BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 dalam Bab I Pasal
1 disebutkan yang dimaksud dengan kesehatan adalah: keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Agar setiap individu dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis maka harus terbebas dari berbagai penyakit, termasuk penyakit yang disebabkan dari
berbagai pekerjaan Entjang, 1993. Dalam melakukan pekerjaan sebenarnya pekerja beresiko mendapat ganguan
kesehatan atau penyakit yang disebabkan oleh pekerjaannya dan penyakit tersebut disebt sebagai penyakit sebagai penyakit akibat kerja. Menurut Anies 2005 yang
dimaksud dengan penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja yang berupa pajanan
berbahaya seperti: infeksi kuman dan parasit. Salah satu parasit yang menyebabkan gangguan kesehatan akibat pekerjaan
pada sektor pertanian dan pertambangan adalah Nematoda Usus yang penularannya kepada manusia memerlukan media tanah, kemudian masuk kedalam tubuh melalui
saluran pencernaan dan pori-pori kaki sehingga menimbulkan infeksi yang disebut kecacingan. Di Indonesia kecacingan merupakan penyakit yang banyak terdapat
Universitas Sumatera Utara
di masyarakat luas. Hampir sebagian besar masyarakat pernah menderita kecacingan. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja dan hampir semua penderita tidak menyadari
bahwa sedang mengidap kecacingan. Berbagai jenis Nematoda Usus masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat dan perorangan yang sering dijumpai baik di kota maupun di desa di Indonesia. Kecacingan merupakan masalah kesehatan pada masyarakat pekerja
maupun individu. Di seluruh Indonesia diperkirakan masih ditemukan sebanyak 300 juta kasus penyakit cacingan, seperti cacing gelang Ascaris lumbricoides, cacing
cambuk Trichuris trichiura dan cacing tambang Hockworm yang dapat menyebabkan anemia, gangguan gizi, gangguan pertumbuhan, gangguan kecerdasan
dan menurunnya produktivitas kerja. Penyakit cacingan ini terjadi karena kebersihan personal dan masyarakat yang
masih sangat kurang seperti kurangnya kesadaran pemakaian jamban keluarga dan berdefekasi di sembarang tempat, sehingga menimbulkan pencemaran tanah oleh
tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, tempat mencuci dan tempat pembuangan sampah serta pemakaian tinja sebagai pupuk. Hal ini akan memudahkan
telur Nematoda Usus yang infektif tertelan dan selanjutnya berkembang menjadi dewasa Notoatmodjo, 2003.
Penyakit cacingan dapat ditularkan melalui tangan dan kuku yang kotor serta menginjak tanpa menggunakan alas kaki shingga akan memudahkan terinfeksi oleh
telur Nematoda Usus dengan menelan telur yang infektif matang atau larva menembus pori-pori kaki. Proses telur akan menjadi bentuk infektif terjadi pada tanah
Universitas Sumatera Utara
liat yang mempunyai kelembaban tinggi dengan suhu berkisar antara 25 -30
C Gandahusada, 1998.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan hampir di seluruh provinsi Indonesia, umumnya didapatkan angka prevalensi kcacingan tinggi dan bervariasi.
Prevalensi Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang di DKI Jakarta adalah: 4 – 9, 30 – 100 dan 1 – 30, Jawa Barat adalah: 20 – 90 dan 5
– 67, Yogyakarta adalah : 12 – 85, 37 – 95, dan 25 – 77, Jawa Timur adalah:
16 – 74, 1 – 14, dan 2 – 45, Bali adalah: 40 – 95, 25 – 95 dan 20 – 70, Sumatera Utara adalah: 46 – 75, 65 dan 20, Sumatera Barat adalah: 2 – 71, 6
– 10 dan 20 – 36, Sumatera Selatan adalah: 51 – 78, 37 dan 23, Kalimantan
Selatan adalah: 79 – 80, 78 dan 82, Sulawesi Utara adalah: 30 – 72, 12 dan 13 Tjitra, 2005. Survei di Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2000 juga
menunjukkan prevalensi Nematoda Usus 40 – 60 dengan intensitas 256,5 telurgram tinja penderita Profil Dinkes NAD, 2000.
Menurut Harian Tempo November, 2005, sebanyak 100 persen pengrajin gerabah di Pulau Lombok Nusa Tenggara barat NTB mengidap cacingan,
penyebabnya karena setiap hari bersentuhan dengan tanah dan pola hidup yang jauh dari standar sehat. Berdasarkan hasil penelitian Tjitra 2005 di Cirebon, berdasarkan
jenis pekerjaan ditemukan prevalensi kecacingan tinggi yaitu 87,3 pada pekerja waduk irigasi dan 24 – 92,4 pada lingkungan dengan sanitasi yang buruk.
Desa Doy adalah salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Ule Kareng Kota Banda Aceh dengan jumlah penduduk sebanyak 435 kepala keluarga KK dan
Universitas Sumatera Utara
jumlah penduduk dewasa sebanyak 2606 jiwa yang terdiri dari laki-laki 1272 orang dan perempuan 1334 orang. Mata pencaharian penduduk di desa ini beragam dan
yang paling dominan adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil, karyawan swasta, wiraswasta dan hanya 30 orang yang berprofesi sebagi petani. Setelah dilakukan
pemeriksaan awal pada penduduk yang berprofesi sebagai petani maka diperoleh prevalensi Nematoda Usus sebanyak 16,6.
Desa Doy juga merupakan salah satu daerah industri informal di Kota Banda Aceh. Salah satunya adalah industri rumah tangga pencetak batu bata. Jumlah
produksi batu bata bisa mencapai 30 juta buah perbulan dan tenaga kerjanya berasal dari sekitar industri yang terdiri dari tenaga kerja laki-laki dan perempuan. Pada
survei awal terlihat merea bekerja dengan menggunakan bahan baku dari tanah liat dan pasir yang dikumpulkan di sekitar industri. Para pekerja bekerja secara manual
tanpa menggunakan alat pelindung diri, makan dan minum di tempat kerja, makan makanan yang telah dihinggapi lalat di tempat kerja, kondisi lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan seperti terdapatnya tinja yang berserakan di permukaan tanah sekitar tempat kerja dan terdapatnya jamban yang belum memenuhi syarat
kesehatan, sehingga memudahkan terinfeksi telur Nematoda Usus yang penularannya melalui tanah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pekerja pada saat survei awal, mereka juga sering merasakan mual, pusing, batuk dan nyeri perut. Dari kondisi tersebut
beberapa di antaranya merupakan gejala cacingan.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah