16 Tumbuhan penghasil indigo dibudidayakan di Amerika Tengah, Mesir,
Jepang, Cina, Asia Tengah, India, Indonesia dan Italia sampai abad XX. Perkembangan selanjutnya produksi serta ekspor berkurang sejalan dengan
ditemukannya indigo sintetis oleh Adolf von Baeyer yang menemukan indigo sintetis dari bahan batubara pada tahun 1865 Teresinha 2016. Namun sampai saat
ini produksi indigo alami dari I. tinctoria masih bertahan di India Tamil Nadu, dan Indonesia Flores serta Yogyakarta sebagai pewarna kain tenun dan batik.
2.5 Penggunaan Data Molekuler
Berdasarkan metode deteksinya, penanda molekuler secara garis besar dibagi menjadi tiga kelompok yaitu 1 marka berbasis hibridisasi seperti
Restriction Fragment Length Polymorphism RFLP, 2 marka berbasis PCR, seperti Random Amplified Polymorphic DNA RAPD, Amplified Fragment Length
Polymorphism AFLP, Inter-Simple Sequence Repeat ISSR, SSR, dan 3 marka berbasis sekuens DNA seperti Single Nucleotide Polymorphism SNP Semagn et
al. 2006. Manfaat marka molekuler dalam pemuliaan adalah lebih mengefisienkan pemuliaan konvensional. Seleksi dapat dilakukan lebih awal serta langsung pada
sifat yang diinginkan jika marka tersebut terpaut dengan sifat tertentu Azrai 2006. Identifikasi perbedaan individu tanaman dapat menggunakan marka
molekuler untuk perlindungan kultivar tanaman Pabendon 2009.
Menurut Powell et al. 1996, beberapa pertimbangan untuk penggunaan marka mikrosatelit dalam studi genetik di antaranya 1 SSR terdistribusi secara
melimpah dan merata dalam genom, variabilitasnya sangat tinggi banyak alel dalam lokus, sifatnya kodominan dan lokasi genom dapat diketahui; 2 memiliki
reproduksibilitas dan ketepatan yang sangat tinggi; 3 alat bantu yang sangat akurat untuk membedakan genotipe, evaluasi kemurnian benih, pemetaan, dan seleksi
genotipe untuk karakter yang diinginkan; 4 terbukti bagus untuk studi genetika populasi serta analisis diversitas genetik. Bahkan Powell et al. 1996
membuktikan dari empat marka molekuler yang diuji RFLP, RAPD, AFLP dan SSR, marka SSR memiliki kandungan informasi kemampuan untuk
membedakan genotipe yang paling tinggi untuk mengevaluasi plasma nutfah kedelai dibandingkan dengan marka molekuler yang lain.
Marka SSR telah digunakan untuk mengkaji keberagaman genetik di tingkat jenis maupun infrajenis. Penggunaan marka SSR pada tingkat infrajenis berhasil
mengungkap kekerabatan dan pemetakan populasi Arachis hypogea liar di Brazil Moretzsohn et al. 2004, struktur populasi, aliran gen dan keberagaman genetik
dari 4 populasi Enterolobium contortisiliquum Moreira et al. 2012.
17
3 METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksakan pada bulan Februari 2013 sampai Desember 2015. Kegiatan eksplorasi dilakukan di 103
lokasi tetapi pengambilan sampel hanya pada 69 lokasi pada lima pulau di Indonesia meliputi P. Samosir, P. Jawa, P. Madura, P.
Lombok, dan P. Flores Gambar 3.1.
3.2 Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan prosedur pengumpulan data yang terbagi dalam tiga topik penelitian: pemutahiran data keberagaman dan sebaran Indigofera
Indonesia, analisis Indigofera penghasil pewarna, dan analisis keberagaman morfologi dan genetik I. tinctoria. Adapun prosedur yang dilakukan sebagai
berikut:
3.2.1 Pemutahiran Data Keberagaman dan Sebaran Indigofera Indonesia
3.2.1.1 Pemutahiran Data Keberagaman Indigofera Indonesia
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian berupa 630 lembar spesimen herbarium koleksi Herbarium Bogoriense yang mewakili 17 jenis
Indigofera dan 216 individu tanaman Indigofera yang dikoleksi dari 69 lokasi di lima pulau Lampiran 1
1
. Gambar 3.1 Peta lokasi pengambilan sampel Indigofera. = lokasi
pengambilan sampel
18 Spesimen Indigofera hasil koleksi disimpan di Laboratorium Taksonomi,
Departemen Biologi FMIPA IPB dan Laboratorium Keanekaragaman Tumbuhan, Program Studi Pendidikan Biologi FKIP-UNS Solo. Satu jenis yaitu I.
longeracemosa disimpan pula di Herbarium Bogoriense.
Informasi lokasi diperoleh dari spesimen herbarium, pembatik, penenun, dan pemerhati batik warna alam. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara
eksploratif. Waktu pengambilan sampel menyesuaikan dengan peruntukan sampel, masa berbunga dan masa berbuah. Bagian tumbuhan yang diambil meliputi batang,
daun, bunga, buah dan biji dari lima ranting dalam setiap individu. Jumlah sampel terdiri dari 3-5 pohon setiap lokasi.
Pengambilan sampel dari lapangan dilakukan untuk pengamatan ciri morfologi berupa cabang, daun, bunga, buah dan biji; dan untuk koleksi herbarium.
Sampel untuk spesimen herbarium dikoleksi berupa ranting dari individu yang lengkap dan sehat. Koleksi dibuat dua duplikat. Nomor koleksi diurutkan sesuai
waktu pengambilan. Sampel yang sudah bernomor diatur dalam kertas koran kertas yang menyerap air dan diatur posisinya sehingga mudah diamati setelah spesimen
kering. Selanjutnya beberapa spesimen dalam kertas koran dimasukkan dalam plastik berukuran 40 x 60 cm, sampel disiram dengan alkohol 70 kemudian
ditutup dengan lakban sehingga tidak terjadi kebocoran. Sampel dibawa ke laboratorium untuk diproses menjadi herbarium. Pembuatan spesimen herbarium
dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi Fakultas MIPA, IPB. Spesimen dari lapangan disusun dalam helaian kertas koran baru,
disusun rapi dan dibasahi dengan alkohol 70 untuk dipres dalam sasag untuk selanjutnya dikeringkan dalam oven selama 2 sampai 3 hari pada suhu 50 sampai
60
o
C. Spesimen dimonitor setiap hari untuk mendapatkan tingkat kekeringan yang maksimal dengan mengencangkan ikatan sasag, spesimen yang telah kering diambil
sedangkan spesimen yang masih lembap dikeringkan kembali. Spesimen yang telah kering diatur di atas kertas plak herbarium bebas asam berukuran 43 x
30 cm
2
berat 300 gm
2
dan selanjutnya dilakukan pengeplakan spesimen mounting. Pengeplakan spesimen dilakukan dengan merekatkan bagian
batangbuah dengan menggunakan selotip 3M. Spesimen diamati ciri morfologi dengan deskriptor yang telah disusun peneliti dengan mengacu dan memodifikasi
dari penelitian sebelumnya oleh Schrire 2009 dan de Kort dan Thjisse 1984. Pelabelan herbarium ditempel di bagian kanan bawah kertas plak dengan jarak 0.5
cm dari tepi Djarwaningsih 2002.
Ciri morfologi Indigofera yang diamati mengacu pada ciri yang telah digunakan oleh beberapa peneliti sebelumnya yaitu Sanjappa 1985; Quiseda
1997; Wilson dan Rowe 2004, 2008; Valladares dan Niinemets 2007; Schrire et al. 2009; Leite et al. 2009; Marquiafavel et al. 2009; Soladoye et al. 2010;
Gafar et al. 2011; Gandi et al. 2011; Adema 2011, Al Ghamdi 2011; Paulino et al. 2011; Chauhan et al. 2013 dan Chauhan dan Pandey 2014. Ciri morfologi
yang diamati dalam pemutahiran data keberagaman Indigofera ini berjumlah 105.
Ciri baru yang digunakan dalam penelitian ini meliputi warna daun segar, warna permukaan atas daun kering, warna permukaan bawah daun kering, dan
keberadaan trikom pada kepala sari. Standarisasi warna digunakan standar color test Kornerup dan Wanscher 1967.
Pengamatan morfologi dilakukan langsung di lapangan untuk habitus, jumlah cabang dan warna. Pengamatan spesimen di laboratorium dilakukan untuk ciri
19 lainnya. Pengamatan spesimen herbarium dilakukan secara langsung tanpa
mikroskop maupun menggunakan mikroskop stereo dan mikroskop majemuk. Pengamatan didokumentasikan dalam data dan foto.
3.2.1.2 Sebaran Indigofera Indonesia
Sebaran Indigofera divisualisasikan dalam bentuk peta analog yang dibuat dengan teknik kartografi, sehingga sudah mempunyai referensi spasial seperti
koordinat. Data ordinat diperoleh dari catatan ordinat dalam spesimen herbarium dan data hasil eksplorasi terbaru. Data ordinat dari spesimen kebanyakan tidak
lengkap. Data yang hanya menyajikan informasi kota atau kabupaten dilacak pada informasi ordinat dan melalui peta ordinasi Google map. Data ordinat ketika
eksplorasi diperoleh dari GPS 76csx. Data ordinat ditransformasi sesuai standard pada softwere ArGis 10.1 Hartoyo et al. 2010. Data lingkungan diperoleh pula
melalui data online dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika BMKG.
3.2.2 Analisis Indigofera Penghasil Pewarna
3.2.2.1 Penapisan Indigofera Indonesia Penghasil Pewarna
Bahan tanaman untuk pengujian keberadaan indikan secara kualitatif terdiri atas sembilan jenis yang diperoleh dari hasil eksplorasi di P. Jawa. Bahan tanaman
berjumlah 3 kg per jenis, dan masing-masing jenis diulang 2x Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Sampel pengamatan morfologi dan pengujian keberadaan indikan secara kualitatif pada sembilan jenis Indigofera
No Jenis
Jumlah individu untuk pengamatan Morfologi
individu Jumlah ulangan
percobaan pencelupan 1.
I.arrecta 13
2 2.
I.galegoides 10
2 3.
I.hirsuta 25
2 4.
I.linifolia 1
2 5.
I.longeracemosa 5
2 6.
I.suffruticosa 19
2 7.
I.tinctoria 63
2 8.
I.trifoliata 6
2 9.
I.zollingeriana 6
2 Metode perendaman daun digunakan untuk mengetahui kemampuan tanaman
dalam menghasilkan pasta indigo Gambar 3.2. Metode ini dimulai dengan memangkas daun dan ranting yang akan diuji sebanyak 1
–3 kg untuk masing- masing jenis atau disesuaikan dengan ketersediaan daun di lapangan. Daun dan
ranting dari masing-masing jenis direndam dengan air dalam ember selama 24 –48
jam.