Tujuan mempelajari Ushul Fikih

atau tasāqut ad-dalīlain pengguguran kedua dalil yang bertentangan. Misalnya, pertentangan ayat dengan ayat, ayat dengan hadis, atau hadis dengan pendapat akal. 3. Pembahasan ijtihad, syarat-syarat, dan sifat-sifat orang yang melakukannya mujtahid, baik yang menyangkut syarat-syarat umum maupun syarat-syarat khusus keilmuan yang harus dimiliki mujtahid. 4. Pembahasan tentang hukum syara’ naṣ dan ijmā’, yang meliputi syarat dan macam- macamnya, baik yang bersifat tuntutan untuk berbuat, meninggalkan suatu perbuatan, memilih untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak, maupun yang berkaitan dengan sebab, syaraṭ, māni’, ṣah, fāsid, serta azīmah dan rukhṣah. Dalam pembahasan hukum ini juga dibahas tentang pembuat hukum al-mạkūm alaih, ketetapan hukum dan syarat- syaratnya, serta perbuatan-perbuatan yang dikenai hukum. 5. Pembahasan tentang kaidah-kaidah yang digunakan dan cara menggunakannya dalam mengistinbatkan hukum dari dalil-dalilnya, baik melalui kaidah bahasa maupun melalui pemahaman terhadap tujuan yang akan dicapai oleh suatu nạ ayat atau hadis. Dengan demikian terlihat jelas perbedaan antara obyek ushul ikih dan obyek ikih itu sendiri. Obyek kajian ushul ikih adalah dalil-dalil, sedangkan obyek ikih adalah perbuatan seseorang yang telah mukallaf telah dewasa dalam menjalankan hukum. Jika ahli ushul ikih membahas dalil-dalil dan kaidah-kaidah yang bersifat umum, maka ahli ikih mengkaji bagaimana dalil-dalil juz’i sebagian dapat diterapkan pada peristiwa- peristiwa khusus. Misalnya, perintah adalah wajib, hal ini merupakan ketentuan universal yang sesuai dengan bagian-bagiannya sebagaimana irman Allah dalam al-Qur’an bahwa aqīmu aṣ- ṣalāh dirikanlah shalat dan ātu az-zakāh keluarkan zakat. Sedangkan cara menggunakan ketentuan-ketentuan universal dalam menggali hukum syara’ ialah, irman Allah aqīmu kalimat perintah yang menunjukkan makna ṭalab tuntutan yaitu kerjakan dan tidak ada tanda-tanda yang mengalihkan perkataan dari makna perintah kepada makna lainnya. Oleh karena itu, setiap kalimat yang menunjukkan arti perintah selama tidak ada hal yang mengalihkan dari makna asalnya maka kalimat tersebut menunjukkan wajib. Hasilnya, bahwa aqīmu menuntut wajibnya pekerjaan yang dituntut aqimu yaitu shalat. Akhirnya, sebuah produk hukum yang dikandung dalam aqīmu aṣ-ṣalāh bahwa shalat itu wajib.

B. Tujuan mempelajari Ushul Fikih

Ushul ikih ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam ilmu syariat, karena hukum syar’i sebagiannya hanya mengatur permasalahan hal pokok-pokoknya dan tidak secara mendetail. Maka ushul ikih ini berfungsi untuk memecahkan permasalahan-permasalahan baru yang belum ada nashnya yang jelas dengan melakukan ijtihad berdasarkan dalil-dalil yang ada dalam al-Quran atau Sunnah Nabi Saw. Tujuan mempelajari ushul ikih adalah ; 98 B u k u S i s w a K e l a s X 98 1. Untuk mengetahui proses pengambilan keputusan hukumistimbath dari dalil-dalil na ṣ dan alasan-alasanya. 2. Untuk mengetahui mana yang disuruh mengerjakan dan mana pula yang dilarang mengerjakannya. Dan mana yang ̣arām, mana yang ̣alāl, mana yang ṣạ, mana yang baṭal dan mana pula yang fāsid, yang harus diperhatikan dalam hal segala perbuatan yang disuruh harus di kerjakan dan yang dilarang harus ditinggalkan. 3. Untuk mengetahui hukum-hukum syari’at Islam dengan jalan yakin pasti atau dengan jalan ̣ann dugaan, perkiraan. 4. Untuk menghindari taqlīd mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui alasan- alasannya hal ini dapat berlaku. 5. Dapat mengambil hukum soal-soal cabang kepada soal-soal yang pokok atau dengan mengembalikan soal-soal cabang kepada soal-soal pokok. 6. Orang dapat menghidangkan ilmu pengetahuan agama sebagai konsumsi umum dalam dunia pengetahuan yang selalu maju dan berkembang mengikuti kebutuhan hidup manusia sepanjang zaman. 7. Sekurang-kurangnya, orang dapat memahami mengapa para mujtahid zaman dulu merumuskan hukum ikih seperti yang kita lihat sekarang. Pedoman dan norma apa saja yang mereka gunakan dalam merumuskan hukum itu. Kalau mereka menemukan sesuatu peristiwa atau benda yang memerlukan penilaian atau hukum Agama Islam, apa yang mereka lakukan untuk menetapkannya; prosedur mana yang mereka tempuh dalam menetapkan hukumnya. 8. Mengetahui bagaimana hukum ikih itu diformulasikan dari sumbernya. Dengan itu orang juga dapat memahami apa formulasi itu masih dapat dipertahankan dalam mengikuti perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan sekarang; atau apakah ada kemungkinan untuk direformulasikan. Dengan demikian, orang juga dapat merumuskan hukum atau penilaian terhadap kenyataan yang ditemuinya sehari-hari dengan ajaran Islam yang bersifat universal itu.

C. Perbedaan Ushul Fikih dan Fikih