Pedoman Bahasa Jurnalistik menurut PWI
terdiri dari wartawan kantor berita, surat kabar, majalah, dan televisi dari Indonesia. Dipimpin oleh H. Rosihan Anwar selaku Direktur Program KLW,
acara ini membahas uraian-uraian tentang kelemahan dan kekurangan pemakaian bahasa Indonesia dalam surat kabar, ragam bahasa berita dan
cirinya, nalar komposisi dalam tulisan, serta membahas bahasa jurnalistik dan ekonomi kata.
Para peserta sepakat menerima 10 hasil kajian pedoman pemakaian bahasa Indonesia dalam pers. Berikut hasil kajiannya
31
: a.
Wartawan hendaknya secara konsekuen melaksanakan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan EYD. Hal ini juga harus
diperhatikan oleh para korektor karena kesalahan yang paling menonjol dalam suratkabar sekarang ialah kesalahan ejaan.
b. Wartawan hendaknya membatasi diri dalam singkatan atau akronim.
Kalaupun ia harus menulis akronim, maka satu kali dia harus menjelaskannya di antara tanda kurung kepanjangan akronim tersebut
supaya tulisannya dapat dipahami oleh khalayak ramai. c.
Wartawan hendaknya jangan menghilangkan imbuhan, bentuk awal atau prefix.
Pemenggalan kata awalan “me-” dapat dilakukan dalam kepala berita mengingat keterbatasan ruangan. Akan tetapi, pemenggalan kata
31
H. Rosihan Anwar, Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi Yogyakarta: Media Abadi, 2004, h. 148.
jangan sampai dipukulratakan hingga merembet pula ke dalam tubuh berita.
d. Wartawan hendaknyamenulis dengan kalimat-kalimat pendek.
Pengutaraan pikirannya harus logis, teratur, lengkap dengan kata pokok, sebutan dan kata tujuan subyek, predikat, obyek. Menulis dengan induk
kalimat dan anak kalimat yang mengandung banyak kata mudah membuat kalimat tidak dapat dipahami, lagipula prinsip yang harus dipegang ialah
“satu gagasan atau satu ide dalam satu kalimat”. e.
Wartawan hendaknya menjauhkan diri dari ungkapan klise atau stereotype yang sering dipakai dalam transisi berita seperti kata-
kata “sementara itu”, “dapat ditambahkan”, “perlu diketahui”, “dalam rangka”, “selanjutnya”,
dan lain-lain. Dengan demikian, dia menghilangkan monotomi keadaan atau bunyi yang selalu sama saja dan dan sekaligus dia menerapkan
ekonomi kata atau penghematan dalam bahasa. f.
Wartawan hendaknya menghilangkan kata mubazir seperti “adalah” kata kerja kopula, “telah” petunjuk masa lampau. “untuk” sebagai
terjemahan to dalam Bahasa Inggris, “dari” sebagai terjemahan of dalam
hubungan milik, “bahwa” sebagai kata sambung, dan bentuk jamak
yang tidak perlu diulang. g.
Wartawan hendaknya mendisiplinkan pikirannya supaya jangan campur aduk dalam satu kalimat bentuk pasif di dengan bentuk aktif me.
h. Wartawan hendaknya menghindari kata-kata asing atau istilah-istilah yang
terlalu teknis ilmiah dalam berita. Kalaupun terpaksa menggunakannya, maka satu kali harus dijelaskan pengertian dan maksudnya.
i. Wartawan hendaknya sedapat mungkin mentaati kaidah tata bahasa.
j. Wartawan hendaknya ingat bahasa jurnalistik ialah bahasa yang
komunikatif dan spesifik sifatnya, dan karangan yang baik dinilai dari tiga aspek yaitu isi, bahasa, dan teknik persembahan.
38