Keberagaman Genetik I. tinctoria Berdasarkan Marka SSR

99 digunakan adalah perawakan, warna alur pada batang, arah tumbuh percabangan, bentuk cabang ujung, warna batang muda, bentuk anak daun, arah perbungaan, kerapatan bunga dalam tandan, kedudukan tandan buah dengan batang, arah tumbuh polong, bentuk polong, bentuk ujung polong, bentuk biji, ornamen pada biji, dan trikom pada kepala sari. Kegiatan eksplorasi Indigofera Indonesia di lima pulau dalam penelitian ini hanya menemukan 9 jenis, yaitu I. longeracemosa, I. arrecta, I. galegoides, I. hirsuta, I. linifolia, I. suffruticosa, I. tinctoria, I.trifoliata, dan I. zollingeriana. Populasi I. longeracemosa hanya ditemukan di Desa Wonosari dan dalam jumlah terbatas. Jenis ini tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Jenis I. longeracemosa di Jawa merupakan tanaman introduksi dari Madagaskar dan dahulu masyarakat di Jawa memanfaatkannya sebagai pupuk hijau Backer dan Bakhuizen van den Brink 1963. Saat ini sebaran geografi I. longeracemosa meliputi Afrika, India dan Indonesia khususnya di Jawa. Jenis ini di Madagaskar dan India dimanfaatkan sebagai obat Premalatha et al. 2014. Ciri spesifik pada I. longeracemosa yang ditemukan di Desa Wonosari, Minomartani, Sleman, Yogyakarta dan tidak dilaporkan oleh Backer dan Bakhuizen van den Brink adalah: tajuk melebar di bagian atas dengan arah pertumbuhan cabang utama membentuk sudut 45 o –90 , arah pertumbuhan cabang mendatar, sehingga permukaan daun menghadap ke atas; bentuk pertumbuhan batang muda zig-zag; daun segar berwarna hijau keabu-abuan, sedangkan daun kering berwarna abu-abu sampai abu- abu gelap; polong menyilinder, permukaan kulit mengkilap; buah matang cokelat tembaga. Bentuk polong silindris dan lurus dijumpai juga pada I. arrecta tetapi jenis ini memiliki buah matang cokelat dengan permukaan kulit buah kusam. Penapisan Indigofera penghasil warna dari sembilan jenis yang berhasil ditemukan selama kegiatan eksplorasi dengan menggunakan metode perendaman daun menunjukkan empat jenis mengandung indikan sebagai prekursor indigo. Warna permukaan daun kering, terutama permukaan atas, dapat dijadikan indikator untuk jenis-jenis yang dapat dimanfaatkan sebagai penghasil pasta indigo. Keempat jenis yang daunnya mengandung indikan, yaitu I. longeracemosa, I. arrecta, I. suffruticosa, dan I. tinctoria memiliki permukaan atas dan bawah daun kering berwarna hijau kebiruan, abu-abu kehijauan, keabu-abuan, sampai abu-abu. Jenis I. hirsuta di Jawa sebelumnya dilaporkan digunakan sebagai pewarna oleh De Kort dan Thijsse 1984. Namun pada penelitian penapisan jenis-jenis pewarna ini dibuktikan bahwa I. hirsuta tidak dapat digunakan sebagai pewarna karena tidak menghasilkan pasta indigo, dan melalui uji HPLC menunjukkan bahwa ekstrak daun jenis ini tidak mengandung indikan. Kualitas warna yang diwarnai dengan pasta indigo yang dihasilkan oleh I. longeracemosa, I. arrecta, I. suffruticosa, I. tinctoria memiliki nilai 4-5 berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 7617:2013 untuk ketahanan luntur dan penodaan warna terhadap pencucian pada 40 C, keringat asam dan basa, serta penekanan panas dan terang sinar. Nilai tersebut menunjukkan bahwa warna yang dihasilkan oleh keempat jenis tersebut memiliki kualitas yang bagus. Namun, Ekstrak daun empat jenis Indigofera pewarna mengandung indikan dan menghasilkan pasta indigo yang berbeda kuantitasnya. Ketika ditanam pada waktu dan lokasi yang sama di lahan percobaan Cikabayan, I. longeracemosa menghasilkan pasta indigo tertinggi di antara tiga jenis Indigofera pewarna yang lain. Selain menghasilkan indigo paling tinggi, I. longeracemosa juga memiliki ciri 100 agronomi yang lebih baik dari tiga jenis Indigofera pewarna lainnya pada ciri jumlah cabang, lebar kanopi, berat basah daun per individu, dan tinggi tanaman. Selain itu, jenis ini memiliki ketahanan terhadap kekeringan terlihat dari daun- daunnya tidak rontok meskipun berada pada musim kering dengan curah hujan 0 mm selama dua bulan berturut-turut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa I. longeracemosa memiliki potensi tinggi dalam menghasilkan daun dan indigo yang lebih baik. Pembatik