Sanksi Pidana Menurut KUHP

Pemerintah No 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan tindak pidana pelanggaran administratif Wetsdelicten. Menurut petunjuk Mahkamah Agung, bilamana seorang suami melakukan perkawinan lagi, maka ia dikenakan ketentuan Pasal 45 ayat 1 satu huruf a Jo Pasal 40 Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang- undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan , jika pada waktu melakukan perkawinan keduanya tidak memohon izin kawin kepada pengadilan. Namun apabila si suami pernah mengajukan permohonan izin kawin, kemudian permohonan izin tersebut ditolak oleh pengadilan dan suami tersebut tetap kawin juga dengan istri yang baru, maka suami tersebut dikenakan ancaman Pasal 279 ayat 1 satu KUHP. 104

2. Sanksi Pidana Menurut KUHP

Kitab Undang-undang Hukum pidana KUHP merupakan peraturan- peraturan hukum pidana yang saat ini tetap berlaku di Indonesia. Dalam KUHP, perkawinan poligami tanpa persetujuan istri yang sah dipandang sebagai tindak pidana perkawinan poligami. Tindak pidana perkawinan poligami pada dasarnya termasuk kepada tindak pidana kejahatan terhadap kedudukan perdata. Ada 4 empat Pasal yang berhubungan dengan tindak pidana kejahatan terhadap kedudukan perdata ini, yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 277, Pasal 278, Pasal 279, dan Pasal 280 KUHP. Pengaturan tindak pidana terhadap 104 Petunjuk Ketua Mahkamah Agung Mengenai Penetapan Undang-undang No 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, No. MAPemb015677, Tanggal 25 Februari 1977, hal.10 Universitas Sumatera Utara perkawinan poligami terdapat dalam buku kedua Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP tentang Kejahatan Rechtdelicten, secara spesifik diatur pada Bab XIII tentang Kejahatan terhadap Asal-usul dan Perkawinan. Pasal 279 KUHP ayat 1 satu berbunyi diancam dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun: a. barangsiapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu b. barangsiapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu. Sedangkan Pasal 279 ayat 2 dua KUHP berbunyi; Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 satu butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun. Selanjutnya Pasal 280 berbunyi; barangsiapa mengadakan perkawinan, padahal sengaja tidak memberitahu kepada pihak lain bahwa ada penghalang yang sah, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun, apabila kemudian berdasarkan penghalang tersebut, perkawinan lalu dinyatakan tidak sah. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Belanda menyebutkan tindak pidana tersebut dinamakan dubble huwalijke atau bigami, karena di negara belanda diantara seluruh warganya dianut prinsip monogami, maka tindak pidana semacam ini selalu mengakibatkan adanya 2 dua perkawinan. Di Indonesia diantara para penganut agama Islam, ada kemungkinan seorang laki-laki secara sah mempunyai 2 dua, 3 tiga, atau 4 empat istri. Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu, diantara mereka seorang laki-laki barulah melakukan tindak pidana dari Pasal 279 KUHP ini, apabila ia melakukan perkawinan yang ke 5 lima setelah 4 empat kali melakukan perkawinan secara sah. Bagi si istri, kawin kedua kali sudah merupakan tindak pidana ini. 105 Bagi penganut agama hindu Bali yang mengizinkan seorang memiliki sejumlah istri tanpa batas, tindak pidana ini hanya dapat dilakukan oleh seorang istri bersama patnernya, namun persoalannya adalah apabila perkawinan yang baru tidak ada memenuhi syarat- syarat perundang-undangan sehingga dapat dibatalkan. Tentang hal ini ada dua pendapat: 106 1. Menurut Simons, Pompe dan Noyon Langemeyer, pelaku tetap dapat dihukum karena perkawinan dahulu tetap ada sebelum dibatalkan. 2. Menurut Van Bemmelen, para pelaku tidak selalu dihukum, tetapi ada kemungkinan bahwa ini digantungkan kepada penyelesaian suatu perkara perdata mengenai batal atau tidaknya perkawinan yang dulu itu. Dihubungkan dengan Pasal 279 KUHP, tindak pidana poligami dalam kitab Undang-undang hukum pidana diatur pada Pasal 279 KUHP tentang kejahatan terhadap Asal-usul perkawinan yang berbunyi: 107 Ayat 1 satu diancam dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun: Ke-1. Barangsiapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan yang ada menjadi penghalang yang sah untuk itu. 105 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan Indonesia,Bandung: PT Eresco, 1981, hal 76. 106 Ibid, hal 77 107 Lihat Lebih Lanjut Pasal 279 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Universitas Sumatera Utara Ke-2. Barang siapa mengadakan perkawinan padahal diketahui bahwa perkawinannya atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang yang sah untuk itu. Ayat 2 dua jika yang melakukan perbuatan yang diterangkan dalam ke- 1, menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan- perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Ayat 3 tiga pencabutan hak tersebut dalam Pasal 35 No. 1-5 dapat dinyatakan. Menurut Apeldoorn, bahwa elemen delik itu terdiri dari elemen objektif yang berupa adanya suatu kelakuan yang bertentangan dengan hukum onrechmatigwederrechtelijke dan elemen subjektif yang berupa adanya seorang pembuat toerekeningsvatbaarheid terhadap kelakukan yang bertentangan dengan hukum itu, yang mengikuti rumusan unsur-unsur perbuatan pidana disamping Apeldoorn adalah Van Bemmelen. Van Bemmelen lebih memberikan rumusan yang terperinci terhadap unsur-unsur perbuatan pidana. Menurut Vos, di dalam suatu strafbaarfeit perbuatan pidana dimungkinkan adanya beberapa elemen atau unsur delik, yaitu: 1. Elemen perbuatan atau kelakuan orang, dalam hal berbuat atau tidak berbuat een doen of een nalaten. 2. Elemen akibat dari perbuatan, yang dalam terjadi dalam delik selesai. Elemen akibat ini dapat dianggap telah ternyata pada suatu perbuatan, dan kadang-kadang elemen akibat tidak penting dalam delik formiil, akan tetapi kadang-kadang elemen akibat dinyatakan dengan tegas yang terpisah dari perbuatannya seperti dalam delik materiil. 3. Elemen kesalahan, yang diwujudkan dalam kata-kata sengaja opzet atau alpa culpa. 4. Elemen melawan wederechtelijkheid, dan 5. Sederetan elemen lain menurut rumusan Undang-undang dan dibedakan menjadi segi objektif, misalnya di dalam Pasal 160 diperlukan elemen di muka hukum in het openbaar dan segi subjektif Universitas Sumatera Utara misalnya, Pasal 340 KUHP diperlukan elemen direncanakan terlebih dahulu voorbedachteraad. 108 Berdasarkan pemahaman tentang unsur-unsur perbuatan di atas, maka khusus elemen untuk tindak pidana yang terkandung dalam Pasal 279 KUHP ayat 1 satu butir a adalah sebagai berikut: a. Barang siapa. b. Yang kawin mengadakan perkawinan. c. Sedang diketahuinya bahwa perkawinan yang telah ada menjadi halangan yang sah baginya untuk kawin lagi.

3. Sanksi Pidana Sebagai Ultimum remedium

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Pertanggungjawaban Pidana Notaris Terhadap Akta yang Dibuatnya (Studi Putusan Mahkamah Agung Register No. 1099K/PID/2010)

8 79 154

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122

Pertanggungjawaban Pidana Dokter (Studi Putusan Makamah Agaung Nomor 365 K/Pid/2012)

4 78 145

Pertanggungjawaban Pidana Dokter Yang Melakukan Malpraktek ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 365K/PID/2012 )

3 41 88