Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

(1)

ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TELEPON SELULER AKIBAT ITIKAD BURUK LAYANAN

JASA TELEKOMUNIKASI

(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

NIM : 110200494 RIA ANGELIA

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TELEPON SELULER AKIBAT ITIKAD BURUK LAYANAN

JASA TELEKOMUNIKASI

(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

NIM : 110200494 RIA ANGELINA

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. Hasim Purba, SH.M.Hum

NIP. 19660303 198509 1 001

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Hasim Purba, SH.M.Hum Aflah, SH.M.Hum

NIP. 19660303 198509 1 001 NIP. 197005019 200212 2 002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

NAMA : Ria Angelina NIM : 110200494

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

JUDUL SKRIPSI : ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN AKIBAT ITIKAD BURUK LAYANAN JASA TELEKOMUNIKASI (Makamah Agung PDT/K

Dengan ini menyatakan :

1. Skripsi yang saya tulis adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

3. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, April 2015


(4)

ABSTRAK

Ria Angelina *

Dr. Hasim Purba, SH. M.Hum** Aflah, SH.M.Hum**

Konsumen berhak mendapat perlindungan dari hal ketidakpuasan dalam hal penggunaan kartu telepon seluler, seperti kartu telepon seluler prabayar.

Permasalahan dalam skripsi ini adalah pertanggungjawaban penyedia jasa telekomunikasi atas ketidakpuasan konsumen pengguna telepon seluler,

perlindungan hukum terhadap pengguna jasa telepon seluler, pertimbangan hukum hakim terhadap gugatan konsumen akibat itikad buruk layanan jasa telekomunikasi.

Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan jalan menelaah dan mengkaji suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dan relevan untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan pemecahan masalah.

Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen di Indonesia yaitu perlindungan hukum melalui perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh para pihak dan perlindungan hukum yang diberikan oleh negara melalui ketentuan yang mengatur tentang Perlindungan Konsumen dimana terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pertanggungjawaban penyedia jasa telekomunikasi atas ketidakpuasan konsumen pengguna telepon seluler pada umumnya berkaitan dengan tanggung jawab atas produk yang cacat. Perlindungan hukum terhadap pelaku usaha jasa telekomunikasi atas tindakan konsumen yang tidak beritikad baik yaitu melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen serta untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Pertimbangan hukum hakim terhadap gugatan konsumen akibat itikad buruk layanan jasa telekomunikasi adalah tidak terbukti sebab perbuatan pemblokiran yang dilakukan perusahaan jasa telekomunikasi merupakan sesuatu yang diperjanjikan dan disepakati oleh kedua belah pihak. Berdasarkan kesimpulan disarankan agar konsumen lebih kritis membaca kontrak berlangganan, sehingga mengetahui hak-haknya sebagai pelanggan

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Konsumen, Telepon Selular.

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. *** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan karunia-Nya selama Penulis menuntut ilmu dan menyelesaikan Skripsi ini. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun yang Penulis pilih sebagai judul Skripsi adalah :

“ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TELEPON SELULER AKIBAT ITIKAD BURUK LAYANAN JASA TELEKOMUNIKASI (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan berbagai keterbatasan Penulis, baik keterbatasan pengetahuan, pengalaman Penulis dalam menulis karya ilmiah, maupun segi ketersediaan literatur. Oleh karena itu, Penulis dengan besar hati mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sekalian.

Pada kesempatan ini Penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuannya secara moril maupun materil dalam proses penyelesaian skripsi ini kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I. 3. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan dan sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu, tenaga, dan arahannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Aflah, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga, arahan, dan nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H, M.Hum, selaku sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Sumatera Utara.


(6)

6. Bapak Syamsul Rizal, S.H, M.Hum, selaku Ketua Program Kekhususan Perdata BW Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

7. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing Penulis selama masa perkuliahan.

8. Seluruh civitas Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, staf administrasi dan seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Orang tua Penulis papa Drs. R. Tampubolon,dan mama Berliana Purba, yang selalu memberi dukungan dan motivasi serta doa buat penulis hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

10.Parlin Purba,S.H., M.Hum yang telah meluangkan waktu,arahan dan nasehat untuk membantu menyelesaikan skripsi ini.

11.Kakak Penulis Rosianna Sentaria Tampubolon, Amd dan adik Penulis Michael Tampubolon yang selalu menjadi semangat bagi Penulis.

12.Wanfitri Marissa, Azri Margolang, Cinthia Febrilla, Desti Hernisya SH, Dewi Lubis , sahabat yang selalu setia menemani Penulis dalam suka duka, terimakasih atas segala dukungan, bantuan, semangat, dan doa yang telah diberikan kepada Penulis.

13.Nidhea Hutabarat, SH, Anastasya Silitonga, SH, Naomi Purba terimakasih atas segala semangat, motivasi, bantuan, dan selalu setia menemani Penulis dalam suka duka.

14.Seluruh teman-teman Grup E, terimakasih atas semua memori selama Penulis menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum USU.

15.Semua pihak yang telah membantu Penulis baik secara moril maupun materil yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.

Demikian yang dapat Penulis sampaikan, semoga kita semua selalu diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, April 2015 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI. ... iv

BAB I : P E N D A H U L U A N... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Metode Penelitian... 7

F. Keaslian Penulisan ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II : TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN ... 13

A. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha ... 13

B. Hubungan Hukum antar Pelaku Usaha dan Konsumen ... 17

C. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dan Pelaku Usaha 19 D. Hak dan Kewajiban Konsumen / Pelaku Usaha ... 28

BAB III : TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PENGGUNA JASA TELEPON SELULER ... 35

A. Penggunaan Telepon Seluler sebagai Salah Satu Alat Telekomunikasi ... 35

B. Pengaturan Hukum tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi ... 39


(8)

C. Penyelenggaraan Perjanjian Pengguna Jasa Telepon Seluler

oleh Penyedia Jasa Telekomunikasi ... 44

D. Perlindungan Terhadap Konsumen sebagai Pengguna Telepon Seluler ... 52

BAB IV : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA TELEPON SELULER ... 56

A. Tanggungjawab Penyedia Jasa Telekomunikasi Atas Ketidakpuasan Konsumen Pengguna Telepon Seluler ... 56

B. Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Telepon Seluler ... 65

C. Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Gugatan Konsumen Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No. 2995 K/Pdt/ 2012 ... 73

D. Analisis Putusan ... 81

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84 LAMPIRAN

Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012


(9)

ABSTRAK

Ria Angelina *

Dr. Hasim Purba, SH. M.Hum** Aflah, SH.M.Hum**

Konsumen berhak mendapat perlindungan dari hal ketidakpuasan dalam hal penggunaan kartu telepon seluler, seperti kartu telepon seluler prabayar.

Permasalahan dalam skripsi ini adalah pertanggungjawaban penyedia jasa telekomunikasi atas ketidakpuasan konsumen pengguna telepon seluler,

perlindungan hukum terhadap pengguna jasa telepon seluler, pertimbangan hukum hakim terhadap gugatan konsumen akibat itikad buruk layanan jasa telekomunikasi.

Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan jalan menelaah dan mengkaji suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dan relevan untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan pemecahan masalah.

Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen di Indonesia yaitu perlindungan hukum melalui perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh para pihak dan perlindungan hukum yang diberikan oleh negara melalui ketentuan yang mengatur tentang Perlindungan Konsumen dimana terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pertanggungjawaban penyedia jasa telekomunikasi atas ketidakpuasan konsumen pengguna telepon seluler pada umumnya berkaitan dengan tanggung jawab atas produk yang cacat. Perlindungan hukum terhadap pelaku usaha jasa telekomunikasi atas tindakan konsumen yang tidak beritikad baik yaitu melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen serta untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Pertimbangan hukum hakim terhadap gugatan konsumen akibat itikad buruk layanan jasa telekomunikasi adalah tidak terbukti sebab perbuatan pemblokiran yang dilakukan perusahaan jasa telekomunikasi merupakan sesuatu yang diperjanjikan dan disepakati oleh kedua belah pihak. Berdasarkan kesimpulan disarankan agar konsumen lebih kritis membaca kontrak berlangganan, sehingga mengetahui hak-haknya sebagai pelanggan

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Konsumen, Telepon Selular.

