b. Sunnah Rasulullah Saw.
ُهَ ِكْوَمَو اَبِّرلا َ ِكآ َمَلَسَو ِهْيَلَع ُ ٰلا َل َص ِ ٰلا ُلْوُسَر َنَعَل : َلاَق َهْنَع ُ ٰلا َ ِضَر ٍرِباَج ْنَع
هيلع قفتم ٌءاَوَس ْمُه : َلاَقَو ِهْيَدِهاَشَو ُهَبِت َكَو
“Dari Jabir r.a. ia berkata, ‘Rasulullah saw. telah melaknati orang-orang yang memakan riba, orang yang menjadi wakilnya orang yang memberi makan hasil
riba, orang yang menuliskan, orang yang menyaksikannya, dan selanjutnya, Nabi bersabda, mereka itu semua sama saja’.” HR. Bukhari dan Muslim
c. Ijma’ para ulama Para ulama sepakat bahwa seluruh umat Islam mengutuk dan mengharamkan
riba. Riba adalah salah satu usaha mencari rizki dengan cara yang tidak benar dan dibenci Allah Swt. Praktik riba lebih mengutamakan keuntungan diri sendiri dengan
mengorbankan orang lain. Riba akan menyulitkan hidup manusia, terutama mereka yang memerlukan pertolongan. Menimbulkan kesenjangan sosial yang semakin
besar antara yang kaya dan miskin, serta dapat mengurangi rasa kemanusiaan untuk rela membantu. Oleh karena itu Islam mengharamkan riba.
3. Macam-macam Riba
Para ulama ikih membagi riba menjadi empat macam, yaitu: a. Riba
Fạl Riba
fạl adalah tukar menukar atau jual beli antara dua buah barang yang sama jenisnya, namun tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh orang yang
menukarnya, atau jual beli yang mengandung unsur riba pada barang yang sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu benda tersebut. Sebagai contohnya adalah
tukar-menukar emas dengan emas atau beras dengan beras, dan ada kelebihan yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan. Kelebihan yang disyaratkan itu disebut
riba
fạl. Supaya tukar-menukar seperti ini tidak termasuk riba, maka harus ada tiga syarat yaitu:
1 Barang yang ditukarkan tersebut harus sama. 2 Timbangan atau takarannya harus sama.
3 Serah terima pada saat itu juga. b. Riba
Nasi’ah Riba nasi’ah yaitu mengambil keuntungan dari pinjam meminjam atau tukar
barang yang sejenis maupun yang tidak sejenis karena adanya keterlambatan waktu pembayaran. Menurut ulama Hanaiyah, riba nasi’ah adalah memberikan kelebihan
terhadap pembayaran dari yang ditangguhkan, memberikan kelebihan pada benda dibanding untung pada benda yang ditakar atau yang ditimbang yang berbeda jenis
160
B u k u S i s w a K e l a s X
160
atau selain yang ditakar dan ditimbang yang sama jenisnya. Maksudnya adalah menjual barang dengan sejenisnya, tetapi yang satu lebih banyak dengan pembayaran
diakhirkan, seperti menjual 1 kg beras dengan 1 ½ kg beras yang dibayarkan setelah dua bulan kemudian. Kelebihan pembayaran yang disyaratkan inilah yang disebut
riba nasi’ah.
ِعْيَب ْنَع َهَن َمَلَسَو ِهْيَلَع ُ ٰلا َل َص َ ِبَنا َنَأ ُهْنَع ُ ٰلا َ ِضَر ٍبُدْنُج ِنْب َةَرُمَس ْنَع
ًةَئْيَِسن ِناَوَيَْحِاب ِناَوَيَْحا
“Dari Samurah bin Jundub, sesungguhnya Nabi saw telah melarang jual beli binatang yang pembayarannya diakhirkan” H.R Lima ahli hadist
c. Riba Qaṛi
Riba qardi adalah meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang yang meminjam. Misalnya Andi meminjam uang kepada
Arman sebesar Rp 500.000, kemudian Arman mengharuskan kepada Andi untuk mengembalikan uang itu sebesar Rp. 550.000. inilah yang disebut riba qardi.
d. Riba Yad Riba yad yaitu pengambilan keuntungan dari proses jual beli dimana sebelum
terjadi serah terima barang antara penjual dan pembeli sudah berpisah. Contohnya, orang yang membeli suatu barang sebelum ia menerima barang tersebut dari penjual,
penjual dan pembeli tersebut telah berpisah sebelum serah terima barang itu. Jual beli ini dinamakan riba yad.
4. Hikmah dilarangnya Riba