dan penenun mempunyai pilihan sumber pewarna indigo selain I. tinctoria. Berdasar kemampuan adaptasinya untuk dataran tinggi maka akan lebih baik jika dipilih I. arrecta, sedangkan untuk dataran rendah dan cenderung kering lebih tepat untuk dibudidayakan I. longeracemosa. Kandungan indigo tertinggi dihasilkan oleh ekstrak daun muda dan daun tua pada umur tanaman 210 hari dihasilkan oleh I. longeracemosa, tetapi tidak ada perbedaan antara daun muda dan daun tua pada ketiga jenis lainnya. Ekstrak daun, yang dipanen lebih awal setelah 124 atau 144 hari setelah tanam menghasilkan indigo lebih rendah. Seluruh jenis menghasilkan kandungan indigo tinggi pada umur tanam 210 hari, dibandingkan umur 124 hari dan 144 hari. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi pembatik, penenun, dan pembuat pasta indigo. Analisis keserupaan dan pengelompokan koleksi I. tinctoria asal P. Jawa, P. Madura, dan P. Flores menunjukkan koefisien keserupaan yang rendah 0.31. Hasil ini menggambarkan bahwa keberagaman antarpopulasi tinggi 0.69. Populasi I. tinctoria asal P. Flores mengelompok dan memisah dengan kelompok asal P. Jawa dan P. Madura pada koefisien keserupaan 0.32. Ciri morfologi yang khas dijumpai pada koleksi asal Flores adalah daun segar berwarna hijau gelap kebiruan, jumlah biji lebih dari 13 dan masih adanya remnan pada buah masak, dan absennya trikom pada kepala sari. Selain itu pengelompokan koleksi Flores dari Jawa dan Madura juga didukung data hasil eksplorasi di lapangan yang menunjukkan adanya ciri spesifik aksesi Flores pada ketebalan daun, warna daun segar hijau biru gelap, warna buah matang kemerahan dan warna buah matang coklat kemerahan. Warna daun segar hijau kebiruan gelap hanya ditemukan pada daun segar koleksi dari Pulau Flores, sementara pada koleksi dari Pulau Jawa dan Madura memiliki warna daun segar hijau kebiruan. Warna daun yang berbeda dapat terjadi pada I. tinctoria dari wilayah berbeda karena adanya proses adaptasi terhadap faktor lingkungan seperti suhu dan intensitas cahaya. Suhu dan intensitas cahaya di Pulau Flores memiliki kisaran lebih tinggi dibandingkan wilayah lain, mencapai 30‒34 o C dan 1016‒1174 lux. Menurut hasil penelitian Soladaye et al. 2010 faktor lingkungan juga dapat menyebabkan perbedaan ukuran dan jumlah daun pada I. suffruticosa antar wilayah. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan kandungan pigmen tanaman meningkat dengan peningkatan sinar radiasi matahari Alenius et al. 1995; Liu et al. 1995. Warna buah matang cokelat kemerahan dapat digunakan sebagai penanda I. tinctoria dari Pulau Flores. Ciri tersebut belum pernah dilaporkan oleh peneliti terdahulu. Warna cokelat kemerahan ini dapat disebabkan adanya adaptasi terhadap perbedaan kondisi lingkungan baik suhu udara, kelembaban, dan intensitas cahaya. Selain warna buah, warna bunga juga berbeda, warna bunga pada koleksi dari P. Flores memiliki warna merah, berbeda dengan koleksi dari P. Jawa dan P. Madura yang berwarna merah jambu. Perbedaan warna bunga pada Indigofera juga terjadi pada populasi yang mendiami wilayah dengan kondisi iklim berbeda dan warna 101 bunga merah jambu ditemukan pada populasi Indigofera yang mendiami bioma padang rumput, sedangkan warna merah ditemukan pada populasi yang mendiami wilayah iklim kering. Ciri tersebut merupakan ciri paling adaptif pada Indigofera terhadap lingkungan yang kering seperti di Afrika Selatan Schrire 2005; Schrire et al, 2009. Ciri lain yang spesifik terdapat pada I. tinctoria koleksi dari Pulau Flores adalah daun sisa remnant pada buah, yang sejatinya adalah bendera bunga yang persistent, rambut yang padat pada tepi lunas dan sayap, ukuran ovari lebih panjang, lobus kaliks lebih panjang, panjang gagang buah dan ovari gundul. Namun demikian, beberapa ciri yang menunjukkan ketidakkonsistenan dan mengalami perubahan setelah ditanam pada lahan yang sama di kebun koleksi Magelang, adalah remnant, warna polong, warna daun segar, dan keberadaan trikom pada kepala sari. Ciri remnant ini tidak terlihat ketika koleksi dari Wairklei dan Kotauning yang ditanam pada lahan yang sama di Jawa data tidak ditampilkan. Warna polong, warna daun segar, dan keberadaan trikom pada kepala sari menjadi seragam dengan I. tinctoria asal wilayah lain di P. Jawa dan P. Madura. Berdasarkan profil DNA dengan 15 primer SSR, kelompok koleksi asal P.Flores ini memiliki koefisien keserupan 0.70 dengan koleksi asal Sumenep Madura Kulon Progo, Serang dan Bantul Jawa dan terpisah dengan koleksi dari daerah lain di Jawa dan Madura. Pada koefisien keserupaan 0.74 seluruh populasi Flores dan koleksi asal Sumenep dan Cirebon mengelompok. Mengelompoknya aksesi yang berasal dari Sumenep, Cirebon dan populasi lain dengan populasi asal P Flores pada koefisien keserupaan yang tinggi 50 ke dalam satu gugus menunjukkan bahwa populasi I. tinctoria tersebut memiliki tingkat kemiripan genetik yang tinggi. Perbedaan sebagian besar ciri morfologi antara populasi dari P. Flores dengan populasi dari P. Jawa terjadi karena adanya perbedaan habitat dan lingkungan. Berdasarkan fakta tersebut, maka pembentukan kategori infraspesies belum dapat dilakukan pada jenis ini. Dengan demikian populasi asal P. Flores tidak dapat ditetapkan sebagai suatu varietas dari jenis I. tinctoria. 102 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Keberagaman jenis Indigofera di Indonesia sampai saat ini berjumlah 18 jenis dan satu anakjenis. Jenis I. tinctoria memiliki sebaran terluas, sedangkan I. longeracemosa dengan sebaran tersempit. Ditemukannya I. longeracemosa di Desa Wonosari, Kecamatan Minomartani, Kabupaten Sleman, Yogyakarta merupakan konfirmasi keberadaan jenis tersebut di P. Jawa. Empat dari sembilan jenis Indigofera hasil eksplorasi lapangan meghasilkan pewarna biru yaitu I. longeracemosa, I. arrecta, I. suffruticosa, dan I. tinctoria. Warna yang dihasilkan keempat jenis tersebut memenuhi kualitas warna SNI dengan nilai bagus 4 –5. Satu jenis I. hirsuta populasi jawa yang sebelumnya diinformasikan mengandung pewarna terbukti tidak mengandung indikan. Warna permukaan atas daun kering dapat digunakan sebagai ciri dalam mengidentifikasi tanaman Indigofera penghasil pewarna. Warna permukaan atas daun kering pada Indigofera yang mengandung indikan memiliki warna hijau kebiruan sampai abu-abu kehijauan 27D2, 26E2, 30F2, hijau keabu-abuan 29D5, 30E6 sampai keabu-abuan 27D5, abu –abu 29F1. Warna daun kering pada Indigofera yang tidak mengandung indikan berkisar berwarna hijau 28F6 sampai hijau keabu-abuan 27E7, 27E6, 29E5, 28E7. Setiap jenis Indigofera pewarna menghasilkan warna biru yang berbeda pada kain. Pasta I. tinctoria menghasilkan warna biru keabu –abuan 21E6, 22E6 sampai biru gelap 22F5, 22F7, 22F8, pewarnaan dengan I. suffruticosa menghasilkan kain berwarna biru pudar 22E5 sampai biru keabu-abuan 21E6, 22E6, warna biru keabu-abuan 22E6 dengan I. longeracemosa dan pewarnaan dengan I. arrecta menghasilkan warna biru pudar 22E5. Pada lahan percobaan di Cikabayan, I. longeracemosa memiliki keunggulan dalam kandungan indikan, indigo dan ciri agronomi, serta tahan terhadap curah hujan rendah selama dua bulan berturut-turut dibandingkan dengan I. arrecta, I. suffruticosa, dan I. tinctoria. Kandungan indikan tertinggi hasil eksplorasi lapangan dimiliki oleh I. arrecta, sedangkan pada hasil tanam di lahan percobaan di Magelang dan Cikabayan terdapat pada I. longeracemosa. Kandungan indikan tertinggi dicapai ketika tanaman berumur 124 hari, dan menurun sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Pada perkembangan daun muda dan daun tua, kandungan indikan pada I. longeracemosa dan I. suffruticosa lebih tinggi dari I. arrecta dan I. tinctoria. Kandungan indigo tertinggi pada empat Indigofera hasil tanam di Magelang dimiliki oleh I. suffruticosa sedangkan hasil tanam di Cikabayan tertinggi pada I. longeracemosa. Pada tanaman berumur 210 hari produksi indigo tertinggi dibandingkan umur tanaman 124 dan 144 hari. Keberagaman morfologi yang tinggi pada populasi

I. tinctoria

mengelompokkan populasi I. tinctoria asal P. Flores yang terpisah dari kelompok populasi asal P. Jawa dan P. Madura. Ciri warna daun segar, bentuk pangkal daun, warna polong saat tua, remnan pada buah, dan warna daun kering permukaan bawah merupakan ciri yang berperan dalam pengelompokan I. tinctoria koleksi dari P. Flores.