The Air Pollution Model TAPM

12 rata 1600 ha per hutan, namun setelah tahun 1990 khususnya tahun 1991, 1994, dan 1997 mencapai luas rata-rata 19.998 ha. Provinsi Kalimantan Timur mengalami kebakaran hutan setiap tahun semenjak 1990, nampaknya hal ini terjadi karena perubahan ekologi semakin cepat terjadi di Kalimantan dan juga luas konversi lahan semakin meningkat KLH, 2001. Beberapa model telah dikembangkan untuk memodelkan dispersi dan trayektori polutan, salah satunya adalah TAPM. TAPM dikembangkan pertama kali digunakan untuk memodelkan urban polutan namun pada perkembangannya TAPM juga dapat digunakan untuk memodelkan kebakaran hutan.

2.6 The Air Pollution Model TAPM

TAPM dikembangkan oleh para ilmuwan Australia’s Commonwealth Scientific and Research Organization CSIRO, adalah model simulasi tiga dimensi untuk bidang pencemaran udara, TAPM juga mampu memprediksikan seluruh parameter meteorologi yang dibutuhkan untuk kajian studi lebih lanjut tanpa membutuhkan data- data lokal. Termasuk pula fenomena meteorogi lokal seperti angin laut dan aliran udara di atas permukaan dengan menggunakan analisis atau prediksi pergerakan sinoptik yang telah disediakan. TAPM juga dilengkapi GUI Graphical User Interface dan GIS Graphical Information System yang mampu menghasilkan animasi dari hasil simulasi. Software TAPM merupakan pengembangan dari LADM Lagrangian Atmospheric Dispersion Model yang keduanya dikembangkan oleh CSIRO, Australia. TAPM ini bekerja pada sistem Windows, sehingga lebih memudahkan bagi pengguna. Besarnya konsentrasi polutan dan parameter meteorologi dapat dilihat pada tiap grid dan level ketinggian. Pengguna TAPM tidak memerlukan data hasil observasi meteorologis, karena akan sangat sulit untuk memenuhi standar presisi yang diberlakukan dengan software ini, sebagai gantinya TAPM menggunakan database meteorologi yang dikeluarkan oleh CSIRO sebagai pengembang TAPM untuk memudahkan penggunanya. Database TAPM menggunakan citra satelit untuk menduga data meteorologi sinoptik setiap 6 jam. Data TAPM ini mencakup wilayah seluruh dunia, termasuk Indonesia. TAPM sebagai model prediksi polusi udara memiliki batasan dalam penggunaannya, yaitu : a. Analisa optimum diperoleh untuk luas area horizontal kurang dari 1000 x 1000 kilometer karena TAPM mengabaikan gaya Coriolis sehingga bentuk bumi dianggap datar dalam memproyeksikan hasil trayektori. b. Analisa optimum diperoleh untuk ketinggian atmosfer vertikal di bawah 5000 meter dan terbatas hingga 8000 meter. c. TAPM tidak terlalu sesuai untuk daerah dengan topografi curam dan berbukit. Metodologi yang dapat digunakan untuk mensimulasikan faktor meteorologi dengan menggunakan TAPM : • Deep Soil Volumetric Moisture Content: Kelembaban tanah memegang peranan penting dalam keseimbangan energi permukaan, karena dapat menghasilkan overestimate fluks bahang terasa. Kelembaban tanah memiliki pengaruh yang kuat terhadap suhu dan kecepatan angin. • Deep Soil Sea Surface Temperature: SST dapat mempengaruhi kecepatan angin, di Canterbury Plains SST turun hingga 5 °C kurang dari 24 jam. Hal ini disebabkan oleh naiknya udara pada daerah pantai. • Rain or No Rain Process: Perubahan in awalnya karena pada TAPM version 2 hujan tidak dimasukkan sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi dispersi polutan. • Synoptic Presure Gradient Scaling Factor Modifikasi nilai Synoptic Presure Gradient Scaling Factor, yang bernilai antara 0,5 hingga 1,5. Parameter pencemaran udara TAPM yang menggunakan data prediksi meteorologi dan turbulensi, memiliki empat bagian penyusun yaitu 1. EGM Eulerian Grid Module untuk memecahkan persamaan rata-rata dan variasi konsentrasi, dan untuk korelasi silang antara konsentrasi dan suhu potensial. 2. LPM Lagrangian Particle Module dapat digunakan untuk merepresentasikan dispersi di dekat sumber pencemar dengan lebih akurat. 3. Plume Rise Module digunakan untuk menentukan momentum dari cerobong asap dan efek buoyancy pada sumber titik. 13 4. Building Wake Module memudahkan perhitungan penyebaran dan dispersi polutan dengan mempertimbangkan aspek meteorologi dan turbulensi. Berbagai penelitian telah banyak memanfaatkan TAPM, terutama di Australia dan Selandia Baru untuk menentukan pengaruh faktor meteorologi terhadap trayektori pergerakan gas-gas pencemar udara. TAPM digunakan oleh Malaysia untuk menentukan asal asap kebakaran hutan yang menimpa wilayahnya. Berbagai departemen yang terkait dengan masalah lingkungan di Malaysia bekerja sama dengan CSIRO melakukan penelitian hingga mendapatkan kesimpulan bahwa asap yang menyelimuti Asia Tenggara berasal dari kebakaran hutan yang terjadi di Sumatera yang diakibatkan oleh pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian dengan menggunakan api. Selain itu di Malaysia juga terjadi kebakaran hutan domestik yang menambah parah kondisi pencemaran udara yang terjadi. Kebakaran hutan besar yang terjadi di Sumatera pada tahun 1997 menyelimuti lebih dari tiga juta kilometer persegi daerah Asia Tenggara dengan asap putih pekat, ribuan orang di Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan Indonesia mengalami masalah kesehatan yang berkaitan dengan pernafasan. Hal ini menyebabkan kebakaran hutan tahun 1997 merupakan bencana lingkungan terbesar sejak perang Vietnam. Malaysia merupakan negara yang paling parah menerima akibatnya, nilai indeks polusi udara di Malaysia mencapai angka 650 pada bulan September 1998, melampaui tingkat berbahaya dengan nilai 300 – 500 Pyper, 2002. Uji sensitifitas TAPM juga telah dilakukan pada simulasi model TAPM di daerah Christchurch dimana kota di daerah Selandia Baru ini mengalami smog smoke and gas yang berasal dari kondisi dispersi polutan yang relatif buruk. TAPM digunakan untuk menjelaskan dan memprediksikan beberapa skenario dispersi smog berbeda, maka digunakan TAPM model pencemaran udara mesoscale. TAPM memiliki dua komponen utama yaitu komponen meteorologi dan komponen dispersi polutan. Tetapi dalam jurnal tersebut hanya komponen meteorologi yang akan dipelajari lebih lanjut. Angin horizontal pada TAPM ditentukan melalui persamaan momentum dan untuk angin vertikal menggunakan incompressible econtinuity equation. Suhu potensial virtual dan kelembaban spesifik dari uap air, butir awanes, air hujan, dan salju ditentukan melalui persamaan skalar. Tekanan udara yang digunakan Tekanan Udara Exner yang terdiri dari dua komponen yaitu komponen hidrostatis dan komponen non- hirostatis. Persamaan Poison digunakan untuk memecahkan komponen non-hidrostatis. Persamaan energi kinetik turbulensi dan eddy disipation rate digunakan untuk menentukan turbulensi yang terjadi, termasuk proses mikrofisik untuk awan serta untuk estimasi fluks vertikal dengan menggunakan pendekatan difusi gradien termasuk counter- gradient expression untuk fluks panas. Pada permukaan, TAPM menggunakan pendekatan yang berbeda untuk tanah, tajuk tanaman, dan area urban Hirdman, 2006. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perlu adanya beberapa modifikasi untuk meningkatkan keakuratan TAPM, yaitu: a. Proses hujan sebaiknya dimasukkan dalam simulasi. b. Modifikasi nilai Deep Soil Volumetric Moisture Content DSVMC akan menunjukkan nilai yang sangat berbeda- beda terhadap hasil akhir simulasi. Jika DSVMC dinaikkan maka terjadi ketidakakuratan kecil terhadap nilai kecepatan angin tetapi nilai kelembaban udara akan relatif lebih akurat. Namun, peningkatan ini akan menaikkan nilai error TAPM, sehingga non-modifikasi atau penurunan nilai DSVMC lebih disarankan. c. Penurunan nilai Sea Surface Temperature yang akan mempengaruhi komponen arah angin akan menaikkan tingkat keakuratan hasil simulasi dibandingkan dengan data hasil observasi. d. Perubahan Synoptic Presure Gradient Scaling Factor sama sekali tidak memberikan pada hasil akhir, sehingga model TAPM tidak sensitif terhadap modifikasi parameter ini. Hirdman, 2006 Evaluasi terhadap TAPM version 2 juga dilakukan di Australia dengan studi kasus daerah Adelaide. Evaluasi dilakukan terhadap dua komponen utam TAPM yaitu komponen meteorologi dan pencemaran udara untuk ozon. Evaluasi TAPM dilaksanakan di dua titik pengamatan, yaitu Bandara Internasional Adelaide yang mewakili daerah pesisir dan Kent Town yang mewakili daerah pedalaman. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa TAPM version 2 terbukti sangat akurat untuk suhu, perbedaan antara hasil model dan hasil observasi hanya berbeda sekitar 0,1°C di Bandara Adelaide, sementara di daerah pedalaman perbedaannya lebih besar, namun di 14 Kent Town TAPM lebih baik dalam mengestimasi nilai ekstrim suhu daripada di Bandara Adelaide. Perbedan ini disebabkan oleh efek-efek meteorologis lokal yang sangat kuat pengaruhnya di daerah pesisir sehingga menyebabkan menurunnya tingkat akurasi simulasi Adeeb, 2004. Hasil evaluasi TAPM untuk perubahan arah angin menunjukkan kecepatan angin hasil simulasi lebih rendah di daerah pesisir dibandingkan dengan kondisi sebenarnya dan puncak kecepatan angin hasil simulasi di daerah pedalaman lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi sebenarnya. Beberapa aspek meteorologi skala meso seperti kecepatan hembusan angin laut dan gully winds hembusan angin yang bergerak dari utara ke arah timur tidak terekam dengan baik. Angin skala meso dan stabilitas lapisan pembatas seharusnya dapat diperbaiki secara lebih komprehensif untuk proses estimasi pengaruh faktor meteorologis skala lokal terhadap kualitas udara dan distribusi polutan Adeeb, 2004. Pemodelan pencemaran asap kebakaran hutan merupakan hal yang sulit karena tidak ada yang mengukur nilai laju emisi kebakaran hutan sebagai input TAPM. Global Fire Emissions Database ver 2 merupakan hasil model untuk mengukur laju