Perancangan Model Penggunaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Berkelanjutan

DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB Pengembangan teknologi pasca panen pada penggunaan lahan kakao dilakukan melalui teknologi fermentasi, sedangkan pada penggunaan lahan kacang tanah, jagung, dan ubikayu palawija di lakukan melalui pengolahan hasil pertanian yang berasal dari sisa panen untuk tujuan produksi pakan ternak. Mengacu pada hasil diskusi pakar dalam penentuan skala prioritas penggunaan lahan dan analisis prospektif untuk analisis kebijakan penggunaan lahan maka dapat dirancang skenario model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa Tabel 10. Tabel 10. Skenario model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian Berkelanjutan di DAS Gumbasa . Skenario Unit Lahan Luas Lahan ha Kelerengan 1 2 3 4 5 6 7 3 262,20 6 KPT PPK0 KPT KPK2-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK3-TP 5 300,00 7 KPT PPK0 KPT KPK2-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK3-TP 6 279,88 11 KPT KPT KPT KPK2-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK3-TP 7 305,25 25 KPT KPT KPT KPK2-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK3-TP 8 279,88 9 KPT KPT KPT KPK2-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK3-TP 9 1.566,81 12 KPT KPT KPT KPK2-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK3-TP 10 473,38 18 KPT KPT KPT KPK2-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK3-TP 11 289,30 36 KPT KPT KPT KPK2-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK3-TP 12 423,27 6 PPK0 PPK0 KPT KPK2-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK3-TP 14 908,48 11 KPT KPT KPT KPK2-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK3-TP 15 3.977,84 14 H KPT KPT KPK2-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK3-TP 16 1.314,95 17 KPT KPT KPT KPK2-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK3-TP 17 1.057,63 5 KPT PPK0 KPT KPK2-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK3-TP 18 1.274,78 5 KPT PPK0 KPT KPK2-TP PPK1-TP PPK1-TP PPK3-TP 22 531,34 9 KPT KPT KPT KPK2-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK3-TP 25 1.269,74 12 H KPT KPT KPK2-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK3-TP 26 317,85 34 H KPT KPT KPK2-TP PPK1-TP KPK2-TP KPK3-TP H : Hutan; KPT: Budidaya kakao pola pengelolaan pertanian tradisional; KPK2-TP : Budidaya kakao dengan menerapkan pola pengelolaan pertanian konservasi menggunakan guludan bersaluran dan penerapan teknologi pasca panen; KPK3-TP : Budidaya kakao dengan menerapkan pola pengelolaan pertanian konservasi menggunakan teras kredit dan penerapan teknologi pasca panen; PPK0: Budidaya palawija dengan menerapkan pola pengelolaan pertanian konservasi menggunakan teknologi pola tanam tumpang gilir dan penggunaan mulsa; PPK1-TP : Budidaya palawija dengan menerapkan pola pengelolaan pertanian konservasi menggunakan teknologi pola tanam tumpang gilir, mulsa, guludan dan penerapan teknologi pasca panen; PPK3-TP: Budidaya palawija dengan menerapkan pola pengelolaan pertanian konservasi menggunakan teknologi pola tanam tumpang gilir, mulsa, teras kredit, dan teknologi pasca panen

5.4. Perancangan Model Penggunaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Berkelanjutan

Perancangan model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan ditujukan untuk menganalisis proses yang terjadi pada setiap sub model dan menentukan faktor-faktor yang dapat digunakan dalam merancang struktur model. Terdapat 3 sub model yang dirancang untuk membangun model DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan dalam penelitian ini, yaitu: 1 sub model evaluasi lahan, 2 sub model erosi tanah, dan 3 sub model usahatani. 5.4.1. Perancangan Sub Model Evaluasi Lahan Berdasarkan data curah hujan, suhu udara, dan persyaratan iklim untuk budidaya tanaman kakao maka dapat dilakukan evaluasi kesesuaian iklim untuk budidaya kakao di daerah penelitian. Kriteria penilaian kesesuaian iklim untuk budidaya kakao berdasarkan metode Sys et al. 1993 masih memerlukan penyesuaianmodifikasi dalam penerapannnya, terutama dalam penentuan harkatbobot curah hujan tahunan. Modifikasi kriteria penilaian kesesuaian iklim tersebut diperlukan untuk menyesuaikan kondisi iklim di lapang dengan persyaratan penggunaan lahan untuk budidaya kakao berdasarkan kriteria Sys et al. 1993. Lopulisa dan Hernusye 1995 menyatakan bahwa penilaian kesesuaian lahan berdasarkan kriteria yang telah dikemukakan oleh Sys et al. 1993 dapat digunakan di Indonesia, akan tetapi masih memerlukan penyesuaianmodifikasi. Dasar diperlukannya modifikasi kriteria evaluasi iklim untuk budidaya tanaman kakao ditentukan berdasarkan analisis neraca air tanah di daerah penelitian Gambar 11. 30 60 90 120 150 180 Jan Peb Mart Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nop Des B u l a n Ju ml a h Ai r mm CH Bulanan Kb. Air Kakao KAT fc SAT cum Gambar 11. Analisis neraca air tanah untuk budidaya tanaman kakao. DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB Gambar 11 menunjukkan bahwa walaupun curah hujan di daerah penelitian tergolong rendah berkisar 1200 mm tahun -1 dengan intensitas terendah pada bulan Pebruari, akan tetapi sepanjang tahun pada areal budidaya kakao tersebut tidak mengalami cekaman air karena mendapatkan suplai air tanah yang cukup dari bulan sebelumnya. Curah hujan yang lebih tinggi dari kemampuan menahan air tanah dalam kondisi kapasitas lapang KAT fc memberikan sumbangan kehilangan air tanah melalui perkolasi dan aliran permukaan pada bulan April hingga Agustus. Pada umumnya kebutuhan air tanaman kakao menunjukkan jumlah yang lebih rendah dibandingkan dengan curah hujan bulanan yang terdapat di daerah penelitian. Kandungan air tanah pada kondisi kapasitas lapang KAT fc sebesar 99 mm bulan -1 kedalaman tanah yang dipertimbangkan sedalam 500 mm ditentukan berdasarkan hasil penelitian Widjajanto et al. 2003 yang menyatakan bahwa kandungan air tanah pada areal budidaya kakao di DAS Gumbasa hulu adalah sebesar 18 ww. Kandungan air tanah pada kondisi kapasitas lapang pada areal budidaya kakao telah memberikan sumbangan air tanah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air sepanjang periode pertumbuhan tanaman. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh kandungan air tanah kumulatif tersisa SAT cum yang selalu menunjukkan nilai positif. Evaluasi kesesuaian iklim untuk budidaya tanaman kakao disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Evaluasi kesesuaian iklim untuk pengembangan kakao di DAS Gumbasa. NO KARAKTERISTIK IKLIM HARKAT BOBOT 1 2 Curah Hujan Tahunan mm Panjang Periode Kering 84,00 85,00 3 4 5 Temperatur Rata-Rata Tahunan C Temperatur Rata-Rata Maksimum Tahunan C Temperatur Rata-Rata Minimum Tahunan C 92,00 100,00 100,00 Indeks Iklim Bobot Ekuivalensi Kelas Kesesuaian Iklim 77,28 83,70 S2 Hasil evaluasi kesesuaian iklim untuk budidaya kakao di DAS Gumbasa Tabel 11 menunjukkan bahwa daerah tersebut tergolong dalam kelas kesesuaian iklim Cukup Sesuai S2 dengan pembatas curah hujan rata-rata tahunan dan DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB temperatur rata-rata tahunan. Curah hujan rata-rata tahunan sekitar 1200 mmtahun dan temperatur udara rata-rata tahunan sebesar 24,4 o C merupakan pembatas yang dapat menghambat pertumbuhan dan produksi kakao di DAS Gumbasa. Doorenbos et al. 1984 menyatakan bahwa tanaman kakao merupakan tanaman yang peka terhadap kekeringan. Koefisien tanaman kakao yang tumbuh dengan tanpa tanaman penutup tanah di bawahnya berkisar antara 0,9 hingga 1,0 akan tetapi apabila terdapat tanaman penutup tanah di bawahnya maka koefisien tanaman meningkat antara 1,1 hingga 1,5. Kondisi areal budidaya kakao di daerah penelitian pada umumnya terdapat tanaman penutup tanah di bawah kanopi tanaman kakao. Oleh sebab itu, kebutuhan air tanaman menjadi meningkat dan tanaman lebih mudah mengalami cekaman air water stress. Hasil penelitian Nachabe et al. 2005 menunjukkan bahwa laju evapotranspirasi tanaman tahunan dengan keberadaan tanaman penutup tanah di bawahnya lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa tanaman penutup tanah. Berdasarkan data curah hujan, suhu udara, dan persyaratan iklim untuk budidaya jagung, kacang tanah, dan ubikayu dilakukan analisis neraca air pada areal budidaya tanaman palawija dan evaluasi kesesuaian iklim. Analisis neraca air tanah pada areal budidaya palawija disajikan pada Gambar 12 , sedangkan evaluasi kesesuaian iklim disajikan pada Tabel 12. -60 -30 30 60 90 120 150 Jan Peb Mart Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nop Des B u l a n J u ml ah Ai r mm CH Bulanan Kb. Air Palawija KAT fc SAT cum Gambar 12. Analisis neraca air tanah untuk budidaya palawija. DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB Gambar 12 menunjukkan bahwa pada umumnya kehilangan air tanah sebagai akibat aliran permukaan dan perkolasi pada areal budidaya palawija terjadi sepanjang musim. Berdasarkan hasil penelitian Widjajanto et al. 2003 yang menyatakan bahwa kandungan air tanah kondisi kapasitas lapang pada lahan kering untuk budidaya palawija berkisar 20 ww. Tabel 12. Evaluasi kesesuaian iklim untuk pengembangan palawija di DAS Gumbasa No Karakteristik Iklim Harkat Bobot JAGUNG 1 2 3 4 5 Curah Hujan Selama Siklus Pertumbuhan mm Curah Hujan Pada Bulan Pertama mm Curah Hujan Pada Bulan Kedua mm Curah Hujan Pada Bulan Ketiga mm Curah Hujan Pada Bulan Keempat mm 88,39 82,38 59,18 62,56 76,44 6 7 Rata-Rata Temperatur Selama Siklus Pertumbuhan °C Rata-Rata Temperatur Minimum Selama Siklus Pertumbuhan °C 98,13 88 Indeks Iklim Bobot Ekuivalensi Kelas Kesesuaian Iklim untuk Jagung 52,08 59,07 S3 KACANG TANAH 1 2 3 4 5 Curah Hujan Selama Siklus Pertumbuhan mm Curah Hujan Pada Bulan Pertama mm Curah Hujan Pada Bulan Kedua mm Curah Hujan Pada Bulan Ketiga mm Rata-Rata Presipitasi Bulan Keempat mm 84,53 93,79 77,95 85 96,02 6 7 8 Rata-Rata Temperatur Selama Siklus Pertumbuhan °C Rata-Rata Temperatur Maksimum Selama Siklus Pertumbuhan °C Rata-Rata Temperatur Minimum Selama Siklus Pertumbuhan °C 99 91,17 93,09 Indeks Iklim Bobot Ekuivalensi Kelas Kesesuaian Iklim untuk Kacang Tanah 71.07 81,07 S2 UBIKAYU 1 Curah Hujan Tahunan 88 2 3 4 Rata-Rata Temperatur Tahunan Temperatur Minimum pada Bulan Paling Dingin o C Rata-Rata Temperatur Minimum Selama Siklus Pertumbuhan o C 100 100 100 Indeks Iklim Bobot Ekuivalensi Kelas Kesesuaian Iklim untuk Ubikayu 88 93 S1 Terbatasnya kemampuan tanah untuk menahan air pada kondisi kapasitas lapang KAT fc sebesar 67,7 mm bulan -1 kedalaman tanah yang dipertimbangkan sedalam 300 mm menyebabkan terjadinya defisit air pada bulan Mei – Juni, akan tetapi kekurangan air tersebut dapat dicukupi oleh sisa air tanah pada bulan sebelumnya. Kandungan suplai air tanah yang cukup pada areal budidaya palawija di DAS Gumbasa ditunjukkan oleh kandungan air tanah DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB kumulatif sisa SAT cum yang selalu menunjukkan nilai positif selama periode pertumbuhan tanaman Maret – Mei dan September – Nopember. Hasil evaluasi kesesuaian iklim untuk budidaya jagung, kacang tanah, dan ubikayu Tabel 12 menunjukkan bahwa kelas kesesuaian iklim untuk budidaya jagung di daerah penelitian tergolong atas kelas kesesuaian iklim Sesuai Marjinal S3 dengan pembatas terendah curah hujan pada bulan pertumbuhan ke dua. Kelas kesesuaian iklim untuk budidaya kacang tanah tergolong dalam kelas Cukup Sesuai S2 dengan pembatas terendah curah hujan pada bulan ke dua. Kelas kesesuaian iklim untuk budidaya ubikayu yang tergolong pada kelas Sangat Sesuai S1. Jadwal tanam palawija di DAS Gumbasa terdapat 2 kali penanaman dalam setahun, yaitu pada Bulan Pebruari – Juni dan Agustus – Nopember. Rendahnya curah hujan pada bulan Maret dan September telah membatasi pertumbuhan jagung. Doorenbos et al. 1986 menjelaskan bahwa pada fase pertumbuhan vegetatif tanaman jagung yang berumur 25 – 60 hari maka besarnya koefisien tanaman mencapai 0,7 – 1,2. Nilai tersebut menunjukkan bahwa dalam kondisi kecukupan air maka laju evapotranspirasi maksimum pada tanaman jagung adalah sebesar 0,7 – 1,2 kali laju evapotranspirasi referensi. Norwood 2000 menyatakan bahwa pemberian air irigasi dalam jumlah yang cukup pada saat tanaman jagung mengalami masa vegetatif dapat meningkatkan produksi jagung hingga 29 dibandingkan tanpa pemberian irigasi. Rendahnya curah hujan pada bulan kedua setelah tanam Maret dan September dapat membatasi pertumbuhan dan produksi kacang tanah untuk mencapai optimum. Kebutuhan air tanaman yang tinggi pada saat tanaman kacang tanah berumur 25 – 60 hari disebabkan karena tanaman tersebut mempunyai koefisien tanaman sekitar 0,7 – 1,1. Koefisien tanaman berkisar antara 0,7 – 1,1 menunjukkan bahwa dalam kondisi kecukupan air maka terjadi laju evapotranspirasi maksimal sebesar 0,7 – 1,1 kali laju evapotranspirasi referensi. Doorenbos et al. 1986 menyatakan bahwa evapotranspirasi referensi pada daerah yang mempunyai temperatur udara berkisar antara 20 – 30 C adalah berkisar 4 – 5 mmhari. DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB Tanaman ubikayu adalah jenis tanaman yang relatif tahan terhadap kekeringan. Rendahnya suplai air selama siklus pertumbuhan tanaman tidak menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman ubikayu di daerah penelitian. Berdasarkan hasil analisis lansekap dan tanah serta persyaratan lansekap dan tanah untuk budidaya tanaman kakao serta informasi produksi usahatani kakao maka dapat dilakukan evaluasi kesesuaian lahan untuk budidaya kakao dan produktifitas lahan di DAS Gumbasa Tabel 13 . Hasil evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan kakao dan produktifitas lahan menunjukkan bahwa pembatas utama penggunaan lahan untuk pengembangan kakao di DAS Gumbasa adalah curah hujan, kelerengan, sifat fisik tanah, dan kesuburan tanah. Tabel 13. Evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan tanaman kakao dan Produktifitas Lahan di DAS Gumbasa . Harkat Bobot Unit Lahan A B C D E F G H I J K L Indeks Lahan Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Produktifitas Lahan kg ha -1 1 36 100 100 93 59 100 100 94 100 100 89 83.7 13,83 N-ctsf - 2 33 100 100 98 58 100 100 100 100 100 84 83.7 13,19 N-ctsf - 3 90 100 100 98 59 85 87 100 100 97 89 83.7 27,81 S3-ctsf 1.290 4 90 100 100 100 57 95 100 87 100 97 81 83.7 27,88 S3-ctsf - 5 88 100 100 94 63 85 100 66 100 100 100 83.7 24,47 N-ctsf 1180 6 76 100 100 94 57 100 100 82 100 100 100 83.7 27,95 S3-ctsf 1260 7 47 100 100 94 54 100 88 85 94 97 67 83.7 9,12 N-ctsf 650 8 82 100 100 93 55 85 100 69 100 100 83 83.7 17,09 N-ctsf 960 9 73 100 100 93 67 95 100 100 100 97 82 83.7 28,77 S3-ctsf 1.230 10 58 100 100 93 58 100 100 70 94 100 68 83.7 11,72 N-ctsf 810 11 36 100 100 94 67 85 100 95 100 100 100 83.7 15,32 N-ctsf 930 12 90 100 100 98 63 95 100 79 100 100 87 83.7 30,37 S3-ctsf - 13 96 100 100 100 55 95 100 88 100 100 59 83.7 21,8 N-ctsf - 14 76 100 100 100 73 100 100 89 100 98 67 83.7 27,14 S3-ctsf 1.300 15 66 100 100 94 78 85 100 70 100 97 100 83.7 23,38 N-ctsf - 16 62 100 100 93 90 100 100 87 100 100 100 83.7 37,79 S3-ctsf 1.590 17 93 100 100 98 74 100 100 71 100 100 100 83.7 40,08 S3-ctsf 1.685 18 93 100 100 98 84 100 100 75 100 100 87 83.7 41,81 S3-ctsf 1.670 19 30 100 100 93 59 95 90 100 100 100 83 83.7 9,78 N-ctsf - 20 30 100 100 93 61 85 100 100 100 97 84 83.7 9,87 N-ctsf - 21 36 100 100 89 58 95 100 100 100 100 84 83.7 12,41 N-ctsf - 22 82 100 100 93 66 95 100 73 100 100 65 83.7 18,99 N-ctsf 1.045 23 88 100 100 100 63 95 91 96 100 97 55 83.7 20,55 N-ctsf - 24 34 100 100 94 77 95 100 89 100 100 82 83.7 14,28 N-ctsf - 25 73 100 100 89 59 95 100 87 100 97 100 83.7 25,72 S3-ctsf - 26 37 100 100 89 58 95 100 92 100 100 100 83.7 13,97 N-ctsf - 27 29 100 100 89 63 95 100 77 100 97 100 83.7 9,66 N-ctsf - A = Harkat Bobot Kelerengan; B = HarkatBobot Banjir; C = HarkatBobot Drainase; D = HarkatBobot Fragmen Kasar; E = HarkatBobot Kedalaman Tanah; F = HarkatBobot Tekstur ; Tanah; G = HarkatBobot Kapasitas Tukar Kation; H = HarkatBobot Kejenuhan Basa; I = HarkatBobot Jumlah kation Dasar; J = HarkatBobot pH H 2 O; K = HarkatBobot Karbon Organik; L = HarkatBobot Ekuivalensi Iklim; - = Tidak Dilakukan Survai DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB Tabel 13 menunjukkan bahwa lahan yang tergolong kelas kesesuaian lahan aktual Tidak Sesuai N terdapat pada unit lahan 1, 2, 5, 7, 8, 10, 11, 13, 15, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 26, dan 27. Lahan yang tergolong atas kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal S3 terdapat pada unit lahan 3, 4, 6, 9, 12, 14, 16, 17, 18, dan 25. Produktifitas lahan untuk pengembangan kakao menunjukkan peningkatan sejalan dengan meningkatnya kelas kesesuaian lahan. Lahan yang tergolong kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal S3 mempunyai produktifitas lahan berkisar 1200 – 1700 kg ha -1 , sedangkan lahan yang tergolong kelas kesesuaian lahan tidak sesuai N mempunyai produktifitas lahan yang lebih rendah dari 1.200 kg ha -1 . Noorwood 2000 menyatakan bahwa rendahnya kapasitas menahan air tanah yang diikuti oleh kekurangan air pada saat pembungaan dapat membatasi pertumbuhan dan produksi tanaman secara optimal. Lalu lintas peralatan pemanenan pada saat musim hujan menyebabkan terjadinya kerusakan sifat fisik tanah dan menurunnya produktivitas tanaman dalam jangka panjang. Pemadatan tanah, terganggunya mineralisasi nitrogen, dan kompetisi unsur hara sebagai akibat tanpa perlakuan pengelolaan tanah telah merugikan usaha pertanian dalam jangka panjang. Freebairn 2004b menyatakan bahwa penggunaan jerami sebagai mulsa dapat digunakan untuk menurunkan aliran permukaan dan meningkatkan kandungan karbon organik tanah. Zheng et al. 2004 dan Terra et al. 2006 mendukung pendapat tersebut dan menyatakan bahwa peningkatan karbon organik tanah pada lahan yang berada dibawah program konservasi cenderung menurunkan koefisien erodibilitas tanah dan aliran permukaan dibandingkan dengan program pengelolaan konvensional. Shaver et al. 2002, Baker et al. 2004 dan Lado et al. 2004 menyatakan bahwa pemberian bahan organik dan penggunaan tanaman penutup tanah dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Peningkatan jumlah porositas makro tanah melalui pemberian bahan organik dapat menurunkan kekuatan tanah soil strength dan bobot isi tanah. Sebaliknya pengaruh pemberian bahan organik dan penggunaan tanaman penutup tanah dapat meningkatkan kapasitas menahan air tanah, kandungan bahan organik, dan stabilitas agregat tanah. DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB Berdasarkan hasil analisis lansekapdan tanah serta persyaratan lansekap dan tanah untuk budidaya tanaman jagung serta informasi produksi usahatani jagung maka dapat dilakukan evaluasi kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman jagung dan produktifitas lahan di DAS Gumbasa Tabel 14. Tabel 14. Evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan tanaman jagung dan produktifitas lahan di DAS Gumbasa . Harkat Bobot Unit Lahan A B C D E F G H I J K L Indeks Lahan Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Produktifitas Lahan kg ha -1 1 36 100 100 81 94 95 100 93 100 90 100 59,07 12,87 N-ctsf - 2 33 100 100 95 93 95 100 100 100 90 100 59,07 14,72 N-ctsf - 3 90 100 100 95 94 100 100 100 100 98 100 59,07 46,53 S3-ctsf - 4 90 100 100 100 91 100 100 87 100 98 94 59,07 38,77 S3-ctsf 1.056 5 88 100 100 85 100 100 100 60 100 90 100 59,07 23,86 N-ctsf - 6 76 100 100 85 91 95 100 60 100 90 100 59,07 17,81 N-ctsf - 7 47 100 100 85 89 95 100 85 100 98 90 59,07 14,96 N-ctsf - 8 82 100 100 81 90 100 100 60 100 90 100 59,07 19,07 N-ctsf - 9 73 100 100 81 100 100 100 100 100 98 100 59,07 34,23 S3-ctsf - 10 60 100 100 81 93 95 100 60 100 90 91 59,07 12,46 N-ctsf - 11 36 100 100 85 100 100 100 93 100 90 100 59,07 15,13 N-ctsf - 12 90 100 100 95 100 100 100 86 100 90 100 59,07 39,09 S3-ctsf 931 13 96 100 100 100 89 100 100 87 100 90 80 59,07 31,61 S3-ctsf 1.043 14 76 100 100 100 100 95 100 88 100 100 90 59,07 33,78 S3-ctsf - 15 66 100 100 85 100 100 100 60 100 98 100 59,07 19,49 N-ctsf - 16 62 100 100 81 100 100 100 87 100 90 100 59,07 23,23 N-ctsf - 17 93 100 100 95 100 95 100 60 100 90 100 59,07 26,77 S3-ctsf - 18 93 100 100 95 100 95 100 60 100 59 100 59,07 17,55 N-ctsf - 19 30 100 100 81 94 100 100 100 100 90 100 59,07 12,14 N-ctsf - 20 30 100 100 81 100 100 100 100 100 98 100 59,07 14,07 N-ctsf - 21 36 100 100 70 92 100 100 100 100 90 100 59,07 12,33 N-ctsf - 22 82 100 100 81 100 100 100 60 100 59 88 59,07 12,22 N-ctsf - 23 88 100 100 100 100 100 100 94 100 98 81 59,07 38,79 S3-ctsf 1.049 24 34 100 100 85 100 100 100 88 100 90 100 59,07 13,52 N-ctsf - 25 73 100 100 70 94 100 100 86 100 98 100 59,07 23,91 N-ctsf - 26 37 100 100 70 93 100 100 90 100 90 100 59,07 11,52 N-ctsf - 27 29 100 100 70 100 100 100 60 100 98 100 59,07 7,05 N-ctsf - A = Harkat Bobot Kelerengan; B = HarkatBobot Banjir; C = HarkatBobot Drainase; D = HarkatBobot Fragmen Kasar; E = HarkatBobot Kedalaman Tanah; F = HarkatBobot Tekstur ; Tanah; G = HarkatBobot Kapasitas Tukar Kation; H = HarkatBobot Kejenuhan Basa; I = HarkatBobot Jumlah kation Dasar; J = HarkatBobot pH H 2 O; K = HarkatBobot Karbon Organik; L = HarkatBobot Ekuivalensi Iklim; Penggunaan lahan dominan untuk budidaya jagung; : Penggunaan lahan tidak dominan untuk budidaya jagung; - = Tidak Dilakukan Survai Tabel 14 menunjukkan bahwa pada umumnya pembatas utama penggunaan lahan untuk budidaya jagung di DAS Gumbasa adalah curah hujan, kelerengan, sifat fisik tanah, dan kesuburan tanah. Lahan yang tergolong kelas kesesuaian lahan aktual Tidak Sesuai N untuk budidaya jagung terdapat pada unit lahan 1, 2, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 26, dan 27. Lahan yang DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB tergolong kelas kesesuaian lahan aktual Sesuai Marjinal S3 untuk budidaya jagung terdapat pada unit lahan 3, 4, 9, 12, 13, 14, 17, dan 23. Produktifitas lahan untuk pengembangan jagung pada kondisi penggunaan lahan aktual unit lahan 4, 12, 13, dan 23 menunjukkan kisaran antara 931 hingga 1.056 kg ha -1 . Produktifitas lahan pada unit lahan 4, 13, dan 23 berada di atas 1000 kg ha -1 pada lahan – lahan yang mendapatkan irigasi di dominasi oleh penggunaan lahan padi beririgasi, sedangkan pada unit lahan 12 menunjukkan produktifitas di bawah 1000 kg ha -1 . Hal tersebut menunjukkan bahwa di daerah penelitian mempunyai pembatas utama suplai air tanah untuk pengembangan jagung. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa apabila terdapat suplai air tanah kondisi lahan beririgasi yang cukup maka produktifitas lahan untuk pengembangan jagung di daerah masih dapat ditingkatkan. Pengolahan tanah dan pemberian bahan organik merupakan perbaikan lahan yang layak untuk diterapkan di DAS Gumbasa. Licht dan Al-Kaisi 2005 berpendapat bahwa pengolahan tanah pada areal budidaya jagung dapat meningkatkan serapan nitrogen tanah, efisiensi penggunaan air, dan produksi berat kering jagung. Arriaga et al.2003 menyatakan bahwa cekaman air pada masa pertumbuhan vegetatif jagung dapat menurunkan produksi jagung yang ditumbuhkan pada lahan berlereng. Menurut Kelly dan Mays 2005 kandungan karbon organik tanah meningkat sebesar 73 pada lahan yang mendapatkan program konservasi melalui pemberian bahan organik tanah dibandingkan dengan lahan tanpa program konservasi. Whalen et al. 2003, Allmaras et al. 2004, Wiliams dan Weil 2004, Wilts et al. 2004, dan Canqui et al. 2006 berpendapat bahwa penggunaan tanaman penutup tanah, pemberian bahan organik, dan rotasi tanaman dapat meningkatkan kandungan karbon organik tanah pada daerah perakaran dan memperbaiki struktur tanah sehingga kandungan air tanah dapat dipertahankan untuk mencukupi kebutuhan tanaman. Berdasarkan hasil analisis lansekap dan tanah serta persyaratan lansekap dan tanah untuk pengembangan tanaman kacang tanah serta informasi produksi usahatani kacang tanah maka dapat dilakukan evaluasi kesesuaian lahan untuk DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB pengembangan tanaman kacang tanah dan produktifitas lahan di DAS Gumbasa Tabel 15.. Tabel 15. Evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan tanaman kacang tanah dan produktifitas lahan di DAS Gumbasa . Harkat Bobot Unit Lahan A B C D E F G H I J K L Indeks Lahan Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Produktifitas Lahan kg ha -1 1 36 100 100 81 94 95 100 93 100 90 100 81,07 17,67 N-ctsf - 2 33 100 100 95 93 95 100 100 100 90 100 81,07 20,21 N-ctsf - 3 90 100 100 95 94 100 100 100 100 98 100 81,07 63,85 S2-ctsf - 4 90 100 100 100 91 100 100 87 100 98 94 81,07 53,21 S2-ctsf 439 5 88 100 100 85 100 100 100 60 100 90 100 81,07 32,75 S3-ctsf - 6 76 100 100 85 91 95 100 60 100 90 100 81,07 24,45 N-ctsf - 7 47 100 100 85 89 95 100 85 100 98 90 81,07 20,53 N-ctsf - 8 82 100 100 81 90 100 100 60 100 90 100 81,07 26,17 S3-ctsf - 9 73 100 100 81 100 100 100 100 100 98 100 81,07 46,98 S3-ctsf - 10 60 100 100 81 93 95 100 60 100 90 91 81,07 17,11 N-ctsf - 11 36 100 100 85 100 100 100 93 100 90 100 81,07 20,76 N-ctsf - 12 90 100 100 95 100 100 100 86 100 90 100 81,07 53,65 S2ctsf 457 13 96 100 100 100 89 100 100 87 100 90 80 81,07 43,39 S3-ctsf 409 14 76 100 100 100 100 95 100 88 100 100 90 81,07 46,36 S3-ctsf - 15 66 100 100 85 100 100 100 60 100 98 100 81,07 26,74 S3-ctsf - 16 62 100 100 81 100 100 100 87 100 90 100 81,07 31,88 S3-ctsf - 17 93 100 100 95 100 95 100 60 100 90 100 81,07 36,74 S3-ctsf - 18 93 100 100 95 100 95 100 60 100 59 100 81,07 24,09 N-ctsf - 19 30 100 100 81 94 100 100 100 100 90 100 81,07 16,67 N-ctsf - 20 30 100 100 81 100 100 100 100 100 98 100 81,07 19,31 N-ctsf - 21 36 100 100 70 92 100 100 100 100 90 100 81,07 16,92 N-ctsf - 22 82 100 100 81 100 100 100 60 100 59 88 81,07 16,77 N-ctsf - 23 88 100 100 100 100 100 100 94 100 98 81 81,07 53,23 S2-ctf 465 24 34 100 100 85 100 100 100 88 100 90 100 81,07 18,56 N-ctsf - 25 73 100 100 70 94 100 100 86 100 98 100 81,07 32,82 S3-ctsf - 26 37 100 100 70 93 100 100 90 100 90 100 81,07 15,82 N-ctsf - 27 29 100 100 70 100 100 100 60 100 98 100 81,07 9,68 N-ctsf - A = Harkat Bobot Kelerengan; B = HarkatBobot Banjir; C = HarkatBobot Drainase; D = HarkatBobot Fragmen Kasar; E = HarkatBobot Kedalaman Tanah; F = HarkatBobot Tekstur ; Tanah; G = HarkatBobot Kapasitas Tukar Kation; H = HarkatBobot Kejenuhan Basa; I = HarkatBobot Jumlah kation Dasar; J = HarkatBobot pH H 2 O; K = HarkatBobot Karbon Organik; L = HarkatBobot Ekuivalensi Iklim; Penggunaan lahan dominan untuk budidaya kacang tanah; : Penggunaan lahan tidak dominan untuk budidaya kacang tanah; - = Tidak Dilakukan Survai Tabel 15 menunjukkan bahwa kesesuaian lahan aktual dan produktifitas lahan untuk pengembangan tanaman kacang tanah di daerah penelitian tergolong atas kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai N, Sesuai Marjinal S3, dan Cukup Sesuai S2 dengan pembatas utama faktor iklim, kelerengan, sifat fisik tanah, dan kesuburan tanah. Unit lahan yang tergolong kelas kesesuaian lahan aktual Tidak Sesuai N untuk budidaya kacang tanah terdapat pada unit lahan 1, 2, 6, 7, 10, 11, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 26, dan 27. Unit lahan yang tergolong kelas kesesuaian lahan Sesuai DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB Marjinal S3 untuk budidaya kacang tanah terdapat pada unit lahan 5, 8, 9, 13, 14, 15, 16, 17, dan 25. Unit lahan yang tergolong kelas kesesuaian lahan Cukup Sesuai S2 terdapat pada unit lahan 3, 4, 12, dan 23. Produktifitas lahan untuk pengembangan kacang tanah pada kondisi penggunaan lahan aktual unit lahan 4, 12, 13, dan 23 menunjukkan kisaran antara 409 hingga 465 kg ha -1 . Meningkatnya kelas kesesuaian lahan menyebabkan semakin meningkatnya produktifitas lahan untuk pengembangan kacang tanah. Curah hujan tahunan sebesar 1200 mm di daerah penelitian tidak menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan produksi kacang tanah yang cukup berarti, hal ini disebabkan karena kebutuhan air untuk pertumbuhan kacang tanah hanya sekitar 450 – 600 mmmusim Doorenbos et al, 1986. Berdasarkan hasil analisis lansekap dan tanah serta persyaratan lansekap dan tanah untuk budidaya tanaman ubikayu serta informasi produksi usahatani ubikayu maka dapat dilakukan evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk budidaya ubikayu dan produktifitas lahan di DAS Gumbasa Tabel 16. Tabel 16 menunjukkan bahwa kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan ubikayu di daerah penelitian tergolong Tidak Sesuai N, Sesuai Marjinal S3, dan Cukup Sesuai S2. Unit lahan 1, 2, 7, 10, 11, 19, 20, 21, 24, 26, dan 27 tergolong kelas kesesuaian lahan aktual Tidak Sesuai N untuk budidaya ubikayu. Unit lahan 4, 5, 6, 8, 9, 15, 16, 18, 22, 23, dan 25 tergolong kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal S3. Unit lahan 3, 12, 13, 14, dan 17 tergolong kelas kesesuaian lahan aktual Cukup Sesuai S2 untuk pengembangan tanaman ubikayu. Produktifitas lahan untuk budidaya ubikayu menurun pada unit lahan 4, 13, dan 23 lahan yang di dominasi oleh penggunaan lahan padi beririgasi, sedangkan pada unit lahan 12 menunjukkan produktifitas yang relatif lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi ubikayu cenderung berkurang apabila dikembangkan pada lahan-lahan yang sudah terbiasa digunakan sebagai lahan persawahan beririgasi. Perbaikan sifat fisik tanah dapat dilakukan melalui perbaikan pola tanam, pemberian bahan organik, pemupukan, dan pengolahan tanah Gicheru et al., 2004; Humberto et al., 2005. Pendapat tersebut mendukung Grant et al. 2001, Kladivko 2001, Takken et al. 2001, dan Imhoff et al. 2002 yang menyatakan DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB bahwa rotasi tanaman dengan menggunakan jenis tanaman kacang-kacangan legume dapat meningkatkan nisbah CN tanah pada lapisan permukaan, menurunkan laju erosi tanah dan aliran permukaan, dan memperbaiki kekuatan tarik tanah tensile strength, dan mengurangi pemadatan tanah. Tabel 16. Evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan tanaman ubikayu dan produktivitas lahan di DAS Gumbasa . Harkat Bobot Unit Lahan A B C D E F G H I J K L Indeks Lahan Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Produktifitas Lahan kg ha -1 1 36 100 100 76 78 95 100 100 100 100 100 93 18,85 N-ctsf - 2 33 100 100 100 76 95 100 100 100 100 92 93 20,39 N-ctsf - 3 88 100 100 100 78 100 100 100 100 95 100 93 60,64 S2-ctsf - 4 88 100 100 100 73 100 100 100 100 95 88 93 49,95 S3-ctsf 5.224 5 84 100 100 80 83 100 100 84 100 100 100 93 43,57 S3-ctsf - 6 73 100 100 80 74 95 100 93 100 100 100 93 35,51 S3-ctsf - 7 47 100 100 80 68 95 100 100 100 95 85 93 18,24 N-ctsf - 8 78 100 100 76 70 100 100 75 100 100 91 93 26,34 S3-ctsf - 9 70 100 100 76 88 100 100 100 100 95 89 93 36,81 S3-ctsf - 10 57 100 100 76 76 95 100 76 100 100 85 93 18,79 N-ctsf - 11 36 100 100 80 88 100 100 100 100 100 100 93 23,57 N-ctsf - 12 88 100 100 100 83 100 100 100 100 100 100 93 67,93 S2-ctsf 6.160 13 96 100 100 100 70 100 100 100 100 100 80 93 50 S2-ctsf 5.120 14 73 100 100 100 100 95 100 100 100 95 84 93 51,47 S2-ctsf - 15 65 100 100 80 100 100 100 76 100 95 100 93 34,92 S3-ctsf - 16 58 100 100 76 100 100 100 100 100 100 100 93 40,99 S3-ctsf - 17 91 100 100 100 100 95 100 77 100 100 100 93 61,91 S2-ctsf - 18 91 100 100 100 100 95 100 79 100 95 100 93 60,34 S3-ctsf - 19 30 100 100 77 78 100 100 100 100 100 92 93 15,42 N-ctsf - 20 30 100 100 77 81 100 100 100 100 95 100 93 16,53 N-ctsf - 21 36 100 100 68 75 100 100 100 100 100 93 93 15,88 N-ctsf - 22 78 100 100 76 87 100 100 78 100 95 83 93 29,5 S3-ctsf - 23 84 100 100 100 84 100 