Alasan pembredelan pers selama berlakunya UU Pokok Pers No.11

Indonesia Pos 2Feb 1974 Pencabutan SIT Pembredelan terkait isu-isu politik dan keamanan Harian Kompas 20Jan 1978 Via Telepon dan pencabutan SIT Pemberitaan yang luas dan kritis tentang demonstrasi mahasiswa pada akhir 1977-1978 Harian Pelita 20Jan 1978 Pencabutan SIT Memberitakan tentang “dialog terbuka dewan mahasiswasenet mahasiswa UI dengan seluruh mahasiswa kampus Salemba Harian Merdeka 20Jan 1978 Pencabutan SIT Pemberitaan yang luas dan kritis tentang demonstrasi mahasiswa pada akhir 1977-1978 Harian Sinar Harapan 20Jan1 978 Pencabutan SIT Pemberitaan yang luas dan kritis tentang demonstrasi mahasiswa pada akhir 1977-1978 The Indonesia Times 20Jan1 978 Pencabutan SIT Pemberitaan yang luas dan kritis tentang demonstrasi mahasiswa pada akhir 1977-1978 Sinar Pagi 20Jan1 978 Pencabutan SIT Pemberitaan yang luas dan kritis tentang demonstrasi mahasiswa pada akhir 1977-1978 Pos Sore 20Jan1 978 Pembredelan dilakuakan Kopkamtib Pemberitaan yang luas dan kritis tentang demonstrasi mahasiswa pada akhir 1977-1978 Pembredelan terkait isu-isu politik Januari Pencabutan SIT Demonstrasi Salemba Feb 1978 mahasiswa Anti Soeharto Tridharma Kampus Integritas Berita ITB Muhibah Aspirasi Jumlah pencabutan surat izin cetak 2 Jumlah pencabutan surat izin terbit 28 Sumber: David.T.Hill.2011. Pers di Masa Orde Baru. St.Sularto. Humanisme dan Kebebasan Pers. Bredel 1994, Tempo. Tabel di atas menjelaskan beberapa hal terkait pembredelan yang dilakukan pemerintah terhadap pers, dalam tabel telah dipaparkan sejumlah surat kabar, majalah dan tabloid yang pernah dibredel oleh pemerintah, tetapi tidak semua isi berita terkait dapat di paparkan karena hanya sebagian kecil sumber primer berupa surat kabar yang dapat dipaparkan penulis terkait isi tabel di atas. 1 Isi berita surat kabar terkait peristiwa Malari : Harian Indonesia Raya. Tajuk Rencana harian Indonesia Raya menjelang kedatangan Perdana Menteri Jepang Tanaka, diwarnai dengan kritik terhadap pemerintah Indonesia agar mempertimbangkan kembali hubungan kerjasama Indonesia dan Jepang. Hal ini terlihat dari isi tajuk rencana pada tanggal 14 Januari 1974 mengatakan “ kita berharap, setelah berbicara dengan berbagai pemimpin pemerintah di Indonesia, maka Tanaka akan mengambil prakarsa untuk meletakan saluran-saluran hubungan Jepang dan Indonesia ke tingkat yang wajar dan patut tidak lagi campur aduk dengan kepentingan Jakarta lobby dan Jepang lobby. 93 93 Atmakusumah ed. 1997. Tajuk-tajuk Mochtar Lubis di Harian Indonesia Raya. Jakarta: YOI.hlm. 416. Tajuk-tajuk rencana harian Indonesia Raya menjelang kedatangan Perdana Menteri Jepang ke Indonesia, telah dianggap pemerintah dapat menggoyahkan kerjasama yang hendak dilakukan pemerintah Indonesia dengan Jepang serta kestabilan politik nasional. Pasca peristiwa Malari 1974 pemerintah membredel harian Indonesia Raya yang sejak zaman Orde Lama dikenal harian yang sangat kritis terhadap kebijakan pemerintah hingga pemerintahan Orde Baru harian ini masih tetap kritis terhadap fenomena-fenomena korupsi yang terjadi dikalangan pejabat Indonesia. Pencabutan SIT Harian Indonesia Raya dengan alasan politik dan keamanan dianggap melanggar peraturan Kode Etik Jurnalistik pasal 2 ayat 2a dan b: Wartawan Indonesia tidak menyiarkan a. Hal-hal yang bersifat destruktif dan dapat merugikan Negara dan Bangsa. b.hal-hal yang dapat menimbulkan kekacauan. 