Kuantitas Indikan dan Indigo pada Umur Tanam dan Tingkat Perkembangan Daun Berbeda

80 Jenis I. suffruticosa dikoleksi dari enam wilayah meliputi Cisimut, Kebumen, Imogiri, Turi, Citepus, dan Lorok. Hasil analisis menunjukkan kandungan indikan pada I. suffruticosa berbeda nyata P0.05 antar lokasi berbeda, kecuali pada lokasi Citepus, Lorok dan Turi Lampiran 7. Kandungan indikan tertinggi pada I. suffruticosa yang dikoleksi dari wilayah Cisimut, Banten dan terkecil dari koleksi Lorok, Pacitan Gambar 4.34. Kandungan indikan pada I. tinctoria juga berbeda nyata P0.05 untuk berbagai lokasi Gambar 4.35 Lampiran 7. Koleksi dari P. Flores khususnya dari Wairklei, Kotauning, Permatasari, Wairbleler, dan Hoder, memiliki kandungan indikan lebih tinggi dibandingkan dengan koleksi dari P. Jawa dan P. Madura. Rerata kandungan indikan tertinggi dimiliki oleh I. tinctoria koleksi P. Flores, yaitu dari Wairklei. Kandungan indikan terendah dari seluruh koleksi didapatkan dari Serang, Banten. Dalam penelitian ini dianalisis kandungan C, N dan hara mikro tanah Mn, Zn, Cu, Fe, serta pH tanah pada 30 lokasi koleksi sampel. Hasil analisis regresi antara kandungan indikan terhadap unsur hara mikro diperoleh persamaan: Iy=5.8+1.8C-12.3N-0.2Fe-0.21Cu+0.24Zn+0.07Mn-0.86pH, dengan nilai R 2 = 0.354. Persamaan tersebut memberi makna, secara keseluruhan faktor unsur hara mikro menyumbangkan kontribusi sebesar 35.4 terhadap kandungan indikan pada Indigofera, sementara 64.6 ditentukan oleh faktor yang lain. Peningkatan unsur C sebesar 1 akan meningkatkan indikan 1.8 gkg; peningkatan 1 unsur N akan menurunkan indikan sebesar 12.3 gkg; peningkatan 1 ppm unsur Fe dan Cu akan menurunkan kadar indikan sebesar 0.2 gkg dan 0.21 gkg; sementara peningkatan unsur Mn sebesar 1 ppm akan menaikkan kandungan indikan 0.07 gkg; faktor pH tanah memberi pengaruh besar terhadap indikan, peningkatan 1 derajat keasaman pada tanah akan menurunkan kandungan indikan sebesar 0.86 gkg. Kontribusi terbesar terhadap kenaikan indikan terjadi pada unsur Mn, terlihat kenaikan 1 ppm akan meningkatkan indikan sebesar 3.12 gkg, sedangkan unsur N Gambar 4.34 Kadungan indikan jenis I.suffruticosa pada tujuh lokasi pengambilan sampel. Garis vertikal di atas tiap balok data menunjukkan galat baku 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 Cisimut Citepus Kebumen Imogiri Turi Lorok K an dun ga n i n di ka n gkg Lokasi eksplorasi I. suffruticosa 81 berperan sangat kecil terhadap produksi indikan dengan kenaikan 1 hanya meningkatkan indikan sebesar 0.0008 gkg. Peningkatan unsur Zn sebesar 1 ppm akan menaikkan indikan 0.447 gkg. Unsur hara C juga berkontribusi terhadap kenaikan indikan sebesar 4, dengan peningkatan 1 akan menaikkan indikan 0.0537 gkg. Kandungan indikan tertinggi dijumpai pada I. suffruticosa yang berasal dari Cisimut Banten. Kandungan indikan terendah juga pada jenis yang sama dari aksesi Sakawayana, Pelabuhan Ratu. Data nutrisi hara tanah di wilayah Cisimut memiliki kandungan Mn tertinggi