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. *** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat. Pada era globalisasi ini perubahan telah terjadi diberbagai bidang kehidupan, termasuk perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang memegang peranan penting dalam pembangunan. Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas

(borderless) dan menyebabkan perubahan sosial secara signifikan berlangsung demikian pesatnya.1

Teknologi dan Informasi menjadi dua hal yang sangat penting karena dapat mempermudah segala aktivitas hidup manusia. Demikian pesatnya perkembangan dan kemajuan teknologi informasi, yang merupakan salah satu penyebab perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. Penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara dan memperkukuh perundang-undangan demi kepentingan nasional. Di samping itu, pemanfaatan teknologi informasi berperan

1

Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hal.27


(11)

penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Perlindungan hukum terhadap konsumen mendapat perhatian karena menyangkut aturan–aturan guna mensejahterakan masyarakat sebagai konsumen.2

Konsumen perlu mendapat perlindungan, karena konsumen memiliki resiko yang lebih besar dari pada pelaku usaha, dengan kata lain hak-hak konsumen sangat rentan. Disebabkan posisi tawar konsumen yang lemah, maka hak-hak konsumen sangat riskan untuk dilanggar.

Perlunya perlindungan terhadap konsumen karena hak–hak konsumen yang sering diabaikan oleh pelaku usaha.

3

Perlindungan konsumen menyangkut banyak aspek dan salah satunya ialah aspek hukum. Hukum dalam masyarakat selalu berkembang secara dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri, hukum tersebut mempunyai arti yang sangat besar dalam masyarakat tersebut. Hukum berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat, sehingga dapat melindungi kepentingan masyarakat. Hukum yang baik ialah hukum yang hidup dalam masyarakat dan dipatuhi oleh masyarakat.4

2

Sri Rejeki Hartono, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal.4

3

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal.6

4

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal.13

Hukum dapat pula bertindak melindungi kepentingan konsumen. Perlindungan konsumen merupakan salah satu perkembangan hukum yang baru di Indonesia.


(12)

Era globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi komunkasi dan informasi, saat ini banyak produk barang dan/atau jasa yang ditawarkan di tanah air baik melalui iklan, promosi maupun penawaran secara langsung, tidak terkecuali layanan jasa telekomunikasi. Dimana seperti yang diketahui kebutuhan akan jasa telekomunikasi yang cepat sangat dibutuhkan oleh semua kalangan untuk menunjang berbagai pekerjaan dari penggunanya.

Sebagai bangsa yang majemuk bangsa Indonesia mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda. Motivasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya timbul karena masyarakat menginginkan adanya suatu perubahan dalam kehidupannya, dan juga dilandasi keinginan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Untuk mewujudkan hal tersebut, kebutuhan akan komunikasi sangat diperlukan untuk suatu interaksi antar individu maupun interaksi yang terjadi dalam skala yang lebih besar, yaitu interaksi yang terjadi antara pihak-pihak sebab komunikasi yang terjadi dalam suatu interaksi tidak hanya melibatkan satu pihak saja tetapi juga ada pihak lainnya.5 Komunikasi dalam interaksi tersebut mempunyai suatu pola pelaksanaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Saat ini komunikasi tidak lagi dilakukan secara langsung dengan cara tatap muka dengan lawan bicara, tetapi seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju menyebabkan komunikasi menjadi suatu alat penghubung antar individu yang sangat vital sehingga diperlukan suatu komunikasi antar individu secara tidak langsung.6

Seiring dengan perkembangan zaman, maka kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam sesuai dengan harkatnya makin meningkat. Hal ini di tunjukkan

5

Edmon Makarim, Op.Cit, hal.20 6Ibid


(13)

oleh makin banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi. Muncullah berbagai macam produk elektronik yang memudahkan masyarakat, salah satunya ialah alat komunikasi seperti telepon selular atau biasa kita sebut dengan handphone.

