BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Nematoda
Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen dan tubuhnya
bilateral simetrik, panjang cacing ini mulai dari 2 mm sampai 1 m. Nematoda yang ditemukan pada manusia terdapat dalam organ usus, jaringan dan sistem peredaran
darah, keberadaan cacing ini menimbulkan manifestasi klinik yang berbeda-beda tergantung pada spesiesnya dan organ yang dihinggapi.
Menurut tempat hidupnya Nematoda pada manusia digolongkan menjadi dua yaitu Nematoda Usus dan Nematoda JaringanDarah. Spesies Nematoda Usus
banyak, tetapi yang ditularkan melalui tanah ada tiga yaitu: Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang Onggowaluyo, 2001.
Cara penularan transmisi Nematoda dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Mekanisme penularan berkaitan erat dengan hygiene dan sanitasi
lingkungan yang buruk. Penularan dapat terjadi dengan: menelan telur infektif telur berisi embrio, larva filariorm menembus kulit, memakan larva dalam kista, dan
perantaraan hewan vektor. Dewasa ini cara penularan Nematoda yang paling banyak adalah melalui aspek Soil Trasmitted Helminth yaitu penularan melalui media tanah
Onggowaluyo, 2001. 7
Universitas Sumatera Utara
2.2 Penyebab Cacingan
Di Indonesia masih banyak anggota masyarakat yang terjangkit penyakit cacingan, hal ini disebabkan karena kebersihan personal yang sangat kurang, serta
sanitasi lingkungan yang masih buruk. Pengalaman membuktikan bahwa masyarakat yang sedang berkembang sangat sulit untuk mengembangkan sanitasi lingkungan
yang baik terutama di dalam masyarakat yang mempunyai keadaan sosial-ekonomi rendah, dengan keadaan seperti: rumah-rumah berhimpitan di daerah kumuh slum
area di kota-kota besar yang mempunyai sanitasi lingkungan buruk, khususnya tempat anak-anak balita tumbuh. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ayu, 2002
di mana ditemukan 83,8 prevalensi infeksi cacing pada pemulung anak. Di daerah pedesaan anak berdefekasi dekat rumah dan orang dewasa
berdefekasi di pinggir kali, di ladang dan perkebunan tempat bekerja. Menurut Harian Sriwijaya Post 10 Januari 2003 penduduk Palembang yang berdomisili di daerah
pinggiran kali terancam terinfeksi cacingan, di mana di tepian kali tersebut masih banyak terdapat jamban “helikopter” yaitu jamban yang terbuat dari kayu, bertiang
dan terletak di tepi kali, posisi jamban ini menjorok ke sungai di mana kotoran yang dibuang melalui jamban ini akan hanyut dan ketika air surut otomatis tinja tertinggal
dan merupakan sumber penularan cacingan. Penggunaan tinja yang mengandung telur untuk pupuk di kebun sayuran juga
merupakan sumber penularan telur cacing. Hasil penelitian Tjitra 2005 terdapat telur cacing Ascaris lumbricoides 6,16 dan telur cacing tambang 36 pada jenis
Universitas Sumatera Utara
sayuran terutama kol dan selada, dan juga terdapat telur Nematoda usus 36,8 pada air dan lumpur yang digunakan untuk menyiram dan menanam sayuran di Bandung.
Pengolahan tanah pertanianperkebunan dan pertambangan yang memakai tangan dan kaki telanjang atau tidak ada pelindung juga merupakan sumber
penularan. Data hasil penelitian Setyawan, 2003 mengemukakan bahwa 80 infeksi kecacingan terjadi karena kontak dengan tanah melalui kuku yang kotor, makan
menggunakan tangan dan sering lupa mencuci tangan sebelum makan yang semuanya merupakan potensi tertelannya telur cacing yang akan menetas di dalam tubuh
manusia.
2.3 Gejala Cacingan