dibandingkan wilayah lain, yaitu sebesar 101.97 ppm Tabel 4.8 . Dengan demikian, hasil analisis berkorelasi baik secara total maupun per unsur, dan kontribusi Mn terhadap kandungan indikan memiliki korelasi yang positif. Dengan kandungan Mn yang tinggi dalam tanah maka akan menaikkan kandungan indikan pada tanaman. Defisiensi Mn mengakibatkan nekrosis pada daun tua dan chlorosis pada daun muda. Dengan terganggunya fotosintesis dalam daun akan mempengaruhi produksi indikan dalam daun Pessarakli 2015. Nitrogen dalam tanah diserap oleh tumbuhan dalam bentuk ion ammonium NH 4 + , dan ion nitrat NO 3 - . Dalam hasil analisis, kontribusi N sangat kecil dan bahkan jika dalam konsentrasi tinggi akan menurunkan kandungan indikan. Fungsi N dalam tanah membantu pertumbuhan tanaman. Tanaman dapat tumbuh serta mampu memberi hasil baik jika tumbuh pada tanah yang menunjang tegaknya tanaman, tidak mempunyai lapisan penghambat perkembangan akar, aerasi baik, pH di sekitar netral dan tersedia unsur hara serta air yang seimbang. Fungsi nitrogen sebagai pupuk dalam tanah adalah untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman Hardjowigeno 2003. Dalam beberapa hasil penelitian oleh Dianita 2012 dan Infitria 2015 mengungkapkan bahwa unsur N merupakan unsur hara 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 K an dun ga n i n di ka n gkg Lokasi eksplorasi I. tinctoria Gambar 4.35 Kandungan indikan jenis I.tinctoria dari 17 wilayah yang berbeda. Garis vertikal di atas tiap balok data menunjukkan galat baku 82 utama yang menguntungkan tumbuhan untuk pertumbuhan, produksi dan pertumbuhan kembali regrowth pada I. zollingeriana. Peningkatan peranan N dalam pertumbuhan dan produksi tidak berkorelasi dengan peningkatan alkaloid. Tabel 4.8 Kandungan C, N, mikronutrien Fe, Zn, Mn, Cu pada 30 lokasi pengambilan sampel Indigofera No Populasi C N Fe ppm Zn ppm Mn ppm Cu ppm 1 Andulang 0.5±0.01 0.08±0.02 3.0±0.0 7.5±0.1 21.1±0.1 0.0±0 2 Bambanglipuro 1.2±0.2 0.15±0.06 0.3±0.6 2.4±0.6 19.2±8.5 1.0±0 3 Burneh 0.5±0.0 0.09±0.01 14.0±0.0 4.3±0.3 61.5±0.2 2.0±0 4 Cisimut 2.3±0.6 0.20±0.03 4.0±0.0 3.1±0.1 101.3±0.6 0.0±0 5 Citepus 3.4±0.2 0.29±0.01 3.0±0.0 10.5±0.3 31.1±0.2 0.0±0 6 Gapuro 0.5±0.0 0.09±0.02 3.0±0.0 7.4±0.1 19.1±0.1 0.0±0 7 Hoder 0.3±0.1 0.07±0.03 1.7±0.6 1.8±0.7 4.9±1.0 0.0±0 8 HPK 0.6±0.0 0.09±0.02 14.0±0.0 4.1±0.0 61.6±0.2 2.0±0 9 Imogiri 1.4±0.2 0.15±0.02 0.0±0.0 0.4±0.1 2.4±0.3 0.0±0 10 Jukporong 0.9±0.0 0.13±0.06 1.0±0.0 2.4±0.4 53.8±0.2 0.0±0 11 Karangantu 1.4±0.1 0.17±0.03 0.0±0.0 2.2±0.1 31.4±0.1 0.0±0 12 Kebumen 2.7±0.3 0.19±0.02 12.3±8.1 5.3±2.8 66.2±46.2 2.7±2.3 13 Kerek 0.6±0.0 0.07±0.02 0.0±0.0 0.0±0.0 79.9±1.1 0.0±0 14 Kotauning 1.1±0.2 0.14±0.03 0.3±0.6 8.1±4.0 9.2±0.4 0.0±0 15 Lorok 0.9±0.0 0.17±0.06 3.0±0.0 12.7±0.1 24.8±0.1 5.0±0 16 Minomartani 0.8±0.2 0.10±0.04 2.3±1.2 1.7±1.2 5.2±3.7 0.7±0.6 17 Nainggolan 1.9±0.0 0.18±0.02 8.0±0.0 5.2±0.1 16.8±0.1 0.0±0 18 Naiora 1.06±0.0 0.08±0.01 0.0±0.0 0.0±0.0 0.1±0.1 0.0±0 19 Onnarunggu 0.70.0 0.07±0.01 0.0±0.0 0.4±0.0 3.5±0.2 0.0±0 20 Pacar 0.7±0.4 0.09±0.05 8.3±6.4 4.0±3.2 60.9±4.5 5.7±0.4 21 Pakhandang 0.5±0.0 0.07±0.02 3.0±0.0 7.6±0.3 20.1±0.1 0.0±0 22 Permatasari 0.2±0.2 0.08±0.03 0.7±1.2 9.1±4.5 5.2±2.4 0.0±0 23 Sadeng 2.5±1.8 0.32±0.24 0.7±1.2 0.6±1.0 11.7±4.0 0.3±0.6 24 Simanindo 1.7±0.4 0.14±0.05 6.3±2.9 4.2±1.7 16.2±1.0 0.0±0 25 Tanahcileng 0.6±0.0 0.08±0.01 14.0±0.0 4.1±0.1 61.6±0.2 2.0±0 26 Tlanakan 3.9±0.0 0.23±0.06 0.0±0.0 0.0±0.0 4.1±0.0 0.0±0 27 Trisik 1.4±0.2 0.18±0.04 0.0±0.0 2.7±0.1 24.1±0.2 1.0±0 28 Turi 1.3±0.1 0.16±0.03 0.0±0.0 0.4±0.1 2.4±0.3 0.0±0 29 Wairbleler 2.0±0.2 0.17±0.02 0.33±0.58 1.1±0.2 7.4±0.9 0.0±0 30 Wairklei 0.87±0.3 0.09±0.01 2.00±0.00 7.5±0.1 14.1±6.2 0.0±0 Hasil analisis yang menyebutkan bahwa kontribusi unsur N adalah 0.1 terhadap kandungan indikan sejalan dengan beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa nutrisi dalam tanah tidak dapat berdiri sendiri dalam meningkatkan kandungan metabolit sekunder Jansen et al. 2012. Pendapat senada dikemukakan oleh Hossain et al. 2014; Sales et al. 2006; Oberthur et al. 2004; Zhou et al. 2011; Monaco et al. 2005, yang mengatakan bahwa untuk 83 meningkatkan kandungan indikan baik pada Isatis tinctoria maupun pada Indigofera dipengaruhi oleh pH tanah, faktor kesuburan tanah, temperatur lingkungan, intensitas cahaya, cekaman terhadap air, umur tanaman, waktu panen dan daun umur tanaman.

4.2.4 Keberagaman Ciri Agronomi pada Indigofera Pewarna

Pertumbuhan ke empat jenis Indigofera membentuk kurva sigmoid. Pertumbuhan tajam terjadi pada hari ke 100 sampai 160 dan konstan pada hari ke 160 sampai 180. Pada hari ke 170. I. suffruticosa dan I. arrecta mencapai tinggi maksimal 163 dan 164 cm dan lebih tinggi dibandingkan dengan I. tinctoria 146.7 cm dan I. longeracemosa 153.1 cm Gambar 4.36. Umur tanaman saat berbunga pertama kali berbeda nyata p0.05 antara keempat jenis. Indigofera berbunga pertama kali pada umur 76 –105 hari. Jenis I. tinctoria berbunga lebih cepat dibandingkan dengan ketiga jenis lainnya, yaitu 74 hari. Jenis I. suffruticosa dan I. arrecta berbunga ketika umur 77 hari dan 94 hari. Jenis I. longeracemosa baru berbunga ketika tanaman berumur 105 hari Tabel 4.9. Umur berbunga pada Indigofera berbeda untuk setiap wilayah dan negara, bergantung pada ketersediaan unsur hara tanah dan kondisi lingkungan. Umur berbunga pertama kali pada I. tinctoria dan I. suffruticosa yang ditanam di Bangladesh antara 60 sampai 90 hari Jahan et al. 2013. Berbeda dengan hasil penelitian Hassen et al. 2006, umur berbunga pertama kali pada I. arrecta yang ditanam di Pretoria, Afrika Selatan adalah rata-rata 131 hari. Umur tanaman berbunga menjadi ciri penting dalam melakukan pemangkasan daun pertama kali. Menurut penelitian Sandoval-Salas et al. 2006 produksi maksimal indikan pada I. suffruticosa mencapai puncak pada tanaman 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 20 40 60 80 100 120 140 160 180 T in g g i tan am an c m Umur hari Gambar 4.36 Tinggi tanaman empat jenis Indigofera selama 180 hari. = I. suffruticosa; = I. arrecta; = I. tinctoria; = I. longeracemosa 84 berumur tujuh hari sebelum berbunga antara 136 sampai 150 hari dengan kandungan indikan maksimal mencapai 34 gkg daun kering, setelah itu kandungan indikan akan menurun hingga 2. Ciri agronomi yang lain seperti umur bunga, umur buah, diameter kanopi dan berat basah juga berbeda nyata p0.05 antara jenis. Umur bunga dihitung dari munculnya tunas bunga sampai bunga mekar pada bunga paling ujung pada tandan bunga. Umur bunga paling pendek pada I. tinctoria yaitu 21 hari, sedangkan umur bunga paling lama pada I. arrecta yaitu 26 hari. Umur buah dihitung dari selesainya seluruh bunga mekar pada setiap tandan sampai buah berwarna cokelat. Rata-rata umur buah 24 –40 hari. Umur buah terpendek pada I. arrecta sedangkan umur buah terlama pada I. tinctoria. Tabel 4.9 Ciri agronomi pada empat jenis Indigofera penghasil pewarna yang ditanam pada lahan percobaan Cikabayan, Faperta IPB Ciri agronomi I.arrecta I.longeracemosa I.suffruticosa

I.tinctoria

Umur berbunga hr 94.40 b 105.53 c 77.44 a 76.28 a Umur bunga hr 26.40 c 24.00 b 21.87 a 21.57 a Umur buah hr 24.07 a 36.00 b 34.31 b 40.28 c Tinggi rata-rata cm 164.00 b 123.80 a 160.25 b 148.80 b Jumlah cabang 24.86 a 54.26 b 23.18 a 25.78 a Diameter kanopi cm 95.00 a 169.20 c 111.10 a 142.05 b Berat basah daun dan ranting kg 0.42 a 0.90 b 0.36 a 0.35 a Keterangan: a : Angka pada setiap baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 DMRT Tinggi tanaman berbeda nyata p0.05 antara I. longeracemosa dengan ketiga jenis lainnya, tetapi tidak berbeda nyata p0.05 antara I. arrecta dengan I. tinctoria dan I. suffruticosa. Sampai umur tanaman 167 hari, tinggi tanaman berkisar 123.8 –164.0 cm, tanaman tertinggi 164.0 cm pada I. arrecta dan terendah 123.8 cm pada I. longeracemosa. Tiga ciri agronomi yaitu jumlah cabang, diameter kanopi dan berat basah daun dan ranting berbeda nyata p0.05 antara I. longeracemosa dengan ketiga jenis lainnya Tabel 4.10. Jumlah cabang tertinggi ditemukan pada I. longeracemosa dan terendah pada I. suffruticosa. Diameter kanopi terpanjang terdapat pada I. longeracemosa, terpendek pada I. arrecta. Berat basah tanaman pada umur 144 hari berbeda nyata p0.05 antara I. longeracemosa dengan I. arrecta, I. suffruticosa, dan I. tinctoria. Berat basah tertinggi pada I. longeracemosa, dan terendah pada I. tinctoria Gambar 4.37. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan jumlah cabang dan diameter kanopi berkorelasi negatif dengan tinggi pohon, tetapi berkorelasi positif dengan berat basah pada jenis Indigofera. Berat basah daun dan ranting dari seluruh jenis ditimbang pada saat tanaman berumur 144 hari. Rerata berat basah adalah 0.25 –1.5 kg per pohon. Berat basah terendah ditemukan pada I. tinctoria dan tertinggi pada I. longeracemosa. Jenis I. longeracemosa memiliki jumlah cabang terbanyak dan diameter kanopi terlebar sehingga produksi lebih tinggi. Produksi berat basah pada