Tingkat Perkembangan Wilayah di Provinsi Kepulauan Riau

57 Secara spasial arahan prioritas pengembangan sektor unggulan wilayah di Provinsi Kepulauan Riau disajikan pada Gambar 7, dimana yang digambarkan merupakan sektor yang menempati urutan pertama prioritas pengembangan.

5.3. Tingkat Perkembangan Wilayah di Provinsi Kepulauan Riau

Untuk mengetahui perkembangan suatu wilayah diperlukan suatu analisis mengenai pencapaian pembangunan melalui indikator-indikator kinerja bidang ekonomi sosial dan bidang lain yang mempunyai keterkaitan. Pengembangan wilayah bertujuan untuk memacu perkembangan ekonomi dan sosial serta berperan dalam mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah. Dalam penelitan ini, sebagai pendekatan untuk melihat tingkat perkembangan wilayah di Provinsi Kepulauan Riau digunakan metode analisis entropi terhadap sektor perekonomian aspek pendapatan wilayah dan analisis skalogram aspek sarana prasarana wilayah. Gambar 7. Peta arahan pengembangan sektor unggulan di Provinsi Kepulauan Riau 58

5.3.1. Perkembangan Diversifikasi Aktifitas Perekonomian

Tingkat perkembangan wilayah dengan aspek ekonomi berdasarkan hasil indeks entropi pada tahun 2006 hingga 2010 menunjukkan bahwa baik pada tingkat kabupatenkota maupun pada tingkat provinsi memiliki nilai yang relatif tetap. Terjadi peningkatan nilai entropi total pada tahun 2008, dari 2,27 menjadi 2,35. Namun sampai tahun 2010 nilai entropi total tidak mengalami peningkatan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa selama kurun waktu tersebut proporsi keragaman sektor-sektor perekonomian tiap kabupatenkota relatif stabil sehingga komposisi sektor-sektor perekonomian di Provinsi Kepulauan Riau cenderung kurang berkembang. Pada tahun 2006 hasil analisis entropi total dari data aktifitas tiap sektor perekonomian di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, menunjukan bahwa nilai entropi sebesar 2,27. Nilai entropi tersebut belum mencapai nilai entropi maksimum karena dengan 9 sembilan komponen dari sektor-sektor perekonomian yang ada seharusnya dapat dicapai nilai entropi maksimum sebesar 4,14 Nilai entropi total Provinsi Kepulauan Riau tahun 2006 relatif belum mendekati nilai entropi maksimum sehingga dapat dinyatakan bahwa tingkat penyebaran aktifitas di seluruh wilayah Provinsi Kepulauan Riau relatif belum merata dan aktifitas sektor-sektor perekonomian yang relatif belum seragam. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2008 dan 2010 walaupun nilai entropi total meningkat menjadi 2,35 tetapi masih jauh dibawah nilai entropi maksimum 4,14. Sebaran intensitas aktifitas tiap sektor perekonomian paling merata peluang perkembangan seluruh aktifitas, secara proporsi terhadap perkembangan wilayah di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2006 seperti yang dapat dilihat pada Tabel 27 adalah di Kota Batam 1,06 atau sekitar 46.81 persen. Apabila dilihat berdasarkan nilai rataan dan standar deviasi indeks entropinya maka wilayah Kota Batam dapat diklasifikasikan sebagai wilayah yang memiliki tingkat perkembangan yang tinggi. Sedangkan untuk Kota Tanjungpinang dengan nilai entropi total 0,33 atau 14,55 persen, Kabupaten Bintan 0,32 atau 14,03 persen dan Kabupaten Karimun 0,31 atau 13,60 persen, tingkat perkembangan ketiga wilayah tersebut dikategorikan sedang. Adapun wilayah Kabupaten Lingga, 59 Natuna dan Kepulauan Anambas hanya memiliki kontribusi di bawah 10 persen tingkat perkembangannya rendah. Tabel 27. Perkembangan indeks entropi PDRB sektoral tiap Kabupatenkota di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2006, 2008, 2010. KabupatenKota Perkembangan Wilayah 2006 2008 2010 Entropi Total Indeks Entropi Entropi Total Indeks Entropi Entropi Total Indeks Entropi Batam 1,06 0,26 1,07 0,26 1,09 0,26 Bintan 0,32 0,08 0,29 0,07 0,28 0,07 Tanjungpinang 0,33 0,08 0,34 0,08 0,34 0,08 Karimun 0,31 0,07 0,29 0,07 0,30 0,07 Natuna 0,15 0,04 0,09 0,02 0,09 0,02 Lingga 0,10 0,02 0,09 0,02 0,09 0,02 Kepulauan Anambas 0,00 0,00 0,18 0,04 0,17 0,04 Provinsi Kepulauan Riau 2,27 0,55 2,35 0,57 2,35 0,57 Maks 1,06 0,26 1,07 0,26 1,09 0,26 Min 0,00 0,00 0,09 0,02 0,09 0,02 Rataan 0,32 0,08 0,34 0,08 0,34 0,08 Standar Deviasi 0,35 0,08 0,34 0,08 0,35 0,08 Selanjutnya pada tahun 2008 sebaran terbesar intensitas aktivitas tersebut masih terdapat di Kota Batam 1,07, sedangkan Kota Tanjungpinang 0,34, Kabupaten Bintan 0,29 dan Kabupaten Karimun 0,29 tingkat perkembangan wilayahnya masih tetap dalam kategori sedang. Kabupaten yang memiliki nilai entropi dengan kontribusi dibawah 10 persen yaitu Kabupaten Natuna 0,09, Kabupaten Lingga 0,09 dan Kabupaten Kepulauan Anambas 0,18 sebaran intensitas aktifitas perekonomiannya paling tidak merata atau tingkat perkembangannya rendah. Pada tahun 2010 kondisi tersebut tidak mengalami perubahan yang berarti sehingga bisa dikatakan perkembangan wilayah di Provinsi Kepulauan Riau bersifat stabil dan dan kabupatenkota dengan aktivitas perekonomian yang beragam atau aktivitas sektor yang konsentrasi memiliki tingkat perkembangan wilayah yang berkisar sedang-tinggi apabila dilihat berdasarkan nilai entropi total masing-masing kabupatenkota antara 0,28 sampai dengan 1,09. Berdasarkan jumlah aktivitasnya, nilai entropi tertinggi secara berturut-turut terjadi pada aktivitas sektor perindustrian 0,58, dan sektor perdagangan 0,58. Sedangkan aktivitas yang relatif ada kecenderungan untuk terjadinya pemusatan 60 lokasi dan tidak mengalami perubahan, yakni aktifitas sektor listrik gas dan air bersih 0,04. Pada tahun 2010, aktifitas yang relatif ada kecenderungan untuk terjadinya pemusatan lokasi antara lain terjadi pada sektor jasa 0,13, pertambangan 0,18 dan keuangan 0,19 seperti yang disajikan pada Tabel 28. Tabel 28. Perkembangan indeks entropi PDRB sektoral tiap KabupatenKota di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 Kabupaten Kota Entropi Aktifitas Perekonomian Tiap Sektor Tahun 2010 Tani Tmb Ind Ligas Bang Dag Akt Keu Jasa Batam 0,039 0,006 0,364 0,029 0,077 0,316 0,077 0,131 0,048 Bintan 0,022 0,036 0,115 0,002 0,015 0,058 0,015 0,007 0,012 Tanjungpinang 0,009 0,000 0,054 0,005 0,063 0,087 0,057 0,031 0,035 Karimun 0,070 0,025 0,029 0,002 0,031 0,070 0,041 0,013 0,019 Natuna 0,046 0,001 0,003 0,000 0,007 0,016 0,005 0,004 0,007 Lingga 0,029 0,002 0,010 0,000 0,010 0,020 0,010 0,005 0,006 Kepulauan Anambas 0,031 0,108 0,001 0,000 0,003 0,013 0,004 0,002 0,004 Provinsi Kepulauan Riau 0,246 0,178 0,577 0,038 0,204 0,579 0,208 0,192 0,131 Hasil analisis LQ dan entropi menunjukkan bahwa tingkat perkembangan wilayah berdasarkan pendapatan wilayah mencerminkan diversitas dan sektor- sektor perekonomian di Provinsi Kepulauan Riau dan apabila dikaitkan dengan banyaknya jumlah sektor unggulan tingkat perkembangan wilayah menjadi lebih tinggi, seperti yang dimiliki oleh Kota Batam. Sedangkan nilai entropi total dari sektor-sektor unggulan tertentu, seperti yang dimiliki oleh Kab. Bintan, Kota Tanjungpinang dan Kab. Karimun relatif mengindikasikan pertumbuhan ekonomi wilayahnya meningkat sehingga dapat dikategorikan sebagai wilayah dengan tingkat perkembangan wilayah yang sedang. Sektor pertanian khususnya sub sektor kelautan dan perikanan sebagai sektor yang memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat besar di Provinsi Kepulauan Riau cenderung memiliki keterkaitan hubungan yang relatif kecil dengan sektor produksi atau sektor ekonomi lainnya walaupun memberikan kontribusi yang dominan. Sektor industri dan sektor perdagangan termasuk hotel dan restoran yang sangat berkaitan dengan pariwisata diharapkan memiliki peranan yang penting dalam memberikan multiplier effect terhadap kinerja perekonomian sehingga untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi, pemerintah daerah perlu memperhatikan sektor unggulan wilayah dalam menentukan arah 61 kebijakannya yang bertujuan untuk memberikan dampak yang optimal terhadap perekonomian Provinsi Kepulauan Riau secara keseluruhan. Pemerintah hendaknya perlu mengembangkan sub sektor perikanan ke arah industri yang cenderung memacu sub sektor perikanan untuk bekerja lebih optimal, selain tingkat penyerapan tenaga kerja akan meningkat secara signifikan pada kedua sektor tersebut. Dengan peningkatan lapangan kerja maka diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Provinsi Kepulauan Riau.

