengamatan, indeks keanekaragaman jenis H’ masih di bawah 1 yang menunjukkan bahwa kondisi komunitas makrozoobentos tersebut tidak stabil yang diduga karena kondisi perairan yang tercemar berat. Sedangkan indeks keseragaman jenis E pada setiap stasiun pengamatan mendekati 1 yang menandakan bahwa kekayaan individu pada masing-masing spesies sangat jauh berbeda dan diduga karena kondisi komunitas tidak stabil karena kondisi pencemaran yang terjadi pada perairan tersebut.

5.1.8. Beban Pencemaran Dan Kapasitas Asimilasi

5.1.8.1. Beban Pencemaran Di Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa

Beban pencemaran merupakan besarnya bahan pencemar yang masuk ke suatu perairan. Bahan-bahan pencemar tersebut masuk ke perairan melalui sungai, oleh karena itu penghitungan nilai beban pencemar dilakukan terhadap parameter-parameter kualitas perairan di sekitar muara sungai. Beban pencemaran perairan dari limbah berbagai kegiatan di luar kawasan pelabuhan yang masuk ke badan perairan pelabuhan melalui sungai-sungai yang bermuara ke perairan pelabuhan, didekati berdasarkan nilai beberapa parameter indikator limbahpencemaran dan debit sungai. Beberapa parameter indikator pencemaran yang ditinjau untuk dilihat beban pencemarnya adalah BOD, COD, TSS, nitrat, amonia, fosfat, logam Pb dan Cd. 58 Pada penelitian ini, beban pencemar diprediksi masuk ke perairan sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa melalui Sungai Ciliwung. Debit air Sungai Ciliwung pada saat pengambilan sampel sebesar 4,59 m 3 dtk. Hasil analisis parameter- parameter penentu pencemaran secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Perhitungan beban pencemaran BP perairan Pelabuhan Sunda Kelapa yang berasal dari Sungai Ciliwung hanya dilakukan terhadap parameter-parameter yang penting yang diprediksi dapat menyebabkan gangguan ekologis terhadap perairan. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, parameter-parameter tersebut terdiri dari BOD 5 , COD, TSS, nitrat, ammonia, fosfat, logam berat Pb dan Cd Hasil Penghitungan beban pencemaran parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 13 . Tabel 13 . Hasil perhitungan beban pencemaran yang masuk Perairan Sunda Kelapa Parameter Beban Pencemar tonbulan TSS 538,02 BOD 5 62,14 COD 2.159,40 NO 3 2,34 NH 3 2,89 PO 4 1,32 Pb 1,45 Cd 0,40 Berdasarkan Tabel 13, beban pencemaran sungai tertinggi untuk masing- masing parameter adalah parameter COD sebesar 2.159,4 tonbulan, sedangkan beban pencemar terendah adalah untuk parameter logam berat Cd sebesar 0,4 tonbulan. Beban limbah yang masuk sangat dipengaruhi juga oleh kegiatan masyarakat dan industri di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung yang masuk ke badan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa. Beban pencemar untuk parameter COD, TSS dan BOD diduga berasal dari industri pengolahan dan limbah domestik yang banyak mengandung bahan-bahan organik. Kondisi status Kota Jakarta yang multifungsi, sebagai pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, industri selektif, ekonomi, dan aktivitas perdagangan lainnya, membuat beban kerawanan Jakarta dalam pencemaran meningkat, tetapi 59 walaupun demikian sumber bahan pencemar di perairan pelabuhan juga dimungkinkan bersumber dari aktivitas pelabuhan itu sendiri. Tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa yang rendah akan memicu kondisi kehidupan sosial yang tidak mengindahkan kebersihan lingkungan, berdasarkan pemantauan peneliti pada saat pengambilan sampel terlihat adanya sampah dan limbah domestik yang terakumulasi di sekitar pemukiman warga di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa pemukiman luar batang. Hal tersebut menyebabkan permukaan air di sekitar pemukiman tersebut sebagian besar tertutup oleh sampah yang menyebabkan warna air laut berubah menjadi hitam dan berbau, yang berasal dari tumpukan sampah tebal yang sudah membusuk.

