68 Walaupun pada tahun 2009 persentase sumber disparitas antar kota
kabupaten menurun menjadi 54,26 persen dan kembali turun pada tahun 2010 menjadi 53,75 persen, namun tetap memberikan kontribusi yang lebih besar
sebagai sumber disparitas di Provinsi Kepulauan Riau. Perubahan sumber disparitas dari disparitas antar kota dan kabupaten
menjadi disparitas antar kabupaten yang terjadi pada tahun 2008, dikarenakan adanya pemekaran wilayah yaitu Kabupaten Natuna menjadi Kabupaten Natuna
sebagai induk dan Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai wilayah yang dimekarkan. Pemekaran wilayah ini berdampak signifikan dalam mengubah
komposisi sumber disparitas di Provinsi Kepulauan Riau dari ketimpangan antar kota dan kabupaten menjadi ketimpangan antar kabupaten. Secara lengkap
analisis Indeks Theil dapat dilihat pada Lampiran 2.
5.5. Faktor-Faktor Terkait Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Kepulauan Riau
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya disparitas antar wilayah di Provinsi Kepulauan Riau, diketahui dari hasil analisis regresi berganda. Variabel
tujuan yang digunakan adalah nilai Indeks Williamson masing-masing kabupaten dan variabel penjelas berupa faktor ekonomi fasilitas perekonomian dan nilai
PDRB dan faktor sosial fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan dan fasilitas ibadah. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat disparitas wilayah
sebanyak 5 variabel disajikan pada Tabel 31. Tabel 31. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat disparitas antar
wilayah di Provinsi Kepulauan Riau
Beta Std.Err. of
Beta B
Std.Err.of B
t50 p-level
Intercept 0,163903
0,015616 10,49580
0,000000 X
-18,2617
5
3,315561 -0,056177
0,010199 -5,50786
0,000001 X
23,2467
6
4,638729 0,034966
0,006977 5,01143
0,000007 X
1,9024
7
0,328184 0,003978
0,000686 5,79681
0,000000 X
-6,3734
10
1,306255 -0,010261
0,002103 -4,87913
0,000011 X
-0,3049
11
0,072141 -0,000311
0,000074 -4,22619
0,000101
Koefisien determinasi R
2
= 0,799
69 dimana:
Y =
Indeks Kesenjangan Wilayah X
5
X =
PDRB Pertanian
6
X =
PDRB Pertambangan
7
X =
PDRB Industri Pengolahan
10
X =
PDRB Perdagangan, Hotel dan Restauran
11
= PDRB Angkutan dan Komunikasi
Berdasarkan hasil analisis tersebut bisa disusun suatu persamaan regresi berganda sebagai berikut:
Y = 0,164 – 18,262X
1
+ 23,247X
2
+ 1,902 X
3
- 6,373 X
4
– 0,305X
5
dimana : Y = Indeks Kesenjangan Wilayah
X
1
X =
PDRB Pertanian
2
X =
PDRB Pertambangan
3
X =
PDRB Industri Pengolahan
4
X =
PDRB Perdagangan, Hotel dan Restauran
5
= PDRB Angkutan dan Komunikasi
Nilai koefisien determinasi sebesar 0,799 menjelaskan bahwa persamaan diatas mampu menjelaskan keragaman data sebesar 79 . Dari hasil analisis yang
dilakukan bisa diketahui faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya disparitas antar wilayah antara lain PDRB sektor pertambangan, dan PDRB sektor
industri pengolahan. Semakin tinggi kontribusi sektor pertambangan suatu wilayah akan meningkatkan tingkat disparitas wilayah secara keseluruhan karena
tidak semua wilayah memiliki kontribusi sektor pertambangan yang besar, sehingga wilayah yang tidak memiliki sektor pertambangan semakin tertinggal.
Kontribusi sektor industri pengolahan paling nyata dalam meningkatkan tingkat disparitas wilayah secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi Sektor
Industri Pengolahan Kota Batam yang mencapai 88 dari total PDRB Sektor Industri Pengolahan di Provinsi Kepulauan Riau. Wilayah dengan kontribusi
Sektor industri pengolahan yang rendah semakin tertinggal. Hal ini menyebabkan kesenjangan atau ketimpangan di antara kedua wilayah tersebut semakin lebar.