5.3.2. Hirarki Wilayah

Dalam rangka melihat tingkat perkembangan hirarki di suatu wilayah terhadap wilayah lain yang dibatasi oleh administrasi kabupatenkota di Provinsi Kepulauan Riau, terutama dalam hal sarana infrastruktur maka digunakan analisis skalogram. Analisis skalogram mengidentifikasikan wilayah yang berfungsi sebagai pusatinti dan wilayah hinterlandnya, dilihat dari tersedianya kapasitas pelayanan umum, seperti sarana dan prasarana bidang pendidikan, kesehatan, perekonomian di masing-masing kabupatenkota. Tingkat perkembangan suatu wilayah berdasarkan analisis skalogram dicerminkan oleh nilai indeks perkembangan wilayah IPW masing-masing kabupatenkota sehingga semakin tinggi nilai IPW maka wilayah tersebut semakin berkembang dengan fasilitas pelayanan umum yang memadai. Jumlah Jenis Fasilitas sarana dan prasarana juga menjadi ukuran dalam penentuan hiraki wilayah. Hasil analisis skalogram dengan menggunakan data Potensi Desa PODES tahun 2011 diperoleh nilai IPW berkisar antara 7,89 Kabupaten Kepulauan Anambas sampai dengan 112,38 Kota Batam. Selain itu Kota Batam juga memiliki jumlah jenis fasilitas yang paling besar yaitu sejumlah 61 jenis. Hal ini dikarenakan proses pembangunan di Kota Batam sangat masif sejak masa Otorita Batam untuk mendukung industri yang menjadi kebijakan nasional pemerintah pusat dan semakin meningkat setelah Kota Batam termasuk ke dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau. sedangkan Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai kabupaten baru hanya memiliki 26 jenis fasilitas sehingga menempati urutan 62 terakhir dalam hirarki wilayah di Provinsi Kepulauan Riau seperti yang terlihat pada Tabel 29. Tabel 29. Indeks perkembangan wilayah, jumlah jenis fasilitas dan hirarki wilayah di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 KotaKabupaten Luas Wilayah Daratan Ha Jumlah Penduduk Indeks Perkembangan Wilayah IPW Jumlah Jenis Fasilitas Hirarki Batam 770,27 917.124 112,384 61 1 Tanjungpinang 239,50 216.910 105,845 58 1 Bintan 1.946,13 132.313 77,078 57 2 Karimun 2.873,20 242.692 70,540 59 2 Natuna 2.058,45 68.875 44,843 54 3 Lingga 2.117,72 90.519 19,177 38 3 Kepulauan Anambas 590,14 39.588 7,889 26 3 Hirarki wilayah menurut ketersediaan fasilitas pelayanan umum tersebut dapat di definisikan sebagai berikut : 1. Wilayah yang termasuk hirarki I merupakan wilayah dengan tingkat perkembangan yang lebih tinggi dibandingkan kabupatenkota lainnya dengan tingkat ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum yang memadai, terutama di bidang pendidikan menengah SLTP dan SLTA, bidang kesehatan Rumah Sakit, RS Bersalin, tempat praktek dokter dan apotik; bidang perekonomianperdagangan hotel, restoran, lembaga keuangan dan mall serta aksesibilitas terhadap informasi dan telekomunikasi warnet dan warpostel. Kota Batam dengan IPW 112,38 dan Kota Tanjungpinang 105,85 menempati hirarki I di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. 2. Pada hirarki II ditempati oleh kabupaten kota dengan tingkat perkembangan wilayah sedang, yakni Kabupaten Bintan dengan IPW 77,08, dan Kabupaten Karimun 70,54 dan memiliki ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan umum relatif lebih rendah dibanding Kota Batam dan Tanjungpinang. 3. Wilayah yang termasuk pada hirarki III merupakan kotakabupaten dengan tingkat perkembangan rendahkurang berkembang apabila dibandingkan dengan hirarki I, sehingga wilayah ini cenderung dikategorikan sebagai wilayah yang masih mengandalkan pada sektor pertanian atau cenderung lebih 63 memperhatikan sektor yang terkonsentrasi terutama pertambangan dan penggalian dengan migas, seperti yang dialami oleh Kabupaten Natuna dengan IPW 44,84, Kabupaten Lingga 19,18 dan dan Kabupaten Kepulauan Anambas 7,89. Sebaran hirarki wilayah berdasarkan hasil analisis skalogram di Provinsi Kepulauan Riau secara spasial disajikan dalam Gambar 8 dan dapat disimpulkan bahwa telah terjadi ketimpangan infrastruktur wilayah akibat terpusatnya pembangunan sarana dan prasarana serta pelayanan umum di Kota Batam dan Kota Tanjungpinang sebagai wilayah inti terhadap kabupatenkota lain. Oleh karena itu, pemerintah daerah hendaknya lebih menggiatkan pembangunan prasarana dasar, seperti sekolah, fasiltas pelayan kesehatan dan fasiltas perekonomian terutama memperbanyak dan memperbaiki pembangunan jumlah fasilitas pendidikan dasar, jumlah rumah sakit, jumlah lembaga keuangan. Secara umum pembangunan pusat perbelanjaan dan lembaga keuangan bertujuan agar peredaran uang di suatu wilayah diharapkan dapat lebih lama dan berfungsi sebagai tabungan yang diharapkan dapat memacu investasi domestik sehingga penyerapan sumberdaya Backwash oleh Kota Batam dan Kota Tanjungpinang sebagai pusat wilayah pembangunan dan perekonomian selama ini, tidak terus terjadi. Gambar 8. Peta hirarki wilayah di Provinsi Kepulauan Riau KARIMUN BATAM BINTAN TANJUNGPINANG NATUNA KEPULAUAN ANAMBAS LINGGA 64

5.4. Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Kepulauan Riau