I. tinctoria, I. suffruticosa dan I. arrecta yang ditanam di lahan Cikabayan lebih kecil hasilnya dibandingkan produksi yang ditanam pada lahan Magelang. Musim tanam antara jenis yang ditanam di lahan Magelang dengan lahan Cikabayan sama yaitu pada musim 85 kemarau Februari –Juni tetapi perbedaan terletak pada kadar air media. Lahan tanam Magelang mengandung kadar air tinggi sehingga tanaman tidak mengalami cekaman air, sedangkan lahan Cikabayan merupakan lahan kebun dengan kadar air terbatas. Meskipun setiap tujuh hari lahan disiram air namun musim tanam pada lahan Cikabayan memiliki suhu lingkungan tinggi dan curah hujan rendah. Curah hujan yang rendah serta suhu udara yang tinggi pada bulan Februari – Agustus 2015 menyebabkan kerontokan daun pada I. tinctoria, I. arrecta, dan I. suffruticosa, tetapi kerontokan daun tidak terjadi pada I. longeracemosa. Jenis I. longeracemosa mampu mempertahankan produksi daun dan bertahan dari kerontokan saat musim kemarau dan suhu udara tertinggi Gambar 4.38. Produksi berat basah pada panen pertama kali ketika berumur 144 hari tertinggi pada I. longeracemosa disusul I. arrecta, I. suffruticosa dan terkecil pada I. tinctoria. Produksi hasil tahunan pada I. arrecta dan I. tinctoria dilaporkan bervariasi bergantung pada lahan, musim, cara budi daya dan produksi brangkalan dari I. arrecta lebih tinggi dibandingkan dengan I. tinctoria, berturut-turut 22 –200 tonha dan 10 –13 tonha Lemmens dan Wessel-Riemens 1992. Jumlah cabang yang tinggi dan lebar kanopi menentukan jumlah daun dalam tanaman Indigofera. Jumlah daun menentukan jumlah pasta indigo yang dihasilkan dalam proses fermentasi. Sejalan dengan hasil penelitian Bechtold et al. 2002 bahwa yang produksi indigo dicapai secara maksimal pada saat dicapai berat basah maksimum dari tanaman. Hasil penelitian Angelini et al. 2003 menunjukkan bahwa peningkatan produksi daun berat basah daun pada tanaman P. tinctorium diikuti oleh peningkatan kandungan indikan. Produksi maksimal berat basah daun dicapai pada bulan Juni ketika tanaman berumur 4 bulan, demikian pula produksi indikan yang dihasilkan oleh tanaman Isatis tinctoria Angelini et al. 2007. 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 I. arrecta I. longeracemosa I. suffruticosa I. tinctoria B er at b as ah kg Jenis Indigofera Gambar 4.37 Berat basah daun dan ranting pada empat jenis Indigofera setelah ditanam pada lahan percobaan Cikabayan Faperta IPB 86 Pada kondisi curah hujan terendah dan suhu lingkungan relatif tinggi, jenis I. longeracemosa mampu beradaptasi dengan menunjukkan variasi warna kebiruan pada daun dan ketebalan anak daun. Kemampuan adaptasi dari I. longeracemosa ditunjukkan dengan kemampuannya untuk menekan tingkat kerontokan daun dan tetap berproduksi tinggi. Selain itu I. longeracemosa memiliki keunggulan pada ciri agronomi lain yaitu: umur tanaman terlama untuk berbunga pertama kali, jumlah cabang terbanyak, diameter kanopi terpanjang dan berat basah terberat dibandingkan dengan ketiga jenis yang lain.

4.3 Keberagaman Morfologi dan Genetik I. tinctoria

4.3.1 Keberagaman dan Keserupaan Morfologi

Jenis I. tinctoria tersebar pada 33 lokasi dari tiga pulau yang dieksplorasi P. Jawa, P. Madura, dan P. Flores dari total 103 lokasi yang dieksplorasi. Berdasarkan hasil eksplorasi, I. tinctoria ditemukan tumbuh meliar. Jenis ini bervariasi pada beberapa ciri yaitu bentuk tajuk, pangkal daun, kerapatan trikom pada daun, warna daun segar, warna daun kering, kerapatan bunga dalam tandan, bentuk bendera, keberadaan rambut dalam kepala sari; ukuran dan warna buah matang; jumlah biji dalam buah; remnan dalam buah dan ornamen biji. I. tinctoria memiliki perawakan perdu, tinggi antara 0.37 ‒2.99 m, diameter tajuk mencapai 0.47‒2.23 m. Batang berkayu, dengan diameter terbesar 15.9 mm dan percabangan yang rapat berjumlah 14‒145 per pohon. I. tinctoria memiliki bentuk tajuk tiga macam yaitu membundar, Gambar 4.38 Respon Indigofera terhadap curah hujan rendah dan suhu udara tinggi pada musim kemarau Juli –September 2015. A. I. longeracemosa; B. I. tinctoria; C. I. suffruticosa; D. I. arrecta D A B C 87 piramida dan tidak teratur Gambar 4.39. Pada umumnya bentuk tajuk yang ditemukan berbentuk piramid 31. Daun segar berwarna hijau kebiruan sampai hijau kebiruan gelap, tetapi sebagian besar daunnya berwarna hijau kebiruan 66. Analisis hubungan antara 28 ciri morfologi dengan korelasi Pearson menunjukkan beberapa ciri memiliki korelasi tinggi dan positif. Sebanyak 11 ciri yang memiliki nilai koefisien korelasi tertinggi dan positif dengan r = 1, yaitu antara pangkal daun dan ukuran biji, warna daun segar dan remnan pada pangkal buah, warna daun segar dan warna polong saat tua,warna daun segar dan ukuran polong, warna daun segar dan jumlah biji, keberadaan remnan dan warna polong saat tua, keberadaan remnan dan ukuran polong, keberadaan remnan dan jumlah biji, warna polong tua dan ukuran polong, warna polong saat tua dan jumlah biji, ukuran polong dan jumlah biji. Analisis gugus terhadap 74 individu I. tinctoria dari P. Jawa, P. Madura dan P. Flores menghasilkan dendrogram dengan nilai koefisien keserupaan 0.3 1‒1, dengan demikian terdapat keberagaman antar individu sebesar 0 –69 Gambar 4.40. Nilai koefisien yang tinggi mendekati 1 menunjukkan keserupaan morfologi yang tinggi antara individu I. tinctoria bahkan beberapa individu identik. Seluruh individu I. tinctoria mengelompok pada koefisien keserupaan 0.31. Pada koefisien keserupaan 0.33, tanaman I. tinctoria memisah dalam dua cabang. Cabang A menyatukan seluruh I. tinctoria dari P. Jawa dan P. Madura yang dikoleksi dari 16 lokasi sedangkan cabang B mengelompokkan koleksi dari P. Flores. Kedua cabang mengindikasikan adanya keserupaan ciri morfologi pada individu I. tinctoria yang berasal dari lokasi yang sama. Cabang B menunjukkan keserupaan yang tinggi dibanding cabang A. Koleksi dari P. Jawa dan P. Madura disatukan oleh ciri pangkal daun tumpul, warna daun segar hijau kebiruan, daun penumpu berambut biramus dan beruntutan tunggal pada bagian tepi, ukuran bunga mekar kurang dari 12.7 mm, bentuk bendera membelah ketupat, membundar telur melebar, letak trikom pada kepala sari di ujung, warna polong cokelat, ukuran polong kurang dari 43 mm, jumlah biji 7 –13, biji tidak berornamen, dan memiliki ukuran biji besar kurang dari 2.3 mm. Pada koefisien keserupaan 0.60 semua populasi dari Sumenep Pakandhangan, Gapura, dan Andhulang mengelompok dan terpisah dari lokasi P. Jawa dan P. Madura menjadi cabang A lainnya. 50 cm 50 cm Gambar 4.39 Bentuk tajuk I. tinctoria. A. Membundar, B. tidak beraturan, C. Piramida 25cm C A B 88 Gunungkidul Bangkalan Pamekasan Sampang Cirebon Gunungkidul Sumenep Kotauning Waioti Wairblel er Banten Tuban B A B2 B1 P. Flores Kulonprogo Bantul P. Jawa P. Madura Gambar 4.40 Dendrogram 74 koleksi I.tinctoria berdasarkan karakter morfologi yang dibangun dengan indek keserupaan SM dan metode UPGMA