Pelanggaran terhadap hak–hak konsumen yang terjadi, disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah ketidakseimbangan kedudukan yang sering
terjadi antara konsumen dengan pelaku usaha, dimana kedudukan konsumen menjadi pihak yang biasanya berada pada posisi yang lemah dibandingkan dengan
kedudukan pelaku usaha. Selain itu, konsumen kurang mengerti bahkan belum mengetahui mengenai hak–haknya sebagai konsumen sehingga ini yang memicu
terjadinya pelanggaran terhadap hak-haknya yang dilakukan oleh pelaku usaha.
C. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dan Pelaku Usaha.
Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan perlindungan
pengayoman kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan
ditarik batasnya. Az. Nasution menjelaskan bahwa kedua istilah itu berbeda, yaitu bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen.
Hukum konsumen menurut Az. Nasution adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu
sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup. Sedangkan hukum perlindungan konsumen diartikan sebagai keseluruhan
asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan atau jasa
konsumen.
22
22
Az. Nasution, Op..Cit, hal.21
Az. Nasution menjelaskan bahwa hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan masalah konsumen yang kondisi para pihaknya
berimbang dalam kedudukan sosial ekonomi, daya saing, maupun tingkat pendidikan.
23
Kata keseluruhan dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa di dalamnya termasuk seluruh pembedaan hukum menurut jenisnya. Jadi, termasuk di
dalamnya, baik aturan hukum perdata, pidana, administrasi Negara, maupun hukum internasional. Sedangkan cakupannya adalah hak dan kewajiban serta
cara-cara pemenuhannya dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu bagi konsumen mulai dari usaha untuk mendapatkan kebutuhannya dari produsen,
Rasionya adalah sekalipun tidak selalu tepat, bagi mereka masing- masing lebih mampu mempertahankan dan menegakkan hak-hak mereka yang
sah. Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak yang mengadakan hubungan hukum atau bermasalah dalam masyarakat itu tidak
seimbang. Pada dasarnya, baik hukum konsumen maupun hukum perlindungan
konsumen membicarakan hal yang sama, yaitu kepentingan hukum hak-hak konsumen. Bagaimana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum
serta bagaimana ditegakkan di dalam praktik hidup bermasyarakat, itulah yang menjadi materi pembahasannya. Dengan demikian, hukum perlindungan
konsumen atau hukum konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen
yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya.
23
Ibid, hal.24
meliputi : informasi, memilih, harga sampai pada akibat-akibat yang timbul karena pengguna kebutuhan itu, misalnya untuk mendapatkan penggantian
kerugian. Sedangkan bagi produsen meliputi kewajiban yang berkaitan dengan produksi, penyimpanan, peredaran dan perdagangan produk, serta akibat dari
pemakaian produk itu. Dengan demikian, jika perlindungan konsumen diartikan sebagai segala
upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan hak-hak konsumen sebagai wujud perlindungan kepada konsumen, maka hukum perlindungan konsumen
tiada lain adalah hukum yang mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen. Pasal 1 angka
1 UU No. 8 Tahun 1999 memberi pengertian perlindungan konsumen sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan
harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang danatau jasa baginya, dan menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang jujur
dan bertanggung jawab konsideran huruf d, UU. Khusus mengenai perlindungan konsumen, menurut Yusuf Shofie,
undang-undang perlindungan konsumen di Indonesia mengelompokkan norma- norma perlindungan konsumen ke dalam 2 dua kelompok, yaitu:
1. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. :
2. Ketentuan tentang pencantuman klausula baku.
24
24
Ibid, hal.26
Dengan adanya pengelompokan tersebut ditujukan untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen dari atau akibat perbuatan yang dilakukan
pelaku usaha. Berkenaan dengan perlindungan konsumen dapat dirinci bidang- bidang perlindungan konsumen, yaitu sebagai berikut:
1. Keselamatan fisik.
2. Peningkatan serta perlindungan kepentingan ekonomis konsumen.
3. Standard untuk keselamatan dan kualitas barang serta jasa.
4. Pemerataan fasilitas kebutuhan pokok
5. Upaya-upaya untuk memungkinkan konsumen melaksanakan tuntutan
ganti kerugian. 6.
Program pendidikan dan penyebarluasan informasi; pengaturan masalah-masalah khusus seperti makanan, minuman, obat-obatan dan
kosmetik.
25
Az. Nasution mendefinisikan Perlindungan Konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan
juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan Konsumen.
26
25
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,2004, hal.11.
26
Az. Nasution, Op..Cit, hal.31
Adapun hukum Konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah
hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan dengan barang danatau jasa Konsumen dalam pergaulan
hidup. Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggalsendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi Konsumen
untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya kelemahan, pada Konsumen sehingga Konsumen tidak
mempunyai kedudukan yang “aman”. Oleh karena itu secara mendasar Konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal juga. Mengingat
lemahnya kedudukan Konsumen pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam banyak hal misalnya dari segi ekonomi
maupun pengetahuan mengingat produsen lah yang memperoduksi barang sedangkan konsumen hanya membeli produk yang telah tersedia dipasaran, maka
pembahasan perlindungan Konsumen akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji ulang serta masalah perlindungan konsumen ini terjadi di dalam
kehidupan sehari-hari. Perlindugan terhadap Konsumen dipandang secara materiil maupun
formiil makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi
produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya
baik langsung atau tidak langsung, maka Konsumenlah yang pada umumnya merasakan dampaknya. Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan
perlindungan yang memadai terhadap kepentingan Konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak, untuk segera dicari solusinya, terutama di
Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan Konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang
akan datang guna melindungi hak-hak konsumenyang sering diabaikan produsen yang hanya memikirkan keuntungan semata dan tidak terlepas untuk melindungi
produsen yang jujur suatu model perlindungan yang harmonis berdasarkan atas persaingan jujur, hal ini sangat penting tidak hanya bagi konsumen tetapi bagi
produsen sendiri diantara keduanya dapat memperoleh keuntungan dengan kesetaraan posisi antara produsen dan konsumen, perlindungan terhadap
konsumen sangat menjadi hal yang sangat penting di berbagai negara bahkan negara maju misalnya Amerika Serikat yang tercatat sebagai negara yang banyak
memberikan sumbangan dalam masalah perlindungan konsumen.
27
UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi Konsumen dan tentunya perlindungan Konsumen tersebut tidak pula merugikan Produsen, namun karena
kedudukan konsumen yang lemah maka Pemerintah berupaya untuk memberikan perlindungan melalui peraturan perundang-undanganan yang berlaku, dan
Pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap dilaksanakannya peraturan perundang-undangan tersebut oleh berbagai pihak yang terkait.
Hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan Konsumen di Indonesia, yakni Pertama,
Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga
mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK. Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh
perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa.
27
Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Op.Cit, hal. 33
Menurut Janus Sidabalok, kepentingan konsumen dapat dibagi menjadi empat macam kepentingan, yaitu sebagai berikut:
1. Kepentingan fisik.
Kepentingan fisik berkenaan dengan badan atau tubuh yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan jiwa dalam penggunaan
barang danatau jasa. Kepentingan fisik ini juga berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan jiwa. Kepentingan fisik konsumen ini harus
diperhatikan oleh pelaku usaha.
2. Kepentingan sosial dan lingkungan.
Kepentingan sosial dan lingkungan konsumen adalah terwujudnya keinginan konsumen untuk memperoleh hasil yang optimal dari
penggunaan sumbersumber ekonomi mereka dalam mendapatkan barang dan jasa yang merupakan kebutuhan hidup, sehingga konsumen
memerlukan informasi yang benar mengenai produk yang mereka konsumen, sebab jika tidak maka akan terjadi gejolak sosial apabila
konsumen mengkonsumsi produk yang tidak aman.
3. Kepentingan ekonomi.
Kepentingan ekonomi para pelaku usaha untuk mendapatkan laba yang sebesar-besarnya adalah sesuatu yang wajar, akan tetapi dayabeli
konsumen juga harus dipertimbangkan dalam artian pelaku usaha jangan memikirkan keuntungan semata tanpa merinci biaya riil
produksi atas suatu produk yang dihasilkan. 2. Kepentingan sosial dan lingkungan; 3. Kepentingan ekonomi.
4. Kepentingan perlindungan hukum.
Kepentingan hukum konsumen adalah akses terhadap keadilan acces to justice, konsumen berhak untuk dilindungi dari perlakuan-
perlakuan pelaku usaha yang merugikan.
28
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri. Tujuan perlindungan konsumen disebutkan di dalam Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen bertujuan:
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari akses negatif pemakaian barang dan atau jasa.
28
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hal. 6
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen. 4.
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggung
jawab dalam berusaha. 6.
Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan
keselamatan konsumen. M. Ali Mansyur mengemukakan ada 4 empat alasan pokok mengapa
konsumen perlu dilindungi, yaitu sebagai berikut : 1.
Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut
UUD 1945. 2.
Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari dampak negatif penggunaan teknologi.
3. Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang
sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang berarti juga untuk menjaga kesinambungan pembangunan nasional.
4. Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana
pembangunan yang bersumber dari masyarakat konsumen.
29
M. Ali Mansyur mengatakan bahwa masing-masing undang-undang memiliki tujuan khusus.
30
29
M. Ali Mansyur, Penegakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam Perwujudan Perlindungan Konsumen, Genta Press, Yogyakarta 2007, hal. 81
30
Ibid, hal.83
Hal itu tampak dalam pengaturan pasal 3 Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang juga mengatur
tujuan khusus perlindungan konsumen sekaligus membedakan tujuan umum. Rumusan tujuan perlindungan konsumen huruf a dan e mencerminkan tujuan
hukum mendapatkan keadilan. Sedangkan rumusan huruf a, b, termasuk c dan d serta huruf f mencerminkan tujuan hukum memberikan kemanfaatan, dan tujuan
hukum khusus yang diarahkan untuk tujuan kepastian hukum tercermin dalam rumusan huruf d.
Pengelompokan ini tidak berlaku mutlak, oleh karena seperti yang dapat kita lihat dalam rumusan pada huruf a sampai dengan huruf f terdapat tujuan yang
dapat dikualifikasi sebagai tujuan ganda. Kesulitan memenuhi ketiga tujuan hukum umum sekaligus sebagaimana dikemukakan sebelumnya, menjadikan
sejumlah tujuan khusus dalam huruf a sampai dengan huruf f dari pasal 3 tersebut hanya dapat tercapai secara maksimal, apabila didukung oleh keseluruhan
subsistem perlindungan yang diatur dalam undangundang ini, tanpa mengabaikan fasilitas penunjang dan kondisi masyarakat. Unsur masyarakat sebagaimana
dikemukakan berhubungan dengan persoalan kesadaran hukum dan ketaatan hukum, yang seterusnya menentukan efektivitas Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, sebagaimana dikemukakan oleh Achmad Ali bahwa kesadaran hukum, ketaatan hukum dan efektivitas perundang-undangan adalah tiga unsur
yang saling berhubungan.
31
31
Ibid hal.84
Agar tujuan hukum perlindungan konsumen ini dapat berjalan sebagaimana seperti yang telah dicita-citakan, hal ini harus diperkuat oleh
kesatuan dari keseluruhan sub sistem yang terkandung dalam undang-undang perlindungan konsumen didukung oleh sarana dan fasilitas yang menunjang
D. Hak dan Kewajiban KonsumenPelaku Usaha