Hasil analisis menunjukan faktor-faktor yang menurunkan tingkat disparitas adalah PDRB sektor pertanian, PDRB sektor perdagangan, hotel,
restauran, dan PDRB sektor angkutan komunikasi. Semakin tinggi kontribusi sektor-sektor tersebut di suatu wilayah akan menurunkan tingkat disparitas antar
wilayah secara keseluruhan. Meningkatnya kontribusi PDRB sektor pertanian
70 suatu wilayah dapat menurunkan tingkat disparitas secara menyeluruh. Hal ini
merupakan peluang bagi pemerintah untuk memprioritaskan sektor pertanian untuk menurunkan tingkat disparitas. Sektor pertanian dengan sub sektor
perikanannya memiliki potensi yang luar biasa besar di wilayah Kepulauan Riau yang mencakup 98,05 dari total wilayah. Semua kabupatenkota memiliki
potensi yang besar ini, namun masih kurang memadai dari sisi penyediaan infrastruktur dan sumberdaya manusia. Oleh karena itu pemerintah perlu
mengalokasikan dana yang cukup besar untuk mengelola potensi kelautan dan perikanan ini, sehingga dapat meningkatkan perekonomian wilayah secara
keseluruhan. Sektor perdagangan, hotel dan restauran juga berperan dalam menurunkan
tingkat disparitas antar wilayah di Provinsi Kepulauan Riau. Sektor ini sangat berkaitan erat dengan pariwisata yang memiliki potensi cukup besar di Provinsi
Kepulauan Riau. Kota Batam sejak awal dikenal sebagai daerah wisata belanja, yang banyak dikunjungi wisatawan bukan hanya dari dalam negeri tapi juga
manca negara. Faktor kedekatan dengan wilayah Singapura juga menjadi pemicu derasnya arus wisatawan ke Kota Batam. Dewasa ini Kota Batam juga mulai
dikenal sebagai salah satu tujuan wisata bawah laut, terutama sejak dimulainya kampanye penyelamatan terumbu karang oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan dibawah program Coral Reef Management Program COREMAP yang bertujuan melestarikan terumbu karang. Ternyata wilayah Kota Batam
memiliki beberapa pulau dengan kondisi terumbu karang yang sangat baik, sehingga dapat menjadi daya tarik wisata bawah laut diving yang banyak
diminati turis manca negara. Selain Kota Batam, seluruh kabupaten dan kota di wilayah Kepulauan Riau memiliki potensi wisata alam yang sangat besar dan
masih sangat terjaga, khususnya wisata pantai dan bawah laut. Di wilayah pantai utara Kabupaten Bintan terdapat hamparan pantai pasir putih yang cukup luas
dengan pemandangan yang sangat indah, tidak kalah dengan pantai di Bali. Hal ini menarik investor dari Singapura untuk membangun kawasan wisata yang
terkenal sebagai Kawasan Wisata Lagoi. Hal ini memberikan pendapatan yang cukup besar kepada pemerintah Kabupaten Bintan. Wilayah lainnya di Kepulauan
Riau masih perlu dibangun infrastruktur pariwisatanya dan perlu dipromosikan
71 secara lebih luas. Dengan meningkatnya kontribusi sektor perdagangan, hotel dan
restauran khususnya dari sisi pariwisata maka akan mengurangi tingkat disparitas antar wilayah di Provinsi Kepulauan Riau.
Hasil penelitian menunjukan bahwa salah satu faktor yang menurunkan tingkat disparitas adalah kontribusi PDRB sektor angkutan dan komunikasi.
