BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD atau Dengue Haemorhagic Fever DHF merupakan satu dari beberapa penyakit menular yang menjadi masalah
kesehatan di dunia terutama negara berkembang. Di Indonesia, masalah penyakit tersebut pertama kali muncul pada tahun 1968 di Surabaya. Sejak itu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue ini telah menyebar keseluruh provinsi di Indonesia dan menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang berarti. Penyakit yang ditularkan
oleh nyamuk Aedes aegypti ini penyebarannya cepat dan memiliki potensi menyebabkan kematian Depkes RI,2008
Kejadian luar biasa KLB DBD masih sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Pada tahun 1998 terjadi KLB dengan jumlah penderita sebanyak 72.133
orang dan merupakan wabah terbesar dengan 1.411 kematian atau Case Fatality Rate CFR 1,956. Pada KLB tahun 2004, sejak Januari sampai April jumlah penderita
sebanyak 58.861 orang dan 669 kematian CFR : 1,14. Kemudian tahun 2005 jumlah kasus 3.336 orang dengan kematian sebanyak 55 orang CFR : 1,65 dan
tahun 2006 kasus menurun dengan jumlah kasus 1.323 orang dan meninggal 21 orang CFR : 1,59. Pada tahun 2011 sampai bulan Agustus ada 24.362 kasus dengan
kematian 196 orang CFR : 0,80. Kementerian Kesehatan RI,2012
1
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa IR dan CFR telah melebihi indikator Nasional, dimana standar IR seharusnya sebesar 50 per 100.000 penduduk
dan CFR dari 1. Terjadinya peningkatan kasus DBD setiap tahunnya ditentukan oleh tingginya
populasi nyamuk Aedes aegypti dan berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih
bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya. Kondisi ini diperburuk dengan pemahaman masyarakat yang kurang tentang DBD dan juga
partisipasi masyarakat yang sangat rendah, terlihat dari kondisi lingkungan yang buruk dan mempermudah pertumbuhan nyamuk DBD Hermansyah, 2012.
Penanggulangan penyakit DBD mengalami masalah yang cukup kompleks, karena penyakit ini belum ditemukan obatnya. Tetapi cara paling baik untuk
mencegah penyakit ini adalah dengan pemberantasan nyamuk penularnya atau dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue
PSN -DBD Yudhastuti, 2005. Keberadaan jentik Aedes aegypti di suatu daerah merupakan indikator
terdapatnya populasi nyamuk Aedes aegypti di daerah tersebut. Dalam rangka pemberantasan penyakit DBD diperlukan pengetahuan mengenai biologi nyamuk
Aedes aegypti di suatu wilayah tertentu untuk mengendalikan populasi nyamuk. Beberapa indikator telah dikenal untuk menentukan tingkat penularan penyakit DBD
dengan mengukur telur, jentik, pupa dan nyamuk dewasa yang dihubungkan dengan kasus DBD di daerah endemis tinggi, daerah endemis rendah dan daerah bebas DBD.
Universitas Sumatera Utara
Indikator-indikator tersebut antara lain adalah Container Index CI, House Index HI dan Breteau Index BI Kesetyaningsih, 2006.
Kota Pematang Siantar merupakan salah satu wilayah endemis DBD di propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Pematang Siantar
2012, menunjukkan bahwa selama 5 lima tahun terakhir, terjadi peningkatan kasus dan kematian akibat DBD. Tahun 2007 IR sebesar 234 per 100.000 penduduk dengan
CFR sebesar 2,23, Tahun 2008 menurun menjadi 195 per 100.000 penduduk dengan CFR sebesar 1,44, tahun 2009 meningkat tajam menjadi 245,8 per 100.000
penduduk dengan CFR sebesar 1,13, Tahun 2010 meningkat kembali menjadi 254 per 100.000 penduduk dengan CFR 2,27, dan Tahun 2011 menurun menjadi
254 per 100.000 penduduk dengan CFR 0,78, namun tahun 2012 menurun menjadi 165,6 per 100.000 penduduk dengan CFR sebesar 1,82. Keadaan tersebut
menunjukkan ada fluktuasi kasus DBD secara permanen di Kota Pematang Siantar. Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa IR dan CFR kota Pematang
Siantar telah melebihi indikator yang ditetapkan secara Nasional, dimana standar IR seharusnya sebesar 50 per 100.000 penduduk dan CFR dari 1. Hal ini
menunjukkan penyakit DBD sudah dalam taraf mengkhawatirkan, sehingga sangat perlu dilakukan berbagai upaya yang tepat sasaran dan tepat guna.
Tingginya kasus DBD di suatu wilayah sangat ditentukan oleh tingginya populasi nyamuk Aedes aegypti di wilayah tersebut. Semakin padat populasi nyamuk
semaikin tinggi pula resiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran lebih
Universitas Sumatera Utara
cepat sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya KLB penyakit DBD Yulce, 2010
Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Pematang Siantar dalam pengendalian penyakit DBD antara lain sosialisasi pencegahan dan
penanggulangan penyakit DBD kepada masyarakat, pemberian abate kepada masyarakat melalui petugas kesehatan di Puskesmas, fogging di daerah yang
memenuhi kriteria untuk dilakukan fogging, dan meningkatkan surveilans epidemiologi Community Based Surveilance dan Hospital Based Surveilance Profil
Kesehatan Kota Pematang Siantar, 2012. Pengendalian nyamuk Aedes aegypti dapat dilakukan terhadap nyamuk
dewasa dan pada stadium larvajentik. Pemberantasan nyamuk dewasa yang umum dilakukan melalui pengasapanfogging dengan menggunakan insektisida. Melakukan
fogging saja tidak cukup karena dengan fogging yang mati hanya nyamuk dewasa saja, larva nyamuk tidak mati dengan melakukan pengasapan Depkes RI, 2012.
Selain itu juga pengasapan menggunakan bahan insektisida organofosfat dapat menimbulkan resistensi akibat dosis yang tidak tepat Bento dkk, 2003
Pengendalian terhadap jentik dapat dilakukan antara lain dengan menghilangkan tempat perkembangbiakan jentik, seperti melaksanakan 3M
Menguras, Menutup, Menimbun Depkes RI,2005. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti bahwa pengendalian dengan 3 M tidak
bisa dilakukan penduduk karena pendistribusi air PDAM yang tidak mencukupi. Sehingga penduduk tidak menguras tempat penampungan air bersih. Berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
data dari Profil Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar 2012 didapati angka House Index HI 65,7 .
Salah satu cara pengendalian nyamuk Aedes aegypti yang berhasil menurunkan densitas vektor di beberapa negara adalah penggunaan perangkap telur
ovitrap. Ovitrap adalah alat penarik nyamuk untuk bertelur didalamnya. Alat ini dikembangkan oleh Fay dan Elianson pada tahun 1966 dan disebar luaskan oleh
Central for Diseases Control and Prevention CDC dalam surveilens Aedes aegypti Sayono dkk,2010. Sensitivitas dari Ovitrap cukup tinggi meskipun kepadatan vektor
berada pada tingkat yang rendah Santos et al ., 2003 Untuk memaksimalkan ovitrap dalam pengendalian vektor Aedes aegypti,
maka dilakukan beberapa modifikasi terhadap ovitrap. Penelitian yang dilakukan Hasyimi dkk 1998, pemasangan ovitrap yang telah dimodifikasi dengan pemberian
abate temephos dapat menurunkan angka Container Index CI sebesar 5,33 dan angka House Index HI sebesar 7,74. Modifikasi ovitrap menjadi perangkap
nyamuk yang mematikan lethalautocidal ovitrap dilakukan Zeichner dan Perich 1999 dengan menambahkan beberapa jenis insektisida pada media bertelur
ovistrip, dengan efektifitas 45 –100 persen.Sithiprasasna et al 2003 memodifikasi ovitrap menjadi perangkap larva-auto auto-larval trap dengan memasang kassa
nylon tepat pada permukaan air .
Metode modifikasi ovitrap dalam pengendalian Aedes aegypti yang berhasil menurunkan densitas vektor dibeberapa negara adalahdengan penggunaan atraktan.
