15 diperluas penanamannya sampai ke Bihar, Bengal Barat dan Tamil Nadu untuk di
ekspor ke Eropa melalui jalur laut Gambar 2.3 Byrne 2016. Selama diberlakukannya politik tanam paksa pada abad XIX di Indonesia pabrik indigo
pernah berpusat di desa Bumi Segoro Kabupaten Magelang yang berdekatan dengan kompleks Candi Borobudur Eksplorasi Komunikasi Pribadi, 2014
Gambar 2.4
Gambar 2.4 Jejak pabrik indigo di P. Jawa pada masa tanam paksa. A. Peta lokasi pabrik indigo di desa Bumi Segoro Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah panah; B. Bekas pondasi pabrik indigo; C. Pasta indigo bentuk blok yang diekspor ke Eropa pada masa penjajahan Belanda
Sumber: Kwan Hwie Liong, Komunikasi Pribadi, 2014
A B
C
Gambar 2.3 Jalur perdagangan indigo dari India ke Eropa melalui Indonesia Byrne 2006
16 Tumbuhan penghasil indigo dibudidayakan di Amerika Tengah, Mesir,
Jepang, Cina, Asia Tengah, India, Indonesia dan Italia sampai abad XX. Perkembangan selanjutnya produksi serta ekspor berkurang sejalan dengan
ditemukannya indigo sintetis oleh Adolf von Baeyer yang menemukan indigo sintetis dari bahan batubara pada tahun 1865 Teresinha 2016. Namun sampai saat
ini produksi indigo alami dari I. tinctoria masih bertahan di India Tamil Nadu, dan Indonesia Flores serta Yogyakarta sebagai pewarna kain tenun dan batik.
2.5 Penggunaan Data Molekuler
Berdasarkan metode deteksinya, penanda molekuler secara garis besar dibagi menjadi tiga kelompok yaitu 1 marka berbasis hibridisasi seperti
Restriction Fragment Length Polymorphism RFLP, 2 marka berbasis PCR, seperti Random Amplified Polymorphic DNA RAPD, Amplified Fragment Length
Polymorphism AFLP, Inter-Simple Sequence Repeat ISSR, SSR, dan 3 marka berbasis sekuens DNA seperti Single Nucleotide Polymorphism SNP Semagn et
al. 2006. Manfaat marka molekuler dalam pemuliaan adalah lebih mengefisienkan pemuliaan konvensional. Seleksi dapat dilakukan lebih awal serta langsung pada
sifat yang diinginkan jika marka tersebut terpaut dengan sifat tertentu Azrai 2006. Identifikasi perbedaan individu tanaman dapat menggunakan marka
molekuler untuk perlindungan kultivar tanaman Pabendon 2009.
Menurut Powell et al. 1996, beberapa pertimbangan untuk penggunaan marka mikrosatelit dalam studi genetik di antaranya 1 SSR terdistribusi secara
melimpah dan merata dalam genom, variabilitasnya sangat tinggi banyak alel dalam lokus, sifatnya kodominan dan lokasi genom dapat diketahui; 2 memiliki
reproduksibilitas dan ketepatan yang sangat tinggi; 3 alat bantu yang sangat akurat untuk membedakan genotipe, evaluasi kemurnian benih, pemetaan, dan seleksi
genotipe untuk karakter yang diinginkan; 4 terbukti bagus untuk studi genetika populasi serta analisis diversitas genetik. Bahkan Powell et al. 1996
membuktikan dari empat marka molekuler yang diuji RFLP, RAPD, AFLP dan SSR, marka SSR memiliki kandungan informasi kemampuan untuk
membedakan genotipe yang paling tinggi untuk mengevaluasi plasma nutfah kedelai dibandingkan dengan marka molekuler yang lain.
Marka SSR telah digunakan untuk mengkaji keberagaman genetik di tingkat jenis maupun infrajenis. Penggunaan marka SSR pada tingkat infrajenis berhasil
mengungkap kekerabatan dan pemetakan populasi Arachis hypogea liar di Brazil Moretzsohn et al. 2004, struktur populasi, aliran gen dan keberagaman genetik
dari 4 populasi Enterolobium contortisiliquum Moreira et al. 2012.