Perbedaan Ushul Fikih dan Fikih Ruang Lingkup Kajian Ushul Fikih

1. Untuk mengetahui proses pengambilan keputusan hukumistimbath dari dalil-dalil na ṣ dan alasan-alasanya. 2. Untuk mengetahui mana yang disuruh mengerjakan dan mana pula yang dilarang mengerjakannya. Dan mana yang ̣arām, mana yang ̣alāl, mana yang ṣạ, mana yang baṭal dan mana pula yang fāsid, yang harus diperhatikan dalam hal segala perbuatan yang disuruh harus di kerjakan dan yang dilarang harus ditinggalkan. 3. Untuk mengetahui hukum-hukum syari’at Islam dengan jalan yakin pasti atau dengan jalan ̣ann dugaan, perkiraan. 4. Untuk menghindari taqlīd mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui alasan- alasannya hal ini dapat berlaku. 5. Dapat mengambil hukum soal-soal cabang kepada soal-soal yang pokok atau dengan mengembalikan soal-soal cabang kepada soal-soal pokok. 6. Orang dapat menghidangkan ilmu pengetahuan agama sebagai konsumsi umum dalam dunia pengetahuan yang selalu maju dan berkembang mengikuti kebutuhan hidup manusia sepanjang zaman. 7. Sekurang-kurangnya, orang dapat memahami mengapa para mujtahid zaman dulu merumuskan hukum ikih seperti yang kita lihat sekarang. Pedoman dan norma apa saja yang mereka gunakan dalam merumuskan hukum itu. Kalau mereka menemukan sesuatu peristiwa atau benda yang memerlukan penilaian atau hukum Agama Islam, apa yang mereka lakukan untuk menetapkannya; prosedur mana yang mereka tempuh dalam menetapkan hukumnya. 8. Mengetahui bagaimana hukum ikih itu diformulasikan dari sumbernya. Dengan itu orang juga dapat memahami apa formulasi itu masih dapat dipertahankan dalam mengikuti perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan sekarang; atau apakah ada kemungkinan untuk direformulasikan. Dengan demikian, orang juga dapat merumuskan hukum atau penilaian terhadap kenyataan yang ditemuinya sehari-hari dengan ajaran Islam yang bersifat universal itu.

C. Perbedaan Ushul Fikih dan Fikih

1. Pengetahuan ikih itu lahir melalui proses pembahasan yang digariskan dalam ilmu ushul ikih 2. Pokok bahasan ilmu ikih adalah perbuatan orang-orang mukallaf, yakni orang-orang yang telah dibebani ketetapan-ketetapan hukum agama Islam. Sedang ushul ikih menyelidiki keadaan dalil-dalil syara’ dan menyelidiki bagaimana caranya dalil-dalil tersebut menunjukkan hukum-hukum yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf. Karena itu, yang dibicarakan oleh ushul ikih ialah dalil-dalil syara’ dari segi penunjukannya kepada hukum atas perbuatan orang mukallaf. 3. Tujuan mempelajari Ilmu ikih adalah untuk dapat menerapkan hukum syara’ bagi mukallaf dengan status hukumnya wajib, sunnah, haram, mubah dan makruh. Sedang Ushul Fikih adalah untuk mengetahui proses pengambilan ketetapan hukum yang 99 Fikih - Ushul Fikih Kurikulum 2013 menghasilkan produk hukum yang dilakukan melalui metode istimbat hukum, berdasar dalil, kaidah, alasan tertentu sehingga perbuatan itu apakah wajib, sunnah, haram, mubah atau makruh dilaksanakan oleh mukallaf. 4. Ilmu ikih segala pekerjaan para mukallaf yang berkaitan dengan hukum taklīfī berdasar dalil yang telah ditetapkan. Sedang ilmu ushul ikih membicarakan tentang al-Qur’an dan hadis dari segi lafalnya, baik dalam bentuk amr, nahyi,’ām, khāṣ muṭlaq, mahfūm, maslạatul mursalah, syariat yang ditetapkan bagi umat yang terdahulu, yang dapat dijadikan dasar dalam penetapan hukum pada setiap ucapan dan perbuatan mukallaf.

D. Ruang Lingkup Kajian Ushul Fikih

1. Bentuk-bentuk dan macam-macam hukum, seperti hukum taklīfī wajib, sunnat, mubah, makruh, haram dan hukum wạ’i sabab, syaraṭ, māni’, ‘illāt, ṣạ, baṭal, āzimah dan rukhṣah. 2. Masalah perbuatan seseorang yang akan dikenai hukum mạkūm fīhi seperti apakah perbuatan itu sengaja atau tidak, dalam kemampuannya atau tidak, menyangkut hubungan dengan manusia atau Tuhan, apa dengan kemauan sendiri atau dipaksa, dan sebagainya. 3. Pelaku suatu perbuatan yang akan dikenai hukum mạkūm ‘alaihi apakah pelaku itu mukallaf atau tidak, apa sudah cukup syarat taklīf padanya atau tidak, apakah orang itu ahliyah atau bukan, dan sebagainya. 4. Keadaan atau sesuatu yang menghalangi berlakunya hukum ini meliputi keadaan yang disebabkan oleh usaha manusia, keadaan yang sudah terjadi tanpa usaha manusia yang pertama disebut awārid muktasabah, yang kedua disebut awārid samāwiyah. 5. Masalah istinbāṭ dan istidlāl meliputi makna ̣āhir naṣ, tawīl dalālah laf̣, manṭūq dan mafhūm yang beraneka ragam, ām dan khās, muṭlaq dan muqayyad, nāsikh dan mansūkh, dan sebagainya. 6. Masalah ra’yu, ijtihād, ittibā’ dan taqlīd; meliputi kedudukan rayu dan batas-batas penggunaannya, fungsi dan kedudukan ijtihād, syarat-syarat mujtahid, bahaya taqlīd dan sebagainya. 7. Masalah adillah syar’iyah, yang meliputi pembahasan al-Qur’an, as-sunnah, ijmā’, qiyās, istịsān, istiṣlạ̄, istiṣ̣āb, mazhabus ṣạābi, al-‘urf, syar’u man qablanā, barā’atul aṣliyah, sadduż żarī’ah, maqāṣidus syarī’ahAsās asy-syarī’ah. 8. Masalah ra’yu dan qiyās; meliputi: aṣl, far’u, illāt, masālikul illāt, al-waṣf al-munāsib, as-sabru wa at-taqsīm, tanqị̄ al-manāṭ, ad-dauran, as-syabhu, ilgaul farīq; dan selanjutnya dibicarakan masalah ta’ārụ wa at-tarjị̄ dengan berbagai bentuk dan penyelesaiannya.

E. Hubungan antara Ushul Fikih dan Ilmu Lainnya 1. Hubungan Ilmu Ushul Fikih dengan Ilmu Fikih