2 Pembredelan Menjelang Sidang Umum MPR Tahun 1978 a. Isi Tajuk Rencana Kompas 1978 berjudul “ Aspirasi Mahasiswa”: 94 pernyataan ABRI yang berkaitan dngan peringatan Tiga Tuntutan Rakyat TRITURA berisikan komentar bahwa ABRI meminta dan memperingatkan bukanlah isi, persoalan dan aspirasi mahasiswa tetapi caranya. Pembredelan berdasarkan alasan keamanan. Melanggar peraturan Kode Etik Jurnalistik pasal 2 ayat 2c. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan hal-hal yang dapat menyinggung perasaan susila, agama, kepercayaan atau keyakinan seseorang atau suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang. 94 St.Sularto.op.cit.hlm. 12. b. Isi harian Pelita berjudul “Dialog terbuka DMSM-UI dengan seluruh mahasiswa kampus Salemba ” 95 . Dalam dialog terbuka tersebut mengatakan bahwa aksi yang dilakukan mahasiwa DMSM UI akhir-akhir ini sebagai gerakan moral mahasiswa, atas keresahan yang melanda masyarakat terkait 4K ketakutan,kemiskinan, kebodohan dan korupsi. Pemberitaan surat kabar terkait aksi mahasiswa telah meresahkan pemerintah, mejelang Sidang Umum MPR 1978 yang akan membahas tentang dicalonkannya kembali Presiden Soeharto dalam pemilu, Pencalonan Presiden Soeharto untuk periode selanjutnya banyak mendapat kritik, karena ketimpangan sosial dalam kehidupan masyarakat semakin meningkat, fenomena korupsi semakin merajalela dikalangan pejabat. Pemberitaan terkait demonstrasi mahasiswa dapat menimbulkan konflik yang dapat menganggu kestabilan nasional, oleh sebab itu perlunya pers yang sehat dan bertanggung jawab dalam menyampaikan berita. Oleh sebab itu, pemerintah melakukan tindakan pembredelan dengan mencabut SIT dengan alasan politik dan keamanan. Pembredelan terhadap tujuh surat kabar dianggap telah melanggar peraturan GBHN bab IV D dan angka 4, tentang penerangan dan Pers d berbunyi: dalam rangka meningkatkan peranan pers dalam pembangunan perlu ditingkatkan usaha pengembangan pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab, yaitu pers yang dapat menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang obyektif, 95 Pelita, 20 Januari 1978. melakukan komunikasi dan partisipasi masyarakat.dalam hal ini maka perlu dikembangkan interaksi positif antara pers, pemerintah dan masyarakat.

C. Bentuk Pembredelan Pers Selama Berlakunya UU Pokok Pers No.21

Tahun 1982. Pembatalan SIUPP. Undang-Undang Pers No.21 tahun 1982 ketentuan mengenai SIT pasal 20 ayat 1 dihapus, ketika UU PP ini berlaku larangan terbit terhadap pers tidak lagi melalui pencabutan SIT, karena peraturan tersebut telah dihapus dalam UU PP No.21 tahun 1982 yang baru. Namun bukan berarti tidak ada lagi larangan terbit pers ketika berlakunya UU PP No.21 tahun 1982, serangkaian pembredelan pers masih terjadi tidak lagi dengan cara pencabutan SIT, namun melalui pencabutan SIUPP. Peraturan mengenai SIUPP ditambahkan pada pasal 13 ayat 5 berbunyi: setiap penerbitan pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers memerlukan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers SIUPP yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Ketentuan- ketentuan tentang SIUPP akan diatur oleh pemerintah setelah mendengar pertimbangan Dewan Pers. Serta peraturan Menpen No.01PERMENPEN1984 tentang SIUPP. Peraturan mengenai SIT dihapus dan digantikan dangan SIUPP, adalah bentuk lain dari cara pemerintah untuk tetap mengontrol pers dan sewaktu-waktu dapat membredel pers melalui pembatalan SIUPP yang telah diberikan, yang memiliki wewenang dalam pembatalan SIUPP ialah Menteri Penerangan. Meskipun dikatakan bahwa pemerintah mempertimbangkan setelah mendengarkan Dewan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pers namun tidak pernah pencabutan SIUPP oleh Menpen dilakukan setelah berdiskusi dengan Dewan Pers sesuai peraturan yang tercantum dalam UU PP No.21 tahun 1982.

