Analisis Indigofera Penghasil Pewarna

24 5 dalam gray scale; nilai 4 = perubahan warna sesuai dengan tingkat ke 4 dalam gray scale. Tingkat nilai ketahanan luntur dari 1 sampai 5. Penilaian penodaan warna pada kain putih di dalam pengujian tahan luntur warna, dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain putih yang dinodai dan kain putih yang tidak ternodai, terhadap perbedaan yang digambarkan staining scale, dan dinyatakan dengan nilai kekhromatikan adam seperti gray scale. Nilai penodaan warna berkisar 1 –5 seperti pada hasil nilai perubahan warna. Pengujian Ketahanan Luntur Warna Terhadap Keringat Asam dan Basa Prosedur pengujian ketahanan luntur warna terhadap keringat dimulai dengan memotong kain contoh uji yang berwarna biru, kain putih dengan serat sejenis dengan contoh uji dan kain pasangannya berukuran 4 x 10 cm 2 . Kain contoh uji dijahit di antara kedua kain putih pada sisi yang pendek. Kain putih yang digunakan berjumlah 6 jenis yaitu asetat, katun, poliamide, poliester, akrilik dan wol, sedangkan kain pasangannya adalah viskos, wol, viskos, dan tiga potong kain kapas. Kain yang telah dijahit direndam dalam larutan keringat buatan selama 30 menit. Kain contoh uji diangkat, diperas, kemudian diletakkan di antara 2 lempeng kaca, dipasang pada perspiration tester dan diberi tekanan 12.5 kPa. Selanjutnya alat uji yang berisi kain uji dimasukkan ke dalam tungku pengering pada suhu 37± 2 o C, selama 4 jam. Setelah kering, kain uji dilepas dari perspiration tester untuk dikering anginkan. Pengujian dilakukan dengan ulangan 3 kali. Penilaian ketahanan luntur warna dilakukan dengan membandingkan dengan warna pada gray scale, dan penodaan warna pada kain putih dibandingkan dengan staining scale. Nilai perubahan warna dan penodaan warna berkisar 1‒5. Nilai 1 jika perubahan warna dan penodaan warna sesuai dengan tingkat ke 1 dalam gray scale dan staining scale, dan nilai tertinggi adalah 5 jika tidak ada perubahan warna seperti yang ditunjukkan tingkat ke 5 dalam gray scale dan staining scale. Pengujian Ketahanan Luntur Warna Terhadap Penekanan Panas Uji ketahanan luntur warna terhadap penekanan panas dilakukan dua macam, yaitu uji penekanan panas kering dan uji penekanan panas basah. Cara uji ketahanan luntur warna dengan penekanan panas kering dilakukan dengan meletakkan sampel kain uji berukuran 5 × 20 cm dipotong diagonal di atas sepotong kain putih pada permukaan halus dan horizontal. Kain diseterika dengan suhu sesuai jenis kain, dan jenis kain katun diseterika dengan suhu 204 o C sampai 218 o C selama 10 detik. Kain uji dievaluasi perubahan warnanya dengan cara membandingkan dengan standar warna pada gray scale. Untuk mengevalusi nilai penodaan warna, proses uji dilakukan dengan cara sama dengan pada uji sebelumnya tetapi kain uji ditutup dengan kain putih kering baru diseterika dengan suhu dan waktu sama. Nilai penodaan warna dievaluasi dengan membandingkan warna yang terdapat pada standar staining scale. Uji ketahanan luntur warna terhadap penekanan panas basah dilakukan dengan membasahi kain uji dan kain putih dengan air suling pada suhu kamar sampai mencapai penyerapan basah 100. Kain uji diletakkan di atas kain putih dan ditutup dengan kain putih basah dan diseterika dengan suhu 204 sampai 218 o C selama 15 detik. Perubahan warna dan penodaan warna dinilai dengan membandingkan warna pada gray scale dan staining scale. Pengujian Ketahanan Luntur Warna Terhadap Panas Sinar Terang Prosedur pengujian ketahanan luntur warna terhadap panas sinar terang terdiri dari dua rangkaian uji, yaitu tahan luntur warna terhadap cahaya matahari dan tahan 25 luntur terhadap cahaya terang hari. Uji tahan luntur terhadap cahaya matahari dimulai dengan meletakkan standar celupan dan kain uji pada karton yang kemudian di atasnya ditutup dengan kertas dari bahan karton yang sama, yang menutupi sepertiga bagian dari standar celupan dan kain uji. Setiap standar celupan dan kain uji diberi penyinaran yang dilakukan pada hari cerah antara jam 9.00 sampai 15.00 WIB waktu setempat. Uji tahan luntur terhadap cahaya terang hari memiliki cara uji yang sama dengan cahaya matahari tetapi penyinaran dilakukan selama 24 jam tiap hari dan hanya diangkat untuk setiap pemeriksaan. Pengamatan pengaruh sinar terhadap standar celupan dengan seringkali membuka tutup. Penyinaran diteruskan sampai mendapatkan warna yang sama dengan nilai 4 pada gray scale antara daerah yang ditutupi dengan yang disinari. Jika masih ada kain uji dan standar celupan yang masih memiliki nilai dibawah 4 dari gray scale maka penyinaran tetap dilanjutkan sampai semua standar dan kain uji menunjukkan perubahan warna sesuai dengan nilai 4 pada gray scale.

3.2.2.3.2 Pengujian Kuantitas Indikan dan Indigo pada Indigofera dari

Lapangan dan Kebun Koleksi pada Lahan Percobaan di Magelang

3.2.2.3.2.1 Bahan Tanaman Koleksi Lapangan dan Kebun Koleksi

Sampel bahan untuk uji indikan diambil dari daun segar Indigofera hasil koleksi lapangan dan hasil koleksi hidup. Sampel daun untuk uji indikan diperlukan sebanyak 1kg bobot basah per nomor koleksi, dan masing-masing dibuat 3 kali ulangan. Selanjutnya sampel dikeringanginkan pada suhu kamar 30±2 o C selama 3 sampai 5 hari. Sampel daun yang telah dikeringanginkan dihaluskan dengan blender untuk dibawa ke laboratorium. Sambil menunggu proses preparasi, sampel dikemas dalam amplop dan disimpan dalam almari bersuhu 4 o C. Pengujian indikan dilakukan di Laboratorium Bioteknologi di Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi BPPT Serpong. Sampel biji untuk keperluan koleksi hidup dikoleksi dari 30 – 50 –100 individu untuk setiap populasi, dan sebanyak 50 biji untuk setiap sampel, tetapi jika tidak mencukupi maka dikoleksi biji sesuai yang tersedia di lapangan. Koleksi dilakukan di banyak tempat dan dipilih yang memiliki kisaran lingkungan berbeda. Sampel yang dikoleksi dari populasi dengan variasi morfologi berbeda, dipisahkan dan diberi nomor berbeda Rugayah et al. 2004. Koleksi biji dari lapangan, selanjutnya ditanam pada lahan percobaan di Magelang. Dari 24 nomor koleksi yang disemai, 22 nomor koleksi yang berhasil tumbuh di lahan tanam. Koleksi hidup ini digunakan untuk pengamatan pertumbuhan vegetatif, generatif, produksi berat basah serta mengukur kandungan indikan pada usia 83 hari. Selain itu semua hasil koleksi yang ditanam dibuat pasta indigo, serta untuk konservasi biji sebanyak 22 nomor koleksi mewakili 5 jenis untuk disimpan sebagai pelestarian plasma nutfah Lampiran 1 3 .

3.2.2.3.2.2 Penanaman pada Lahan Koleksi di Magelang

Lahan percobaan berukuran 17 x 53 m 2 yang memiliki penyinaran dan kemiringan yang sama. Rancangan percobaan dengan acak lengkap. Penempatan 26 nomor koleksi ditentukan dengan undian. Penanaman koleksi hidup dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: Persiapan Lahan Lahan percobaan dikeringkan dari genangan air selama 30 hari. Tanah digemburkan dengan cara dibajak, kemudian di buat bedeng berukuran ukuran 2 x 15 m 2 , jarak antar bedeng 1m. Setelah media tanam gembur, ditebarkan furadan untuk membunuh hama tanah dengan mendiamkan tanah sampai bebas hama dan benar-benar kering. Seluruh bedeng dipasang mulsa dan dibuat lubang tanam berjarak 60 cm. Jumlah bedeng 17 dengan arah bedeng utara ke selatan. Setiap nomor koleksi ditanam pada 2 bedeng, masing-masing bedeng ditanam 25 individu Gambar 3.5. Persemaian Biji Biji hasil koleksi dari lapangan diseleksi dengan cara di rendam dalam air selama 3 jam. Biji yang tenggelam sebagai indikasi biji viable dipilih untuk ditanam. Biji dikeringanginkan selama 30 menit selanjutnya disemai dalam plastik polibag berdiameter 2.5 cm. Setiap plastik polibag disemai 1 biji, kemudian plastik polibag disusun dalam nampan bambu dan diletakkan dalam bedeng pembibitan yang dinaungi atap untuk menghindari panas dan hujan. Untuk menjaga kestabilan suhu udara, di bagian atas atap plastik ditutup dengan daun pisang. Selama proses pembibitan dilakukan penyiraman setiap 2 hari sekali dengan sprayer. Semai dibiarkan sampai mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan siap untuk dipindahkan ke lapangan Gambar 3.5. Gambar 3.5 Koleksi hidup sembilan jenis Indigofera hasil eksplorasi lapangan. A. Bedeng semaian biji; B. Biji viabel; C. Semaian biji dalam plastik polibag semai; D. Bedeng penanaman; E. Tanaman usia 2 bulan; F. Tanaman koleksi usia 1 bulan di lahan tanam; G. Tanaman koleksi usia 83 hari B A C D E F G 27 Pemindahan Bibit Tanaman ke Lapangan Bibit yang siap dipindahkan ke lapangan, merupakan tanaman yang sehat, ditandai warna daun hijau segar, tidak layu dan ujung daun muda masih utuh. Bibit yang telah berumur 1 bulan dan mencapai tinggi 20 –25 cm, siap dipindah ke lahan tanam. Setiap nomor koleksi ditanam sebanyak 50 individu untuk tiga tujuan pengamatan. Tujuan pertama untuk mengamati pertumbuhan dan perkembangan vegetatif maupun generatif. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan dilakukan sampai tanaman menghasilkan buah matang. Jumlah tanaman yang diamati sebanyak 15 individu. Pengukuran pertumbuhan dilakukan setiap minggu. Tujuan kedua, untuk mengetahui berat basah pada usia 4 bulan, kandungan indikan, dan kandungan indigo dari 15 individu. Setelah dicatat berat basah setiap individunya, sampel diambil sebanyak 500 g untuk dianalisis kandungan indikan dengan 3 kali ulangan. Daun sisa hasil panen difermentasi untuk pembuatan pasta indigo. Tujuan ketiga, untuk mendapatkan biji sebagai koleksi plasma nutfah, tumbuhan dibiarkan sampai menghasilkan buah matang untuk dipanen dan dikoleksi bijinya. Pemanenan biji dilakukan pada waktu biji matang sampai usia tanaman tidak produktif pada usia 2 tahun. Parameter pertumbuhan yang diukur meliputi tinggi tanaman per minggu, jumlah cabang, lebar kanopi, jumlah tandan bunga setiap ranting, jumlah bunga dalam setiap tandan, jumlah tandan buah setiap ranting, jumlah buah dalam tandan, umur tanaman saat berbunga pertama, umur tanaman berbuah pertama, umur bunga mekar, umur tanaman saat buah matang, dan berat basah saat tanaman berumur 4 bulan.

3.2.2.3.2.3 Pengujian Kadar Indikan

Pengujian kadar indikan dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan indikan pada semua jenis Indigofera hasil koleksi dan untuk mengetahui perbedaan tingkat kandungan indikan pada masing-masing jenis Indigofera. Prosedur uji kandungan indikan meliputi pembuatan larutan standar dan preparasi. Pembuatan Larutan Standar Indikan Standar indikan dilarutkan dalam pelarut air dan asetonitril dengan perbandingan 75:25 Gilbert et al. 2004. Larutan standar dibuat dengan konsentrasi bertingkat kemudian dibuat kurva. Pengujian Kandungan Indikan Pengujian kandungan indikan didahului dengan preparasi. Beberapa metode preparasi yang telah dilakukan sesuai hasil penelitian dari: Kokubun et al. 1997, Maugar et al. 2001; Oberthur et al. 2004; Minami et al. 2000; Chanayat et al. 2002, Campeol et al. 2006; Laitonjam dan Wangkheirakpam 2011, namun indikan tidak terekstraksi dengan baik. Metode preparasi yang paling sesuai untuk Indigofera seperti yang dilakukan oleh Gilbert et al. 2004. Sebanyak 500 mg daun keringangin dimasukkan kedalam tabung gelas, dan ditambahkan 2 ml campuran antara H 2 O dan CH 3 CN dengan perbandingan 75 : 25, kemudian tabung gelas ditutup dan dipanaskan dalam water bath pada suhu 90 o C selama 2 menit. Selanjutnya material daun dipisahkan, sisa campuran didinginkan pada suhu 25 o C, kemudian, disentrifus selama 10 menit pada kecepatan 13.000 rpm. Larutan diambil sebanyak 200 µ L untuk dianalisis dengan HPLC. Sebanyak 10 µ L larutan sampel dimasukkan kedalam tabung untuk 28 diinjeksikan kedalam HPLC-DAD untuk identifikasi dan analisis secara kuantitatif. Preparasi dilakukan sebanyak tiga ulangan dengan mengadopsi metode yang dilakukan oleh Gilbert et al. 2004. Kondisi HPLC untuk Analisis Kuantitatif dan Kualitatif Indikan Analisis indikan dilakukan dengan menggunakan perangkat tipe HPLC 2695 Waters yang dilengkapi dengan alat detector fotodiode 2996 Waters. Pemisahan larutan dilakukan pada tipe UPLC BEH tipe kolom C18 ukuran partikel 5 µm, diameter 150 panjang 4.6 mm Waters. Metode pemisahan pada HPLC mengacu pada Gilbert et al. 2004 yang telah dimodifikasi. Pemisahan dalam HPLC dilakukan dengan fase gerak pada gadien yang mengandung eluen A dan B, di mana A adalah 0.2 asam trifluoro asetat TFA dalam air vv dan B adalah 0.2 TFA dalam metanol vv diikuti oleh gadien berikut: 15 ‒100 B dalam 23 menit dan 100 dalam 23‒27 menit pada laju alir 1 mlmenit. Temperatur pada kolom adalah 25 °C, volume sampel yang diinjeksikan adalah 10 ml, dan detektor ditetapkan pada 200 ‒600 nm. Kondisi LC-MSMS untuk Identifikasi Indikan secara Kualitatif Identifikasi indikan dilakukan dengan menggunakan sistem UPLC- QTOF-MSMS Waters yang tersusun dari sebuah Kromatogafi Cair Kinerja Ultra UPLC Acquity SDS dan spektrometer massa XEVO - G2QTOF. Pemisahan dilakukan pada tipe kolom acquity UPLC BEH C18, ukuran partikel 1.7 μm, dan dimensi: diameter 2.1 panjang 50 mm Waters. Pemisahan dengan UPLC dilakukan dengan fase gerak yang mengandung eluen A dan B pada gradien, di mana A adalah 0.1 asam format FA dalam air vv dan B 0.1 FA dalam asetonitril vv yang diikuti gradien berikut: 5 B dalam 1 menit, 5 –100 B dalam 1–6 menit dan 100 B dalam 6 –7.5 menit pada laju alir 0.3 mlmenit. Temperatur kolom adalah 40 °C, Volume injeksi adalah 5 ml. UPLC telah digabungkan ke MS dan MSMS dengan ionisasi electrospray ESI dalam mode ion positif dan scan dari mz 100 menjadi 400, dengan menggunakan tegangan kapiler 3 kV, tegangan dari 38 V, gas desolvation nitrogen pada suhu 300 °C dan laju aliran 600 Ljam, suhu sumber 120 °C, laju energi pada 10 –30 V argon.