5.1.8.2. Kapasitas Asimilasi Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa.

Penghitungan kapasitas asimilasi pada penelitian ini dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan metode hubungan antara kualitas air dengan beban limbahnya. Nilai kapasitas asimilasi ditentukan dari grafik hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter pencemar di perairan dengan beban pencemar di muara sungai, kemudian dianalisa dengan membandingkan dengan garis baku mutu air laut yang diperuntukkan untuk biota laut berdasarkan KepMen LH No.02 tahun 1988 dan KepMen LH No.51 tahun 2004. Nilai titik perpotongan antara grafik hubungan konsentrasi parameter kualitas air di perairan dan beban limbahnya di muara sungai dengan baku mutu merupakan nilai kapasitas asimilasi perairan dari parameter tersebut. Nilai kapasitas asimilasi dan fungsi hubungan antara parameter pencemar dengan beban pencemaran di muara dapat dilihat pada Tabel 14. Fungsi y 1 menunjukkan kualitas perairan pada jarak 500 m dari muara sungai, sementara fungsi y 2 menunjukkan kualitas perairan pada jarak 1000 m dari muara sungai, masing- masing fungsi dihitung kapasitas asimilasinya. Sudah atau belum terlampauinya kapasitas asimilasi menunjukkan tinggi- rendahnya beban pencemar yang masuk ke perairan, serta lebih tinggi atau rendahnya konsentrasi pada saat ini dibandingkan dengan baku mutunya. Belum terlampauinya kapasitas asimilasi menunjukkan bahwa beban yang masuk masih 60 rendah, kemudian nilai ambang batas baku mutunya pun lebih tinggi dari kondisi konsentrasi saat ini. Berarti bahan-bahan yang masuk dapat mengalami proses- proses difusi dan proses lainnya di dalam lingkungan perairan yang lebih baik dari parameter yang lainnya yang kapasitas asimilasinya sudah terlampaui. Tabel 14 . Fungsi hubungan beban pencemaran di sungai dengan konsentrasi parameter pencemar di perairan pelabuhan, dan kapasitas asimilasinya Perairan Kapasitas Asimilasi tonbulan Parameter Fungsi y 1 Fungsi y 2 R 1 2 R 2 2 Beban Pencemaran tonbulan Baku Mutu BM x 1 x 2 TSS y 1 = 0,038x + 0,421 y 2 = 0,033x – 2,952 0,959 0,974 538,02 80 2104,16 2513,6 BOD 5 y 1 = 0,086x – 1,308 y 2 = 0,051x + 0,757 0,918 0,618 62,14 20 247,77 377,31 COD y 1 = 0,0696x + 30,778 y 2 = 0,102x – 39,80 0,646 0,893 2,159,40 80 512,73 1361,36 NO 3 y 1 = 0,096x – 0,005 y 2 = 0,088x + 0,014 0,985 0,973 2,34 0.008 0,135 -0,068 NH 3 y 1 = 0,082x + 0,016 y 2 = 0,092x - 0,005 0,998 0,995 2,89 0,3 3,46 3,82 PO 4 y 1 = 0,087x - 0,025 y 2 = 0,097x - 0,051 0.991 0,791 1,32 0,0015 0,46 0,68 Pb y 1 = 0.111x – 0,005 y 2 = 0,072x – 0,004 0,9995 0,9998 1,45 0,05 0,496 0,75 Cd y 1 = 0,077x + 0,004 y 2 = 0,073x + 0,008 0,982 0,932 0,40 0,01 0,078 0,027 Hasil analisis kapasitas asimilasi parameter TSS di perairan pelabuhan Sunda Kelapa menunjukkan bahwa nilai kapasitas asimilasi pada jarak 500 m, sebesar 2104,16 tonbulan, sedangkan nilai kapasitas asimilasi pada jarak 1000 m sebesar 2513,6 tonbulan Gambar 22. Kedua nilai kapasitas asimilasi tersebut masing-masing ditentukan dari persamaan y 1 = 0,038x + 0,421 dengan R 2 = 0,96, dan y 2 = 0,033x – 2,95 dengan R 2 = 0,97. Dilihat dari gambar tersebut, nilai parameter TSS pada semua titik pengamatan pada jarak 500 m dan 1000 m masih belum melewati nilai kapasitas asimilasinya. Hal tersebut diduga karena beban pencemar TSS yang masuk ke Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa PPSK masih rendah dan masih dapat ternetralisir oleh aktivitas dinamika perairan. 