Bahan Alat dan Bahan .1 Alat

15

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei 2007 sampai dengan bulan Desember 2007, yang dilaksanakan di Laboratorium Meteorologi dan Kualitas Udara, Departemen Geofisika dan Meteorologi dan di Pusat Penelitian dan Pengembangan PUSLITBANG Badan Meteorologi dan Geofisika BMG, Jakarta. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, seperangkat Personal Computer PC didukung dengan software TAPM_GUI ver. 3.7 dan Graphical Information System GIS ver 3.0 dari CSIRO-Australia, Arc View 3.3, Windrose dari Enviroware, dan Microsoft Office 2003. Software-software program digunakan dalam analisa pemodelan meteorologi dan polutan, serta penentuan arah trayektorinya.

3.2.2 Bahan

Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Data Input Utama TAPM Data input utama TAPM adalah data yang tersimpan dalam database utama TAPM dengan file berekstensi .sas dengan penamaan file tersebut merujuk pada tanggal perekaman data. File-file tersebut terdiri dari : • Database topografi dan karakteristik tanah Keadaan topografi dan karakteristik tanah setiap 1 kilometer persegi, didapat dari US Geological Survey, Earth Resource Observation System, Data Center Distributed Active Archive Center. • Vegetasi dan tipe tanah Karakteristik daratan dan pola tutupan lahan setiap 1 kilometer persegi, didapat dari US Geological Survey, Earth Resource Observation System, Data Center Distributed Active Archive Center. • Suhu permukaan laut Rata-rata bulanan suhu permukaan laut setiap 1 kilometer persegi, didapat dari US National Center for Atmospheric Research NCAR. • Analisa sinoptik meteorologi Analisa sinoptik meteorologi dengan interval waktu 6 jam setiap 75 sd 100 km persegi, didapat dari analisa LAPS atau GASP Bureau of Meteorology. b. Data Lokasi Hotspot Tahun 2006 Data lokasi titik-titik hotspot yang terdeteksi pada bulan Mei yang mewakili musim transisi 1, bulan Juli yang mewakili musim kemarau kering, bulan September yang mewakili musim transisi 2, dan bulan Desember yang mewakili musim hujan basah. Data lokasi titik-titik hotspot didapatkan dari situs Departemen Kehutanan Republik Indonesia. c. Data Emisi Kebakaran Hutan Data emisi kebakaran hutan merupakan hasil estimasi yang terdiri dari data emisi CO, NO x , dan PM 2,5 merupakan hasil analisa citra satelit MODIS dan dengan pendekatan model biogeochemical Carnegie- Ames-Stanford-Approach CASA. Data emisi kebakaran hutan yang digunakan suatu set data global yang diemisikan setiap satu grid koordinat Bumi sehingga untuk mendapatkan emisi yang sesuai setiap area kebakaran hutan maka luas area kebakaran hutan harus dikalikan dengan panjang satu grid koordinat yaitu 111 km. Data emisi kebakaran hutan yang digunakan merupakan data dengan interval waktu 8 hari. Data emisi kebakaran hutan ini didapatkan dari Global Fire Emissions Database version 2. Data nilai emisi kebakaran hutan pada bulan Mei 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan untuk bulan Juli 2006 dapat dilihat pada Lampiran 4. Data nilai emisi kebakaran hutan pada bulan September 2006 dapat dilihat pada Lampiran 5, sedangkan untuk bulan Desember dapat dilihat pada Lampiran 6. d. Data Basemap Kalimantan Data basemap pulau Kalimantan digunakan untuk proses plotting data input dan hasil output model. 3.3 Metodologi 3.3.1 Perhitungan dan Konversi Data Data-data yang telah didapatkan dari berbagai sumber kemudian diolah, dengan alur proses sebagai berikut : a. Data Area Kebakaran Hutan 1. Mengelompokkan data lokasi titik-titik hotspot yang telah didapatkan dari Departemen Kehutanan Republik Indonesia menjadi cluster-cluster untuk mendapatkan suatu area kebakaran hutan yang sesuai untuk TAPM. Pengelompokan titik-titik hotspot ini didasarkan hanya pada jarak dan titik- titik hotspot terjauh dalam satu daerah. 2. Titik-titik hotspot yang telah dikelompokkan kemudian dijadikan suatu area kebakaran hutan dengan cara menentukan dua titik koordinat yang kemudian akan disambungkan dan akan digunakan sebagai area kebakaran hutan. 16 t A E Emisi Laju 8 × = Proses pengelompokkan menghasilkan area kebakaran hutan yang berbentuk kotak yang sesuai sebagai input TAPM. 3. Mengkonversi nilai koordinat yang telah diketahui menggunakan UTM Converter untuk mendapatkan nilai posisinya dalam nilai posisi East dan North dengan satuannya meter m. Nilai East dan North tersebut akan digunakan sebagai input lokasi area kebakaran hutan di TAPM. b. Perhitungan Laju Emisi Kebakaran Hutan 1. Laju emisi adalah banyak jumlah polutan yang dikeluarkan oleh suatu sumber pencemar dalam satuan waktu tertentu, biasanya dihitung dalam satuan gram per detik. 2. Data emisi kebakaran hutan yang terdiri dari data emisi CO, NO x , dan PM 2,5 merupakan data emisi kebakaran hutan dengan interval 8 hari dari GFEDv2 sehingga harus dilakukan konversi untuk mendapatkan data emisi setiap detik yang dibutuhkan untuk pengoperasian TAPM. 3.1 Dimana : E 8 = Emisi kebakaran hutan per luasan 1° lintang dan 1° bujur gr km -2 A = Area kebakaran hutan m -2 T = 8 hari = 8 x 24 x 60 x 60 detik 3. Laju emisi kebakaran hutan yang digunakan dalam penelitien ini adalah laju emisi kebakaran hutan untuk unsur CO, NO x , dan partikulat PM 2,5 .

3.3.2 Running Model TAPM