D. Alasan pembredelan Pers Selama Berlakunya Undang-Undang Pokok

Pers No.21 Tahun 1982. 1. Politik, Ideologi, pemerintahan. Dalam persiapan pemilu, seperti kampanye-kampanye partai politik yang menjadi basis kekuatan, menjadi bahan berita yang dianggap sensitif terhadap pemerintah, karena jika ada hal-hal yang tidak diinginkan diberitakan akan sangat mempengaruhi berjalannya pemilu dan kesempatan untuk menang bagi partai politik. Oleh sebab itu, pemerintah membredel pers yang dianggap menganggu dan dapat menimbulkan kekacauan dalam persiapan pemilu. 2. Ekonomi, Sosial dan Politik. Alasan ekomomi dalam membredel pers seperti ketika pers memuat berita seputar kebijakan ekonomi dan situasi ekonomi Indonesia pada saat itu, keadaan perekomomian yang tumbuh secara lambat, menjadi beban tersendiri yang dirasakan masyarakat, karena harga kebutuhan sehari-hari semakin tinggi, serta penghasilan kerja kurang dapat memenuhi kebutuhan hidup karena krisis ekomomi yang terjadi. Oleh sebab itu mengapa pemerintah melarang pers memberitakan tentang kebijakan ekonomi, dapat menciptakan suasana risau, bingung dikalangan masyarakat semua menjadi serba tidak menentu. 3. Kemananan dan Pertahanan Alasan keamanan dalam membredel pers tidak berbeda jauh dengan alasan keamanan ketika berlakunya UU PP No.11 tahun 1966. Karena pemerintah tidak ingin pers dapat memobilisasi masyarakat dengan informasi yang disampaikan, oleh sebab itu pers tidak diberikan kebebasan dalam menyampaikan berita yang dapat melemahkan kekuatan pemerintah. Presiden Soeharto sebagai penguasa tunggal tidak sedikitpun memberikan ruang bagi pers untuk memberitakan berita-berita aktual yang dapat menimbulkan ketidakstabilan dalam keamanan dan politik bangsa. Agar perpecahan yang terjadi dimasa lalu tidak terjadi lagi pada masa Orde Baru. 4. Suku, Agama, Ras dan Aliran SARA. Pertikaian antar agama, pemberontakan atau perlawanan terhadap pemerintah pusat oleh kelompok sparatis hanya bisa dilaporkan dalam batas tertentu, karena dikhawatirkan akan menimbulkan konflik berunsur SARA. Beberapa majalah dan surat kabar demi meningkatkan jumlah oplah, menulis berita sensasional yang didalamnya terdapat nama pejabat pemerintah dan Nabi Muhammad seperti dimuat oleh tabloid Monitor dengan angket popularitasnya, telah menimbulkan aksi protes dari penganut agama Islam dianggap telah mencemarkan dan menghina agama Islam. Semenjak serangkaian pembredelan massal selama berlakunya UU PP No.11 tahun 1966 yaitu tahun 1974 setelah peristiwa Malari dan tahun 1978 terkait peristiwa demonstrasi mahasiswa anti Soeharto dan serangkaian pembredelan lainnya. Namun tindakan anti pers tidak berhenti ketika UU Pokok Pers telah diperbahpemerintah tampak sangat bersungguh-sungguh dalam menerapkan konsep kebebasan yang bertanggung jawab dalam dunia pers. Karena ketentuan pasal 4 yang tidak pernah dirubah meskipun UU pokok pers mengalami perubahan pada tahun 1967 dan disempurnakan dengan dikeluarkanya UU Pokok Pers No.21 tahun 1982, pasal 4 menyatakan bahwa pers nasional tidak dikenakan sensor dan pembredelan, serta dihapuskannya SIT seperti yang tercantum pada pasal 20 ayat 1, maka pemerintah memerlukan landasan hukum kalau suatu ketika seperti dalam suasana krisis yang menjurus kepada kemelut politik yang amat membahayakan, merasa perlu untuk melakukan tindakan preventif terhadap pers. 96 Melalui peraturan Menteri Penerangan RI No.01PenMenpen1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers SIUPP, berdasarkan ketentuan yang terkandung dalam pasal 13 ayat 5 UU PP No.21 tahun 1982, landasan hukum untuk melakukan tindakan preventif itu dicantumkan, dalam pasal 33 peraturan tersebut, dimuat ketentuan bahwa Menteri Penerangan setelah mendengar Dewan Pers dapat membatalkan SIUPP, yang telah diberikan apabila perusahaanpenerbit pers tersebut melakukan salah satu delapan hal yang tercantum dalam pasal itu. 97 96 T.Atmadi. dalam sistem pers Indonesia. op.cit.hlm. 121. 97 Ibid,hlm. 80. Tabel.2 Pembredelan Pers selama diberlakukan UU Pokok Pers No.21 Tahun 1982. UU Pokok Pers No.11 Tahun 1966 Surat kabar Majalah Tglblnthn Cara pembredelan Alasan pembredelan Pembredelan terkait isu-isu politik dan keamanan Bab II Fungsi,kewajiban dan hak pers. Pasal 4: Terhadap pers nasional tidak dikenakan sensor dan pembredelanh, Majalah Tempo 3April 1982 Pembatalan SIUPP Memuat berita “Buntut Banteng jadi panjang”. Kerusuhan kampanye pemilu di lapangan Banteng Tabloid Detik 21Juni 1994 Pembatalan SIUPP Kritik terhadap sejumlah tokoh sipil kunci dari tubuh pemerintahan, yang ditujukan terhadap kalangan militer dan menurunkan spekulasi seputar calon pengganti Presiden Soeharto. Majalah Editor 21Juni 1994 Pembatalan SIUPP Pemberitaan tentang putera Presiden, dalam kasus bank pembangunan pemerintah Bapindo, yang banyak diwarnai campur tangan pejabat. Majalah Expo Januari 1983 Pembatalan SIUPP Memuat artikel tentang “100 Milioner Indonesia Majalah Ekuin April1983 Pembatalan SIUPP Mengungkap kan soal harga dasar minyak pemerintah. Pembredelan terkait isu-isu sosial dan ekonomi Majalah Fokus Mei1984 Pembatalan SIUPP Memuat laporan berupa daftar “200 orang kaya Indonesia” Harian Sinar Harapan 9Okt1986 Pembatalan SIUPP Memuat berita tentang analisa seputar kebijakan ekonomi pemerintah Pembredelan terkait isu-isu politik,ideologi Prioritas 29Juni 1987 Pembatalan SIUPP Berita dianggap bertentangan dengan nilai- nilai sistem pers Pancasila Pembredelan terkait isu-isu SARA Majalah Monitor 15Okt 1990 Pembatalan SIUPP Terkait isu SARA, “angket popularitas” yang mengakibatka n kericuhan dari kalangan umat Islam Majalah Senang 02Nov 1990 Pembatalan SIUPP Memuat “ilustrasi Nabi Muhammad” yang berpotensi menimbulkan konflik SARA. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI