kepadatan yang digunakan adalah 100 ekorm2, untuk bak terpal kepadatan larva yang digunakan adalah 250 – 500 ekorm2, sedangkan untuk akuarim kepadatan
yang digunakan antara 10-15 ekor per liter air. Benih dapat dipanen setelah 15-25 hari dari penebaran larva atau berumur 30-40 hari setelah menetas. Beberapa
standar proses produksi dalam memproduksi benih ikan gurami hingga ukuran 1-2 cm dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 8. Standar Proses Produksi Benih Ikan Gurami Ukuran 1-2 Cm
No Standar Satuan
Jumlah 1 Dosis
Pupuk Gram m
2
500 2 Kepadatan
Ekor m
2
100 3
Tingkat Pemberian Pakan Bobot biomassa
20 4
Perbandingan Jantan dan Betina ekor
1 : 3-4
Sumber : Badan Standarisasi Nasional.
2.5 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian mengenai ikan gurami, pendapatan dan efisiensi faktor produksi.
Penelitian Basyarah 2002 mengenai ikan gurami yang berjudul Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pemeliharaan Ikan Gurami Di Desa Puswasari
Kabupaten Bogor menjelaskan bahwa terdapat tiga pola usaha dalam kegiatan budidaya ikan gurami di desa purwasari, yaitu Pola Usaha I pembenihan, Pola
Usaha II pendederan dan Pola Usaha III pembesaran. Pola usaha IV pembenihan sampai pembesaran merupakan pola rancangan alternatif yang
dapat dikembangkan di daerah penelitian Berdasarkan analisis kelayakan finansial dengan menggunakan kriteria investasi yaitu NPV, IRR, Net BC dan
Payback Period, keempat pola usaha tersebut menunjukan kelayakan untuk diusahakan. Pola usaha I menghasilkan NPV sebesar Rp. 1.159.345,50, IRR
adalah 39, Net BC 1,48 dan Payback Period 3,09 tahun. Pola usaha II
15
menghasilkan NPV sebesar Rp. 6.771.987, IRR 70, Net BC 3,4 dan Payback Period 2,09 tahun. Pola usaha III menghasilkan NPV sebesar Rp. 10.984.445,50,
IRR 76, Net BC 1,95 dan Payback Period 1,08 tahun. Sedangkan pola usaha IV sebagai pola rancangan alternative menghasilkan NPV sebesar Rp. 13.164.954,
IRR 94, Net BC 2,56 dan Payback Period 1,05 tahun. Penelitian Jatmiko 2003 dengan judul Analisis Pendapatan dan Efisiensi
Penggunaan Faktor – Faktor Produksi Usaha Pembesaran Ikan Gurami studi kasus di Desa Cogrek, Kecamatan Parung Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil analisis,
pendapatan usaha pembesaran ikan gurami di desa Cogrek pada kondisi optimal lebih menguntungkan dibandingkan pada kondisi aktual. Hal ini ditunjukan
dengan nilai RC yang didapatkan pada kondisi optimal 1,96 lebih besar dibandingkan nilai RC pada kondisi aktual sebesar 1,46. Faktor-faktor produksi
yang diduga berpengaruh terhadap hasil produksi pembesaran ikan gurami adalah jumlah benih, pakan pelet, pakan daun sente, luas kolam dan tenaga kerja. Dari
hasil analisis Cobb-Douglas menunjukan bahwa faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap hasil produksi pada tingkat kepercayaan 95 adalah
benih, pakan pelet dan pakan daun sente. Sedangkan faktor luas kolam berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 85 dan faktor tenaga kerja tidak
berpengaruh nyata terhadap hasil produksi baik pada tingkat kepercayaan 85 dan 95.
Irawati 2006 melakukan penelitian dengan judul Analisis Pendapatan Dan Efisiensi Penggunaan Faktor – Faktor Produksi Usahatani Padi Program PTT dan
Non-PTT kasus di Kabupaten Karawang. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani padi di daerah penelitian, petani
16
non-program PTT pendapatan atas biaya tunai dan total lebih tinggi dibandingkan dengan petani program PTT. Akan tetapi, pada kondisi optimal pendapatan total
yang diterima oleh petani program PTT lebih besar dibandingkan petani non program. Hasil analisis regresi fungsi produksi Cobb Douglas, untuk petani
program PTT menunjukan bahwa faktor - faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi usahatani padi adalah luas lahan, benih, pupuk
urea, pupuk NPK, obat cair dan tenaga kerja. Sedangkan untuk pupuk sp-36 dan obat padat tidak berpengaruh nyata. Untuk petani non PTT menunjukan bahwa
luas lahan, benih, NPK, dan tenaga kerja merupakan faktor - faktor yang berpengaruh nyata pada peningkatan produksi usahatani padi, sedangkan sp-36,
urea, obat padat dan obat cair tidak berpengaruh nyata. Analisis Pendapatan dan Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kelangsungan
Usaha Kolam Jaring Apung, kasus di Desa Bangus, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang dilakukan oleh Yulinar 2005 menjelaskan bahwa
pendapatan usaha kolam jaring apung dihitung menggunakan analisis pendapatan dengan bantuan tabel arus kas seperti arus penerimaan dan biaya yang digunakan.
Berdasarkan hasil analisis, penerimaan petani terbagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori untung, kategori rugi dan kategori bangkrut. Penerimaan petani kategori
untung sebesar Rp 128.092.674,00thn dengan total biaya produksi sebesar Rp 7.680.084,95thn. Penerimaan petani kategori rugi sebesar Rp 60.503.513,59thn
dengan total biaya produksi sebesar Rp 69.850.535,58thn. Penerimaan petani kategori bangkrut sebesar Rp 54.699.639,90thn dengan total biaya produksi
sebesar Rp 62.652.689,30thn. Alat analisis yang digunakan dalam menentukan faktor – faktor yang mempengaruhi kelangsungan usaha kolam jaring apung
17
adalah analisis logit atau regresi logistik. Berdasarkan hasil analisis, faktor yang berpengaruh nyata terhadap kelangsungan usaha kolam jarring apung di waduk
saguling desa Bangus adalah kualitas air dan jumlah kolam. Analisis Pendapatan Nelayan Berdasarkan Jenis Alat Tangkap di Pelabuhan
Perikanan Samudera Cilacap, Jawa Tengah oleh Effendi 2004 menyebutkan bahwa pendapatan non pertanian adalah pendapatan yang berasal dari tingkat
upah, sewa dan keuntungan yang di peroleh dari tenaga kerja yang dicurahkan dikurangi dengan biaya – biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan diluar usaha
pertanian yang dilakukan. Berdasarkan hasil analisis faktor – faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan yang menggunakan trammel net, gill net dan
long line adalah ukuran kapal, pengalaman nakhoda dan jumlah alat tangkap. Mulyani 2007 dengan judul penelitian Prospek Pengembangan Usaha
Budidaya Ikan Lele di OMAH FISH FARM, Kecamatan Ciseeng-Parung Kabupaten Bogor. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa ikan lele dapat
dibudidayakan dengan lahan dan sumber air yang terbatas, kepadatan tinggi dan relatif lebih cepat untuk mencapai ukuran konsumsi dibandingkan dengan ikan
gurami. Akan tetapi harga per-kilogram ikan lele jauh lebih murah dibandingkan dengan ikan gurami. Hasil analisis usaha, nilai RC ratio selama satu tahun adalah
sebesar 0,57 yang berarti usaha budidaya tersebut tidak menguntungkan untuk diusahakan.
Prospek Usaha Budidaya Ikan Nila Gift Sistem Kolor Pada Keramba Jaring Apung Di Waduk Cirata Kecamatan Cikalong Kulon Kabupaten Cianjur Jawa
Barat oleh Resmi 2007 menyebutkan bahwa kombinasi antara ikan nila dan ikan mas dalam budidaya sistem kolor lebih menguntungkan dibandingkan dengan
18
kombinasi ikan nila dan ikan bawal dengan nilai RC masing-masing sebesar 2,02 dan 1,87. Harga masing-masing jenis ikan berbeda, untuk ikan nila sebesar Rp
5500kg, ikan mas 9500kg dan ikan bawal sebesar Rp 6000kg. Dibandingkan dengan ikan gurami harga tersebut relatif jauh lebih rendah dimana harga ikan
gurami sebesar Rp 18.000-20.000,-. Penelitian Jaelani 2003 yang berjudul Prospek Pengembangan Usaha Pembenihan Ikan Gurami Di Kelurahan Tertasari
Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Hasil analisis usaha menggambarkan nilai RC untuk usaha pembenihan ikan gurami sebesar 2,13
dengan hasil panen berupa benih ukuran 0,75 – 2 cm. Uraian di atas menunjukan bahwa sampai saat ini belum ada penelitian
mengenai pendapatan usaha pembenihan ikan gurami petani bersertifikat Standar Nasional Indonesia, sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk menganalisis
pendapatan dan faktor – faktor yang mempengaruhi produksi pada usaha pembenihan ikan gurami petani bersertifikat SNI.
19
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pendapatan Usahatani
Usahatani merupakan satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili alam, unsur tenaga kerja yang
bertumpu pada anggota keluarga tani, unsur modal dan pengelolaan atau manajemen. Unsur – unsur tersebut saling berkaitan, kedudukannya dalam
usahatani sama penting dan tidak dapat dipisahkan. Pemahaman keempat unsur tersebut diperlukan karena menyangkut masalah penguasaan dan pemilikan
terhadap faktor-faktor produksi, dimana pemilikan memberikan kekuatan dan kekuasaan untuk berbuat terhadap faktor-faktor produksi dalam penggunaan pada
proses produksi. Seseorang yang menguasai atau memiliki faktor produksi, dapat memberikan posisi atau status sosial yang tinggi di lingkungan masyarakatnya
Hernanto, 1989. Tingkat keuntungan dapat diukur dengan pendapatan usahatani yang
umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan suatu usahatani dengan tujuan untuk membantu perbaikan pengelolaan usahatani. Analisis pendapatan usahatani
bertujuan untuk menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan dapaat menggambarkan keadaan yang akan datang.
Pendapatan dalam usahatani adalah balas jasa terhadap setiap faktor produksi dan merupakan ukuran keberhasilan usahatani. Menurut Soekartawi,
et.al 1986, terdapat banyak cara untuk mengukur pendapatan usahatani, diantaranya adalah pendapatan bersih usahatani net farm income dan pendapatan
20