100 100 100 95 80 93 49,87 S3-ctsf 5.310 24 34 100 100 80 100 100 100 100 100 100 90 93 22,77 N-ctsf - 25 70 100 100 68 78 100 100 100 100 95 100 93 32,8 S3-ctsf - 26 37 100 100 68 76 100 100 100 100 100 100 93 17,78 N-ctsf - 27 29 100 100 68 83 100 100 80 100 95 100 93 11,57 N-ctsf A = Harkat Bobot Kelerengan; B = HarkatBobot Banjir; C = HarkatBobot Drainase; D = HarkatBobot Fragmen Kasar; E = HarkatBobot Kedalaman Tanah; F = HarkatBobot Tekstur ; Tanah; G = HarkatBobot Kapasitas Tukar Kation; H = HarkatBobot Kejenuhan Basa; I = HarkatBobot Jumlah kation Dasar; J = HarkatBobot pH H 2 O; K = HarkatBobot Karbon Organik; L = HarkatBobot Ekuivalensi Iklim; Penggunaan lahan dominan untuk budidaya ubikayu; : Penggunaan lahan tidak dominan untuk budidaya ubikayu; - = Tidak Dilakukan Survai Pengaruh pengelolaan lahan dalam jangka panjang terhadap perubahan sifat fisik dan kimia tanah telah dipelajari oleh Hooker et al. 2005, Kubota et al. 2005, Tomer et al. 2006, dan Manna et al. 2006 yang menyatakan bahwa pengolahan tanah, pemberian bahan organik, dan rotasi tanaman dapat menekan kehilangan lapisan olah tanah oleh erosi, meningkatkan ketersediaan unsur hara DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB nitrogen dan fosfor, mengurangi pemadatan tanah bertekstur liat, dan menurunkan daya hantar air tanah pada tanah bertekstur pasir. Kelerengan adalah merupakan pembatas yang dominan untuk budidaya ubikayu di daerah penelitian. Upaya memperbaiki pengaruh kelerengan lahan terhadap kerusakan sumberdaya lahan dapat dilakukan melalui sistem pola tanam berganda multiple cropping systems sehingga dapat menekan laju erosi tanah dan perbaikan sifat fisik tanah Arsyad, 2000. Pada hakekatnya pola usahatani palawija yang bersifat subsisten di DAS Gumbasa menyebabkan pola tanam jagung, kacang tanah, dan ubikayu tidak pernah dilakukan secara monokultur, akan tetapi dilakukan dengan pola lebih dari satu jenis penggunaan atau penggunaan lahan majemuk Compound land use. Evaluasi kesesuaian lahan majemuk ditentukan oleh kelas kesesuaian lahan yang terendah dari setiap kelas kesesuaian lahan pada penggunaan lahan yang direncanakan Tabel 17. Tabel 17. Evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan tanaman palawija di DAS Gumbasa Indeks Lahan Unit Lahan Jagung Kacang Tanah Ubikayu Palawija Kelas Kesesuaian Lahan Aktual 1 12,87 17,67 18,85 12,87 N-ctsf 2 14,72 20,21 20,39 14,72 N-ctsf 3 46,53 63,85 60,64 46,53 S3-ctsf 4 38,77 53,21 49,95 38,77 S3-ctsf 5 23,86 32,75 43,57 23,86 N-ctsf 6 17,81 24,45 35,51 17,81 N-ctsf 7 14,96 20,53 18,24 14,96 N-ctsf 8 19,07 26,17 26,34 19,07 N-ctsf 9 34,23 46,98 36,81 34,23 S3-ctsf 10 12,46 17,11 18,79 12,46 N-ctsf 11 15,13 20,76 23,57 15,13 N-ctsf 12 39,09 53,65 67,93 39,09 S3-ctsf 13 31,61 43,39 50 31,61 S3-ctsf 14 33,78 46,36 51,47 33,78 S3-ctsf 15 19,49 26,74 34,92 19,49 N-ctsf 16 23,23 31,88 40,99 23,23 N-ctsf 17 26,77 36,74 61,91 26,77 S3-ctsf 18 17,55 24,09 60,34 17,55 N-ctsf 19 12,14 16,67 15,42 12,14 N-ctsf 20 14,07 19,31 16,53 14,07 N-ctsf 21 12,33 16,92 15,88 12,33 N-ctsf 22 12,22 16,77 29,5 12,22 N-ctsf 23 38,79 53,23 49,87 38,79 S3-ctsf 24 13,52 18,56 22,77 13,52 N-ctsf 25 23,91 32,82 32,8 23,91 N-ctsf 26 11,52 15,82 17,78 11,52 N-ctsf 27 7,05 9,68 11,57 7,05 N-ctsf DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB Tabel 17 menunjukkan bahwa hasil evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk budidaya palawija di DAS Gumbasa di dominasi oleh kelas kesesuaian lahan Tidak Sesuai N yang terdapat pada unit lahan 1, 2, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 26, dan 27. Lahan yang tergolong Sesuai Marjinal S3 untuk pengmbangan palawija terdapat pada unit lahan 3, 4, 9, 12, 13, 14, 17, dan 23. Dominasi kelas kesesuaian lahan aktual Tidak Sesuai N untuk pengembangan palawija disebabkan karena pada umumnya palawija membutuhkan suplai air dalam jumlah tinggi untuk berlangsungnya proses fotosintesa. Keterbatasan curah hujan pada periode tertentu merupakan sumber utama penyebab rendahnya kelas kesesuaian lahan untuk budidaya palawija di DAS Gumbasa. Arsyad 2000 menyatakan bahwa pola tanam tumpang gilir dan pemberian mulsa pada areal budidaya palawija dapat menurunkan faktor tanaman C dan faktor pengelolaan P sehingga erosi tanah dapat dikendalikan. Lebih lanjut Wu dan Tiessen 2002, Grandy et al.2002, Huang et al. 2003, Chapplot dan Bissonnais 2003, dan Turley et al. 2003 menyatakan bahwa degradasi struktur tanah pada lahan yang dikelola secara intensif dapat diperbaiki melalui praktek pengelolaan lahan dengan menerapkan rotasi tanaman, pemberian kompos, dan pupuk kandang. Perubahan perilaku fisik tanah sebagai akibat perbedaan pola tanam campuran antara leguminoceae dan rumput-rumputan dengan pola tanam jagung dan kedelai secara monokultur telah dipelajari oleh Seobi et al. 2005. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bobot isi tanah bulk density pada perlakuan pola tanam campuran leguminoceae dan rumput-rumputan turun sebesar 2,3 dibanding dengan pola tanam jagung dan kedelai secara monokultur. Zotarelli et al. 2005 menyatakan bahwa rotasi tanaman antara gandum dan kedelai dapat memperbaiki stabilitas agregat tanah dan ruang pori tanah. 5.4.2. Perancangan Sub Model Erosi Tanah 5.4.2.1. Pengukuran Erosi Tanah Aktual Pengukuran erosi tanah aktual di lapang digunakan untuk menentukan faktor tanaman pada beberapa penggunaan lahan yang dominan di DAS Gumbasa DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB dengan cara membagi jumlah erosi aktual selama 1 musim dengan hasil perkalian faktor erosivitas R, erodibilitas K, kelerengan LS, dan tindakan konservasi P. Data erodibilitas tanah pada setiap plot pengukuran erosi tanah disajikan pada Lampiran 32. Berdasarkan faktor tanaman yang didapatkan melalui pengukuran erosi tanah aktual tersebut maka dapat diidentifikasi faktor tanaman dalam beberapa pustaka yang paling mendekati dan dapat digunakan acuan dalam perancangan model erosi tanah Tabel 18. Tabel 18. Faktor tanaman berdasarkan pengukuran erosi tanah aktual. Tipe Penggunaan Lahan Kelerengan R K LS P Erosi Tanah Aktual ton ha -1 musim -1 C Pendekatan Faktor Tanaman Berdasarkan Pustaka Kebun Campuran Ubikayu-Gamal 5 497,42 0,34 0,23 1 8,12 0,20 Penggunaan Lahan Ubikayu + Kedelai Arsyad, 2000 Kakao Pola Kebun Campuran 3 497,55 0,26 0,13 1 0,79 0,047 Penggunaan Lahan Kebun Campuran Kerapatan Tinggi Arsyad, 2000 Kacang Tanah 3 369,27 0,34 0,13 1 3,60 0,221 Penggunaan Lahan Kacang Tanah Arsyad, 2000 Kakao Pola Monokultur 9 462,04 0,22 0,5 1 3,86 0,076 Penggunaan Lahan Kebun Campuran Kerapatan Tinggi Arsyad, 2000 Kakao Pola Kebun Campuran 22 462,04 0,21 2,1 1 7,27 0,036 Penggunaan Lahan Kebun Campuran Kerapatan Tinggi Arsyad, 2000 Hutan 24 462,04 0,21 2,44 1 0,255 0,001 Penggunaan Lahan Hutan Alam dengan Seresah Banyak Arsyad, 2000 Jagung 10 334,51 0,21 0,58 0,35 10,92 0,67 Penggunaan Lahan untuk Tanaman Jagung Utomo, 1993 Kakao Pola Kebun Campuran 14 394,37 0,21 0,98 1 2,01 0,025 Penggunaan Lahan Kebun Campuran Kerapatan Tinggi Arsyad, 2000 Tanah Terbuka 5 462,04 0,17 0,23 1 16,84 0,932 Penggunaan Lahan TerbukaArsyad, 2000 Tanah Terbuka 10 344,35 0,31 0,58 1 57,04 0,921 Penggunaan Lahan TerbukaArsyad, 2000 R : Faktor Erosivitas; K : Faktor Erodibilitas Tanah; LS : Faktor Kelerengan; C: Faktor Tanaman ; P : Faktor Pengelolaan Konservasi Tanah Hasil analisis erosi tanah berdasarkan pengukuran erosi tanah aktual Tabel 18 menunjukkan bahwa faktor tanaman yang sesuai untuk digunakan dalam prediksi erosi tanah di daerah penelitian adalah melalui pendekatan pustaka Utomo 1993 dan Arsyad 2000. DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB Pengujian kesahihan nilai faktor tanaman dari percobaan erosi di lapang dilakukan melalui penggunaan tehnik pembandingan nilai tengah berpasangan dan uji keeratan hubungan antara faktor tanaman yang dihasilkan dari percobaan erosi aktual dengan faktor tanaman yang terdapat dalam pustaka. Hasil uji pembandingan nilai tengah berpasangan dan uji keeratan hubungan antara faktor tanaman dari pengukuran erosi di lapang dengan faktor tanaman yang terdapat dalam pustaka disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 . Hasil pengujian faktor tanaman dari pengukuran erosi tanah aktual dengan faktor tanaman yang terdapat dalam pustaka. Nilai t Tipe Penggunaan Lahan Faktor Tanaman Berdasarkan Percobaan Erosi Tanah Aktual Faktor Tanaman Berdasarkan Pustaka HITUNG TABEL Perbedaan Pada Selang Kepercayaan 95 Koefisien Korelasi Ubikayu – Gamal Kelerengan 5 0,200 0,18 Kakao Pola Kebun Campuran Kelerengan 3 0,047 0,10 Kacang Tanah Kelerengan 3 0,221 0,20 Kakao Pola Monokultur Kelerengan 9 0,076 0,10 Kakao Pola Kebun Campuran Kelerengan 22 0,036 0,10 Hutan Kelerengan 24 0,001 0,001 Jagung Kelerengan 10 0,670 0,64 Kakao Pola Kebun Campuran Kelerengan 14 0,025 0,10 Tanah Terbuka Kelerengan 5 0,932 1 Tanah Terbuka Kelerengan 10 0,921 1 -2.11 2,26 Tidak Berbeda Nyata 0,99 Hasil uji t-student menunjukkan bahwa pada umumnya faktor tanaman yang didapatkan melalui pengukuran erosi tanah di daerah penelitian selama 1 musim tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 dengan faktor tanaman yang terdapat pada pustaka Arsyad 2000. Plot pengukuran erosi tanah pada penggunaan lahan jagung lebih mendekati koefisien tanaman pada pustaka Utomo 1993. Hasil uji keeratan hubungan antara faktor tanaman dari pengukuran erosi aktual di lapang dengan faktor tanaman yang terdapat dalam pustaka Utomo DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB 1993 dan Arsyad 2000 pada Tabel 19 menunjukkan hubungan yang sangat erat dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,99. 5.4.2.2. Prediksi Erosi Tanah dan Erosi Tanah Dapat Ditoleransi Prediksi erosi tanah dan erosi tanah yang dapat ditoleransi TSL pada setiap unit lahan di daerah penelitian disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Prediksi erosi tanah dan erosi tanah yang dapat ditoleransi TSL di DAS Gumbasa. Prediksi Erosi Tanah Erosi Tanah Dapat Ditoleransi TSL Unit Lahan TPL R K LS C P ton ha -1 tahun -1 cm tahun -1 ton ha -1 tahun -1 cm tahun - 1 1 H 624,69 0,55 69,24 0,001 1 23,8 0,20 23,75 0,20 2 H 624,69 0,49 69,20 0,001 1 21,2 0,20 20,25 0,19 3 KKC 624,69 0,41 5,14 0,1 0,5 65,8 0,59 23,18 0,21 4 Sw 624,69 0,47 7,03 0,02 0,04 1,7 0,01 35,99 0,28 5 KM 624,69 0,33 5,76 0,1 0,5 59,4 0,44 31,49 0,24 6 KKC 624,69 0,49 8,75 0,1 0,5 133,9 1,05 23,42 0,18 7 KKC 624,69 0,48 31,55 0,1 0,5 473,0 4,08 17,98 0,16 8 KKC 624,69 0,41 7,28 0,1 0,5 93,2 0,73 21,38 0,17 9 KM 624,69 0,27 17,70 0,1 0,5 149,3 1,28 31,24 0,27 10 KKC 624,69 0,51 21,19 0,1 0,5 337,5 3,31 19,89 0,20 11 KKC 624,69 0,48 71,73 0,1 0,5 1.075,4 8,81 32,57 0,27 12 Pl 624,69 0,29 4,84 0,64 0,5 280,6 2,13 44,22 0,34 13 Sw 624,69 0,52 3,16 0,02 0,04 0,8 0,01 31,56 0,26 14 KM 624,69 0,22 12,09 0,1 0,5 83,1 0,72 36,23 0,32 15 H 624,69 0,22 22,09 0,001 1 3,0 0,03 37,70 0,36 16 KKC 624,69 0,29 20,01 0,1 0,5 181,3 1,46 63,86 0,52 17 KM 624,69 0,32 4,18 0,1 0,5 41,8 0,31 43,61 0,32 18 KM 624,69 0,48 6,01 0,1 0,5 90,1 0,76 48,03 0,41 19 H 624,69 0,33 78,64 0,001 1 16,2 0,15 21,52 0,20 20 H 624,69 0,34 78,45 0,001 1 16,7 0,13 28,54 0,22 21 H 624,69 0,45 68,64 0,001 1 19,3 0,18 21,01 0,19 22 KM 624,69 0,50 7,09 0,1 0,5 110,7 0,89 32,12 0,26 23 Sw 624,69 0,44 2,76 0,02 0,04 0,6 0,00 45,77 0,34 24 H 624,69 0,40 77,44 0,001 1 19,4 0,16 41,42 0,35 25 H 624,69 0,34 13,25 0,001 1 2,8 0,03 21,94 0,21 26 H 624,69 0,41 46,94 0,001 1 12,0 0,12 20,28 0,20 27 H 624,69 0,44 83,51 0,001 1 23,0 0,22 24,44 0,24 TPL : Tipe Penggunaan Lahan; H : Hutan; KKC : Kakao Pola Kebun Campuran, KM : Kakao Pola Monokultur; Sw : Sawah Beririgasi; Pl : Palawija Tabel 20 menunjukkan bahwa prediksi erosi tanah pada unit lahan 1, 4, 13, 15, 17, 23, 24, 25, 26, dan 27 lebih rendah dari erosi tanah yang dapat ditoleransi TSL. Unit lahan 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 16, 18, 19, 20, 21, dan 22 menunjukkan laju erosi tanah yang lebih tinggi dari laju erosi tanah yang dapat ditoleransi TSL. DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB Eisenbies et al. 2005 dan Kimaro et al. 2005 menyatakan bahwa pengolahan tanah dangkal merupakan penyebab utama yang mempengaruhi laju erosi tanah permukaan. Lebih lanjut Slobodian et al. 2002 dan Zhang et al. 2004 menyatakan bahwa pemadatan tanah yang diakibatkan oleh lalu lintas peralatan pemanenan diduga penyebab utama memburuknya sifat fisik tanah. Fenton et al. 2005, Shukla et al. 2005, dan McVay et al. 2006 menyatakan bahwa rotasi tanaman dan pengelolaan tanah pada jangka panjang dapat menyebabkan meningkatnya kandungan bahan organik tanah, dan kandungan nitrogen tanah pada lapisan permukaan.

5.4.3. Perancangan Sub Model Pendapatan Usahatani

Analisis usahatani yang dilakukan dalam penelitian merupakan analisis kelayakan finansial untuk menentukan pendapatan usahatani pada setiap tipe penggunaan lahan yang direncanakan. Analisis kelayakan finansial usahatani kakao disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 menunjukkan bahwa Analisis jumlah pendapatan bersih usahatani kakao NPV 18 pada awal tahun persiapan lahan hingga pohon kakao berumur 2 tahun mempunyai nilai –Rp 6.272.841. Biaya investasi yang meliputi persiapan lahan, pembelian bibit, dan pembuatan gudang pada perhitungan tahun ke 0 membutuhkan pengeluaran sebesar Rp 4.572.203,- ha -1 , demikian juga pada tahun ke 1 dan 2 usahatani kakao menunjukkan pengeluaran untuk biaya produksi sebesar Rp 2.173.340,- ha -1 . Berdasarkan hal tersebut maka pada tahun ke 0 hingga tahun ke 2 petani membutuhkan biaya sebesar Rp 6.745.543,- ha -1 . Biaya usahatani kakao dapat impas dengan adanya produksi usahatani kakao pada saat tahun ke 3 hingga 5 yang mencapai jumlah pendapatan sebesar Rp 12.245.979,-. Proyeksi hubungan antara umur pohon kakao dan pendapatan usahatani kakao NPV 18 menunjukkan bahwa pendapatan bersih usahatani kakao mencapai optimal pada saat pohon kakao mencapai umur 8 tahun, selanjutnya berangsur-angsur menurun sejalan dengan bertambahnya umur pohon Gambar 13. Di lain pihak pendapatan usahatani aktual tanpa memperhitungkan suku bunga sebesar 18 menunjukkan pola yang semakin meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya umur tanaman. DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB Tabel 21. Analisis kelayakan finansial usahatani kakao pola pengelolaan pertanian tradisional KPT di DAS Gumbasa. Tahun Ke 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kriteria Rp ha -1 tahun -1 Penerimaan 0 0 0 4.378.296 4.378.296 7.550.837 9.438.546 9.438.546 13.513.259 13.513.259 13.513.259 13.006.718 13.006.718 Biaya Investasi 4.572.203 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Biaya Produksi 1.086.670 1.086.670 1.278.435 1.278.435 1.504.580 1.704.580 1.704.580 1.893.978 1.893.978 1.893.978 2.228.209 2.228.209 Pendapatan 0 -1.086.670 -1.086.670 3.099.861 3.099.861 6.046.257 7.733.966 7.733.966 11.619.281 11.619.281 11.619.281 10.778.509 10.778.509 NPV 18 -4.572.203 -920.409 -780.229 1.887.815 1.599.528 2.642.214 2.861.567 2.428.465 3.090.729 2.614.338 2.219.283 1.746.118 1.476.656 BCR 3,36 DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB -4000000 -2000000 2000000 4000000 6000000 8000000 10000000 12000000 14000000 2 4 6 8 10 12 14 Waktu P e nda p a ta n Aktual NPV 18 Poly. NPV 18 Poly. Aktual Gambar 13. Proyeksi hubungan antara waktu usahatani dengan pendapatan usahatani kakao di DAS Gumbasa. Perhitungan tingkat pendapatan dengan memperhitungkan suku bunga 18 yang menurun pada tahun ke 8 menunjukkan bahwa pendapatan usahatani kakao mempunyai kecenderungan yang semakin berkurang apabila petani di daerah penelitian mendapatkan modal usahatani dari peminjaman kredit bank. Berdasarkan data usahatani jagung, kacang tanah dan ubikayu Lampiran 42, 43, dan 44 maka dapat dibuat rekapitulasi analisis usahatani palawija dengan pola tanam tumpang gilir. Hasil analisis finansial usahatani palawija dengan pola tanam tumpang gilir di DAS Gumbasa disajikan pada Tabel 22. Analisis kelayakan finansial usahatani palawija pola tanam tumpang gilir antara ubikayu, jagung, dan kacang tanah Tabel 22 menunjukkan bahwa penerimaan tahunan tertinggi terdapat pada pengelolaan komoditas ubikayu, selanjutnya diikuti oleh komoditas kacang tanah dan jagung. Tabel 22 . Analisis kelayakan finansial usahatani palawija pola tanam tumpang gilir di DAS Gumbasa Komoditas Penerimaan Rp ha -1 Biaya Produksi Rp ha -1 Pendapatan Rp ha -1 BCR Jagung 1.377.615 1.301.746 75.869 0,06 Kacang Tanah 2.213.750 1.675.928 537.822 0,32 Ubikayu 2.726.750 964.409 1.762.341 1,83 Total 6.318.115 3.942.083 2.376.032 0,60 DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO P 062020261 PSL IPB Biaya produksi yang relatif tinggi pada pengelolaan komoditas kacang tanah dan jagung yang diikuti oleh rendahnya harga produksi menyebabkan kerugian finansial pada usahatani palawija pola tanam tumpang gilir. Nilai BCR usahatani palawija pola tanam tumpang gilir yang lebih rendah dari 1 0,6 menunjukkan bahwa secara finansial usahatani tersebut tidak layak untuk pengembangan pertanian di DAS Gumbasa. Basit 1996 dan Marwah 2000 menyatakan bahwa usahatani palawija pada lahan kering tidak dapat mencukupi batas kebutuhan hidup layak bagi keluarga petani. Harga produksi palawija yang rendah tidak dapat memberikan dukungan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak bagi petani.

5.5. Simulasi Model Penggunaan Lahan