i. Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. 2. Bahan Hukum Sekunder, merupakan bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari bahan hukum primer,
yang terdiri dari: a. Buku-buku.
b. Jurnal-jurnal. c. Majalah-majalah.
d. Artikel-artikel. e. Dan berbagai tulisan lainnya.
3. Bahan Hukum Tersier berupa bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
seperti: Kamus Hukum, Ensiklopedia, Majalah dan Jurnal Ilmiah.
51
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber bahan hukum, karena dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk
selanjutnya dianalisis sesuai kehendak yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan bahan hukum
kepustakaan library research.
52
51
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Grafitti Press, 1990 , hal 14
52
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 2010, hal 112-113.Studi kepustakaan dapat membantu peneliti dalam berbagai keperluan, misalnya: a
mendapatkan gambaran atau informasi tentang penelitian yang sejenis dan berkaitan dengan permasalahan yang digunakan. b sebagai sumber data sekunder, c mengetahui historis dan perspektif
Universitas Sumatera Utara
Studi kepustakaan digunakan terutama untuk mengumpulkan bahan- bahan hukum melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan,
literatur-literatur, tulisan-tulisan pakar hukum, dokumen resmi, publikasai dan hasil penelitian yang berkaitan dengan penulisan ini.
4. Analisis Data
Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan mengurutkan bahan hukum ke dalam kategori-kategori dan satuan uraian dasar, sehingga ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja, seperti yang disarankan oleh bahan hukum.
53
Analisis data yang akan dilakukan secara kualitatif. Kegiatan ini diharapkan akan memudahkan dalam menganalisis permasalahan yang akan
dibahas, menafsirkan dan kemudian menarik kesimpulan.
54
Analisis kualitatif dilakukan terhadap paradigma hubungan dinamis antara teori, konsep dan bahan hukum yang merupakan modifikasi yang tetap dari
teori dan konsep yang didasarkan pada bahan hukum yang dikumpulkan. Hal ini dilakukan sehubungan bahan hukum yang dianalisis beraneka ragam, memiliki
sifat dasar yang berbeda satu dengan lainnya. Penarikan kesimpulan dilakukan
dari permasalahan penelitiannya, d mendapatkan informasi tentang cara evaluasi atau analisis data yang dapat digunakan, e memperkaya ide-ide baru, dan f mengetahui siapa saja peneliti lain dibidang
yang sama dan siapa pemakai hasil penelitian tersebut.
53
Analisa data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data,mengorganisasikan kedalam suatu pola,kategori dan satuan uraian dasar.Analisa berbeda dengan penafsiran yang
memberikan arti yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi uraian.dalam Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, hal. 280
54
Ibid, hal. 281
Universitas Sumatera Utara
dengan menggunakan logika berpikir deduktif-induktif yakni dilakukan dengan teori yang dijadikan sebagai titik tolak untuk melakukan penelitian.
55
Deduktif artinya menggunakan teori sebagai alat, ukuran dan bahan instrumen untuk membangun hipotesis, sehingga secara tidak langsung akan
menggunakan teori sebagai pisau analisis dalam melihat masalah mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap perkawinan poligami tanpa persetujuan isteri
yang sah Studi Putusan Mahkamah Agung No.330 KPid2012. Kegiatan yang dilakukan dalam analisis bahan hukum penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Memilih pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang kedudukan hukum pidana terhadap perkawinan poligami tanpa persetujuan
isteri yang sah. b. Membuat sistematik dari pasal-pasal tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi
tertentu yang selaras dengan penegakan hukum terhadap kedudukan hukum pidana dalam perkawinan poligami tanpa persetujuan isteri yang sah.
c. Bahan yang berupa peraturan perundang-undangan ini dianalisis secara kualitatif, dengan menggunakan logika berpikir dalam menarik kesimpulan
secara metode deduktif, yaitu kerangka peikiran diarahkan kepada aspek normatif yang terkandung dalam hukum positif, sehingga hasil dari analisis ini
diharapkan dapat menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam tulisan ini.
55
Ibid, hal. 282
Universitas Sumatera Utara
BAB II KEDUDUKAN SANKSI PIDANA TERHADAP PERKAWINAN POLIGAMI
TANPA PERSETUJUAN ISTRI YANG SAH
A. Perkawinan Poligami Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.
1. Perkawinan Poligami Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Secara yuridis formal, poligami di Indonesia diatur dalam Undang- undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah
No 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam KHI
56
bagi penganut agama Islam. Walaupun pada dasarnya asas
57
yang melekat dalam Undang-undang perkawinan tersebut merupakan asas monogami.
58
Namun menurut Yahya Harahap asas hukum
59
dalam Undang-undang tersebut tidaklah berimplikasi pada asas monogami mutlak akan tetapi asas monogami terbuka.
60
56
Kompilasi Hukum Islam merupakan hasil konsensus ijma’ ulama dari berbagai “golongan”melalui media lokakarya yang dilaksanakan secara nasional yang kemudian mendapat
legalisasi dari kekuasaan Negara. Yang mana kompilasi hukum Islam ini bertujuan untuk memositifkan hukum islam di Indonesia. Dalam kaitan ini kata hukum islam harus diartikan sebagai
hukum perdata islam, Budiono, Abdul Rahmat. Peradilan Agama Dan Hukum Islam Di Indonesia, Malang: Bayumedia, 2003 , hal. 32
57
Secara etimologi kata asas berasal dari bahasa arab yaitu “asasun” yang berarti pondasi. Dalam kamus besar bahasa indonesia disebutkan bahwa asas merupakan dasar, prinsip, atau suatu
yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat, lihat; Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hal. 52
58
Asas yang menjelaskan bahwa perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. pasal 3 ayat 1 Undang- Undang Perkawinan No 1 tahun 1974, Mohd. Idris Ramulyo, Hukum
perkawinan Islam: suatu Analisa dari UU No 11974 dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, hal. 184
59
The Liang Gie berpendapat bahwa yang dimaksud asas hukum adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum tanpa menyarankan cara- cara khusus mengenai pelaksanaanya,
yang diterapkan oleh serangkain perbuatan untuk menjadi petunjuk yang tepat bagi perbuatan itu.
Universitas Sumatera Utara