Uji Mutu Sediaan Gentamisin Salep Kulit Yang Diproduksi Oleh Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

(1)

UJI MUTU SEDIAAN GENTAMISIN SALEP KULIT YANG

DIPRODUKSI OLEH PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK.

PLANT MEDAN

TUGAS AKHIR

OLEH:

SITI NURLELA

NIM 122410063

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan

menyelesaikan Tugas Akhir berjudul “Uji Mutu Sediaan Gentamisin Salep Kulit

Yang Diproduksi Oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan”. Tugas

Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan

Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,

penulis tidak akan dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagaimana mestinya.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak

antara lain:

1. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny M.Si., Apt., Wakil Dekan 1 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., Ketua Program Studi

Diploma III Analis Farmasi dan Makanan.

3. Bapak Drs. Agusmal Dalimunthe M.S., Apt., Dosen Pembimbing Tugas

Akhir yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dengan

penuh perhatian hingga Tugas Akhir ini selesai.

4. Bapak Yogi Sugianto S.Farm., Apt., Pembimbing Praktek Kerja Lapangan di

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang telah membimbing dan


(4)

5. Bapak Drs. Immanuel S.Meliala, M.Si., Apt., Dosen Penasehat Akademik

yang telah memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis dalam hal

akademik setiap semester.

6. Dosen dan Pegawai Fakultas Farmasi Program Studi Diploma III Analis

Farmasi dan Makanan yang berupaya mendukung kemajuan mahasiswa.

7. Serta pihak-pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum

namanya.

Tersistimewa kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Syahnan dan

Ibunda Ariana serta saudara-saudara penulis yaitu Kakanda Siti Nurjana, Abangda

Muhammad Rifai dan Adinda Siti Nur Amalia yang selalu memberikan doa serta

semangat, perhatian, dorongan dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam

penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa sepenuhnya isi dari Tugas Akhir ini masih

terdapat kekurangan, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis

mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan

Tugas Akhir ini dan demi peningkatan mutu penulisan Tugas Akhir di masa yang

akan datang.

Akhir kata, penulis sangat berharap semoga Tugas Akhir ini dapat

memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukan. Amin.

Medan, April 2015 Penulis,

Siti Nurlela NIM 122410063


(5)

UJI MUTU SEDIAAN GENTAMISIN SALEP KULIT YANG DIPRODUKSI OLEH PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT

MEDAN

Abstrak

Latar Belakang: Penggunaan antibiotik dalam masyarakat sangat tinggi. Sampai saat ini, masih terdapat berbagai masalah yang ditimbulkan oleh penggunaan antibiotik. Gentamisin salep kulit merupakan salah satu sediaan farmasi yang mengandung antibiotik. Agar memiliki efek terapi yang baik, perlu dilakukannya uji mutu terhadap gentamisin salep kulit.

Tujuan: Mengetahui mutu dari sediaan gentamisin salep kulit yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang telah sesuai dengan persyaratan Farmakope Indonesia.

Hasil: Dari pengujian yang dilakukan gentamisin salep kulit memenuhi spesifikasi mulai dari dikemas dalam tube 5 gram, bewarna putih, homogen, tidak ada partikel kasar, lunak dan halus memiliki berat rata-rata 5,07 gram, keseragaman bobot 0,41 gram, pH 5,03 serta potensi atau daya hambatnya pada bakteri staphylococcus epidermidis yaitu 102,56 %.

Kesimpulan: Sediaan gentamisin salep kulit yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah memenuhi persyaratan sesuai dengan Farmakope Indonesia dan berpedoman pada Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).


(6)

QUALITY TEST GENTAMICIN OINTMENT STOCKS THAT PRODUCED BY PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

Abstract

Background: The use of antibiotics in the community is very high. Until now, there are still many problems caused by the use of antibiotics. Gentamicin ointment is a pharmaceutical preparation containing antibiotics. In order to have a good therapeutic effect, need to do a quality test to gentamicin ointment.

Objective: To determine the quality of the preparation of gentamicin ointment produced by PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan which complies with the requirements of the Indonesian Pharmacopoeia.

Results: From the tests gentamicin ointment meet the specifications ranging from packaged in tubes of 5 grams, a white, homogeneous, no coarse particles, soft and smooth to have an average weight of 5.07 grams, weight uniformity of 0.41 grams, pH 5.03 as well as the potential or power inhibitory to bacteria staphylococcus epidermidis is 102.56%.

Conclusion: Gentamicin ointment preparations produced by PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan has met the requirements according to the Indonesian Pharmacopoeia and guided by the Good Manufacturing Practice (GMP).

Keywords: Gentamicin, ointment, antibiotics, quality test, determination of potential.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... ivx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Salep ... 4

2.1.1 Penggolongan Salep ... 5

2.1.2 Kualitas Dasar salep ... 7

2.1.3 Persyaratan salep ... 8


(8)

2.2.1 Antibiotika yang Menghambat Sintesis Dinding Sel ... 11

2.2.2 Antibiotika Yang Merusak Membran Plasma ... 11

2.2.3 Antiniotika yang Menghambat Sintesis Protein ... 12

2.2.4 Antibiotika yang Menghambat Sintesis Asam Nukleat (DNA/RNA) ... 12

2.2.5 Antibiotika Menghambat Sintesis Metabolit Esensial . 13

2.3 Gentamisin Sulfat ... 13

2.3.1 Mekanisme Kerja Gentamisin Sulfat ... 14

2.3.2 Penggunan Gentamisin Sulfat ... 15

2.3.3 Efek Samping dan Indikasi ... 16

2.4 Pengujian Mutu Salep Gentamisin ... 16

2.4.1. Pemerian ... 17

2.4.2. Pengujian pH ... 18

2.4.3 Homogenitas ... 18

2.4.4 Uji Keseragaman Sediaan ... 18

2.4.5 Standar Deviasi Relatif (RSD) ... 19

2.4.6. Uji Potensi ... 19

BAB III METODOLOGI ... 25

3.1 Tempat... 25

3.2 Alat ... 25

3.3 Bahan-banhan ... 25


(9)

3.4.1 Pemerian ... 26

3.4.2 Uji Homogenitas ... 26

3.4.3 Pengujian pH ... 26

3.4.4 Bobot Rata-rata ... 26

3.4.5 Simpangan Baku Relatif ... 27

3.4.6 Sterilisasi Alat ... 27

3.4.7 Penyiapan Media Uji ... 27

3.4.8 Pembuatan Larutan Dapar Posfat III ... 27

3.4.9 Pembuatan Larutan Baku Pembanding ... 28

3.4.10 Penandaan Cawan ... 29

3.4.11 Pembuatan Larutan Uji ... 29

3.4.12 Pembuatan Inokula ... 29

3.4.13 Penandaan Cawan ... 29

3.4.14 Penetapan Potensi ... 30

3.5 Perhitungan ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Hasil ... 32

4.2 Pembahasan ... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan ... 32

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Potensi Gentamisin Salep Kulit ... 33


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Potensi ... 39

Lampiran 2. Perhitungan Bobot Rata-Rata Gentamisin Salep Kulit ... 42

Lampiran 3. Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) ... 43

Lampiran 4. Diagram Alur Pembuatan Inokula ... 44

Lampiran 5. Diagram Alur Penetapan Potensi ... 45

Lampiran 6. Hasil Perhitungan Potensi Antibiotik ... 46

Lampiran 7. Hasil Analisa Uji Mutu Gentamisin Salep Kulit ... 47

Lampiran 8. Pola Letak Lempeng Silinder ... 48

Lampiran 9. Hasil Penetapan Potensi dari Gentamisin Salep Kulit ... 48


(13)

UJI MUTU SEDIAAN GENTAMISIN SALEP KULIT YANG DIPRODUKSI OLEH PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT

MEDAN

Abstrak

Latar Belakang: Penggunaan antibiotik dalam masyarakat sangat tinggi. Sampai saat ini, masih terdapat berbagai masalah yang ditimbulkan oleh penggunaan antibiotik. Gentamisin salep kulit merupakan salah satu sediaan farmasi yang mengandung antibiotik. Agar memiliki efek terapi yang baik, perlu dilakukannya uji mutu terhadap gentamisin salep kulit.

Tujuan: Mengetahui mutu dari sediaan gentamisin salep kulit yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang telah sesuai dengan persyaratan Farmakope Indonesia.

Hasil: Dari pengujian yang dilakukan gentamisin salep kulit memenuhi spesifikasi mulai dari dikemas dalam tube 5 gram, bewarna putih, homogen, tidak ada partikel kasar, lunak dan halus memiliki berat rata-rata 5,07 gram, keseragaman bobot 0,41 gram, pH 5,03 serta potensi atau daya hambatnya pada bakteri staphylococcus epidermidis yaitu 102,56 %.

Kesimpulan: Sediaan gentamisin salep kulit yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah memenuhi persyaratan sesuai dengan Farmakope Indonesia dan berpedoman pada Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).


(14)

QUALITY TEST GENTAMICIN OINTMENT STOCKS THAT PRODUCED BY PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

Abstract

Background: The use of antibiotics in the community is very high. Until now, there are still many problems caused by the use of antibiotics. Gentamicin ointment is a pharmaceutical preparation containing antibiotics. In order to have a good therapeutic effect, need to do a quality test to gentamicin ointment.

Objective: To determine the quality of the preparation of gentamicin ointment produced by PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan which complies with the requirements of the Indonesian Pharmacopoeia.

Results: From the tests gentamicin ointment meet the specifications ranging from packaged in tubes of 5 grams, a white, homogeneous, no coarse particles, soft and smooth to have an average weight of 5.07 grams, weight uniformity of 0.41 grams, pH 5.03 as well as the potential or power inhibitory to bacteria staphylococcus epidermidis is 102.56%.

Conclusion: Gentamicin ointment preparations produced by PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan has met the requirements according to the Indonesian Pharmacopoeia and guided by the Good Manufacturing Practice (GMP).

Keywords: Gentamicin, ointment, antibiotics, quality test, determination of potential.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan

sebagai obat luar pada kulit dengan atau tanpa penggosokkan. Bahan obatnya larut

atau terdispersi homogen dalam dasar salep. Sediaan setengah padat terdiri dari

salep, krim, pasta, jeli, cerata dan kataplasma. Salah satu sediaan farmasi yang

berbentuk salep adalah salep kulit yaitu salep yang dioleskan pada bagian kulit.

Diantaranya adalah gentamisin salep kulit, dimana salep ini mengandung

antibiotika yaitu gentamisin (Anief, 2007).

Gentamisin merupakan antibiotika golongan aminoglikosida yang dapat

menghambat sintesis protein, dan bekerja secara spektrum luas. Antibiotik ini

dihasilkan oleh Micromonosporae purpurea dan merupakan antibiotik yang bisa

menyembuhkan infeksi luka bakar atau luka. Seperti semua aminoglikosida,

gentamisin tidak memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri anaerob

(Katzung, 2010).

Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,

yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman

sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Tjay dan Rahardja, 2007).

Pada saat ini antibiotika sudah banyak digunakan oleh masyarakat untuk

pengobatan berbagai penyakit terutama penyakit infeksi. Akan tetapi akibat


(16)

dapat membahayakan bagi pasien. Bakteri penyebab penyakit ini dapat menjadi

resistensi terhadap pengobatan dengan antimikroba.

Untuk menjamin agar gentamisin salep kulit dapat bekerja sebagai obat,

maka perlu dilakukan uji mutu terhadap sediaan salep. Uji mutu suatu obat dapat

dilakukan dengan cara pemeriksaan yaitu pemeriksaan secara fisika dan kimia

yang meliputi pemeriksaan bentuk, warna, bau, identitas, rotasi optik, berat jenis,

pH, kelarutan, kekentalan, waktu hancur, kekerasan tablet, susut pengeringan,

berat rata-rata atau volume per unit, keseragaman bobot atau volume, bentuk

kristal, ukuran partikel, kadar air, kadar zat aktif, pengotoran dan produk yang

hancur. Pemeriksaan secara biologi dan mikrobiologi meliputi pemeriksaan kadar,

potensi, keamanan, tokisitas, adanya pirogen, histamin, pemeriksaan sterilitas,

koefesien fenol, daya antiseptik dan daya preservatif (Lachman, dkk., 1994).

Sedangkan untuk sediaan gentamisin salep kulit pemeriksaan yang

dilakukan yaitu pemerian, homogenitas, keseragaman bobot, berat rata-rata, pH,

dan penetapan potensi untuk menentukan daya hambat dari salep gentamisin yang

diperiksa (Ditjen POM, 1984).

Penetapan potensi antibiotik dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai

dengan efek daya hambatnya terhadap mikroba. Sesuai penurunan aktivitas

antimikroba juga akan dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat

ditunjukkan oleh metode kimia, sehingga pengujian secara mikrobiologi atau

biologi biasanya merupakan standar untuk mengatasi keraguan tentang


(17)

Gentamisin salep kulit produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant

Medan yang saat ini beredar dipasaran haruslah di uji mutunya terlebih dahulu.

Pemeriksaan seperti pemerian, homogenitas, pH, bobot rata-rata, keseragaman

bobot dan penetapan potensi harus memenuhi syarat sebelum salep di edarkan.

Hal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari pengunaan obat yang tidak

memenuhi efek terapi dan mutu yang baik. Berdasarkan hal tersebut penulis

tertarik untuk melakukan pengujian terhadap ”Uji Mutu Sediaan Gentamisin

Salep Kulit yang Diproduksi Oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan”.

1.2Tujuan

Adapun tujuan dari uji mutu gentamisin salep kulit yang di produksi oleh

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan untuk mengetahui apakah sediaan

salep gentamisin memiliki mutu yang baik dan sesuai persyaratan yang telah

tertera pada monografi Farmakope Indonesia mulai dari pemeriksaan seperti

pemerian, homogenitas, pH, bobot rata-rata, keseragman bobot dan penetapan

potensi.

1.3Manfaat

Adapun manfaat dari uji mutu gentamisin salep kulit yang di produksi oleh

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan adalah mengetahui cara menguji

salep gentamisin, untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang mutu

salep gentamisin yang telah memenuhi pesyaratan dan untuk menambah wawasan


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Salep

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan

sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep

yang cocok (Dirjen POM, 1995).

Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam empat

kelompok yaitu dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep

yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat

menggunakan salah satu dasar salep tersebut (Dirjen POM, 1995).

Dasar salep hidrokarbon dikenal sebagai dasar salep berlemak antara lain

vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat

dicampurkan kedalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak

bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep

hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar dicuci. Tidak

mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama (Dirjen POM, 1995).

Dasar salep serap dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama

terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air

dalam minyak (Parrafin hidrofilik dan Lanolin anhidrat), dan kelompok kedua

terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah

larutan air tambahan (Lanolin). Dasar salep serap juga bermanfaat sebagai


(19)

Dasar salep yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak dalam air

antara lain salep hidrofilik dan lebih tepat disebut “Krim”. Dasar ini dinyatakan

juga dapat dicuci dengan air karena mudah dicuci dari kulit dan dilap basah,

sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Beberapa bahan obat dapat

menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada dasar salep

hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan

air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan termatologik (Dirjen

POM, 1995).

Dasar salep larut dalam air merupakan kelompok yang sering juga disebut

sebagai dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep

jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep yang dapat dicuci

dengan air dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air seperti parafin, lanolin

anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut “gel” (Dirjen POM,

1995).

2.1.1 Penggolongan Salep

1. Menurut Konsistensinya salep dapat dibagi:

a. Unguenta adalah salep yang mempunyai konsistensinya seperti mentega,

tidak mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai

tenaga.

b. Cream (krim) adalah salep yang banyak mengandung air, mudah diserap


(20)

c. Pasta adalah salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk),

suatu salep tebal karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit

yang diolesi.

d. Cerata adalah salep lemak yang mengandung presentase lilin (wax) yang

tinggi sehingga konsistensinya lebih keras (ceratum labiale).

e. Gelones/spumae/jelly adalah salep yang lebih halus, umumnya cair dan

sedikit mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelicin atau basis,

biasanya terdiri atas campuran sederhana dari minyak dan lemak dengan

titik lebur rendah. Contoh: starch jellies (10% amilum dengan air

mendidih).