Semakin besar kontribusi sektor angkutan di suatu wilayah akan menurunkan tingkat disparitas wilayah secara keseluruhan. Hal ini dapat dipahami mengingat
wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang didominasi lautan dan wilayah daratannya yang terpisah-pisah kedalam 2.408 pulau memerlukan transportasi untuk
menunjang arus barang dan manusia. Ketiadaan sarana angkutan menjadi kendala pembangunan wilayah dan dapat menjadikan suatu wilayah terisolasi. Selain itu
semakin jauh suatu wilayah dari pusat pemerintahan maka semakin besar biaya transportasi yang dibutuhkan untuk mengaksesnya. Hal ini menyebabkan tingkat
perkembangan wilayah berbeda-beda, dimana wilayah yang sulit diakses karena minimnya sarana transportasi akan semakin tertinggal. Hasil penelitian
membuktikan bahwa dengan meningkatkan sarana angkutan, dalam hal ini akan meningkatkan kontribusi PDRB sektor angkutan, maka akan dapat menurunkan
tingkat disparitas antar wilayah. Menurut Sjafrizal 2008 upaya untuk mengurangi disparitas adalah dengan menyebarkan pembangunan prasarana
perhubungan. Hal ini akan memperlancar proses interaksi antar wilayah dalam hal perdangangan dan mobilitas faktor produksi antar wilayah. Secara lengkap
variabel yang digunakan dalam analisis regresi berganda ini dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau yang selama ini masih cenderung ke arah perkotaan, perlu diubah dengan menitik beratkan pembangunan
di wilayah hinterland. Penyebaran fasilitas pelayanan publik, fasilitas perekonomian khususnya sub sektor perikanan, sektor pariwisata dan angkutan,
dan fasilitas penunjang lainnya diharapkan dapat mengurangi tingkat disparitas antar wilayah di Provinsi Kepulauan Riau. Rustiadi et al. 2009 menyebutkan
upaya untuk mengatasi masalah disparitas pembangunan antar wilayah dapat dilakukan dengan mendorong pemerataan investasi, pemerataan permintaan
demand, dan pemerataan tabungan. Dengan pemerataan investasi baik secara
72 sektoral maupun secara spasial akan mempengaruhi perkembangan infrastruktur
wilayah. Investasi dipengaruhi oleh tingkat tabungan apabila jumlah tabugan suatu wilayah meningkat maka akan mendorong potensi investasi. Untuk bisa
menciptakan demand masing-masing produk maka pengembangan industri dan wilayah harus dilakukan secara simultan. Menurut Sjafrizal 2008 pengembangan
pusat pertumbuhan growth poles secara tersebar dapat mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah karena pusat pertumbuhan menganut konsep
konsentrasi dan desentralisasi. Aspek konsentrasi diperlukan guna
mempertahankan efisiensi dalam rangka penyebaran kegiatan pembangunan. Sedangkan aspek desentralisasi diperlukan untuk menjaga keberimbangan
penyebaran kegiatan pembangunan sehingga disparitas pembangunan antar wilayah dapat dikurangi.
Perekonomian suatu wilayah dipengaruhi oleh produktifitas daerah tersebut. Produktifitas suatu daerah dapat dilihat dari besarnya produk yang
dihasilkan pada suatu daerah dan dapat menyuplai daerah lainnya. Sedangkan daerah yang kurang produktif umumnya lebih banyak mendatangkan barang dari
daerah lain, karena tidak mampu menghasilkan secara mandiri di wilayahnya. Hal tersebut dikarenakan tidak tersedianya sumberdaya yang dibutuhkan untuk
menjalankan produksi. Tabel 32 berikut menyajikan besarnya bongkar muat barang melalui pelabuhan di beberapa kabupatenkota di Provinsi Kepulauan
Riau. Tabel 32. Data Bongkar Muat Barang Menurut Pelabuhan di Provinsi Kepulauan
Riau Tahun 2011
No Kabupaten Kota
Pelabuhan Jumlah Barang Ton
Bongkar Muat
1 Tanjung Pinang
Sri Bintan Pura 582.332
612.907 2
Batam Sekupang
3.292.192 1.224.169
3 Batam
Sambu 78.540.226
100.657.692 4
Bintan Tanjung Uban
700.195 1.830.839
5 Bintan
Kijang 549.782
1.454.799 6
Karimun Tanjung Balai
50.276.965 39.415.691
7 Karimun
Tg Batu 408.698
2.035.681 8
Lingga Dabo Singkep
1.280.039 7.144.148
9 Lingga
Senayang 8.148
2.485 10
Kepulauan Anambas Tarempa
21.950 671
Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi Kepulauan Riau 2012
73 Berdasarkan data tersebut diatas, Kota Batam dapat dikategorikan sebagai
wilayah yang sangat produktif dimana jumlah barang yang dikirim ke daerah lain, termasuk ke luar negeri, sangat besar mencapai 100.657.692 ton. Kabupaten Lingga
mendatangkan lebih banyak barang melalui Pelabuhan Senayang karena daerah Senayang merupakan daerah terisolir sehingga membutuhkan barang dari daerah
lainnya. Pelabuhan Tarempa di Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai wilayah yang cukup terisolir lebih banyak mendatangkan barang dari pada
memproduksinya. Selain itu sumberdaya manusia yang terbatas juga menjadikan wilayah Kepulauan Anambas menjadi daerah yang kurang produktif.
Pelabuhan Sri Bintan Pura di Kota Tanjungpinang melayani distribusi barang ke Tanjung Batu Kabupaten Karimun, dan Senayang serta Dabo Singkep
Kabupaten Lingga. Pelabuhan Kijang melayani distribusi barang ke Pelabuhan Tarempa Kabupaten Kepulauan Anambas, dan keluar wilayah Kepulauan Riau
yaitu Kalimantan dan Jakarta. Pelabuhan terpenting di Provinsi Kepulauan Riau ialah Sambu dan Sekupang di Kota Batam dan Tanjungbalai di Kabupaten
Karimun, karena melayani arus barang dari dan ke luar negeri, khususnya Singapura dan Malaysia. Volume bongkat muat barang yang sangat besar di
Pelabuhan Sambu dan Sekupang, menunjukkan aktifitas ekonomi yang sangat besar di Kota Batam, khususnya sektor industri pengolahan yang sebagian besar
merupakan barang elektronik dan mesin. Pelabuhan Tanjungbalai Karimun menjadi pusat bongkar muat barang hasil bumi yang umumnya berupa karet dan
produk perikanan. Pelabuhan Dabo Singkep melayani bongkar muat barang berupa produk perikanan dan bahan tambang seperti bauksit, timah, batu besi dan granit.
Sebagian barang tambang tersebut dikirim ke Pelabuhan Sambu untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan di Kota Batam. Gambar 12 menunjukkan arus
barang antar pelabuhan di beberapa kabupatenkota Provinsi Kepulauan Riau. Produktifitas suatu wilayah sangat
berkaitan dengan disparitas pembangunan antar wilayah. Pemerintah harus berupaya untuk menekan tingkat
disparitas antar wilayah tersebut dengan memaksimalkan pemanfaatan potensi lokal khususnya di wilayah yang masih tertinggal. Dengan demikian perekonomian
wilayah dapat berkembang dan dapat menekan tingkat disparitas pembangunan antar wilayah.
74 Gambar 12. Peta Arus Batang Antar Pelabuhan di Provinsi Kepulauan Riau
Sekupang Sambu
Tanjung Uban Kijang
Tanjung Batu Tanjung Balai
Dabo Singkep Senayang
Tarempa
Sri Bintan Pura
Dari dan Ke Luar Negeri
Ke Jakarta Ke Kalimantan
KARIMUN BATAM
BINTAN
TANJUNGPINANG
75
5.6 Prioritas Pembangunan Wilayah Berdasarkan Persepsi Pemangku Kepentingan di Provinsi Kepulauan Riau
Prioritas pembangunan wilayah di Provinsi Kepulauan Riau menurut persepsi para pemangku kebijakan dan pihak-pihak yang terkait dalam proses
pembangunan dianalisis dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process AHP sehingga prioritas yang dihasilkan dihasilkan akan bersifat konsisten
dengan teori, logis dan transparan. Tujuan utama yang ingin dicapai dari metode AHP ini adalah untuk menjaring persepsi tentang prioritas utama yang perlu
dilakukan dalam kebijakan pembangunan wilayah di Provinsi Kepulauan Riau. Persepsi seluruh pemangku kepentingan pembangunan di Provinsi
Kepulauan Riau dalam penentuan prioritas pembangunan menurut indikator kinerja pembangunan disajikan pada Gambar 13.
Persepsi anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau dalam penentuan prioritas pembangunan dari 3 kriteria yang merupakan indikator kinerja pembangunan
yang ada, lebih memprioritaskan kriteria infrastruktur wilayah dengan skor
Gambar 13. Persepsi pemangku kepentingan pembangunan dalam penentuan prioritas pembangunan berdasarkan indikator kinerja pembangunan
76 penilaian 0,730. Persepsi aparat pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan
pengusaha serta tokoh masyarakat menunjukkan hasil yang sama yaitu memprioritaskan infrastruktur wilayah dengan skor masing-masing 0,667 dan
0,766. Hal ini menunjukkan seluruh pemangku kepentingan pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau sepakat bahwa pembangunan infrastruktur wilayah
merupakan investasi jangka panjang yang ke depannya akan dapat meningkatkan pendapatan wilayah dan kesejahteraan masyarakat.
Persepsi seluruh pemangku kepentingan di Provinsi Kepulauan Riau dalam penentuan prioritas pembangunan sektor unggulan berdasarkan aspek infrastruktur
wilayah disajikan pada Gambar 14.
Berdasarkan aspek infrastruktur wilayah yang dipertimbangkan dalam pembangunan di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, sektor unggulan yang dipilih
anggota DPRD sebagai prioritas pertama adalah sektor kelautan dan perikanan dengan skor penilaian 0,429. Sektor industri menempati prioritas kedua dengan
nilai 0,133 kemudian berturut-turut diikuti sektor perdagangan 0,093, pertambangan 0,051 dan angkutan 0,025. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
Gambar 14. Persepsi pemangku kepentingan pembangunan dalam penentuan prioritas pembangunan sektor unggulan berdasarkan aspek infrastruktur wilayah
77 menurut persepsi anggota DPRD berdasarkan aspek infrastruktur wilayah, sektor
kelautan dan perikanan dipilih sebagai sektor unggulan karena responden memahami betul besarnya potensi kelautan dan perikanan yang dimiliki Provinsi
Kepulauan Riau dan memerlukan dukungan infrastruktur yang optimal untuk pengembangannya.
