sayuran terutama kol dan selada, dan juga terdapat telur Nematoda usus 36,8 pada air dan lumpur yang digunakan untuk menyiram dan menanam sayuran di Bandung.
Pengolahan tanah pertanianperkebunan dan pertambangan yang memakai tangan dan kaki telanjang atau tidak ada pelindung juga merupakan sumber
penularan. Data hasil penelitian Setyawan, 2003 mengemukakan bahwa 80 infeksi kecacingan terjadi karena kontak dengan tanah melalui kuku yang kotor, makan
menggunakan tangan dan sering lupa mencuci tangan sebelum makan yang semuanya merupakan potensi tertelannya telur cacing yang akan menetas di dalam tubuh
manusia.
2.3 Gejala Cacingan
Kebanyakan penderita cacingan tidak sadar kalau sedang mengidap penyakit cacingan. Mereka tidak tahu kalau di perutnya ada cacing. Gejala cacingan muncul
jika hospes yang ditumpangi Nematoda Usus sudah kekurangan gizi karena sebagian makanan dimakan Nematoda Usus. Semakin banyak Nematoda Usus semakin banyak
makanan yang diambil Jawetz, 2005. Gejala kurang gizi dapat beragam yaitu: berat badan turun, wajah pucat, kulit
dan rambut kering, keadaan tubuh lemah, lesu, dan mudah sakit, mungkin selera makan kurang, kulit telapak tangan tidak merah, mudah lelah, kurang darah dan
mungkin jantung berdebar-debar, sesak nafas dan sering pening. Gejala kurang gizi sendiri sering diabaikan dan gejala tersebut tidak mendorong penderita untuk berobat.
Universitas Sumatera Utara
Penderita tidak merasa ada keluhan untuk berobat, akibatnya banyak penderita cacingan yang sudah lama mengidap cacingan yang menahun Nadesul, 1997.
2.4 Jenis Nematoda Usus yang Ditularkan Melalui Tanah Soil Trasmitted
Helminth
Soil Trasmitted Helminth adalah cacing golongan Nematoda yang memerlukan tanah untuk perkembangannya. Di Indonesia golongan cacing ini yang
penting menyebabkan masalah kesehatan masyarakat adalah: Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang Tjitra, 2005.
2.4.1 Ascaris lumbricoides Cacing gelang
a. Hospes dan Nama Penyakit Satu-satunya hospes definitive Nematoda ini adalah manusia. Penyakit
yang disebabkan Nematoda ini disebut Ascariasis. b. Distribusi Geografis
Karena parasit ini terdapat di seluruh dunia, maka bersifat kosmopolitan. Penyebaran parasit ini terutama berada di daerah tropis yang tingkat
kelembabannya cukup tinggi Hart, 1997. c. Morfologi dan Daur Hidup
Cacing betina panjangnya sampai 20 sampai 35 cm, sedangkan yang jantan panjangnya 15 sampai 31 cm. Pada cacing jantan ujung posteriornya lancip
dan melengkung ke arah ventral dilengkapi pepil kecil dan dua buah speculum berukuran 2 mm, sedangkan pada cacing betina bagian
Universitas Sumatera Utara
posteriornya membulat dan lurus, dan
1 3
anteriornya tubuhnya terdapat cincin kopulasi, tubuhnya berwarna putih sampai kuning kecoklatan dan
diselubungi oleh lapisan kutikula yang bergaris halus. Telur yang dibuahi besarnya 60 x 45 mikron, telur yang tidak dibuahi besarnya 90 x 45
mikron, telur matang berisi larva embrio, menjadi infektif setelah berada di tanah kurang lebih 3 minggu Gandahusada, 1998.
Telur yang infektif bila tertelan manusia menetas menjadi larva di usus halus. Larva menembus di dinding usus halus menuju pembuluh darah atau
saluran limfe kemudian terbawa oleh darah sampai ke jantung menuju paru-paru. Larva di paru-paru menembus dinding alveolus masuk ke
rongga alveolus dan naik ke trakea, dari trakea larva menuju faring dan menimbulkan iritasi yang menyebabkan penderita akan batuk karena
adanya rangsangan dari larva ini. Larva di faring tertelan dan terbawa ke esofagus, terakhir sampai di usus halus dan menjadi dewasa. Proses mulai
dari telur sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan Onggowaluyo, 2001.
d. Aspek Klinis Cairan tubuh cacing dewasa dapat menimbulkan reaksi toksik sehingga
terjadi gejala mirip demam tifoid yang disertai alergi seperti urtikaria, udema di wajah, konjungtivitas, dan iritasi pada alat pernafasan bagian
atas. Apabila jumlahnya banyak cacing dewasa dalam usus dapat menimbulkan gangguan gizi, kadang-kadang cacing dewasa juga
Universitas Sumatera Utara
bermigrasi karena adanya rangsangan, efek dari migrasi ini dapat menimbulkan obstruksi usus, kemudian masuk ke dalam saluran empedu,
saluran pankreas dan organ-organ lainnya. Migrasi sering juga menyebabkan cacing dewasa keluar spontan melalui anus, mulut dan
hidung Onggowaluyo, 2001. Menurut Harian Sriwijaya Post 10 Januari 2003 setiap ekor cacing gelang
yang ada di tubuh manusia menghisap 0,04 gram karbohidrat setiap harinya dan bila jumlah cacing ini terlalu banyak maka dapat menyumbat usus dan
saluran empedu. e. Diagnosis
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan telur dan cacing dewasa dalam tinja. Telur cacing ini dapat ditemukan dengan mudah pada sediaan basah
langsung atau sediaan basah dari sedimen yang sudah dikonsentrasikan. Cacing dewasa dapat ditemukan dengan pemberian antelmintik atau keluar
dengan sendirinya melalui mulut karena muntah atau melalui anus bersama tinja Adam, 1995.
f. Pencegahan Karena penularan Ascariasis terutama tergantung dari kontaminasi tanah
dengan tinja, penggunaan sanitasi yang baik merupakan tindakan pencegahan yang terpenting. Belum ada cara yang praktis untuk
membunuh telur cacing yang terdapat di tanah liat dan lingkungan yang sesuai Garcia, 1996.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Trichuris trichiura
a. Hospes dan Nama Penyakit Hospes definitive cacing ini adalah manusia dan penyakit yang
disebabkannya disebut Trikuriasis. b. Distribusi Geografis
Cacing ini tersebar luas di daerah beriklim tropis yang lembab dan panas, namun dapat juga ditemukan di seluruh dunia kosmopolit, termasuk
di Indonesia Hart, 1997. c. Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa betina panjangnya 35 sampai 50 mm, sedangkan cacing dewasa jantan penjangnya 30 sampai 45 mm. Telurnya berukuran 50
sampai 54 x 32 mikron. Bentuknya seperti tempayan tong dan kedua ujungnya dilengkapi dengan tutup operkulum dari bahan mucus yang
jernih. Kulit luar telur berwarna kuning tengguli dan bagian dalam jernih. Telur yang sudah dibuahi dalam waktu 3 sampai 6 minggu akan menjadi
matang, manusia akan terinfeksi cacing ini apabila menelan telur matang, di dalam usus halus telur ini akan menjadi dewasa dan berkumpul di kolon
terutama di daerah seklum. Proses dari telur sampai menjadi cacing dewasa memerlukan waktu kurang lebih 1 sampai 3 bulan Prianto dkk, 2004.
d. Aspek Klinis Infeksi berat terjadi terutama pada anak-anak, cacing ini tersebar di seluruh
kolon dan rektum, cacing ini menyebabkan pendarahan di tempat
Universitas Sumatera Utara
perlekatannya dan dapat menimbulkan anemia. Pada anak-anak infeksi terjadi menahun dan berat hiperinfeksi, gejala-gejala yang terjadi adalah
diare yang disertai sindrom, anemia, prolapsus rektal dan berat badan menurun Onggowaluyo, 2001.
Anemia ini terjadi karena penderita mengalami malnutrisi dan kehilangan darah akibat cacing menghisap darah dan kolon yang rapuh.
e. Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja atau
menemukan cacing dewasa pada penderita prolapsusrekti pada anak. f. Pencegahan
Infeksi yang disebabkan oleh Trichuris trichiura dapat dicegah dengan pengobatan, pembuatan jamban yang sehat dan penyuluhan tentang
hygiene dan sanitasi kepada masyarakat Onggowaluyo, 2001.
2.4.3 Cacing Tambang Hookworm
Terdapat dua spesies yaitu: Necator americanus new world Hookworm dan Ancylostoma duodenale old world Hookworm.
a. Hospes dan Nama Penyakit Hospes definitive kedua cacing ini adalah manusia. Tempat hidupnya
dalam usus halus, terutama jejunum dan duodenum. Penyakit yang disebabkan disebut Nekatoriasis dan Ankilostomiasis.
Universitas Sumatera Utara
b. Distribusi Geografis Kedua parasit ini tersebar di seluruh dunia kosmopolit, penyebaran yang
paling banyak di daerah tropis dan sub tropis. Lingkungan yang paling cocok adalah habitat dengan suhu kelembaban yang tinggi, terutama daerah
perkebunan dan pertambangan Onggowaluyo, 2001. c. Morfologi dan Daur Hidup
Ukuran cacing betina 9 – 13 mm dan cacing jantan 5 – 19 mm. Bentuk Necator americanus seperti huruf S, mulut dilengkapi gigi kittin, dengan
waktu 1 – 15 hari telur telah menetas dan mengeluarkan larva rabditiform yang panjangnya kurang lebih 250 mikron. Selanjutnya dalam waktu kira-
kira 3 hari, satu larva rabditiform berkembang menjadi larva filariform bentuk infektif yang panjangnya kira-kira 500 mikron. Infeksi pada
manusia terjadi apabila larva filariform menembus kulit atau tertelan Jawetz, 2005.
Daur hidup kedua cacing tambang ini dimulai dari larva filariform menembus kulit manusia kemudian masuk ke kapiler darah dan berturut-
turut menuju jantung kanan, paru-paru, bronkus, trakea, laring dan terakhir dalam usus halus sampai menjadi dewasa Prianto dkk, 2004.
d. Aspek Klinis Gejala permulaan yang timbul setelah larva menembus kulit adalah
timbulnya rasa gatal-gatal biasa. Apabila larva menembus kulit dalam jumlah yang banyak, rasa gatal-gatal semakin hebat dan kemungkinan
Universitas Sumatera Utara
terjadi infeksi sekunder. Apabila larva mengadakan migrasi ke paru maka dapat menyebabkan pneumonitis yang tingkat gejalanya tergantung pada
jumlah larva Prianto dkk, 2004. e. Pencegahan
Gandahusada 2000 mengemukakan hal-hal yang perlu dibiasakan agar terhindar dari penyakit cacingan adalah sebagai berikut: membiasakan
buang air besar di WC atau kakus dan menjaga WC atau kakus tetap bersih, membiasakan mencuci tangan dengan air memakai sabun setelah buang air
besar, setelah bekerja dan sebelum makan. Data hasil penelitian Setyawan, 2003 mengemukakan bahwa 80 infeksi kecacingan terjadi karena kontak
dengan tanah melalui kuku yang kotor, makan menggunakan tangan tanpa menggunakan sendok dan sering lupa mencuci tangan sebelum makan yang
semuanya merupakan potensi tertelannya telur cacing yang akan menetas di dalam tubuh manusia, pencegahan dapat dilakukan dengan cara
mencuci makanan, buah dan sayuran yang akan dimakan dengan memakai air bersih, memakan daging yang dimasak dengan matang, memakai sepatu
atau sandal, minum air yang bersih, memberi pengobatan dengan obat antelmintik yang efektif, terutama golongan rawan, memberi penyuluhan
kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan cara menghindari infeksi cacing-cacing ini Gandahusada, 2000.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Upaya Mencegah Penyakit Akibat Kerja
Bagi pekerja di pabrik batu bata, cara yang paling baik untuk menghindari timbulnya penyakit adalah dengan memutuskan mata rantai penularan penyakit yaitu
mengurangi kontak dengan sumber infeksi tanah dan ini dapat dilakukan dengan usaha kesehatan pribadi dan usaha perlindungan diri dalam bekerja.
Usaha kesehatan pribadi adalah daya upaya seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri Entjang, 1980.
Usaha kesehatan pribadi tersebut antara lain: a. Memelihara kebersihan diri
1. Badan: mandi, gosok gigi, mencuci tangan sebelum makan. 2. Pakaian: dicuci, disetrika, senantiasa bersih.
3. Rumah dan lingkungan: disapu, membuang sampah atau limbah rumah tangga pada tempatnya.
b. Makanan yang sehat: 1. Makan dan minum yang sudah dimasak.
2. Tidak makan dan minum yang sudah kotor, basi, dihinggapi lalat. 3. Makan yang bergizi dengan jumlah yang sesuai.
c. Menghindari terjadinya penyakit: 1. Menghindari kontak dengan sumber penularan.
2. Membiasakan diri untuk mematuhi peraturannorma kesehatan. 3. Berfikir dan bertindak yang sehat.
Universitas Sumatera Utara
d. Meningkatkan taraf kecerdasan rohaniah: 1. Meningkatkan pengetahuan baik dengan membaca buku, sekolah dan belajar
dari pengalaman hidup. 2. Patuh pada ajaran agama.
e. Pemeriksaan kesehatan: 1. Segera memeriksakan diri bila merasa sakit.
2. Secara periodik, meskipun merasa sehat.
2.5.1 Konsep Perilaku a. Pengertian Perilaku
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri, yang merupakan bentangan yang sangat luas mencakup berjalan, berbicara,
bereaksi, berpakaian, berfikir, emosi dan lain-lain. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas organisme, baik yang dapat diamati secara langsung ataupun
tidak langsung. Menurut beberapa ahli Notoatmodjo, 1997, perilaku dapat diartikan:
1. Skinner 1983 mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang stimulus dan respon.
2. Robert Kwick 1974 mendefinisikan perilaku sebagai hasil tindakan atau perbuatan organisme, yang dapat diamati bahkan dipelajari.
3. Benyamin Bloom 1908 untuk tujuan pendidikan membagi perilaku menjadi 3 domain ranah yaitu: kognitif, afektif dan psikomotor dan ketiga domain
diukur dari pengetahuan, sikap dan praktek atau tindakan peserta didik.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk operasional perilaku dapat dikelompokkan: a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan
rangsangan dari luar. b. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap rangsangan dari
luar diri di objek, atau kecenderungan untuk berespon secara positif dan negatif terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu
penilaian emosional senang, benci, sedih, dan sebagainya. c. Perilaku dalam bentuk tindakan, yaitu yang sudah konkrit, berupa perbuatan
action terhadap situasi atau rangsangan dari luar.
b. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu Notoatmodjo, 1997.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Penelitian Rogers Notoatmodjo, 1997 mengungkapkan bahwa
sebelum orang berperilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses perurutan, yaitu:
a. Awareness kesadaran, di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus objek.
b. Interest, di mana orang mulai tertarik pada stimulus. c. Evaluation, mempertimbangkan baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
Universitas Sumatera Utara
d. Trial, di mana orang telah mulai mencoba berperilaku baru. e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikap terhadap stimulus. Namun demikian dari penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku tidak selalu
melewati tahap-tahap tersebut di atas.
c. Sikap