Jika dibandingkan dengan pengendali vektor lainnya atraktan termasuk sederhana dan
Universitas Sumatera Utara
murah. Atraktan tidak menimbulkan risiko terhirupnya zat-zat kimia berbahaya yang terdapat di dalam insektisida dan fogging. Aktraktan juga tidak menimbulkan kontak
fisik seperti repellent sehingga tidak ada risiko iritasi kulit. Polson, 2002 Atraktan adalah sesuatu yang memiliki daya tarik atau dapat mengundang
serangga nyamuk untuk menghampiri baik secara kimiawi maupun visual fisik. Atraktan dari bahan kimia dapat berupa senyawa ammonia, CO
2
, asam laktat, octenol dan asam lemak. Zat atau senyawa tersebut berasal dari bahan organik atau
merupakan hasil proses metabolisme makhluk hidup termasuk manusia. Atraktan dapat digunakan untuk mempengaruhi perilaku, memonitor atau menurunkan
populasi nyamuk secara langsung tanpa menyebabkan cedera bagi binatang lain dan manusia serta tidak meninggalkan residu pada makanan atau bahan
pangan.Weinzierl,2005 Berdasarkan penelitian Sayono dkk, 2008 Untuk menarik penciuman
nyamuk datang ke ovitrap yang telah dimodifikasi menjadi lethal ovitrap LO digunakan atraktan yaitu air rendaman jerami 10 yang dikemas dalam lethal
ovitrap dari kaleng bekas yang diberi kasa nyamuk sebagai penutup permukaan air. Penelitian Aisyah 2013 Cabai merah dapat digunakan sebagai atraktan karena dapat
menghasilkan senyawa ammonia, CO
2
, asam laktat, octenol dan asam lemak setelah melalui proses perendaman selama 7 hari. Penelitian Widya 2012 reaksi fermentasi
larutan gula dan ragi roti menghasilkan CO
2
yang merupakan bahan penarik atraktan nyamuk Aedes aegypti melalui reseptornya.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin mengetahui pengaruh modifikasi ovitrap dengan atraktan terhadap kepadatan nyamuk Aedes aegypti yaitu Container
Index CI, House Index HI, dan Angka Bebas Jentik ABJ, di Kelurahan Siopat Suhu Kota Pematang Siantar tahun 2014.
1.2. Permasalahan
Demam Berdarah Dengue DBD merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, karena angka kesakitan semakin meningkat, masih menimbulkan kematian
dan sering terulangnya kejadian luar biasa KLB. Keberadaan nyamuk yang tinggi mempunyai risiko transmisi nyamuk yang cukup tinggi untuk terjadi penularan
penyakit DBD. Dengan demikian upaya mencegah terjadinya DBD yaitu dengan memberantas keberadaan nyamuk Aedes aegypti. Cara memberantas nyamuk Aedes
aegypti ialah dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN. Tetapi Pemberantasan sarang nyamuk PSN bisa menimbulkan nyamuk Aedes kehilangan
banyak tempat perindukan di dalam rumah dan mencari tempat lain di luar rumah. Kepadatan Aedes aegypti di Kota Pematang Siantar cukup tinggi yang
direpresentasikan dengan House Index sebesar 65,7. Modifikasi ovitrap dengan penambahan atraktan dapat meningkatkan jumlah telur Aedes yang terperangkap,
sehingga diharapkan dapat juga menurunkan Container Index dan House index dan meningkatkan Angka bebas Jentik ABJ dan penelitian berbagai jenis atraktan belum
pernah dilakukan, khususnya di Kota Pematang Siantar, disamping belum diketahui
Universitas Sumatera Utara
atraktan mana yang lebih menarik bagi nyamuk Aedes diantara air rendaman jerami, air rendaman cabai merah dan larutan gula dan ragi roti.
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada pengaruh berbagai modifikasi ovitrap terhadap kepadatan nyamuk
Aedes aegypti dengan melihat Container Index CI, House Index HI, dan Angka Bebas Jentik ABJ.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh modifikasi ovitrap terhadap kepadatan nyamuk Aedes aegypti dengan melihat perbedaan
Container Index CI, House Index HI, dan Angka Bebas Jentik ABJ sebelum perlakuan di Kelurahan Siopat Suhu Kota Pematang Siantar.
1.4. Hipotesis
Berdasarkan variabel – variabel penelitian yang dilakukan maka hipotesa pada penelitian ini yaitu :
1. Ada pengaruh modifikasi ovitrap air rendaman jerami terhadap Container Index CI, House Index HI, dan Angka Bebas Jentik ABJ
2. Ada pengaruh modifikasi ovitrap air rendaman cabai merah terhadap Container Index CI, House Index HI, dan Angka Bebas Jentik ABJ.
3. Ada pengaruh modifikasi ovitrap air gula dan ragi roti terhadap Container Index CI, House Index HI, dan Angka Bebas Jentik ABJ.
Universitas Sumatera Utara
4. Ada perbedaan rerata Container Index CI, House Index HI, dan Angka Bebas Jentik ABJ dari empat perlakuan ovitrap tanpa atraktan, air rendaman jerami,
air rendaman cabai merah, air gula dan ragi roti. 1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah : 1. Sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar dalam
merencanakan program pengendalian nyamuk Aedes aegypti dalam rangka pengendalian vektor penyebab penyakit DBD.
2. Bagi Pemko Pematang Siantar agar dapat memberdayakan ibu rumah tangga sebagai potensi yang besar untuk ikut berperan dalam pengendalian DBD.
3. Bagi masyarakat terutama ibu rumah tangga dapat menambah informasi mengenai upaya pengendalian Demam Berdarah Dengue.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA