Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, organisasi biasanya berusaha meningkatkan produktifitas, kemampuan berinovasi, dan kemampuan bertahan dalam persaingan. Agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif, dibutuhkan perilaku kerja yang positif seperti kinerja tinggi dari tiap individu sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Penilaian kinerja memang merupakan salah satu aktivitas pengelolaan sumber daya manusia yang dilakukan mengevaluasi perilaku kerja individu. Semakin tinggi kinerja individu dan jika seluruh individu dalam organisasi berkinerja tinggi, maka akan membawa pada efektivitas organisasi. Secara tradisional penilaian kinerja didasarkan pada ukuran dan standar kinerja. Ukuran dan standar ini dibuat mengacu pada deskripsi kerja Wulani, 2005. Idealnya setiap anggota organisasi bekerja sama untuk kebaikan organisasi, dan bersatu untuk mensukseskan target organisasi, serta berperan mengatasi hambatan yang muncul. Karyawan tidak hanya melakukan tugasnya dengan baik, melainkan turut mendukung kesuksesan organisasi dengan melakukan berbagai hal diluar tugas formalnya. Dengan demikian karyawan tidak hanya puas dengan selesainya tugas, bisa juga turut mendukung kesuksesan sesama organisasi, mendukung keberhasilan organisasi, serta berinisiatif untuk berbuat lebih dari yang diisyaratkan Hendramodjo, 2010. Universitas Sumatera Utara Kemauan karyawan untuk berpartisipasi dalam organisasi, biasanya tergantung pada tujuan dari apa yang ingin di raih dengan bergabungnya dalam organisasi bersangkutan. Kontribusi karyawan terhadap organisasi akan semakin tinggi bila organisasi dapat memberikan apa yang menjadi keinginan karyawan. Kemauan karyawan untuk memberikan sumbangan kepada tempat kerjanya sangat dipengaruhi oleh kemampuan organisasi dalam memenuhi tujuan dan harapan-harapan karyawannya Novliadi, 2007. Terdapat sejumlah fakta yang menunjukkan bahwa organisasi yang sukses adalah organisasi yang terlebih dahulu memperhatikan kondisi karyawannya. Kemudian menambahkan bahwa organisasi yang mengutamakan karyawan memiliki angkatan kerja yang berdedikasi dan berkomitmen pada perusahaan sehingga mampu menciptakan produktifitas dan kepuasan karyawan yang lebih tinggi. Banyak peneliti mengatakan bahwa produktivitas karyawan dipengaruhi oleh sikap dan kinerja karyawan dalam organisasi tersebut. Pada dasarnya kinerja karyawan telah ditetapkan dengan perilaku intra-role. Perilaku intra-role adalah perilaku karyawan yang telah terdiskripsi secara formal yang harus dikerjakan dalam suatu organisasi Hardaningtyas, 2004. Perilaku atau peranan yang dilakukan oleh karyawan sangat penting bagi suatu perusahaan. Berbagai pendapat yang mengemukakan tentang pentingnya perilaku karyawan yang mau bekerja melebihi deskripsi jabatan yang ada antara lain seperti yang dikemukakan oleh Robbins 2001 yang menyatakan bahwa organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan melakukan lebih dari sekedar tugas formal mereka dan mau memberikan kinerja yang melebihi harapan Universitas Sumatera Utara biasa disebut dengan perilaku extra-role. Dalam dunia kerja yang dinamis seperti saat ini, di mana tugas makin sering dikerjakan dalam tim, fleksibilitas sangatlah penting. Organisasi menginginkan karyawan yang bersedia melakukan tugas yang tidak tercantum dalam deskripsi pekerjaan mereka. Menurut Robbins dan Judge 2008, fakta menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki organizational citizenhip behavior yang baik, akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain. Dalam tulisan ini selanjutnya organizational citizenhip behavior di singkat dengan sebutan OCB. OCB dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku kerja karyawan di dalam organisasi, yang dilakukan atas suka rela di luar deskripsi kerja yang telah ditetapkan, dengan tujuan untuk meningkatkan kemajuan kinerja organisasi. Organ 1988 menjelaskan OCB sebagai perilaku individual atau kelompok yang dilakukan dengan inisiatif sendiri, tidak secara langsung diatur dalam rincian pekerjaan yang formal, yang akan meningkatkan kinerja dan efektifitas perusahaan. Menurut Podsakoff, Mackenzie, Paine, and Bacrarch, 2000, mendefinisikan OCB sebagai perilaku individual yang bersifat bebas discretionary, yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat pengharapan dari sistem imbalan formal, dan yang secara keseluruhan mendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi. Bersifat bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan yang secara jelas dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi; melainkan sebagai pilihan personal. Universitas Sumatera Utara OCB sangat penting artinya untuk menunjang efektivitas fungsi-fungsi organisasi, terutama dalam jangka panjang. Podsakoff et al., 2000, OCB mempengaruhi efektivitas organisasi karena beberapa alasan. Pertama, OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas rekan kerja. Kedua, OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas manajerial. Ketiga, OCB dapat membantu mengurangi penggunaan sumber daya organisasional untuk tujuan-tujuan produktif. Keempat, OCB dapat menurunkan tingkat kebutuhan akan penyediaan sumber daya organisasi secara umum untuk tujuan-tujuan pemeliharaan karyawan. Kelima, OCB dapat dijadikan sebagai dasar yang efektif untuk aktivitas-aktivitas koordinasi antara anggota-anggota tim dan antar kelompok- kelompok kerja. Keenam, OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan SDM-SDM handal dengan memberikan kesan bahwa organisasi merupakan tempat bekerja yang lebih menarik. Ketujuh, OCB dapat meningkatkan stabilitas kinerja organisasi. Kedelapan, OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan perubahan lingkungannya. Kemudian Riggio, 1990 juga menambahkan manfaat-manfaat OCB bahwa karyawan secara bebas dan sukarela membina hubungan dengan rekan kerja dan meningkatkan komunikasi organisasi. OCB mengarahkan ke lingkungan yang positif, sehingga membantu proses perekrutan dan membuat karyawan dengan kualifikasi baik ingin tetap berada dalam organisasi. Karyawan akan membantu pekerjaan karyawan lain yang absen atau mendapat tambahan tugas. Universitas Sumatera Utara Penelitian yang dilakukan oleh Djati 2009 menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara OCB dari staff administrasi tata usaha jurusan terhadap tingkat layanan jasa yang diberikan. Semakin tinggi OCB maka semakin tinggi pula layanan jasa yang diberikan dan demikian pula sebaliknya. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan pentingnya penanaman dan peningkatan OCB dari karyawan untuk dapat memberikan kualitas layanan yang terbaik bagi konsumen. Kemudian Podsakoff dan MacKenzie dalam Riggio, 1990 menyatakan bahwa OCB berhubungan dengan efektifitas organisasi seperti karyawan lama membantu karyawan baru dalam masa orientasi dan proses sosialisasi, sehingga mereka lebih cepat menjadi karyawan produktif. Karyawan yang saling membantu hanya membutuhkan pengawasan, sehingga membuat manajer dapat berkonsentrasi pada tugas yang lebih penting. Karyawan yang bersikap positif dapat saling bekerja sama dan menghindari konflik dengan karyawan. Selain hal tersebut, karyawan juga bersedia memperlajari teknologi dan sistem kerja yang baru Riggio, 1990. Begitu pentingnya kedudukan OCB sebagai salah satu bentuk kinerja extra- role, telah menarik perhatian dan perdebatan panjang di kalangan praktisi organisasi, peneliti maupun akademisi. Podsakoff et al. 2000 mencatat lebih dari 150 artikel yang diterbitkan di jurnal-jurnal ilmiah dalam kurun waktu 1997 hingga 1998. Kebanyakan penelitian-penelitian empiris di bidang ini lebih menekankan hubungan dan pengaruh OCB terhadap konstruk-konstruk lainnya, daripada konseptualisasi dan pendefinisian konstruk OCB itu sendiri. Berkaitan Universitas Sumatera Utara dengan hal tersebut, operasionalisasi dimensi-dimensi OCB di kalangan peneliti menjadi sangat beragam. Podsakoff et al. 2000 misalnya, mengajukan 7 dimensi OCB, yaitu