3.2.2.3.2.4 Pengujian Kandungan Indigo pada Indigofera Koleksi Tanam

Pengujian kandungan indigo dilakukan untuk mengetahui kandungan indigo pada jenis Indigofera pewarna hasil tanam. Pengujian indigo pasta indigo melalui 3 tahapan yaitu pembuatan pasta indigo, uji kandungan indigo, dan pembuatan larutan standar indigo. Pembuatan pasta indigo dilakukan dengan prosedur sama seperti pada percobaan sebelumnya Gambar 3.4. Uji kandungan indigo, dilakukan dengan menimbang masing-masing sampel pasta indigo sebanyak 5.0 mg kemudian dilarutkan dalam 1.0 ml dimetilsulfoksida dan dihomogenkan dengan vortek sampai bercampur. Larutan selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 o C. Setelah dingin supernatan diambil sebanyak 200 mikro liter untuk diinjeksikan kedalam tabung reaksi dan selanjutnya dianalisis dalam HPLC. Pembuatan larutan standar indigo, dengan melarutan standar indigo dibuat dengan konsentrasi 1, 5, 30, 40, 50 ppm dalam pelarut dimetilsulfoksida DMSO. 29 3.2.2.3.3 Pengujian Kuantitas Indikan dan Indigo pada Umur Tanam dan Tingkat Perkembangan Daun Berbeda Bahan tanaman yang digunakan untuk menganalisis perbedaan ciri agronomi dan kandungan indikan digunakan empat nomor koleksi. Nomor koleksi 095 adalah I. arrecta koleksi dari Simanindo, Samosir, Sumatera Utara. Nomor koleksi 085 adalah I. longeracemosa koleksi biji dari Sleman, Yogyakarta. Nomor koleksi 025 I. tinctoria asal Tanah Cileng, Pamekasan, Madura, dan nomor koleksi 047 I. suffruticosa berasal dari Giriloyo, Bantul, Yogyakarta. Sampel bahan tumbuhan untuk menganalisis ciri agronomi dan kandungan indikan, dibenihkan di rumah kaca Fakultas Peternakan IPB. Lahan tanam yang digunakan seluas 14 x 10 m 2 di kebun percobaan Cikabayan Fakultas Pertanian IPB. Kebun percobaan memiliki penyinaran dan kemiringan yang sama. Penempatan jenis dilakukan secara acak. Koleksi hidup dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: Persemaian Biji Persemaian dilakukan di dalam nampan semai tray yang sudah berisi tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 4:1. Setiap lubang disemai satu biji Indigofera. Setelah usia tanaman satu bulan dan mencapai tinggi 10 –15 cm 2 , tanaman dipindahkan ke dalam plastik polibag berukuran 15 x 10 cm 2 . Penyiraman pada persemaian dilakukan setiap pagi dan sore hari Gambar 3.6. Persiapan Lahan Lahan percobaan dibersihkan dari gulma rumput. Tanah digemburkan dengan cara dibajak. Lahan dibagi menjadi empat blok. Setiap blok dibuat bedeng berukuran 3.75 x 6 m 2 sebanyak 6 bedeng, jarak antar bedeng 1 m. Blok 1 ditanami I. arrecta, blok 2 untuk I. suffruticosa, blok 3 ditanami I. tinctoria dan blok 4 ditanam I. longeracemosa Gambar 3.6. Pemindahan Bibit Tanaman ke Lapangan. Tanaman yang sudah berumur dua bulan dan mencapai tinggi 20 –25 cm siap dipindahkan ke lahan tanam. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 75 x 75 cm dan jarak antar bedeng 1 m Gambar 3.6. Pemasangan ajir dilakukan untuk melindungi tanaman dari angin. Ajir dibuat dari bambu dengan panjang 1 m dan dipasang tegak di setiap tanaman. Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian hama, penyiraman, pemasangan ajir, dan pemupukan. Pengendalian hama dilakukan secara manual dengan cara membuang serangga yang dilihat maupun secara kimia menggunakan insektisida. Satu bulan setelah penanaman dilakukan pemupukan dasar pupuk SP-36 150 kgha, KCL 200 kgha, dan urea 100 kgha Sirait et al. 2012. Parameter agronomi yang diamati meliputi: tinggi tanaman, jumlah cabang, diameter kanopi, bobot basah daun, umur berbunga, umur bunga, dan umur polong Krisnawati 2010; Abdullah et al. 2012. Pertumbuhan tanaman diukur setiap minggu sampai pertumbuhan mencapai konstan. Pemindahan ke lahan tanam dilakukan 25 Maret 2015, pengukuran dimulai 2 April 2015 hari ke 68. Pengukuran kandungan indikan dan indigo dimulai pada hari ke 124, 144, dan 210 setelah semai. Metode uji kandungan indikan dan indigo mengacu pada metode terdahulu Gilbert et al. 2004. 30

3.2.3 Analisis Keberagaman Genetik I. tinctoria Berdasarkan Ciri Morfologi

dan Marka SSR 3.2.3.1 Bahan dan Prosedur Pengamatan Morfologi

I. tinctoria

Bahan tanaman untuk analisis keberagaman genetik I. tinctoria berjumlah 74 individu yang dikoleksi dari berbagai lokasi di empat pulau di Indonesia, meliputi P. Jawa, P. Madura, P. Lombok, dan P. Flores, tetapi sampel asal dari P. Lombok tidak lengkap sehingga dalam analisis ini tidak disertakan Lampiran 1 4 . Pengamatan keberagaman genetik I. tinctoria dilakukan terhadap koleksi dari P. Jawa, P. Madura dan P. Flores. Pengamatan morfologi dilakukan terhadap 28 ciri dengan mengacu pada kriteria yang digunakan oleh Sanjappa 1985; Quiseda 1997; Wilson dan Rowe 2004, 2008; Valladares dan Niinemets 2007; Soladoye et al. 2010; Gafar et al. 2011; Gandi et al. 2011; Schrire et al. 2009; Adema 2011; Al Ghamdi 2011; dan Paulino et al. 2011 Lampiran 3. Sebanyak empat ciri baru digunakan dalam penelitian ini meliputi warna daun segar, warna permukaan atas daun kering, warna permukaan bawah daun kering, dan keberadaan trikom pada kepala sari. Gambar 3.6 Koleksi hidup empat jenis Indigofera pewarna di lahan percobaan Cikabayan. A. Persemaian bibit; B. Lahan tanam; C. Tanaman usia 3 bulan; D. Tanaman usia 4 bulan; E. Pemangkasan untuk diukur kandungan indikan dan indigo; F. Air rendaman daun dan ranting; G. Serbuk daun untuk diukur kandungan indikan; H. Alat sentrifus; I. Pasta indigo G I A B C D E F H 31

3.2.3.2 Bahan dan Prosedur Pengamatan Molekuler I. tinctoria

Sampel daun I. tinctoria untuk isolasi DNA dikoleksi dari daun yang memiliki ciri sehat, diambil daun pada posisi tengah tidak muda dan tidak tua. Sebanyak 20 sampai 30 lembar daun dimasukkan dalam plastik klip berukuran 7 x 10 cm 2 dan diberi silika gel sampai volume penuh. Setiap individu dikoleksi 3 ulangan. Tahapan yang dilakukan pada pengamatan molekuler terdiri dari isolasi purifikasi DNA Genom, amplifikasi DNA, dan visualisasi amplikon DNA. Isolasi dan Purifikasi DNA Genom Evaluasi keragaman genetik dilakukan terhadap 63 individu I. tinctoria yang berasal dari wilayah P. Jawa, P. Madura dan P. Flores dengan menggunakan marka Simple Sequence Repeat SSR. Primer SSR yang digunakan untuk evaluasi keragaman genetik adalah primer yang kembangkan oleh Sicard et al. 2005, Al-Ashabi 2011, El Fatehi et al. 2013 Tabel 3.3. Tabel 3.3 Primer SSR yang digunakan dalam amplifikasi DNA I.tinctoria No Sekuen Primer Forward Reverse 1 CCAGTACCCCATATTCTTCC CTGTGTTTGGGTTGTGATGG 2 AAACATACCCCTGGCAGTTCC TTCTGACCTAAGAAAGAGCCTGG 3 CTGTTACGGCACCTGGAAAG GCAGAGACACACCTTAACCTTG 4 CATCTTCCTCACCTGCATTC TTTGGTGAAGATGACAGCCC 5 CCAACCACATTCTTCCCTACGTC GCGAGGCAGTTATCTTTAGGAGTG 6 CGTTAGATCCCGCCCAATAGT CCGTCCAGGAAGAGCGAGC 7 CCGTTGCCTGTATTTCCCCAT CGTGTGAAGTCATCTGGAGTGGTC 8 GAGGGTGTTTCACTATTGTCACTGC TTCATGGATGGTGGAGGAACAG 9 GCCCTAAGGACTGCATTTTG CCCCTCCTAAACCCTCAATC 10 TTGTCTTAAATCGGATGGCT AGCGTTACAGGGTGTTCCTG 11 AAGAATGACGAAGAGGCGAA TCAGAAATTCCCTCCCATTG 12 CTGCTGATGATGTTGTGGATG GAACACGTGTACGGAGACCA 13 GTCAGAATCCCCATGTACACAA CCCTCTCAAAACACCTTCCA 14 CCCATATCACCATCACCAAA CATTGTTGAGCATGTTGAAGG 15 TTTGGAGGCTTTGAGCCTTA CCCAACAGGGATACCACTTC DNA I. tinctoria diisolasi menggunakan metode cetyl trimethyl ammonium bromida CTAB Doyle dan Doyle 1987 yang telah dimodifikasi. Sebanyak 0.2g daun kering ditambahkan dengan 1000 μl washing buffer kemudian digerus menggunakan mortar hingga halus. Larutan dimasukkan ke dalam tabung 2 ml dan ditambahkan kembali dengan 1000 μl washing buffer. Larutan dalam tabung 2 ml diinkubasi pada suhu -20 ᵒC selama 20 menit kemudian disentrifus dengan kecepatan 12000 rpm selama 15 menit. Selanjutnya supernatan dibuang, kemudian ditambah 1000 μl buffer extract ke dalam tabung. Sampel dalam tabung diinkubasi pada suhu 65 ᵒC selama 20 menit dan setiap 5 menit tabung dikocok secara perlahan. Setelah inkubasi, tabung disentrifus dengan kecepatan 12000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindah ke dalam tabung 2 ml baru kemudian ditambahkan dengan CTAB sebanyak 110 dari volume supernatan, 1 x volume CI Chloroform: isoamil alkohol = 24:1 dan disentrifus kembali dengan kecepatan 12000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindah ke dalam tabung 1.5 ml dan ditambah 120 ml isopropanol dingin, kemudian campuran dihomogenkan, dan diinkubasi pada suhu -20 ᵒC selama 1 jam. Setelah inkubasi, tabung disentrifus dengan kecepatan 12000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan ditambahkan 1000 μl etanol absolut dingin kemudian disentrifus kembali dengan kecepatan 12000 rpm selama 4 menit. Supernatan dibuang dan pelet dik eringanginkan. Setelah kering, sebanyak 100 μl 32 TE pH 8 ditambah ke dalam tabung dan DNA dapat disimpan di dalam freezer bersuhu -20 C. Amplifikasi DNA Amplifikasi DNA dilakukan menggunakan mesin polymerase chain reaction PCR tipe ESCO swift ™ maxi. Reagen yang digunakan adalah GoTaq Green PCR mix solution dengan 15 primer SSR yang telah digunakan untuk tumbuhan Lens culinaris Medikus, Phaseolus vulgaris L. dan Vicia ervilia Sicard et al. 2005; Al-Ashabi 2011; El Fatehi et al. 2013. Amplifikasi DNA denga n fragmen SSR dilakukan dengan PCR dalam volume 25 μl yang terdiri dari 2.5 μl DNA, 2 μl primer SSR forward dan reverse, 12.5 µl GoTaq® Reaction Buffer pH 8.5 400 μM dATP, 400 μM dGTP, 400 μM dCTP, 400 μM dTTP, 3 mM MgCl 2 dan 8 μl air bebas nuklease Promega, USA. Proses amplifikasi terdiri dari denaturasi awal pada suhu 94 ᵒC selama 3 menit, kemudian diikuti dengan 30 siklus yang terdiri dari denaturasi pada suhu 94 ᵒC selama 1 menit, penempelan primer pada suhu 45 –51 ᵒC selama 45–60 detik, pemanjangan primer pada suhu 72 ᵒC selama 2 menit, dan selanjutnya pemanjangan primer akhir selama 10 menit pada suhu 72 ᵒC Choudhary et al. 2008; Sicard et al. 2005; Al-Ashabi 2011; El Fatehi et al. 2013. Visualisasi Amplikon DNA Hasil PCR divisualisasi dengan elektroforesis pada gel agarosa 2.5 yang telah ditambah dengan 1 μl Ethidium Bromide EtBr 1µgml . Sebanyak 5 μl amplikon diletakkan ke dalam sumur gel agarosa secara berurutan sesuai label yang telah ditentukan. Elektroforesis dilakukan dalam 1x larutan penyangga TBE Tris Cl 0.89 M, asam borat 0.89 M, dan EDTA 2 mM pada tegangan listrik 80 V selama 90 menit. Pola pita diamati di bawah cahaya UV dan difoto menggunakan uv-transilluminator WiseDoc, Korea.

3.3 Analisis Data

Analisis untuk mencari ciri yang berkorelasi positif dengan keberadaan indikan digunakan korelasi Pearson dan regresi logistik dari progam Minitab 15 Bryman Cramer 1996. Data morfologi diorganisasi dalam matriks berbentuk skor multistate. Analisis keserupaan data dilakukan dengan menggunakan prosedur Similarity for Qualitative Data SIMQUAL dan menggunakan koefisien Simple Matching SM. Koefisien SM digunakan untuk mengkonstruksi dendrogram dan PCA menggunaan analisis Sequensial Agglomerative Hierarchial and Nested Clustering SAHN dengan metode Unweighted Pair-Goup Method Aritmatic Average UPGMA melalui program Numerical Taxonomy and Multivariate System NTSYS versi 2.02 Rohlf 2004. Keberagaman morfologi dianalisis dengan Genetic Analysis in Excel GenAlex 6.501. Sebaran jenis Indigofera pewarna divisualisasikan kedalam peta dengan program ArcGIS 10.1. Analisis perbedaan kandungan indikan antar lokasi pada setiap populasi jenis digunakan general linier model univariate dan uji lanjut Duncan ’t dari program SPSS 16. Hubungan antara kandungan indikan dengan unsur hara tanah dianalisis dengan regresi linier metode forward melalui program SPSS 16. Pita pada gel hasil visualisasi amplicon DNA diasumsikan sebagai alel SSR. Berdasar ada tidaknya pita pada sampel, disusun matrik biner. Jika tidak terdapat pita dinilai nol 0 dan satu 1 jika terdapat pita pada posisi yang sama untuk setiap individu yang dibandingkan. Struktur populasi yang ditandai dengan parameter jumlah alel yang diamati Na, jumlah alel efektif Ne, indeks informasi I, 33 heretozigositas teramati Ho, heterozigositas harapan He, dan polimorfik P dianalisis dengan progam GenAlex 6.501. Indeks keserupaan dan keberagaman di dalam dan antarpopulasi dianalisis dengan Analysis of Molecular Variance AMOVA dengan bantuan program GenAlex versi 6.501 Peakall dan Smouse 2012. 34 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemutahiran Data, Informasi Keberagaman dan Sebaran

Indigofera di Indonesia Selama penelitian ini, revisi terakhir Indigofera di Asia Tenggara karya De Kort dan Thijsse 1984 telah digunakan sebagai sumber acuan taksonomi yang utama. Revisi tersebut melaporkan di Indonesia diakui adanya 17 jenis dan satu anakjenis Indigofera. yaitu: I. arrecta Hochst. ex A. Rich, I. colutea Burm.f. Men., 1. cordifolia Heyne ex Roth, I. dosua Buch.- Ham. ex D. Don., I. galegoides DC., I. glandulosa Wendl., I. hirsuta L., I. linifolia L. f. Retz., I. linnaei Ali, I. nigrescens Kurz ex King Prain, I. oblongifolia Forssk., I. spicata Forssk., I. suffruticosa Mill., I. suffruticosa subsp. guatemalensis Moc., Sessé Cerv. ex Backer de Kort Thijsse, I. tinctoria L., I. trifoliata L., I. trita L., dan I. zollingeriana Miq. Akan tetapi karena fokus kegiatan penelitian terutama dilakukan di P. Jawa, buku Flora of Java karya Backer dan Bakhuizen van den Brink 1963 juga dijadikan acuan. Oleh karena itu adanya I. longeracemosa yang berasal dari Madagaskar yang direkam oleh Backer Bakhuizen van den Brink tanpa menyimpan spesimen di herbarium, telah diperhatikan. Dari kegiatan eksplorasi di P. Jawa tersebut berhasil ditemukan kembali I. longeracemosa di Desa Wonosari, Kecamatan Minomartani, Kabupaten Sleman, Yogyakarta Gambar 4.1 dan telah dipublikasi Muzzazinah et al. 2015. Dengan demikian, di Indonesia terdapat 18 jenis Indigofera, dan satu anakjenis Tabel 4.1. Tabel 4.1 Jenis Indigofera Indonesia No Jenis FJ dK BO E 1. I. arrecta √ √ √ √ 2. I.colutea √ √ √ - 3. I.cordifolia √ √ √ - 4. I.dosua - √ √ - 5. I.galegoides √ √ √ √ 6. I.glandulosa √ √ √ - 7. I.hirsuta √ √ √ √ 8. I.linifolia √ √ √ √ 9. I.linnaei √ √ √ - 10. I.longeracemosa √ - - √ 11. I.nigrescens √ √ √ - 12. I.oblongifolia √ √ √ - 13. I. spicata √ √ √ - 14. I. suffruticosa √ √ √ √ 15. I. guatemalensis √ √ √ - 16. I.tinctoria √ √ √ √ 17. I.trifoliata √ √ √ √ 18. I. trita √ √ √ - 19. I.zollingeriana √ √ √ √ Keterangan: FJ=rekaman dalam Flora of Java; dK= hasil revisi oleh de Kort Thjisse; BO= spesimen herbarium yang disimpan di BO; E= hasil eksplorasi 2013. √=ada; - = tidak ada. status I. guatemalensis menjadi subspesies dari I. suffruticosa. 35 Hasil eksplorasi yang telah dilakukan hanya menemukan 9 jenis, yaitu I. arrecta, I. hirsuta, I. galegoides, I. linifolia, I. longeracemosa, I. suffruticosa, I. tinctoria, I. trifoliata, dan I. zollingeriana Tabel 4.1. Penelitian ini juga menitik beratkan pada jenis tumbuhan Indigofera sebagai bahan pewarna alami, sehingga selain dilakukan karakterisasi morfologi, juga analisis indikan, indigo serta Gambar 4.1 Morfologi I. longeracemosa. A. Perawakan; B. Perbungaan tegak; C. Warna batang merah; D. Pertumbuhan batang ujung zig-zag; E. Tandan buah tegak, bentuk buah lurus menyelinder 2 cm B C D A 2 cm 2 cm 2 cm 10 cm E