2. Menurut sifat farmakologi/terapeutik dan penetrasinya, salep dapat dibagi:

a. Salep epidermis digunakan untuk melindungi kulit dan menghasilkan

efek lokal, tidak diabsorpsi, kadang-kadang ditambahkan antiseptik

anstrigensia untuk meredakan rangsangan atau anasteti lokal. Dasar salep

yang baik adalah dasar salep senyawa hidrokarbon.

b. Salep endodermis adalah salep yang bahan obatnya menembus ke dalam

kulit, tetapi tidak melalui kulit, terabsorpsi sebagian, digunakan untuk

melunakkan kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang terbaik adalah

minyak lemak.

c. Salep diadermis adalah salep yang bahan obatnya menembus ke dalam

tubuh melalui kulit dan mencapai efek yang diinginkan, misalnya salep

yang mengandung senyawa merkuri iodida, beladona.


(21)

3. Menurut dasar salepnya. Salep dapat dibagi:

a. Salep hidrofobik yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan dasar

salep berlemak (greasy bases) tidak dapat dicuci dengan air misalnya

campuran lemak-lemak dan minyak lemak.

b. Salep hidrofilik yaitu salep yang suka air atau kuat menarik air, biasanya

dasar tipe M/A (Syamsuni, 2006).

2.1.2 Kualitas Dasar Salep

Kualitas dasar salep yang ideal adalah:

a. Satabil selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari

inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembapan yang ada dalam

kamar.

b. Lunak yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi

lunak dan homogen, sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi,

inflamasi dan ekskoriasi.

c. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang apling mudah

dipakai dan dihilangkan dari kulit

d. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika

dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh

merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas

obatnya pada daerah yang diobati.

e. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep


(22)

f. Lembut, mudah dioleskan serta mudah melepaskan zat aktif (Anief,

2007).

Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang

diinginkan, sifat obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan

ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang

kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat

yang terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon dari pada dasar salep

yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar

salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam

dasar salep yang mengandung air (Dirjen POM, 1995).

2.1.3 Persyaratan Salep

Berikut ini adalah persyaratan dari salep yang baik:

1. Pemerian: tidak boleh berbau tengik

2. Kadar: kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat

keras, kadar bahan obat adalah 10%.

3. Dasar salep (ds): kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis

salep) digunakan vaselin putih (vaselin album). Tergantung dari sifat

bahan obat dan tujuan pemakaian salep.

4. Homogenitas: jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan

lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.


(23)

2.2Antibiotika

Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,

yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman

sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini yang

dibuat secara semi-sintetis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula semua

senyawa sintetis dengan khasiat antibakteri (Tjay dan Rahardja, 2007).

Pada tahun 1920, ilmuwan Inggris Alexander Fleming menemukan enzim

lisozim pada air mata manusia. Enzim tersebut dapat melisis sel bakteri. Enzim

pada air mata manusia ini merupakan contoh agen antimikroba yang pertama kali

ditemukan pada manusia. Seperti, Pyocyanase, lisozim juga terbukti dapat

membunuh sel bakteri. Penemuan Fleming yang kedua terjadi secara tidak sengaja

pada tahun 1928, saat ia menemukan bahwa koloni Staphylococcus yang ia

tumbuhkan dengan metode streak (gores silang) pada media agar di cawan petri

mengalami lisis disekitar pertumbuhan koloni kapang tersebut merupakan

Penicilium sp (Pratiwi, 2008).

Antibiotika merupakan obat yang sangat penting dan dipakai untuk

memberantas berbagai penyakit infeksi, misalnya radang paru-paru, tifus, luka

yang berat dan sebagainya. Pemakaian antibiotika harus di bawah pengawasan

seorang dokter, karena obat ini dapat menimbulkan kerja ikutan yang tidak

dikehendaki dan dapat mendatangkan kerugian yang cukup besar bila

pemakaiannya tidak dikontrol dengan betul (Widjajanti, 1998).

Lazimnya antibiotika dibuat secara mikrobiologi, yaitu fungi dibiakkan


(24)

disalurkan kedalam cairan pembiakkan guna mempercepat pertumbuhan fungi dan

meningkatkan produksi antibiotikumnya. Setelah diisolasi dari cairan kultur,

antibiotiukum dimurnikan dan aktivitasnya ditentukan (Tjay dan Rahardja, 2007).

Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat

kuman atau juga untuk prevensi infeksi, misalnya pada pembedahan besar. Secara

profilaktis juga diberikan pada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga

sebelum cabut gigi (Tjay dan Rahardja, 2007).

Pengujian terhadap antibiotik meliputi penguji secara kimia, biologi,

mikrobiologi, atau ketiga-tiganya. Pengujian harus dilakukan secara hati-hati dan

tidak boleh terjadi perubahan selama proses pengujiannya terhadap antibiotik

tersebut. Sampel harus diletakkan ditempat yang berudara kering, bebas dari debu,

kontaminasi bahan kimia dan mikroba yang ada diudara, dan pembukaan harus

sesedikit mungkin. Perhatian khusus harus diberikan pada pengujian potensi

bahan baku antibiotik (Lachman, dkk., 1994).

Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan spektrum atau kisaran kerja,

mekanisme aksi, strain penghasil, cara biosintesis maupun berdasarkan struktur

biokimianya. Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya antibiotik dapat

dibedakan mennjadi 2 golongan yaitu:

a. Antibiotik dengan kegiatan sempit (Narrow spectrum)

Hanya mampu menghambat segolongan jenis bakteri saja, contohnya

hanya mampu menghambat atau membunuh bakteri Gram negatif atau

Gram positif saja.


(25)

Dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan Gram positif

dan Gram negatif (Pratiwi, 2008).

Berdasarkan mekanisme aksinya, antibiotik dibedakan menjadi lima, yaitu

antibiotik dengan mekanisme penghambatan sintesis dinding sel, perusakan

membran sel, penghambatan sintesis protein, penghambatan sintesis asam nukleat,

dan penghambatan sintesis metabolit esensial (Pratiwi, 2008).

2.2.1 Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel

Antibiotik ini adalah antibiotik yang merusak lapisan peptidoglikan yang

menyusun dinding sel bakteri Gram positif maupun Gram negatif, contohnya

penisilin, monobaktam, sefalosporin, karbapenem, basitrasin, vankomisin, dan

isoniazid (INH) (Pratiwi, 2008).

2.2.2 Antibiotika yang merusak membran plasma

Membran plasma bersifat semipermiabel dan mengendalikan transpor

berbagai metabolit ke dalam dan ke luar sel. Adanya gangguan atau kerusakan

struktur pada membran plasma dapat menghambat atau merusak kemampuan

membran plasma sebagai penghalang (barrier) osmosis dan mengganggu

sejumlah proses biosintesisnya yang diperlukan dalam membran (Pratiwi, 2008).

Antibiotik yang bersifat merusak menbran plasma umum terdapat pada

antibiotik golongan polipeptida yang bekerja dengan mengubah permeabilitas

membran plasma sel bakteri. Contohnya adalah polimiksin B yang melekat pada

fosfolipid membran, amfoterisin B, mikonazol, dan ketokenazol yang ketiganya

merupakan antifungi yang bekerja dengan cara berkombinasi dengan sterol pada


(26)

2.2.3 Antibiotik yang menghambat sintesis protein

Aminoglikosida merupakan kelompok antibiotik yang gula aminonya

tergabung dalam ikatan glikosida. Antibiotik ini memiliki spektrum luas dan

bersifat bakterisidal dengan mekanisme penghambatan pada sintesis protein

(Pratiwi, 2008).

Aminoglikosid merupakan kelompok antibiotika yang mempunyai

hubungan struktur kimia, kemampuan membunuh bakteri, mekanisme kerja,

sifat-sifat farmakologi dan farmakodinetik yang hampir sama. Struktur kimianya

mempunyai gugusan aminoglukosa yang membentuk rantai glikosid. Obat-oabt

ini punya peranan yang amat penting dalam pengobatan infeksi yang disebabkan

bakteri Gram negatif (Munaf, 1994).

Aminoglikosid adalah obat-obat utama untuk pengobatan infeksi Gram

negatif. Contoh antibiotik dari golongan aminoglikosid adalah gentamisin,

streptomisin, tobramisin, dan amikasin. Aminiglikosid bersifat bakterisid dengan

menghambat sintesis protein secara reversibel, namun demikian mekanisme kerja

sebenarnya dari obat ini tidak diketahui (Munaf, 1994).

Semua aminoglikosid larut dalam air, tidak diabsorpsi pada pemberian per

oral, penetrasi ke jaringan terbatas dan tidak mempunyai metabolisme khusus.

Aminoglikosid terutama dikeluarkan melalui filtrasi glomeruler dalam ginjal

(Munaf, 1994).

2.2.4 Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat (DNA/RNA)

Penghambatan pada sintesa nukleat berupa penghambatan terhadap


(27)

sintesis asam nukleat ini adalah antibiotik golongan kuinolon seperti asam

nalidiksat dan rifampin (Pratiwi, 2008).

2.2.5 Antibiotika menghambat sintesis metabolit esensial

Penghambatan terhadap sintetsis metabolit esensial antara lain dengan

adanya kompetitor berupa antimetabolit, yaitu substansi yang secara kompetitif

menghambat metabolit mikroorganisme, karena memiliki struktur yang mirip

dengan substrat normal bagi enzim metabolisme. Contohnya adalah antimetabolit

sulfanilamid (sulfa drug) dan para amino benzoic acid (PABA) (Pratiwi, 2008).

2.3Gentamisin Sulfat

Gentamisin sulfat adalah garam sulfat atau campuran garamnya dari

antibiotik yang dihasilkan oleh pembiakan Micromonosporae purpurae. Potensi

setara dengan tidak kurang dari 590 mcg per mg gentamisin, dihitung terhadap zat

yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).

Gambar 2.1 Struktur Gentamisin

Menurut Dirjen POM (1995), gentamisin sulfat memiliki informasi yaitu:


(28)

Berat molekul : 575,5954

Pemerian : Serbuk, putih sampai kekuning-kuningan.

Kelarutan : Larut dalam air, tidak larut dalam etanol, dalam aseton, dalam

kloroform, dalam eter dan dalam benzena.

pH : Antara 3,5 dan 5,5.

Persyaratan : Pada sediaan salep kulit gentamisin sulfat mengandung tidak

kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 135,0% gentamisin dari

jumlah yang tertera pada etiket.

Gentamisin sulfat adalah antibiotika golongan aminoglikosida yang

mempunyai potensi tinggi dan berspektrum luas terhadap bakteri Gram poitif dan

Gram negatif dengan sifat bakterisid. Gentamisin sulfat mempunyai rentang terapi

sempit (Rolanda, 2012).

Gentamisin sulfat dengan kadar 2-10 mcg/mL menghambat banyak galur

stafilokokus, koliform, dan bakteri Gram negatif lainnya in vitro. Obat ini aktif bila digunakan sendiri tetapi juga memiliki efek sinergisti dengan antibiotik β -laktam terhadap Pseudomonas, Proteus, Enterobacter, Klebsiella, serratia,

stenotrophomonas dan bakteri batang Gram negatif lainnya yang resisten terhadap

berbagai antibiotik lain. Seperti semua aminoglikosida, gentamisin tidak memiliki

aktivitas antimikroba terhadap bakteri anaerob (Katzung, 2010).

2.3.1 Mekanisme kerja gentamisin sulfat

Mekanisme kerja antibiotik gentamisin ama eperti mekanisme kerja

antibiotik golongan aminoglikosida lainnya yaitu menghambat sintesis protein


(29)

30 S ribosom yang akan mengakibatkjan kode genetika mRNA tidak terbca

dengan baik sehingga tidak terbentuk sub unit 70 S, akibatnya biosintesis protein

bakteri dikacaukan. Efek ini terjadi tidak hanya pada fase pertumbuhan bakteri

melainkan bila bakteri tidak membelah diri. Semua aminoglikosida terikat pada

sub unit 30 S dari ribosom secara selektif (Wattimena, 1987; Tjay, 2002).

2.3.2 Penggunaan gentamisin sulfat

Penggunaan kllinis gentamisin sulfat dilakukan dengan beberapa cara

pemberian yaitu:

a. Pemberian secara intravena

Gentamisin digunakan terutama pada infeksi berat yang disebabkan oleh

bakteri gram-negatif yang mungkin telah resisten terhadap obat-obat lain

terutama Pseudomonas, Enterobacter, Serratia, Proteus, Acinotobacter, dan

Klebsiella. Gentamisin sebanyak 5-6 mg/kg/hari biasanya diberikan secara

intravena dengan tiga kali pemberian dengan jumlah setara tetapi pemberian

sekali sehari sama efektifnya untuk beberapa organisme dan bersifat kurang

toksik (Katzung, 2004).

b. Pemberian topikal

Krim, salep, atau larutan yang mengandung 0,1- 0,3% gentamisin sulfat

digunakan pada luka bakar, luka, atau lesi kulit yang terinfeksi dan sebagai

pencegahan infeksi pada pemasangan kateter intravena. Gentamisin topikal

sebagian diinaktifkan oleh eksudat yang purulen. Sepuluh miligram

gentamisin dapat disuntikkan secara subkongjungtiva untuk mengobati


(30)

c. Pemberian Intratekal

Meningitis yang disebabkan oleh bakteri gram-negatif diobati dengan

suntikan intratekal gentamisin sulfat sebanyak 1-10 mg/hari. Akan tetapi,

baik pemberian gentamisin secara intratekal maupun intraventrikel tidak

bermanfaat untuk meningitis pada neonatus, dan gentamisin intraventrikel

bersifat toksik sehingga memunculkan pertanyaan mengenai kegunaan terapi

dengan cara tersebut. Selain itu, ketersediaan sefalosporin generasi ketiga

untuk mengobati meningitis akibat bakteri gram-negatif menyebabkan terapi

aminoglikosida intratekal tidak berguna pada sebagian besar kasus (Katzung,

2004).

2.3.3 Efek samping dan indikasi

Efek samping gentamisin yaitu dapat menyebabkan kerusakan pada mata

dan berkurangnya pendengaran untuk nada tinggi, juga nefrotoksisitas serta

blokade neuromuskular (Wattimena dkk, 1991).

Indikasi dari gentamisin sulfat yaitu digunakan pada infeksi oleh bakteri

Gram negatif meliputi infeksi intra-abdomen, jaringan halus, tulang dan sendi,

luka, saluran kemih, pneumonia dan menigitis atau digunakan secara topikal pada

infeksi luka bakar dan infeksi pada mata. Sering diperlukan terapi kombinasi

dengan penisilin sebagai antipseudomonas (Wattimena, dkk., 1991).

2.4Pengujian Mutu Salep Gentamisin

Mutu adalah totalitas keseluruhan suatu barang yang menyatakan


(31)

obat yang baik telah tercapai apabila semua sediaan obat yang digunakan oleh

manusia dapat memulihkan atau memberikan efek terapi (Ditjen POM, 2012).

Pengawasan dan pemeriksaan mutu secara menyeluruh menyatakan bahwa

setiap bahan baku dan setiap batch obat jadi sesuai dengan standar. Berarti bahan

baku tersebut dapat diproduksi menjadi obat jadi sedangkan obat jadi tersebut

dapat dilanjutkan ke proses pengemasan (Lachman, dkk., 1994).

Bermacam-macam pemeriksaan yang harus dijalankan oleh suatu obat

seperti diuraikan di bawah ini:

1. Pemeriksaan secara fisika dan kimia

Meliputi pemeriksaan bentuk, warna, bau, identitas, rotasi optik, berat

jenis,waktu hancur, bau, identitas, rotasi optik, berat jenis, pH, kelarutan,

kekentalan, kekerasan tablet, susut pengeringan, berat rata-rata atau

volume per unit, keseragaman bobot atau volume, bentuk kristal, ukuran

partikel, kadar air, kadar zat aktif, pengotoran dan atau produk yang

hancur.

2. Pemeriksaan secara biologi dan mikrobiologi

Meliputi pemeriksaan kadar, potensi, keamanan, toksisitas, adanya

pirogen, histamin, pemeriksaan sterlitas, koefesien fenol, daya antiseptik

dan daya preservatif (Lachman, dkk., 1994).

