Tenaga Kerja Pers. DAMPAK PEMBREDELAN PERS MASA ORDE BARU

Namun ketika aksi-aksi mahasiswa semakin meluas,terutama saat pemerintah akan membangun Taman Mini Indonesia Indah TMII di tahun 1973, reaksi pemerintahan yang dipimpin Presiden Soeharto mulai bertindak keras. Sejumlah tokoh mahasiswa ditangkap dan sejumlah pers nasional dan pers mahasiswa dibredel. Reaksi semakin keras ketika di tahun 1974 mahasiswa mulai memprotes kesenjangan ekonomi dan dominasi modal asing di Indonesia. Puncaknya terjadi saat Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka berkunjung ke Jakarta pada 15 Januari 1974 dan mahasiswa melakukan aksi demonstrasi serta massa ada yang membakar mobil-mobil Jepang, pemerintah tidak bisa lagi berdiam diri. Pemerintah bersikap sangat represif. Ratusan tokoh mahasiswa ditangkap dan pers dituding sebagai pengahasut. Tak cukup itu setelah peristiwa yang disebut “Malapetaka 15 Januari “ MALARI, pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 028 tahun 1974 yang isinya sangat tegas, melarang kegiatan politik di kampus. Upaya membungkam suara kritis mahasiswa tersebut sangat nyata, dampaknya pun terasa, karena sejak 1974 tidak ada lagi aksi-aksi mahasiswa yang bersifat massal. Mahasiswapun tiarap menghadapi rezim penguasa yangs semakin kuat dengan dukungan militer. Sekilas pemerintah berhasil meredam suara kritis mahasiswa. Padahal, kekecewaan dan ketidakpercayaan mahasiswa terhadap pemerintah semakin meluas. Pada awal tahun 1978 mulai muncul berbagai bentuk unjuk rasa yang mengekspresikan ketidakpuasan terhadap pemerintah. Apalagi partai Golkar yang dikendalikan oleh Presiden Soeharto berhasil meraih kemenangan mutlak dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pemilu 1977. Puncak menjelang sidang umum MPR 1978, gejolak mahasiswa tak bisa lagi ditahan, berbagai aksi demonstrasi dilakukan mahasiswa di hampir semua perguruan tinggi dengan substansi yang sama”menolak terpilihnya kembali Soeharto sebagai Presiden periode 1978-1983. Berbeda dengan tahun 1966 ketika mahasiswa mendapat dukungan militer, dalam aksi 1978 mahasiswa seperti berjalan sendiri tak ada kekuatan politik yang membantu mahasiswa karena sudah dilumpuhkan terlebih dahulu. Pembredelan terhadap beberapa surat kabar nasional dan surat kabar mahasiswa dilakukan kembali oleh pemerintah. Upaya melumpuhkan gerakan mahasiswa semakin efektif ketika pemerintah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu Daoed Joesoef mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 0156U1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus NKK. Melalui kebijakan tersebut kampus steril dari kegiatan politik. Mahasiswa tidak boleh lagi melakukan kegiatan apapun yang bernuansa politik.

E. Euforia Kebebasan Pers Pasca Orde Baru

Pemerintahan otoriter hanya menyebabkan disintegrasi politik yang pada akhirnya menyebabkan keruntuhan, sekuat apapun kekuasaan itu pernah memimpin sebuah negara, jika dijalankan oleh pemerintah yang otoriter pasti tidak bertahan selamanya. Terbatasnya ruang masyarakat untuk berkembang serta hidup di bawah tekanan pemerintah dan hanya memfokuskan hanya di satu bidang kehidupan akan mengakibatkan rakyat menuntut, atas apa yang pernah dijanjikan pemerintah untuk kehidupan yang sejahtera. Tapi kenyataannya tidaklah semudah membuat janji-janji untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat, semua butuh waktu yang cukup lama. Masyarakat dan pers sangatlah erat kaitannya, karena pers adalah bentuk dari aspirasi rakyat yang disampaikan terhadap pemerintahan yang sedang berkuasa. Pemerintahan otoriter penuh dengan tindakan represif, dan pengekangan tehadap kebebasan menyebabkan kemiskinan budaya dan kemampuan masyarakat. Pembredelan pers merupakan pengasingan secara spiritual tehadap para jurnalis tindakan tersebut bagaikan pencorengan muka Orde Baru dan politik pembangunannya. Jika kita dapat belajar dari sejarah, ada beberapa hal yang mencolok: rezim-rezim represif berakhir karena disintegrasi politik negaranya. Contoh dari luar seperti sejarah Shah Reza Pahlevi di Iran, meskipun memiliki tentara yang kuat, intelijen Savak yang terorganisir dan dikenal ganas, dan sumber keuangan berlimpah, toh berhasil digoyahkan oleh gerakan yang dipimpin ulama- ulama tua, mahasiswa, buruh dan kaum pedagang. Lebih mengherankan lagi negara-negara bekas Uni Soviet dan negara-negara satelitnya di Eropa Timur, negara-negara yang didirikan melalui revolusi itu, khususnya negara induknya yaitu Uni Soviet sendiri, mempunyai kekuatan militer dalam sekala super power, hasil rezim represif itu adalah disintegrasi sistem politik dan ekonomi. 118 Singkatnya tindakan-tindakan represif rezim Orde Baru, baik dalam bentuk berbagai pencabutan izin terbit yang pada akhirnya berbentuk pembatalan SIUPP ataupun perlakuan terhadap para demonstran sangatlah menghawatirkan bagi perkembangan demokrasi negeri ini. Tindakan itu diperlihatkan kepada kita bahwa 118 Ibid,hlm. 46.