Sistem Pemerintahan OtoriterFasis Landasan Teori

memblokir informasi, pembredelan surat kabar, internet dll. Justru mendorong rakyat mencari dan mempercayai informasi dari luar dan membenci informasi pemerintahnya. 5 Perekonomian berencana yang terpusat. Perekonomian berencana yang terpusat terus menerus lambat laun tidak efisien sebab melenyapkan prinsip-prinsip persaingan sehat. Akibat motivasi untuk bertindak secara ekonomis hilang. Produktivitas dan kreativitas lenyap demi mengutamakan loyalitas, komitmen pada partai dan ideologi. Dalam keadaan seperti ini ekonomi tidak saja stagnan tetapi mundur dan akhirnya runtuh. Dengan melihat struktur paradoksal totalitarianisme maka hasil akhirnya adalah kekacauan ekonomi dan hilangnya kredibilitas rakyat terhadap penguasa sebab ideologi yang dipaksakan demi legitimasi penguasa akan berguna. Penulis memaparkan teori tentang fasisme dan totalitarisme sebagai suatu gambaran sejarah ketika negara dipimpin oleh seorang otoriter,gambaran inilah yang di masa Orde Baru dapat kita lihat, bagaimana seorang pemimpin secara penuh menggunakan kekuasaanya dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Menurut Ashadi Siregar 31 rezim Orde Baru digerakan oleh budaya negara berdasarkan norma militerisme dan atau fasisme dengan menjalankan prinsip monopoli mulai dari pengendalian secara fisik, sampai penguasaan alam pikiran warga. Pengendalian fisik dilakukan antara lain dengan tindakan-tindakan, sementara penguasaan alam pikiran dilakukan dengan monopoli wacana melalui penguasaan alat-alat komunikasi dalam masyarakat. 31 Ashadi Siregar. Media Pers dan Negara: Keluar dari Hegemoni. Jurnal Ilmu Komunikasi dan Ilmu Politik. Vol 4. No.2. 2000. hlm. 176. Militerisme dan fasisme dapat berjalan bersamaan, tetapi dapat juga berjalan terpisah. Militerisme pada dasarnya secara sederhana dapat diartikan sebagai tindakan dengan menggunakan metode militer dalam kehidupan sipil. Metode militer yang digerakkan dengan norma fasisme dapat menjadi sangat eksesif jika budaya negara ini digerakan oleh pimpinan negara yang memiliki kecendrungan psikopatologis. Kehidupan era Hitler di Jerman dapat menjadi studi mengenai pola fasisme. Struktur negara Orde Baru tidak memberi tempat kepada struktur alternatif atau oposisi karena digerakakkan oleh budaya negara dengan norma militerisme dan fasisme. Dengan norma semacam ini, biasanya terbentuk pula struktur gelap atau bayangan hidden Structure yang berasal dari dalam struktur resmi negera. Struktur gelap ini di gunakan untuk menjalankan tindakan secara fisik dan metode lainnya di luar hukum oleh penguasa negara untuk mematikan setiap tindakan yang dianggap sebagai oposisi. Teror terhadap warga, penculikan dan penahanan tanpa prosedur hukum, bahkan sampai penembakan misterius petrus yang disebut tindakan shock theraphy dapat menjadi contoh tindakan dari struktur gelap rezim Orde Baru. 32 Demikialah era Orde Baru ditandai oleh struktur sosial dengan kekuasaan negara bersifat hegemonik dan korporatis ala fasisme. Selain adanya tindakan- tindakan yang berlangsung melalui struktur negara resmi dan gelap, penguasaan alam pikiran warga masyarakat dilakukan dengan mengendalikan media massa. Media massa dijadikan oleh penguasa negara sebagai sarana pengendalian masyarakat. Dalam norma otoritarianisme umumnya dan fasisme khususnya 32 Ibid, hlm, 178. media massa pada dasarnya hanya menjadi alat bagi kekuasaan, bukan sebagai sarana masyarakat untuk mendapat fakta dan mengekspresikan dirinya. Lebih jauh, pengendalian masyarakat adalah kata kunci dalam struktur negara fasis dan militeristis yang bersifat totalitarian. 33

2. Pers

Setelah berakhirnya pemerintahan Presiden Soekarno dengan Orde Lama- nya dan digantikan dengan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto salah satu perubahan yang dilakukan pemerintah yaitu dengan memperbaharui Undang- Undang tentang pers yang beberapa kali mengalami perubahan seperti: Undang- Undang tentang perubahan atas Undang-Undang No.11 1966 tentang Ketentuan- ketentuan pokok pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.4 1967. Pasal 1 a. Pengertian tentang pers diubah sebagai berikut alat revolusi diubah menjadi alat perjuangan. Setelah mengalami perubahan kata dalam pengertian pers, menurut Undang-undang No.21 1982 tentang perubahan atas Undang-Undang No.11 1966 tentang ketentuan-ketentuan pokok pers sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang No. 4 1967 yang dimaksud dengan pers adalah lembaga kemasyarakatan dan alat perjuangan nasional yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya, dilengkapi dengan alat-alat foto, klise, mesin-mesin stensil atau alat-alat teknik lainnya. 34 33 Ibid, hlm, 179. 34 Undang-Undang Ketentuan Pokok Pers Nomor 21 Tahun 1982. Perumusan pers menurut Undang-Undang tersebut di atas sangat sesuai dengan perumusan yang dikemukakan oleh Oemar Seno Adji, tentang pers dalam arti sempit yaitu “Pers yang menjelma dalam surat-surat kabar, majalah-majalah, buku-buku dan lain- lain”. 35 Kalau kita telaah lebih dalam kedua perumusan di atas, maka yang dimaksudkan dengan pers adalah semua alat komunikasi yang bersifat umum dan terbit secara teratur berupa majalah-majalah, surat kabar, buku-buku, dan lain sebagainya yang berfungsi sebagai penyebar luas informasi dan sarana perjuangan untuk mencapai cita-cita pembangunan nasional.

3. Sistem Pers

Pers umumnya tunduk pada sistem pers yang berlaku di mana sistem itu hidup, sementara sistem pers itu sendiri tunduk kepada sistem politik pemerintahan yang ada. Bersama dengan lembaga kemasyarakatan lainnya, pers berada dalam keterikatan organisasi yang bernama negara. Oleh karenanya, pers dipengaruhi bahkan ditentukan oleh falsafah dan sistem politik negara di mana pers itu berada. Singkat kata, perkembangan dan perkembangan dan pertumbuhan sistem politik di mana pers itu berada, dan merupakan subsistem politik yang ada. Menurut Fred S. Siebert, dkk dalam buku yang berjudul Four Theories of the Press, terdapat empat teori pers yang mendukung sistem pers di dunia: 36 Pertama Teori Pers Otoriter. Ciri utama dari sistem pers otoriter adalah fungsi pers sebagai kepanjangan tangan pemerintah yang sedang berkuasa dan melayani negara. Melalui penerapan hak khusus, lisensi, sensor langsung dan peraturan organisasi media, individu dijauhkan dari kemungkinan mengkritik 35 Oemar Seno Adji, 1977, Pers Aspek-aspek Hukum, cet.2, Jakarta, Erlangga, hlm.79. 36 Inge Hutagalung.”Dinamika Sistem Pers di Indonesia” Jurnal Interaksi.Volume II No.2. Juli 2013, hlm.54. pemerintah yang berkuasa. Dalam sistem otoriter, pers dapat dimiliki baik secara publik ataupun perorangan, namun tetap menggunakan pers sebagai alat untuk memberi informasi kepada rakyat tentang kebijakan-kebijakan pemerintah. Teori pers otoriter muncul pada zaman Renaissance pencerahan abad 17 setelah ditemukannya mesin cetak. Teori ini berkembang dari filsafat kekuasaan monarki absolut dan kekuasaan pemerintah absolut. Di beberapa negara di dunia, teori pers otoriter masih di praktikan sampai sekarang. Teori ini muncul dari filsafat kekuasaan monarki absolut. 37 Kedua Teori Pers Liberal. Sistem pers ini merupakan suatu bentuk perlawanan dari pandangan otoriter. Ciri teori pers Liberal Pers membantu menemukan kebenaranan dan mengawasi pemerintah sekaligus sebagai media yang memberikan informasi, menghibur, dan mencari keuntungan. Penguasa tidak punya hak untuk mengatur isi berita media. Penguasa dalam sistem ini juga tidak berhak menentukan siapa yang boleh dan tidak boleh menerbitkan media. Pada sistem ini, siapapun sebenarnya punya hak untuk menerbitkan media asalkan mempuyai kemampuan ekonomis. Tidak ada izin atau lisensi khusus untuk menerbitkan media. Apa yang baik dan tidak ditentukan oleh penguasa, tetapi ditentukan oleh khalayak. Dalam sistem ini, penguasa tidak mempunyai hak untuk menutup bredel media. Teori ini muncul dari filsafat umum tentang rasionalisme dan hak asasi manusia, teori liberal semula berkembang di Inggris dan digunakan setelah tahun 1688. 37 Haris Sumadiria, 2014, Sosiologi Komunikasi Massa, Bandung, Remaja Rosdakarya, hlm.69. Ketiga,Teori Pers Tanggung Jawab Sosial. Ciri teori ini yaitu media selain bertujuan untuk memberikan informasi, menghibur, mencari keuntungan, juga harus dapat memberikan individu hak untuk mengemukakan masalahnya di dalam forum media, dan jika media tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ada pihak yang harus memaksanya. Teori ini, media dikontrol oleh pendapat masyarakat, tindakan konsumen, kode etik profesional, dan penyiaran, dikontrol oleh badan pengatur penyiaran. Pengembangan dari teori liberal menghasilkan teori tanggung jawab sosial, yang dikembangkan pada abad ke 20 di Amerika Serikat. Keempat, Teori Pers Totaliter-Soviet. Ciri teori ini yaitu kebebasan pers yang sebenarnya akan ada dalam masyarakat tanpa kelas kebebasan pada sistem ini adalah bebas dari kapitalisme, individualisme, burjuasi dan bukan bebas untuk menyatakan pendapat. Media dikontrol oleh tindakan ekonomi dan politik dari pemerintah dan badan pengawas, dan hanya anggota partai yang loyal dan anggota partai ortodoks saja yang dapat menggunakan media secara reguler. Media dalam sistem Soviet dimiliki dan dikontrol oleh negara dan hanya sebagai kepanjangan tangan negara. Tujuan teori ini adalah membantu keberhasilan dan klan kelangsungan sistem Soviet. Teori ini dikembangkan berdasarkan ideologi Marxis dan nilai kebersamaan antar kelas maupun antar partaigolongan, yaitu selama kelas kapitalis mengawasi fasilitas fisik media, kelas buruh tidak mempunyai akses pada saluran komunikasi. Menurut penulis masa Orde Baru menganut Teori Pers Otoriter. Hal ini dapat dilihat dari UU PP No.11 1966 terdapat peraturan mengenai surat izin terbit, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ketika diperbaharui menjadi UU PP No.21 1982 digantikan dengan surat izin usaha penerbitan pers, mencerminkan usaha nyata ke arah pelaksanaan pers dikendalikan oleh pemerintah, suatu bentuk pengabdosian terhadap teori pers otoriter. Pada masa Orde Baru, pers dinyatakan sebagai salah satu media pendukung keberhasilan pembangunan. Bentuk isi pers Indonesia perlu mencerminkan pembangunan. Hingga timbul istilah pers pembangunan, dari kenyataan ini terlihat bahwa pers Indonesia tidak mempunyai kebebasan karena pers harus mendukung program pemerintah Orde Baru. 38 Pers Indonesia masa Orde Baru selain menganut teori pers otoriter juga menganut teori pers tanggung jawab sosial, hal ini digambarkan dari sebutan pers nasional adalah pers bebas dan bertanggung jawab, pers diberikan kebebasan dalam memberitakan isu-isu terkini namun pers harus tetap bertanggung jawab atas berita yang ditulis. Pertanggung jawaban pers di jabarkan dalam Undang- Undang Pokok Pers, Garis Besar Haluan Negara GBHN, Kode Etik Jurnalistik, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. Sesuai dengan ciri khas teori pers tanggung jawab sosial ialah media bisa dimiliki oleh perorangan tetapi tidak berarti perorangan begitu saja mendiktekan keinginannya melalui media. 39 Fungsi dan peranan pers berangkat dari beberapa teori pers yang sudah dikembangkan sejak lama, fungsi pers akhirnya dikaitkan dengan pembangunan dan kepentingan masyarakat. Dalam pembangunan, Schramm menyebutkan, fungsi media massa minimal tiga bentuk; meliputi memberitahu rakyat tentang pembangunan nasional, memusatkan perhatian masyarakat supaya berubah, 38 Inge Hutagalung, op.cit, hlm. 56. 39 Haris Sumadiria, op.cit, hlm. 75. kesempatan menimbulkan perubahan, metode cara menimbulkan perubahan, jika mungkin memunculkan aspirasi. Kusumaningrat mengemukakan, fungsi pers tersebut meliputi : 40 a. Fungsi informatif merupakan fungsi memberi informasi melalui berita secara teratur kepada khalayak. Pers menghimpun berita yang dianggap berguna dan penting bagi orang banyak dan kemudian menulisnya. pers