2.4.1 Pemerian

Pemerian memuat paparan mengenai sifat zat yang diuraikan secara umum

meliputi wujud, rupa, warna rasa, bau dan untuk beberapa hal dilengkapi dengan


(32)

pembuatan, peracikan dan penggunaan, disamping juga berguna untuk membantu

pemeriksaan pendahuluan dalam pengujian (Ditjen POM, 1984).

2.4.2 Pengujian pH

Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter)

yang sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur

harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang peka

terhadap aktivitas ion hidrogen, elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang

sesuai seperti elektrode kalomel atau elektrode perak-perak klorida (Ditjen POM,

1995).

2.4.3 Homogenitas

Homogenitas dilakukan dengan cara mengoleskan salep pada sekeping

kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan sususan yang

homogen (Syamsuni, 2006).

2.4.4 Uji Keseragaman Sediaan

Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode,

yaitu keseragaman bobot atau keseragaman kandungan. Persyaratan ini digunakan

untuk sediaan yang mengandung satu zat aktif dan sediaan mengandung dua atau

lebih zat aktif. Untuk penetapan keseragaman sediaan dengan cara keseragaman

bobot dilakukan untuk sediaan yang dimaksud (dari satuan uji dapat diambil dari

bets yang sama untuk penetapan kadar (Ditjen, 1995).

Standar deviasi merupakan akar jumlah kuadrat deviasi masing-masing

hasil penetapan terhadap mean dibagi dengan derajat kebebasannya (degrees of


(33)

ketetapan atau ukuran presisi, terutama apabiladibutuhkan untuk membandingkan

ketepatan suatu hasil (metode) dengan hasil (metode) lain. Semakin kecil nilai SD

dari sserangkaian pengukuran, maka metode yang digunakan semakin tepat

(Rohman, 2007).

2.4.5 Standar Deviasi Relatif (RSD)

Standar deviasi relatif (Relative standart deviation, RSD) yang juga

dikenal dengan koefesien variasi merupakan ukuran ketepatan relatif dan

umumnya dinyatakan dalam persen. Semakin kecil nilai RSD dari serangkaian

pengukuran maka metode yang digunakan semakin tepat (Rohman, 2007).

2.4.6 Uji Potensi

Aktivitas (potensi) antibiotika dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai

dengan efek daya hambatnya terhadap mikroba. Suatu penurunan aktivitas

antimikroba juga akan dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat

ditunjukkan oleh metode kimia, sehingga pengujian secara mikrobiologi atau

biologi biasanya merupakan standar untuk mengatasi keraguan tentang

kemungkinan hilangnya aktivitas (Ditjen POM, 1995).

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang menghambat

pertumbuhan mikroba dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada yang

bersifat membunuh mikroba dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar hambat

minimal (KHM) antibakteri adalah kadar minimal dari antibakteri yang

diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Kadar bunuh minimal

(KBM) antibakteri adalah kadar minimal dari antibakteri yang diperlukan untuk


(34)

menjadui bakterisid, apabila kadar antibakteri tersebut ditingkatkan lebih besar

dari KHM (Rolanda, 2012).

Uji kepekaan antibiotika dilakukan terhadap setiap organisme yang

menjadi penyebab atau berperan di dalam proses peradangan dimana pengobatan

dengan antibiotika merupakan suatu keharusan. Uji kepekaan menjadi penting

dimana ada indikasi bahwa organisme penyebab infeksi merupakan bagian dari

kelompok kuman yang resisten terhadap antibiotika yang umum digunakan dalam

pengobatan (Lesmana, 2006).

Metode difusi cakram adalah metode yang rutin dilakukan dalam

mikrobiologi klinik dan cara ini didasarkan semata-mata pada atau tidaknya zona

hambatan. Dengan kuman-kuman standar, dibuat korelasi antara diameter zona

pada difusi cakram dengan hasil konsentrasi hambatan minimal (minimal

inhibition concentration). Dengan cara ini ditentukan diameter zona terttentu

termasuk dalam kategori sensitive, intermediate, atau resisntance (Lesmana,

2006).

Metode disc diffusion (tes Kirby &Bauer) untuk menentukan aktivitas

agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media

Agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada madia Agar

tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan

mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media Agar (Pratiwi,

2008).

Ukuran “sensitif”resisten atau intermediate” disesuaikan dengan standar


(35)

uji kepekaan yang baku dan suatu teknik yang dapat diandalkan. Penentuan kadar

hambatan minimal dengan cara dilusi memberikan manfaat dalam membedakan

kuman-kuman yang berada dikategori resisten relatif dan intermediate. Berbeda

dengan cara difusi agar yang lebih banyak dilakukan secara rutin untuk

memberikan tuntunan didalam pengobatan, metode penentuan kadar hambatan

minimal tidak dikerjakan secara rutin tetapi lebih banyak sebagai acuan untuk

menilai ketepatan sistem uji kepekaan lainnya (Lesmana, 2006).

Ada dua metode umum yang dapat digunakan yaitu penetapan dengan

lempeng-silinder atau “lempeng” dan penetapan dengan cara “tabung” atau

tirbidimetri. Metode pertama berdasarkan difusi antibiotik dari silinder yang

dipasang gtegak lusrus pada lapisan agar padat dalam cawan Petri atau lempeng

sehingga mikroba yang ditambahkan dihambat pertumbuhannya pada daerah

berupa lingkaran atau “zona” di sekeliling silinder yang berisi larutan antibiotik.

Metode turbidimetri berdasarkan atas hambatan pertumbuhan biakan mikroba

dalam larutan serba sama antibiotik, dalam media cair yang dapat menumbuhkan

mikroba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotik (Ditjen POM, 1995).

Metode dilusi untuk menguji kepekaan antibiotika digunakan untuk

menentukan konsentrasi minimal antibiotika yang menghambat atau membunuh

kuman.Konsentrasi hambatan minimal (KHM) dinyatakan dalam mikrogram (µg)

per mililiter (ml) (Lesmana, 2006).

Untuk penetapan cara lempeng gunakan cawan petri kaca atau plastik

(lebih kurang 20 mm x 100 mm). Yang mempunyai tutup dari bahan yang sesuai.


(36)

ukuran masing-masing lebih kurang 0,1 mm, diameter luar 8 mm, diameter dalam

6 mm, dan tinggi 10 mm (Ditjen POM, 1995).

Metode yang umum dipakai untuk menguji aktivitas antibakteri adalah:

a. Metode pengenceran agar (Teknik dilusi)

Pada metode ini, aktivitas zat antibakteri ditentukan sebagai kadar hambat

minimal (KHM), yaitu zat antibakteri dengan konsentrasi terendah yang masih

dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Metode ini dapat berupa: • Cara pengenceran serial dalam tabung

Pada cara ini zat antibakteri yang akan diuji aktivitasnya

diencerkan secara serial dengan pengenceran kelipatan dua dalam media

cair (contoh: kaldu nutrisi untuk bakteri dan sabouraud cair untuk jamur)

dan selanjutnya diinokulasikan dengan bakteri uji. Setelah itu

diinkubasikan pada suhu 37ºC selama 18 sampai 24 jam (untuk bakteri)

dan pada suhu kamar selama 1 sampai 2 minggu (untuk jamur). • Cara penipisan lempeng agar

Pada cara ini zat antibakteri yang akan ditentukan aktivitas

antibakterinya diencerkan secara serial dengan metode pengenceran

kelipatan dua di dalam media agar yang masih dalam fase cair bersuhu

40ºC sampai 50ºC yang kemudian dituangkan ke dalam cawan petri.

Setelah lempeng agar membeku, ditanam inokulum bakteri dan kemudian

diinkubasi pada suhu dan jangka waktu yang sesuai dengan pertumbuhan


(37)

b. Metode difusi agar

Metode difusi pada awalnya dikembangkan oleh bauer, sehingga metode

difusi sering disebut sebagai Kirby-Bauer test. Kemudian metode ini

dikembangkan oleh National Comiite for Clinical Laboratory Standars. Prinsip

dari metode ini adalah antimikroba dijenuhkan kedalam cakram kertas (Disc

blank) (Suwandi, 2012).

Pada metode ini zat antibakteri yang akan ditentukan aktivitas

antibakterinya berdifusi pada lempeng agar yang telah ditanam bakteri yang akan

diuji. Dasar pengamatannya terbentuk atau tidaknya zona hambatan disekeliling

cakram atau silinder yang berisi zat antibakteri. Metode difusi ini dapat dilakukan

dengan cara:

• Cara parit (ditch)

Pada media agar yang ditanami inokulum dibuat parit kemudian

diisi dengan zat antibakteri dan diinkubasikan pada suhu dan jangka

waktu yang sesuai untuk jenis bakterinya. Pengamatan dilakukan atas ada

atau tidaknya zona hambatan disekeliling parit. • Cara lubang atau cawan (hole atau cup)

Pada media agar yang telah ditanami inokulum dibuat lubang

kemudian diisikan dengan zat antibakteri. Modifikasi dari cara ini adalah

meletakkan silinder pada media agar kemudian diisi dengan zat

antibakteri. Setelah diinkubasi pada suhu dan jangka waktu yang sesuai

dengan antibakteri, pengamatan dilakukan dengan melihat ada atau


(38)

• Cara cakram (disc)

Kertas cakram yang mengandung zat antibakteri diletakkan di atas

lempeng agar yang ditanami inokulum kemudian diinkubasikan pada

suhu dan jangka waktu yang sesuai dengan jenis bakterinya (18-24 jam,

37ºC . Diameter zona hambat yaitu zona bening bisa dihitung dengan

penggaris atau jangka sorong (callliper) dalam satuan mm. Diameter

zona hambat merupakan pengukuran Kadar Hambat Minimum (KHM)

secara tidak langsung dari zat antibakteri terhadap mikroba. Ukuran dari

zona hambat dapat dipengaruhi oleh kepadatan atau viskositas dari media

biakan, kecepatan difusi zat antibakteri, konsentrasi zat antibakteri,

sensitivitas mikroorganisme terhadap zat antibakteri dan interaksi zat

antibakteri dengan media (Rolanda, 2012 ; Suwandi, 2012).

c. Turbidimetri

Pada metode ini, pengamatan aktivitas antibakteri didasarkan atas

kekeruhan yang terjadi pada media pembenihan. Pembunuhan bakteri juga dapat

ditentukan dari perubahan yang terjadi pada sebelum dan sesudah inkubasi, yang

dilakukan dengan mengukur serapannya secara spektrofotometri. Adanya

pertumbuhan bakteri ditandai dengan peningkatan jumlah sel bakteri yang

mengakibatkan meningkatnya kekeruhan. Kekeruhan yang terjadi umumnya

berbanding lurus dengan serapannya yang berarti semakin banyak jumlah sel

maka akan terlihat semakin keruh dan serapannya akan semakin besar (Rolanda,


(39)

BAB III

METODOLOGI

3.1Tempat

Pengujian Gentamisin salep kulit dilaksanakan di laboratorium yang

terdapat di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.

Sisingamangaraja Km.9 No. 59 Medan.

3.2Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas (beaker gelas 50 ml dan

100 ml, erlenmeyer 250 ml dan 500 ml, gelas ukur 100 ml dan 250 ml, labu

tentukur dan pipet ukur 2 ml dan 20 ml), autoklaf merk Hirayama type 36 HI,

autoklaf merk Nuve type OT 90 L, dry oven merk Memmert type U-40, inkubator

merk Memmert type INB-400, inkubator merk Memmert type BM-400, laminar

air flow merk Nuaire NU 425-300E, penangas air, jangka sorong, jarum ose,

pinset, bunsen, botol roux, pH meter, timbangan listrik, ultrasonic.

3.3Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah baku pembanding sekunder

gentamisin sulfat, gentamisin salep kulit, medium antibiotik No 1, Tryptone Soya

Agar (TSA), aquadem steril, bakteri staphylococcus epidermidis ATCC 12228,

KH₂PO₄ (kalium dihydrogen fosfat).Sampel yang diambil adalah gentamisin salep kulit dengan nomor batch B50120T.


(40)

3.4 Prosedur

3.4.1 Pemerian

Diambil salep gentamisin dan diperiksa bentuk halus spesifikasi salep

lunak dan halus, warna spesifikasi putih dan sediaan spesifikasi dalam tube

khusus 5 gram

3.4.2 Uji Homogenitas

Disediakan 2 buah objek gelas kemudian diletakkan 1 gr gentamisin salep

kulit diatas objek glass dan dengan meletakkan objek gelas lain diatasnya lalu

dilihat butiran atau partikel pada salep.

3.4.3 Pengujian pH

Pengujian pH larutan uji (10% b /v dalam aquades) dilakukan dengan cara

membersihkan elektroda dengan aquades bebas CO2 kemudian dikeringkan.

Ditimbang larutan uji sebanyak 5 gram dan dilarutkan dalam 50 ml aquades bebas

CO2. Dilarutkan didalam ultrasonic bath selama 15 menit dan elektroda

dicelupkan kedalam larutan uji. Tekan tombol ON kemudian tombol CAL hingga

menunjukkan angka yang stabil (6,00-7,00) lalu tekan tombol READ, angkat

elektroda dan cuci hingga bersih dengan aquades bebas CO2 kemudian keringkan

kembali lalu tekan tombol OFF.

3.4.4 Bobot rata-rata

Ditimbang satu persatu tube kosong menggunakan timbangan analytical

balance lalu dicatat bobot tiap masing-masing tube kosong. Kemudian ditimbang

10 tube dengan isinya dan dicatat bobot tiap masing-masing tube. Setiap bobot


(41)

3.4.5 Simpangan Baku Relatif (RSD)

Simpangan baku relatif relative diperoleh dengan mencari bobot rata-rata

terlebih dahulu, sehingga simpangan baku relative dapat dihitung.

3.4.6 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat-alat gelas disterilkan dalam oven pada suhu 160-170 ºC selama 2 jam.

Media pembenihan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 ºC selama 15

menit..

3.4.7 Penyiapan Media Uji

Komposisi Media Antibiotik No. 1:

Peptone 6,0 g

Tryotone 4,0 g

Yeast extract 3,0 g

Lab lamco powder 1,5 g

Glucose 1,0 g

Agar 11,5 g

Cara pembuatan:

Ditimbang seksama 27,02 g serbuk antibiotik medium No.1 dilarutkan

dengan 1000 ml aquadem, di panaskan di atas hot plate sampai mendidih, di

sterilkan di dalam autoklaf dengan pH 6,6 ± 0,1.

3.4.8 Pembuatan Larutan Dapar Posfat III (LDF)

Larutan Dapar Fosfat III FI Ed IV 1995

Kompisisi:


(42)

Aquademineralisata 500 ml

Cara pembuatan:

Dilarutkan 8,36 g kalium dihydrogen fosfat dalam 500 ml Aquadem. Atur

ph hingga syarat 8,0 ± 0,1 dengan kalium Hidroksida 10 N dan asam fosfat 18 N

lalu dikocok hingga homogen.

3.4.9 Pembuatan Larutan Baku Pembanding Kerja

Timbang baku pembanding sesuai dengan potensi yang ada pada etiket

setara dengan 100 µg/ml. Diperoleh larutan baku induk setara dengan potensi

baku pembanding 100 µg/ml (ppm). Masukkan kedalam labu 50 ml, diletakkan

diatas ultrasonic selama 15 menit lalu tambahkan pelarut sampai garis tanda.

Untuk larutan standar 1 (S1) dipipet sebanyak 0,64 ml, S2 dipipet

sebanyak 0,8 ml, S3 dipipet sebanyak 1 ml , S4 dipipet sebanyak 1,25 ml, S5

dipipet sebanyak 1,56 ml larutan diatas, masing-masing dimasukkan kedalam labu

tentukur 10 ml cukupkan dengan Larutan Dapar Fosfat (LDF III) sampai garis

tanda dan dihomogenkan. Dimasukkan kedalam vial yang berbeda setiap larutan

standar.

3.4.10 Pembuatan Larutan Uji

Timbang 1 gr gentamisin salep kulit dalam beker gelas 50 ml. Tambahkan

5 ml larutan dapar fosfat (LDF) III, panaskan diatas hot plate hingga larut.

Dibuang lapisan atas (vaseline), dimasukkan lapisan bawah (filtrat) kedalam labu


(43)

3.4.11 Penandaan Cawan

Kelompokkan cawan petri menjadi 5 kelompok, masing-masing terdiri

dari 3 cawan petri. Pada bagian bawah bagian luar cawan petri beri tanda titik 6

buah ring dengan 3 titik untuk S1 dan 3 titik untuk S3 secara selang-seling. Pada

bagian bawah sebelah luar cawan petri kelompok 2, beri tanda titik 6 buah ring

dengan 3 buah untuk S2 dan 3 buah untuk S3 secara berselang-seling. Seterusnya

sampai S4, S5 dan U.

3.4.12 Pembuatan Inokulum

Bakteri Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 di biakkan kedalam

media non selektif. Digoreskan ke dalam tabung reaksi, inkubasi selama 24 jam

pada suhu 35 - 37ºC. Siapkan media antibiotik No.1 sebanyak 250 ml masukkan

kedalam botol roux. Pada biakan bakteri ditambahkan 3 ml NaCl 0,9% dikocok

sampai larut lalu masukkan kedalam tabung. Inkubasi selama 1 minggu pada suhu

35-37oC. Setelah 1 minggu kedalam botol roux ditambahkan 40 ml larutan NaCl

0,9%, kocok sampai semua bakteri terlarut. Pindahkan suspensi bakteri kedalam

erlenmeyer 250 ml. Simpan ke lemari pendingin dengan masa simpan 1 bulan

suhu 2 - 8ºC.

3.4.13 Penyiapan Media

Tuangkan 15 ml larutan antibiotik medium No.1 kedalam cawan petri,

ratakan lalu diamkan hingga memadat. Tambahkan 5 ml suspensi bakteri kedalam


(44)

3.4.14 Penetapan Potensi

Masukkan 6 buah ring kedalam cawan petri secara perlahan sesuai dengan

tanda jangan sampai ke dasar (lakukan pada 15 buah cawan petri yang sudah

diberi tanda), dengan menggunakan mikro pipet teteskan 100 µl larutan S1 & S3

kedalam ring sesuai dengan penandaan untuk ketiga cawan petri pada kelompok

1. Begitu seterus nya untuk S2 dan S3 kelompok 2, S4 dan S3 kelompok 3, S5 dan

S3 kelompok 4 dan U dan S3 kelompok 5. Inkubasi selama 24 jam pada suhu

35-37oC. Lalu ukur zona hambatnya.

3.5 Perhitungan

a = (Ʃx² . Ʃy) – (Ʃx . Ʃxy) n. Ʃx² – (Ʃx)² b = (n . Ʃxy) (Ʃx . Ʃxy)

n. Ʃx² – (Ʃx)² x = log S dari S3

y= a + bx

Yu= [y + (U-S3u] Xu= Yu - a

b

Dosis U = (10)Xu

Potensi U = Dosis U

Dosis S3 � 100 % Potensi = Potensi U


(45)

Keterangan :

a : Garis tengah rata-rata daerah hambatan yang telah dikoreksi pada kadar U

b : Kemiringan garis

x : Log kadar

y : Garis tengah rata-rata daerah hambatan yang telah dikoreksi

Yu : Garis tengah rata-rata daerah hambatan uji yang telah dikoreksi

Xu : Garis tengah rata-rata daerah hambatan larutan uji

Dosis U : dosis sampel

Potensi U : Potensi sampel

n : Jumlah variasi kadar larutan baku

∑x2

= jumlah keseluruhan x2

∑y = jumlah keseluruhan y ∑x = jumlah keseluruhan x ∑xy = jumlah keseluruhan xy


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil

Berdasarkan pemeriksaan uji mutu gentamisin salep kulit 0,1% dengan no

batch B50120T produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang telah

dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan

No Pemeriksaan Spesifikasi Hasil

1 Pemerian-bentuk halus Salep lunak dan halus Salep lunak dan halus

2 Pemerian-Warna Putih Putih

3 Pemerian-Sediaan Dalam tube khusus 5 gram

Dalam tube khusus 5 gram

4 Berat rata-rata (gram) 5,00-5,20 5,07

5 RSD-Keseragaman bobot 0,00-3,00 0,41

6 Homogenitas Homogen Homogen

7 Pemerian-Butiran Partikel Tidak ada partikel kasar warna putih

Tidak ada partikel kasar

8 pH 4,50-7,50 5,03


(47)

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Uji Potensi Gentamisin Salep Kulit

No

Garis tengah daerah hambatan pertumbuhan Baku pembanding

S1 S3 S2 S3 S4 S3 S5 S3 U S3

1 105 108 104 108 109 109 106 107 109 106

2 106 105 105 105 107 106 107 105 200 109

3 107 106 105 107 106 106 108 108 109 108

4 103 105 104 107 107 107 201 106 107 108

5 103 105 106 109 108 105 109 109 109 200

6 105 109 105 105 105 107 107 105 106 108

7 103 108 109 106 107 106 108 200 103 103

8 106 108 106 103 200 200 106 107 106 104

9 105 106 107 105 108 105 107 105 104 100

Jumlah 943 960 951 955 1057 1051 1059 1052 1053 1046

Rata-rata 104,78 106,67 105,67 106,11 117,44 116,78 117,67 116,89 117 116,22

Korektor -4,94 -5,50 5,17 5,28

Hasil koreksi

99,83 100,17 122,61 122,94

Tabel 4.3 Pengolahan Data

Larutan Baku

Log S = X Diameter Hambatan = Y

XY

Dosis S1=64 1,80618 a = 99,83 3,2622861 9966,69 180,31697

Dosis S2=80 1,90309 b = 100,17 3,6217515 10033,36 190,62618

Dosis S3=100 2 c = 111,61 4 12457,04 223,22222

Dosis S4=125 2,09691 d = 122,61 4,3970316 15033,48 257,10557

Dosis S5=156 2,1931246 e = 122,94 4,8097955 15115,34 269,63249

Jumlah 9,9993 557,17 20,090865 62605,92 1120,9023

Garis regresi a = -30,5054 b = 70,97431

y = a+bx x= 2 y= 111,4432 Yu = [y + (U – S3u)] = 112,22

Dosis U = 102,554


(48)

4.2Pembahasan

Uji mutu yang dilakukan terhadap salep gentamisin untuk melihat salep

memenuhi syarat atau tidak. Dari hasil uji mutu salep gentamisin produksi PT.

Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang telah dilakukan didapatkan hasil

bahwa pemeriksaan pemerian salep putih, lunak, halus, tidak ada partikel kasar

dan homogen telah memenuhi syarat. Bobot rata-rata yang didapat yaitu 5,07 gr,

keseragaman bobot yaitu 0,41 % dan pH salep gentamisin yang diperiksa yaitu

5,03 juga memenuhi syarat sesuai yang telah ditetapkan oleh PT. Kimia Farma

Plant (Persero) Tbk. Plant Medan.

Sedangkan untuk penetapan kadarnya dilakukan dengan cara uji potensi,

dimana prinsip dari uji potensi ini sendiri adalah mengukur diameter daerah

hambat yang terbentuk dengan memperlihatkan zona bening atau tidak adanya

pertumbuhan bakteri akibat penghambatan oleh antibiotik yang diuji dan

antibiotik baku.

Uji potensi salep gentamisin 0,1% menunjukkan adanya zona bening

pada daerah pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis baku pembanding

yaitu S1, S2, S3, S4 dan S5 secara berturut-turut sebesar 99,83; 100,17; 111,61;

122,61 dan 122,94. Berdasarkan data yang diperoleh, data uji potenssi sesuai

dengan pustaka yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi antibiotik

maka akan semakin besar diameter hambat atau zona bening.

Dari perhitungan persamaan regresi kurva baku, di dapatkan dosis larutan

uji sebesar 102,5554. Dan potensi uji yang didapatkan adalah 102,56%, dengan


(49)

dengan farmakope indonesia dimana syarat untuk uji potensi salep gentamisin

sulfat tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 135% gentamisin dari jumlah


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil uji mutu yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa

gentamisin salep kulit yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant

Medan telah memenuhi persyaratan mulai dari pemeriksaan yaitu pemerian, bobot

rata-rata, keseragaman bobot, pH, simpangan dan penetapan potensi salep

gentamisin telah sesuai dengan syaratuji mutuyang ditetapkan oleh Farmakope

Indonesia edisi IV dan monografi lainnya yang berpedoman pada Cara Pembuatan

Obat yang Baik (CPOB).

