Ciri-ciri Bahasa Jurnalistik Bahasa Jurnalistik

f. Jernih Jernih berarti bening dan transparan.Kalimatnya tidak mengandung unsur yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah.Kata dan kalimat yang jernih berarti kata yang mengandung fakta, kebenaran, dan memuat kepentingan publik. g. Menarik Bahasa jurnalistik harus bersifat menarik. Menarik yang dimaksudkan adalah mampu membangkitkan perhatian dari khalayak baca. h. Demokratis Demokratis dalam bahasa jurnalistik berarti tidak adanya tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana dijumpai dalam gramatika bahasa Sunda dan bahasa Jawa. i. Populis Populis mengandung arti bahwa setiap kata atau istilah yang tedapat dalam karya-karya jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca. Bahasa jurnalistik harus merakyat agar dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat. j. Logis Logis berarti segala kata atau istilah yang terdapat dalam setiap karya jurnalistik dapat diterima oleh khalayak karena bersifat masuk akal. k. Gramatikal Gramatikal berarti kata, istilah, atau kalimat apapun yang dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku. Bahasa baku yang dimaksud ialah bahasa resmi sesuai dengan ketentuan tata bahasa dan pedoman pembentukan bahasa. l. Mengindari Kata Tutur Kata tutur merupakan kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari- hari. Kata tutur kurang memperhatikan struktur dan tata bahasa yang benar. m. Menghindari Kata dan Istilah Asing Berita disajikan untuk dibaca dan didengar oleh khalayak umum. Setiap khalayak harus paham dan tau makna dari setiap berita yang dibaca dan didengarnya. Apabila berita kerap kali menggunakan bahasa asing yang kurang dimengerti oleh khalayak umum, maka tentu saja akan mengurangi nilai pemahaman dari berita tersebut. n. Pemilihan Kata Diksi yang Tepat Pilihan kata atau diksi dalam bahasa jurnalistik tidak sekedar menjadi varian dalam gaya penulisan. Hal ini juga berarti sebagai suatu keputusan yang didasarkan kepada pertimbangan yang matang untuk mencapai efek pemahaman yang optimal terhadap khalayak. o. Mengutamakan Kalimat Aktif Penggunaan kalimat aktif lebih mudah dipahami daripada penggunaan kalimat pasif. Kalimat aktif lebih mempermudah pengertian serta memperjelas pemahaman. p. Menghindari Kata Atau Istilah Teknis Karena ditujukan untuk umum, maka bahasa jurnalistik harus bersifat sederhana, mudah dipahami, dan ringan dibaca. Salah satu hal untuk mengantisipasi hal tersebut adalah dengan menghindari penggunaan kata atau istilah-istilah teknis. Kata atau istilah-istilah teknis, umumnya hanya berlaku dan dimengerti oleh kelompok atau komunitas tertentu saja. q. Tunduk Kepada Kaidah Etika Salah satu fungsi utama pers ialah edukasi. Tidak hanya pada isi berita, laporan, dan gambar, edukasi juga harus ada dalam bahasa penulisannya. Pada bahasa tersimpul sebuah etika. Karena pada bahasa, tidak hanya mencerminkan pikiran tapi juga menunjukkan etika si penulis.

4. Pedoman Bahasa Jurnalistik menurut PWI

Karya Latihan Wartawan KLW XVII PWI Pusat yang diselenggarakan atas kerjasama dengan Yayasan Tenaga Kerja Indonesia YTKI dan Friederic Stiftung FESdi Jakarta pada tanggal 6 hingga 10 November 1975 menyetujui sebuah pedoman pemakaian bahasa Indonesia dalam pers. KLW bertema “Bahasa Jurnalistik dan Pewartaan” ini dihadiri oleh 29 peserta yang terdiri dari wartawan kantor berita, surat kabar, majalah, dan televisi dari Indonesia. Dipimpin oleh H. Rosihan Anwar selaku Direktur Program KLW, acara ini membahas uraian-uraian tentang kelemahan dan kekurangan pemakaian bahasa Indonesia dalam surat kabar, ragam bahasa berita dan cirinya, nalar komposisi dalam tulisan, serta membahas bahasa jurnalistik dan ekonomi kata. Para peserta sepakat menerima 10 hasil kajian pedoman pemakaian bahasa Indonesia dalam pers. Berikut hasil kajiannya 31 : a. Wartawan hendaknya secara konsekuen melaksanakan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan EYD. Hal ini juga harus diperhatikan oleh para korektor karena kesalahan yang paling menonjol dalam suratkabar sekarang ialah kesalahan ejaan. b. Wartawan hendaknya membatasi diri dalam singkatan atau akronim. Kalaupun ia harus menulis akronim, maka satu kali dia harus menjelaskannya di antara tanda kurung kepanjangan akronim tersebut supaya tulisannya dapat dipahami oleh khalayak ramai. c. Wartawan hendaknya jangan menghilangkan imbuhan, bentuk awal atau prefix. Pemenggalan kata awalan “me-” dapat dilakukan dalam kepala berita mengingat keterbatasan ruangan. Akan tetapi, pemenggalan kata 31 H. Rosihan Anwar, Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi Yogyakarta: Media Abadi, 2004, h. 148.