61 Gambar 22 . Grafik regresi antara beban limbah TSS di muara dengan konsentrasi TSS pada jarak 500 dan 1000 m. Gambar 23 memperlihatkan bahwa hubungan antara beban limbah BOD di muara sungai dengan konsentrasi BOD pada jarak 500 dan 1000 m dari Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan model linier dengan persamaan masing-masing y 1 = 0,086x – 1,31 dengan R 2 = 0,92, dan y 2 = 0,051x + 0,757 dengan R 2 = 0,62. Garis perpotongan hubungan linier dengan baku mutunya diperoleh nilai kapasitas pada masing-masing jarak 500 dan 1000 m sebesar 247,77 dan 231,31 tonbulan. Dilihat dari gambar tersebut, titik-titik pengamatan pada kedua jarak di atas belum melewati nilai kapasitas asimilasinya, demikian juga nilai konsentrasi pada kedua jarak diatas belum melebihi ambang batas baku mutunya. Dengan demikian dapat dikatakan perairan sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa pada jarak 500 m dan 1000 m dari pelabuhan masih di bawah kapasitas asimilasinya. Nilai BOD 5 berhubungan dengan kebutuhan oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik yang berasal dari limbah domestik masyarakat dan industri pengolahan yang ada di sekitar bantaran Sungai Ciliwung yang mengalir ke perairan Pelabuhan Sunda Kelapa. Nilai beban pencemar BOD 5 yang belum melewati kapasitas asimilasinya diduga karena jumlah sampah organik yang masuk ke perairan sudah mulai berkurang karena terbawa arus laut keperairan yang lebih jauh atau karena sampah-sampah tersebut sudah banyak terurai oleh mikroorganisme di muara sungai. Baku Mutu = 80 mgl 20 40 60 80 100 120 500 1000 1500 2000 2500 3000 500 m U 1 U 2 U 3 BM 1000 m y 2 = 0,033x – 2,95 R 2 = 0,97 y 1 = 0,038x – 0,421 R 2 = 0,96 Konsentrasi TSS di PPSK mgl Load TSS di muara tonbulan 62 Gambar 23 . Grafik regresi antara beban limbah BOD 5 di muara dengan konsentrasi BOD 5 pada jarak 500 dan 1000 m. Pada Gambar 24, parameter COD pada jarak 500 dan 1000 m, regresi yang diperoleh masing-masing adalah y 1 = 0,069x + 30,778; R2 = 0,65, dan y 2 = 0,102x - 39,8; R2 = 0,89. Hasil perpotongan antara masing-masing persamaan tersebut dengan garis baku mutu menghasilkan nilai kapasitas asimilasi untuk jarak 500 m dari Pelabuhan Sunda Kelapa sebesar 512,73 tonbulan, sedangkan pada jarak 1000 m dari pelabuhan sebesar 1361,36 tonbulan, sehingga perairan Pelabuhan Sunda Kelapa dalam kondisi berada di atas kapasitas asimilasinya. Gambar 24. Grafik regresi antara beban limbah COD di muara dengan konsentrasi COD pada jarak 500 dan 1000 m. -200 200 400 600 800 1000 1200 500 1000 1500 2000 2500 3000 Load COD di muara tonbulan BM u1 u2 u3 y 2 =0,102x – 39,8 R 2 = 0,89 y 1 = 0,0696x + 30,78 R 2 = 0,65 1000 m 500 m Baku Mutu = 20 mgl -5 5 10 15 20 25 50 100 150 200 250 300 Load BOD 5 di muara tonbulan 500 m 1000 m BM U1 U2 U3 y 1 = 0,086x – 1,308 R 2 = 0,92 y 2 = 0,051x + 0,757 R 2 = 0,62 Konsentrasi BOD 5 di PPSK mgl Konsentrasi COD di PPSK mgl 63 Kondisi parameter pencemar COD yang sudah berada di atas kapasitas asimilasinya menandakan bahwa perairan Pelabuhan Sunda Kelapa sudah tidak dapat menetralisir bahan pencemar COD melalui mekanisme hidrodinamika proses pencampuran dan pembilasan perairan, karena banyaknya bahan pencemar berupa bahan organik non biodegradable yang masuk ke perairan. Hasil regresi untuk parameter nitrat NO 3 pada jarak 500 dan 1000 m dari Pelabuhan Sunda Kelapa menghasilkan persamaan regresi masing-masing y 1 = 0,096x – 0,005; R 2 = 0,985, dan y 2 = 0,088x + 0,014; R 2 = 0,97. Nilai kapasitas asimilasi pada jarak 500 m dari pelabuhan sebesar 0,135 tonbulan, sedangkan untuk jarak 1000 m dari pelabuhan sebesar -0,068 tonbulan, baik pada jarak 500 m maupun pada jarak 1000 m terlihat bahwa hasil penelitian sudah melampaui nilai kapasitas asimilasinya berarti perairan sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa sudah tercemar nitrat NO 3 Gambar 25. Hal tersebut diduga karena besarnya beban bahan pencemar nitrat yang masuk ke perairan yang berasal dari limbah antropogenik, dan sudah tidak dapat ternetralisir oleh aktivitas hidrodinamika perairan. Menurut Effendi 2003, kadar nitrat yang melebihi 5 mgl menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Gambar 25 . Grafik regresi antara beban limbah NO 3 di muara dengan konsentrasi NO 3 pada jarak 500 dan 1000 m. Pada Gambar 26 terlihat bahwa parameter amonia NH 3 pada jarak 500 dan 1000 m dari Pelabuhan Sunda Kelapa menghasilkan persamaan regresi masing- Baku Mutu = 0,008 mgl -0,1 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 2 4 6 8 Load NO 3 di muara tonbulan 500 m 1000 m BM u1 u2 u3 y 1 = 0,096x – 0,005 R 2 = 0,985 y 2 = 0,088x + 0,014 R 2 = 0,98 Konsentrasi NO 3 di PPSK mgl 64 masing adalah y 1 = 0,082x + 0,015; R 2 = 0,998, dan y 2 = 0,092x - 0,005; R 2 = 0,995. Nilai kapasitas asimilasi pada jarak 500 m dari pelabuhan sebesar 3,46 tonbulan, sedangkan untuk jarak 1000 m dari pelabuhan sebesar 3,82 tonbulan, hal tersebut menandakan bahwa pada jarak 500 m maupun pada jarak 1000 m terlihat bahwa hasil penelitian belum melampaui nilai kapasitas asimilasinya, berarti beban sumber pencemar amonia yang masuk ke perairan Pelabuhan Sunda Kelapa besar dan sudah tidak dapat ternetralisir oleh aktivitas hidrodinamika perairan. Amonia merupakan komponen dari pupuk urea yang banyak dipakai sebagai sarana produksi pertanian di daerah pertanian sekitar pinggiran Jakarta dan Bogor, limbah pupuk urea tersebut merupakan salah satu sumber limbah amonia yang terbawa sungai ke perairan Pelabuhan Sunda Kelapa. Sumber limbah amonia lainnya adalah produksi bahan kimia asam nitrat, amonium fosfat, amonium nitrat, dan amoniun sulfat, industri bubur kertas dan kertas pulp dan paper. Selain itu tinja dari mahluk hidup yang hidup di air maupun dari masyarakat yang hidup di bantaran Sungai Ciliwung merupakan sumber limbah yang banyak mengeluarkan amonia. Amonia di perairan dapat juga berasal dari proses reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses udara atmosfer, limbah industri dan domestik. Gambar 26 . Grafik regresi antara beban limbah NH 3 di muara dengan konsentrasi NH 3 pada jarak 500 dan 1000 m. Baku Mutu = 0,3 mgl -0,1 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 2 4 6 8 Load NH 3 di muara tonbulan 500 m 1000 m BM U1 U2 U3 y 2 = 0,092x – 0,005 R 2 = 0,995 y 1 = 0,0826x + 0,016 R 2 = 0,998 Konsentrasi NH 3 di PPSK mgl 65 Gambar 27 memperlihatkan grafik regresi parameter PO 4 hasil penelitian pada jarak 500 dan 1000 m. pada gambar tersebut terlihat bahwa model analisis regresi untuk jarak 500 m adalah y 1 = 0,087x – 0,025 dengan R 2 = 0,991, sedangkan untuk jarak 1000 m adalah y 2 = 0,09x – 0,051; R 2 = 0,79. Nilai kapasitas asimilasi pada kedua jarak tersebut adalah 0,46 dan 0,68 tonbulan. Nilai parameter PO 4 pada jarak 500 dan 1000 m, keduanya berada di atas nilai kapasitas asimilasinya sehingga dapat dikatakan bahwa perairan sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa sudah tercemar parameter fosfat PO 4 , karena sumber pencemar fosfat yang masuk ke perairan besar dan sudah tidak ternetralisir oleh aktivitas hidrodinamika perairan. Tingginya parameter fosfat tersebut diduga disebabkan oleh tingginya beban limbah pertanian di daerah pinggiran kota Jakarta dan Bogor. Selain itu limbah penghasil fosfat juga dimungkinkan kegiatan industri yang ada di Kota Jakarta. Fosfor banyak digunakan sebagai pupuk, sabun atau detergen, industri keramik, minyak pelumas, produk minuman dan makanan, katalis dan sebagainya. Pada industri, polifosfat ditambahkan langsung untuk mencegah terjadinya pembentukan karat dan korosi pada peralatan logam. Kadar fosfor pada perairan alami berkisar antara 0.005 – 0.02 mgl P-PO 4 Effendi, 2003. Gambar 27 . Grafik regresi antara beban limbah PO 4 di muara dengan konsentrasi PO 4 pada jarak 500 dan 1000 m. Baku Mutu = 0,015 mgl -0,1 -0,05 0,05 0,1 0,15 0,2 0,5 1 1,5 2 2,5 Load PO 4 di muara tonbulan 500 m 1000 m BM u1 u2 u3 y 2 = 0,097x – 0,051 R 2 = 0,79 y 1 = 0,087x – 0,025 R 2 = 0,99 Konsentrasi PO 4 di PPSK mgl 66 Hasil analisis regresi parameter kandungan Pb pada jarak 500 dan 1000 m terlihat bahwa model analisis regresi untuk jarak 500 m adalah y1 = 0,111x – 0,005 dengan R 2 = 0,9995, sedangkan untuk jarak 1000 m adalah y2 = 0,072x – 0,004; R 2 = 0,9998. Nilai kapasitas asimilasi pada kedua jarak tersebut adalah 0,496 dan 0,75 tonbulan Gambar 28. Nilai parameter Pb pada jarak 500 dan 1000 m, keduanya rata-rata berada di atas nilai kapasitas asimilasinya sehingga dapat dikatakan bahwa perairan sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa sudah tercemar Pb. Gambar 28 . Grafik regresi antara beban limbah Pb di muara dengan konsentrasi Pb pada jarak 500 dan 1000 m. Pada Gambar 29 terlihat bahwa grafik regresi parameter cadmium Cd pada jarak 500 dan 1000 m dari Pelabuhan Sunda Kelapa menghasilkan persamaan regresi masing-masing adalah y 1 = 0,077x + 0,004; R 2 = 0,98, dan y 2 = 0,037x - 0,008; R 2 = 0,932. Nilai kapasitas asimilasi untuk Cd pada jarak 500 m dari pelabuhan sebesar 0,078 tonbulan, sedangkan untuk jarak 1000 m dari pelabuhan sebesar 0,027 tonbulan, hal tersebut menandakan bahwa pada jarak 500 m beban pencemar Cd belum melebihi kapasitas asimilasinya sedangkan pada jarak 1000 m beban pencemar Cd sudah melebihi kapasitas asimilasinya, sehingga dapat dikatakan pada jarak 1000 m perairan sudah tercemar Cd. Sedangkan pada jarak 500 m perairan belum tercemar Cd. -0,1 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,5 1 1,5 2 2,5 Load Pb di muara tonbulan 500 m 1000 m BM u1 u2 u3 y 1 = 0,111x – 0,005 R 2 = 0,9995 y 2 = 0,072x – 0,004 R 2 = 0,9998 Konsentrasi Pb di PPSK mgl 67 Gambar 29 . Grafik regresi antara beban limbah Cd di muara dengan konsentrasi Cd pada jarak 500 dan 1000 m. Kandungan logam Pb dan Cd yang tinggi di perairan sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa disebabkan oleh limbah industri yang terbawa oleh Sungai Ciliwung. Kandungan beberapa logam seperti Pb, Cd, dan Hg di beberapa lokasi di Perairan Teluk Jakarta cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan industri di Jakarta Hutagalung, 1994. Logam berat dalam perairan akan terakumulasi dalam organisme pada tingkatan tropik yang tertinggi. Pada tingkatan tropik yang rendah ataupun pada tingkat produsen sekalipun banyak ditemukan kandungan logam berat. Sebagai contoh kandungan logam Pb banyak ditemukan pada jenis kerang hijau di Teluk Jakarta Hutagalung, 1994. Baku Mutu = 0,01 mgl -0,02 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16 0,18 0,5 1 1,5 2 2.5 Load Cd di muara tonbulan 500 m 1000 m BM u1 u2 u3 y 1 = 0,077x + 0,004 R 2 = 0,982 y 2 = 0,073x + 0,008 R 2 = 0,932 Konsentrasi Cd di PPSK mgl

VI. KESIMPULAN DAN SARAN