Tidak jauh berbeda dengan pihak legislatif, persepsi aparatur pemerintah dan pengusaha serta tokoh masyarakat berdasarkan aspek infrastruktur wilayah
menempatkan sektor kelautan dan perikanan dengan nilai tertinggi dengan skor penilaian 0,424 dan 0,465. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sektor kelautan dan
perikanan dipilih sebagai sektor unggulan mengingat sektor ini masih membutuhkan dukungan infrastruktur yang memadai untuk mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya alam yang melimpah. Hal ini selaras dengan sasaran yang ingin dicapai oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang tercantum
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 2005-2025. Persepsi seluruh pemangku kepentingan pembangunan di Provinsi
Kepulauan Riau dalam penentuan prioritas pembangunan sektor unggulan berdasarkan aspek pendapatan wilayah disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15. Persepsi pemangku kepentingan pembangunan dalam penentuan prioritas sektor unggulan berdasarkan aspek pendapatan wilayah
78 Berdasarkan aspek pendapatan wilayah, anggota DPRD Provinsi Kepulauan
Riau juga memprioritaskan sektor kelautan dan perikanan sebagai sektor unggulan dengan skor penilaian 0,103 kemudian berturut-turut diikuti sektor industri,
perdagangan, pertambangan dan angkutan. Demikian juga aparat pemerintah memberi penilaian 0,112 untuk sektor kelautan dan perikanan, dan pengusaha
memberikan nilai 0,078. Hasil tersebut menunjukkan bahwa menurut persepsi seluruh pemangku kepentingan pembangunan Provinsi Kepulauan Riau sektor
kelautan dan perikanan paling potensial untuk meningkatkan pendapatan wilayah, karena tersebar pada semua kabupatenkota, sehingga potensi yang ada ini perlu
didukung oleh semua pihak. Persepsi seluruh pemangku kepentingan pembangunan di Provinsi
Kepulauan Riau dalam penentuan prioritas pembangunan sektor unggulan berdasarkan aspek kesejahteraan masyarakat disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16. Persepsi
pemangku kepentingan
pembangunan dalam penentuan prioritas sektor unggulan berdasarkan aspek kesejahteraan masyarakat
79 Berdasarkan aspek kesejahteraan masyarakat, persepsi anggota DPRD
menempatkan sektor kelautan dan perikanan sebagai sektor unggulan dengan skor penilaian sebesar 0,047 diikuti sektor industri, perdagangan, pertambangan dan
angkutan. Aparatur pemerintah memberikan penilaian untuk sektor kelautan dan perikanan dengan skor penilaian sebesar 0,067. Sedangkan menurut persepsi
pengusaha dan tokoh masyarakat di Provinsi Kepulauan Riau juga menempatkan sektor kelautan dan perikanan sebagai sektor unggulan dengan skor penilaian
sebesar 0,039. Hasil tersebut menunjukkan bahwa menurut persepsi seluruh pemangku kepentingan pembangunan Provinsi Kepulauan Riau, sektor kelautan
dan perikanan dengan dukungan infrastruktur yang baik, akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penyediaan infrastruktur yang memadai, penyiapan sumberdaya manusia yang berkualitas dan politicall will yang kuat dari pemerintah akan menarik
investor untuk memanfaatkan potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar ini. Hal ini akan membuka lapangan pekerjaan yang sangat luas dan dapat
menyerap tenaga kerja bukan hanya dari penduduk Kepulauan Riau bahkan mungkin dari wilayah lain di Indonesia. Sesuai dengan misi Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 2005-2025, yang diantaranya adalah Mewujudkan Provinsi Kepulauan
Riau sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional dalam bidang industri pengolahan, perikanan dan kelautan serta pariwisata, maka pembangunan
yang berorientasi kelautan merupakan pilihan yang bijak karena potensi terbesar Provinsi Kepulauan Riau adalah wilayah laut dengan segala isinya. Dukungan
seluruh pemangku kepentingan pembangunan untuk memajukan sektor kelautan dan perikanan baik dari aspek pembangunan infrastruktur wilayah diharapkan
akan meningkatkan pendapatan wilayah dan kesejahteraan masyarakat.
5.7. Arahan Kebijakan Pembangunan Wilayah di Provinsi Kepulauan Riau