Global Fire Emissions Database ver 2

14 Kent Town TAPM lebih baik dalam mengestimasi nilai ekstrim suhu daripada di Bandara Adelaide. Perbedan ini disebabkan oleh efek-efek meteorologis lokal yang sangat kuat pengaruhnya di daerah pesisir sehingga menyebabkan menurunnya tingkat akurasi simulasi Adeeb, 2004. Hasil evaluasi TAPM untuk perubahan arah angin menunjukkan kecepatan angin hasil simulasi lebih rendah di daerah pesisir dibandingkan dengan kondisi sebenarnya dan puncak kecepatan angin hasil simulasi di daerah pedalaman lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi sebenarnya. Beberapa aspek meteorologi skala meso seperti kecepatan hembusan angin laut dan gully winds hembusan angin yang bergerak dari utara ke arah timur tidak terekam dengan baik. Angin skala meso dan stabilitas lapisan pembatas seharusnya dapat diperbaiki secara lebih komprehensif untuk proses estimasi pengaruh faktor meteorologis skala lokal terhadap kualitas udara dan distribusi polutan Adeeb, 2004. Pemodelan pencemaran asap kebakaran hutan merupakan hal yang sulit karena tidak ada yang mengukur nilai laju emisi kebakaran hutan sebagai input TAPM. Global Fire Emissions Database ver 2 merupakan hasil model untuk mengukur laju emisi dan emisi kebakaran hutan yang dapat digunakan di seluruh dunia. Input laju emisi TAPM dapat ditentukan dengan menggunakan Global Fire Emissions Database ver 2.

2.7 Global Fire Emissions Database ver 2

Global Fire Emissions Database version 2 GFEDv2 merupakan suatu dataset yang dikembangkan oleh para ilmuwan dari Belanda dan Amerika Serikat untuk menentukan estimasi emisi kebakaran hutan dan lahan. Proses estimasi dilakukan karena hasil observasi langsung sangat sulit dilakukan sehingga untuk mempermudah berbagai studi yang berkaitan dengan emisi kebakaran hutan dikembangkanlah suatu set data hasil analisa citra satelit MODIS dan pendekatan model biogeochemical Carnegie-Ames-Stanford- Approach CASA. Model biosfer Carnegie-Ames- Stanford-Approach CASA merupakan model yang dapat menghitung fluks karbon global dengan menggunakan input model cuaca untuk menjalankan proses biofisik, seperti juga hasil observasi citra satelit Normalized Difference Vegetation Index NDVI untuk mencari fenologi tumbuhan. Versi output CASA yang telah digunakan, didasarkan pada kondisi cuaca spesifik per tahun dan observasi citra satelit, dan termasuk efek api kebakaran terhadap fotosintesis dan respirasi tumbuhan van der Werf et al., 2006. GFEDv2 merupakan set data yang terdiri dari 1×1 derajat area lahan yang terbakar bulanan, fuel loads, combustion completeness, dan emisi kebakaran hutan Karbon, CO 2 , CO, CH 4 , NMHC, H 2 , NO x , N 2 O, PM 2,5 , TPM, TC, OC, BC untuk periode Januari 1997 – Desember 2005, kemudian diperbaharui hingga Desember 2006. Area kebakaran hutan GFEDv2 dianalisa berdasarkan observasi satelit MODIS terhadap titik-titik api. Hasil analisa citra satelit kemudian digabungkan dengan informasi tutupan vegetasi dan pemfaktoran skala spesifikasi vegetasi, kemudian akan menghasilkan luas area kebakaran dalam suatu rentang waktu. Setelah area kebakaran telah diketahui, emisi dari gas-gas pencemar yang dihasilkan dikalkulasikan dengan menggunakan model biosfer CASA. Perubahan vegetasi musiman dan biomassa tanah yang terdapat dalam model biosfer CASA adalah proses pembakaran yang didasarkan estimasi area kebakaran, dan kemudian dikonversikan menjadi atmospheric trace gas dengan menggunakan estimasi fuel loads, combustion completness, dan tingkat efisiensi pembakaran. 15

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei 2007 sampai dengan bulan Desember 2007, yang dilaksanakan di Laboratorium Meteorologi dan Kualitas Udara, Departemen Geofisika dan Meteorologi dan di Pusat Penelitian dan Pengembangan PUSLITBANG Badan Meteorologi dan Geofisika BMG, Jakarta. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, seperangkat Personal Computer PC didukung dengan software TAPM_GUI ver. 3.7 dan Graphical Information System GIS ver 3.0 dari CSIRO-Australia, Arc View 3.3, Windrose dari Enviroware, dan Microsoft Office 2003. Software-software program digunakan dalam analisa pemodelan meteorologi dan polutan, serta penentuan arah trayektorinya.