5.2Saran

Sebelum melakukan pengujian, harus memahami uji mutu yang

dilakukan, metodeserta prosedur yang digunakan seperti cara sterilisasi alat yang

benar agar alat yang digunakan terbebas dari bakteri agar hasil yang didapatkan

untuk uji potensi atau daya hambatnya sesuai dengan yang telah ditetapkan.

Ketelitian dalam menggunakan timbangan, alat pH dan pengerjaan selama

pengujian juga sangat diperlukan karena akan berpengaruh pada hasil uji mutu


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. (2007). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman110,111.

Ditjen POM. (1984). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman XXX.

Diijen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 2 – 4, 189, 190, 1083, 1084, 1085.

Ditjen POM. (2012). Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Halaman 292

Katzung, B. G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku 3. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika. Halaman 63-65.

Katzung, B. G. (2010). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Halaman 779, 783, 784.

Lachman, Leon.(1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi 3. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman1653.

Lesmana, Murad. (2006). Enterobacteteriaceae: Salmonella & Shigella. Jakarrta: Universitas Trisakti. Halaman 19-25.

Munaf, Syamsuir. (1994). Catatan Kuliah Farmakologi. Bagian III. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Halaman 50-53

Pratiwi, Sylvia. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Yogyakarta: Erlangga. Halaman 149-161, 188.

Rohman, Abdul. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarata: Pustaka Pelajar. Halaman 17, 18.

Rolanda, Elphina. (2012). Pengaruh Enkapsulasi Liposom terhadap Aktivitas

Antibakteri Gentamisin Sulfat.

12, 17, 18

Suswandi, Tirjani. (2012). Pengembangan Potensi antibakteri Kelopak Bunga Hibiscus sabdariffa L.(Rosela) terhadap Streptococcus sanguinis

penginduksi Gingivitis Menuju Obat Herbal Terstandar. Avalaible from:

http://lib.ui.ac.id/file /20315004-D%201345-Pengembangan%20potensi-full%20text.pdfDiakses tanggal: 12 Maret 2015. Halaman 46


(52)

Tjay, T.H. dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi keenam. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Halaman 65, 66, 75, 77

Wattinema,J.R., Sugiarso, N.C., Sukandar, E.Y., Widianto, M. B.,Soemardji, A. A., Setiadi, A. R. (1987). Farmakodinamika dan Terapi Antibiotik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Halaman 119-122,128, 129

Widjajanti, V. Nuraini. (1998). Obat – Obatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 79-80.


(53)

Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Potensi

korektor = rata-rata baku S3-diameter hambatan S3 S1=106,67-111,61 = -4,94 S2=106,11-111,61 = -5,50 S4=116,78-111,61 = 5,17 S5=116,89-111,61 = 5,28

hasil koreksi = rata-rata baku+korektor S1=104,78-(-4,94) = 99,83 S2=105,67-(-5,50) = 100,17 S4=117,44-5,17 = 122,61 S5=117,67-5,28 = 122,94

Menghitung Garis regresi

a = (Ʃx² . Ʃy) – (Ʃx . Ʃxy) n. Ʃx² – (Ʃx)²

= (20,090865 .557,17) – (9,9993 .1120,9023) 5. 20,090865²– (9,9993)²

= (1194,02725205) – (11208,23836839) 0,46832451

= −14,21116834 0,468324251 = −30, 5054


(54)

b = (n . Ʃxy) (Ʃx . Ʃxy) n. Ʃx² – (Ʃx)²

= (5 . 1120,9023) (9,9993 . 557,17) 5. 20,090865 – (9,9993)² = (5604,51165) (5571,309981)

0,46832451 = 33,20167

0,46832451 = 70,97431

x = log S dari S3 y= a + bx

y= -30, 5054 + 70,97431 (2)

y= -30, 5054 + 141,94862

y= 111, 4432 Yu= [y + (U-S3u]

= [111,4432 + (117,00-116,22)] = 111,4432 + 0,78

= 112,22

Xu= Yu - a b

= 112,22 – (-30, 5054) 70,97431 = 142,72544

70,97431

Xu = 2,010959

Dosis U = (10)Xu

= (10)2,010959 = 102,5554


(55)

Potensi U = Dosis U

Dosis S3 � 100 %

= 102,5554

100 � 100 %

= 102,56 %

Potensi = Potensi U

100 � Potensi baku pembanding sekunder

= 102,56 %

100 � 687,28


(56)

Lampiran 2. Perhitungan Bobot Rata-Rata Gentamisin Salep Kulit

Tabel 4. Bobot Rata-rata

Bobot rata-rata= Bobot tube kosong – bobot tube berisi 10

Berat Tube Kosong (mg) Berat Tube yang Diisi (mg)

Tube Kosong - Tube yang Diisi (gr)

2252 7357 5,10

2276 7330 5,05

2215 7263 5,05

2286 7346 5,06

2247 7317 5,07

2242 7293 5,05

2226 7320 5,09

2219 7318 5,10

2177 7261 5,08

2274 7369 5,09


(57)

Lampiran 3. Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD)

Tabel 5. Simpangan Baku Relatif (RSD)

Bobot rata-rata (x) x�- x (x�- x)²

5,10 0,03 0,0009

5,05 0,02 0,0004

5,05 0,02 0,0004

5,06 0,01 0,0001

5,07 0 0

5,05 0,02 0,0004

5,09 0,02 0,0004

5,10 0,03 0,0009

5,08 0,01 0,0001

5,09 0,02 0,0004

Ʃx�= 5,07 Ʃ(x�- x)² = 0,004

SD =�Ʃ ( x�- x)² n-1

=√0,004 10-1

=√0,004 9 = �0,004 SD = 0,021

RSD = SD

x� x 100 % = 0,021

5,07 x 100 % RSD = 0,41 %


(58)

Lampiran 4. Diagram Alur Pembuatan Inokulum

Dibiakkan kedalam media non selektif TSA

Digoreskan koloni kedalam tabung reaksi dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35-37ºC

Disiapkan media antibiotik No.1 sebanyak 250 ml masukkan kedalam botol roux

Ditambahkan 3 ml NaCl 0,9% pada tabung yang berisi biakkan bakteri dan dikocok sampai larut.

Inkubasi selama 1 minggu pada suhu 35-37ºC

Ditambahkan 40 ml NaCl 0,9% kedalam botol roux yang telah diinkubasi selama 1 minggu dan dikocok sampai bakteri larut

Dipindahkan suspensi bakteri kedalam erlenmeyer 250 ml

Disimpan pada lemari pendinigin dengan masa simpan 1 bulan pada suhu 2-8 ºC

Bakteri Staphylococcus epiderimidis ATCC 12228

Bakteri Staphylococcus epiderimidis ATCC 12228


(59)

Lampiran 5. Diagram Alur Penetapan Potensi

Media memadat

Masukkan 6 buah ring kedalam cawan petri secara perlahan dan jangan sampai kedasar Lakukan pada 15

buah cawan petri yang sudah diberi tanda

Teteskan 100 µl larutan Larutan S1 & S3 kelompok 1, untuk S2 & S3 kelompok 2, S4 & S3 kelompok 3,

S5& S3 kelompok 4, U & S3 kelompok 5

Inkubasi selama 24 jam 350C – 370C Ukur zona hambat

Media Antibiotik No. 1

Tambahkan 5 ml suspensi bakteri Cawan petri

Dituang sebanyak15 ml

Cawan petri Homogenkan dan diamkan


(60)

(61)

(62)

Lampiran 8. Pola Letak Lempeng Silinder


(63)

Lampiran 10. Gambar Alat

Laminar Air Flow merk Nuaire NU 425-300E


(64)

Inkubator merk Memmert type BM-400


(65)

(1)

(2)

(3)

Lampiran 8. Pola Letak Lempeng Silinder


(4)

Lampiran 10. Gambar Alat

Laminar Air Flow merk Nuaire NU 425-300E


(5)

Inkubator merk Memmert type BM-400


(6)