perilaku menolong, kepatuhan terhadap organisasi, sportsmanship, loyalitas terhadap organisasi, inisiatif individual, kualitas sosial, perkembangan diri. Sementara Graham dalam Ahdiayana, 2009, mengkonseptualisasikan 3 dimensi OCB yang diadopsi dari literatur-literatur politik klasik dan modern, yaitu obedience, loyalty, dan participation. Chien 2004 termasuk salah satu pendukung konseptualisasi lima faktor OCB yang dikemukakan oleh Organ tersebut. Menurut Chien 2004, setiap dimensi OCB menawarkan alasan-alasan yang berbeda dalam hubungan ini. Altruism, membantu rekan kerja, akan membuat sistem kerja menjadi lebih produktif karena seorang pekerja dapat memanfaatkan waktu luangnya untuk membantu karyawan lainnya dalam sebuah tugas yang lebih mendesak. Memerankan civic virtue termasuk menawarkan saran-saran tentang penurunan biaya atau ide-ide tentang penghematan sumberdaya lainnya, yang secara langsung dapat mempengaruhi tingkat efisiensi organisasi. Karyawan yang berhati-hati conscientious, serta karyawan yang tidak menguntungkan diri sendiri atau perilaku-perilaku negatif lainnya, menunjukkan penerimaan terhadap kebijakan perusahaan dan memelihara kestabilan, jadwal kerja yang konsisten, meningkatkan reliabilitas pelayanan. Begitu reliabilitas meningkat, biaya pengerjaan kembali dapat diturunkan, menjadikan unit-unit kerja organisasi lebih efisien. Universitas Sumatera Utara Perilaku seorang karyawan dalam suatu organisasi tidak dapat terlepas dari atribut kepribadian yang melekat dalam diri karyawan. Atribut kepribadian adalah salah satu bagian dari kepribadian yang merupakan variabel individu yang mempengaruhi perilaku organisasi. Atribut kepribadian tersebut meliputi locus of control, machiavellianism, self esteem, self monitoring, risk taking, type ab personality Robbins Judge, 2008. Dengan rujukan hasil penelitian dari Blakely, Andrews, dan Fuller, 2003 menunjukkan self-monitoring berhubungan signifikan dengan OCB, yang paling menonjol dalam dimensi OCB salah satunya perilaku menolong dalam lingkungan organisasi. Dan kemudian dit ambahkan manajer lebih tertarik pada karyawan yang mempunyai self-monitoring tinggi karena penting dalam peningkatan karakteristik organisasi. Menurut Snyder 1986, self-monitoring ini merupakan kecakapan individu dalam membaca situasi diri dan lingkungannya serta kemampuannya untuk mengontrol diri dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam situasi sosial. Self-monitoring diperlukan oleh seorang individu agar individu yang bersangkutan dapat menunjukkan performance yang sesuai dengan lingkungan di sekitarnya, termasuk di lingkungan kerja Snyder dalam Baron Byrne, 2000. Self-monitoring ada dan dimiliki oleh setiap individu, tidak terkecuali seorang karyawan, baik itu self-monitoring yang tinggi maupun yang rendah. Karyawan yang memiliki self monitoring tinggi akan menunjukkan kemampuan yang cukup besar dalam menyesuaikan perilakunya terhadap faktor –faktor situasional luar sehingga dapat berperilaku berbeda dalam situasi yang berlainan. Singkatnya, karyawan yang Universitas Sumatera Utara memiliki self-monitoring tinggi mudah sekali terpengaruh oleh petunjuk-petunjuk di luar dirinya Snyder DeBono dalam Hendrayanti, 2006 . Self-monitoring berhubungan positif dengan melayani diri sendiri dalam pengelolaan kesan. Pengelolaan emosi melibatkan pengaturan perilaku diungkapkan sehingga sosial yang sesuai. Self-monitoring adalah dasar dari dorongan internal untuk seorang pemimpin untuk menunjukkan OCB . Perhatian untuk citra umum seseorang kemungkinan untuk meningkatkan frekuensi orang menunjukkan OCB Krishnan Arora, 2008. Merujuk pada hasil penelitian Blakely, Andrews, dan Fuller bahwa ada hubungan self-monitoring terhadap OCB. Jadi peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh self-monitoring terhadap organizational citizenship behavior ”. B. Rumusan Masalah Perumusan masalah dalam peneli tian ini “Apakah self-monitoring mempunyai pengaruh terhadap OCB ”.

C. Tujuan Penelitian