3.2.2 Bahan

Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Data Input Utama TAPM Data input utama TAPM adalah data yang tersimpan dalam database utama TAPM dengan file berekstensi .sas dengan penamaan file tersebut merujuk pada tanggal perekaman data. File-file tersebut terdiri dari : • Database topografi dan karakteristik tanah Keadaan topografi dan karakteristik tanah setiap 1 kilometer persegi, didapat dari US Geological Survey, Earth Resource Observation System, Data Center Distributed Active Archive Center. • Vegetasi dan tipe tanah Karakteristik daratan dan pola tutupan lahan setiap 1 kilometer persegi, didapat dari US Geological Survey, Earth Resource Observation System, Data Center Distributed Active Archive Center. • Suhu permukaan laut Rata-rata bulanan suhu permukaan laut setiap 1 kilometer persegi, didapat dari US National Center for Atmospheric Research NCAR. • Analisa sinoptik meteorologi Analisa sinoptik meteorologi dengan interval waktu 6 jam setiap 75 sd 100 km persegi, didapat dari analisa LAPS atau GASP Bureau of Meteorology. b. Data Lokasi Hotspot Tahun 2006 Data lokasi titik-titik hotspot yang terdeteksi pada bulan Mei yang mewakili musim transisi 1, bulan Juli yang mewakili musim kemarau kering, bulan September yang mewakili musim transisi 2, dan bulan Desember yang mewakili musim hujan basah. Data lokasi titik-titik hotspot didapatkan dari situs Departemen Kehutanan Republik Indonesia. c. Data Emisi Kebakaran Hutan Data emisi kebakaran hutan merupakan hasil estimasi yang terdiri dari data emisi CO, NO x , dan PM 2,5 merupakan hasil analisa citra satelit MODIS dan dengan pendekatan model biogeochemical Carnegie- Ames-Stanford-Approach CASA. Data emisi kebakaran hutan yang digunakan suatu set data global yang diemisikan setiap satu grid koordinat Bumi sehingga untuk mendapatkan emisi yang sesuai setiap area kebakaran hutan maka luas area kebakaran hutan harus dikalikan dengan panjang satu grid koordinat yaitu 111 km. Data emisi kebakaran hutan yang digunakan merupakan data dengan interval waktu 8 hari. Data emisi kebakaran hutan ini didapatkan dari Global Fire Emissions Database version 2. Data nilai emisi kebakaran hutan pada bulan Mei 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan untuk bulan Juli 2006 dapat dilihat pada Lampiran 4. Data nilai emisi kebakaran hutan pada bulan September 2006 dapat dilihat pada Lampiran 5, sedangkan untuk bulan Desember dapat dilihat pada Lampiran 6. d. Data Basemap Kalimantan Data basemap pulau Kalimantan digunakan untuk proses plotting data input dan hasil output model. 3.3 Metodologi 3.3.1 Perhitungan dan Konversi Data Data-data yang telah didapatkan dari berbagai sumber kemudian diolah, dengan alur proses sebagai berikut : a. Data Area Kebakaran Hutan 1. Mengelompokkan data lokasi titik-titik hotspot yang telah didapatkan dari Departemen Kehutanan Republik Indonesia menjadi cluster-cluster untuk mendapatkan suatu area kebakaran hutan yang sesuai untuk TAPM. Pengelompokan titik-titik hotspot ini didasarkan hanya pada jarak dan titik- titik hotspot terjauh dalam satu daerah. 2. Titik-titik hotspot yang telah dikelompokkan kemudian dijadikan suatu area kebakaran hutan dengan cara menentukan dua titik koordinat yang kemudian akan disambungkan dan akan digunakan sebagai area kebakaran hutan.