2.2 Kerangka Berpikir
Dimensi tiga termasuk dalam cabang geometri pada matematika. Seperti kita ketahui bahwa materi dalam geometri merupakan materi yang abstrak. Selain
itu, perkembangan pendidikan matematika khususnya kurikulum geometri yang diterapkan
di Indonesia
dalam beberapa
dasawarsa terakhir
kurang mengembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika peserta
didik. Materi yang diajarkan lebih banyak ditekankan pada fakta-fakta yang dipelajari secara parsial dan perhitungan-perhitungan. Materi yang diberikan
umumnya bersifat parsial sehingga peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami materi tersebut. Sebagai contoh, materi ketegaklurusan dan proyeksi
tidak diberikan dalam mempelajari materi jarak dalam bangun ruang dimensi tiga. Pembelajaran matematika yang terjadi di lapangan pada umumnya masih
menggunakan model pengajaran langsung dengan menerapkan metode ekspositori. Dalam pembelajaran model ini, peran guru sangat menentukan
berhasil atau tidaknya proses pembelajaran di dalam kelas. Peserta didik hanya sebagai pendengar materi-materi yang diberikan oleh guru dan kemudian
mencatat, mengerjakan soal-soal yang diberikan guru atau bertanya jika belum paham dengan materi yang diajarkan.
Pembelajaran materi dimensi tiga hendaknya diusahakan agar peserta didik tidak sekedar hafalan teknis melainkan dapat mengembangkan kemampuan
penalaran dan komunikasi. Pemilihan model pembelajaran yang tepat dan disesuaikan dengan teori tentang perkembangan berpikir dalam belajar geometri
menurut Van Hiele dapat menjadi alternatif usaha untuk mewujudkan hal tersebut.
Selanjutnya dalam rangka usaha untuk meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik dalam belajar geometri, Van Hiele mengajukan lima fase
pembelajaran. Adapun fase-fase tersebut adalah 1 fase informasi information; 2 fase orientasi terbimbing guided orientation; 3 fase eksplisitasi
explicitation; 4 fase orientasi bebas free orientation; dan 5 fase integrasi integration dapat menjadi alternatif cara untuk mewujudkan hal tersebut.
Numbered Heads Together NHT merupakan salah satu jenis model pembelajaran kooperatif. Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran kooperatif ini
benar maka akan memungkinkan peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran. Di dalam model pembelajaran kooperatif tipe NHT, setiap peserta didik memiliki
tanggung jawab untuk menyampaikan hasil diskusi sehingga mereka harus benar- benar menguasai materi yang dipelajari. Model pembelajaran koperatif ini juga
sesuai dengan beberapa teori belajar. Menurut Vygotsky, dalam pembelajaran kooperatif terjadi interaksi sosial, baik antara peserta didik dengan peserta didik
maupun antara peserta didik dengan guru dalam usaha menemukan konsep- konsep dan pemecahan masalah.
Faktor lain yang mendukung dalam proses pembelajaran adalah media pembelajaran. Salah satu bentuk media pembelajaran yang dapat digunakan
adalah Lembar Kerja Peserta Didik LKPD. LKPD merupakan media cetak yang berupa lembaran-lembaran kertas yang berisi informasi soal-soal atau pertanyaan
yang harus dijawab oleh peserta didik. Menurut Ausubel, guru dalam menyajikan pelajaran sebaiknya jangan memberikan konsep yang harus diterima begitu saja,
tetapi harus mementingkan pemahaman terhadap proses terbentuknya konsep
tersebut daripada hasil akhir. LKPD dibuat untuk melatih proses berpikir peserta didik dan merangsang keingintahuan peserta didik serta memotivasi peserta didik
untuk belajar aktif khususnya dalam mempelajari materi dimensi tiga. Kerangka berpikir tersebut dapat dilihat pada skema berikut.
2.3 Hipotesis