Upaya untuk meningkatkan kualitas dan kemudahan merupakan kunci keberhasilan penyelenggaraan jasa telekomunikasi. masa depan dunia telekomunikasi tanpa kabel juga makin terpacu dengan maraknya perkembangan dunia internet. Teknologi tanpa kabel memungkinkan setiap orang dapat mengakses internet di manapun ia berada tanpa harus bersusah payah mencari sambungan kabel telepon. Namun, dalam mengakses internet atau mengirim informasi melalui modem tanpa kabel, saat ini masih bergantung pada kemampuan operator telepon seluler dalam menyediakan jaringan seluler.7

Sebagai perusahaan yang melayani jasa vital dalam masyarakat, perusahaan Telekomunikasi berusaha untuk melayani kepentingan publik, tetapi tetap mempunyai orientasi pada keuntungan, sehingga mereka memikirkan cara bagaimana sebuah telepon bukan lagi hanya dipakai untuk komunikasi secara tidak langsung tetapi juga bagaimana mereka menarik suatu keuntungan dari penyelenggaraan telepon sebagai alat penunjang dalam komunikasi secara tidak langsung. Berdasarkan hal tersebut perusahaan Telekomunikasi lalu menyediakan fasilitas tambahan pada telepon yang bertujuan untuk mempermudah

Sejalan dengan semakin padatnya kegiatan para pelaku bisnis maupun masyarakat umum, dan berkembangnya teknologi komunikasi, semakin tinggi pula kebutuhan mereka untuk melakukan komunikasi yang efektif. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa telepon seluler telah menjadi bagian penting dalam keseharian mereka, karena telepon seluler merupakan solusi dalam mempermudah komunikasi tanpa membatasi ruang dan gerak seseorang. Lebih jauh, kini telepon seluler telah dikenal dan digunakan secara luas oleh masyarakat dunia.

7Ibid


(14)

berlangsungnya telekomunikasi tapi juga tetap dapat menarik keuntungan dari pengadaan fasilitas tambahan pada telepon tersebut.

Perlindungan konsumen telekomunikasi harus mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah supaya konsumen benar-benar memperoleh perlindungannya secara jelas dan mendapat haknya dengan pasti.8

Konsumen berhak mendapat perlindungan dari hal ketidakpuasan dalam hal penggunaan kartu telepon seluler, seperti kartu telepon seluler prabayar.

Penggunaan kartu telepon seluler prabayar bukan hanya semata-mata bisnis semata karena itu harus mendapat pengawasan yang ketat karena hal ini tidak lepas untuk mensejahterakan masyarakat atau konsumen tersebut. Adanya perlindungan hukum dan tanggung jawab yang kuat dari provider selular dalam masalah ketidakpuasan konsumen dan perlindungan konsumen.

Hal ini juga berpengaruh besar terhadap kepercayaan konsumen terhadap provider-provider

yang ada supaya kepercayaan konsumen terhadap provider selular ini tidak menjadi berkurang.

9

Dari peristiwa tersebut yang terkena dampak buruknya adalah tentu masyarakat sebagai konsumen pengguna provider tersebut.

Dari uraian latar belakang penelitian tersebut maka penulis memilih judul skripsi ini tentang : "Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)"..

8

Imam Sjahputra, Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik, Alumni, Bandung, 2010, hal.17

9Ibid , hal.18


(15)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas maka permasalahan yang akan dikemukakan dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana pertanggungjawaban penyedia jasa telekomunikasi atas ketidakpuasan konsumen pengguna telepon seluler?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pengguna jasa telepon seluler ? 3. Bagaimana pertimbangan hukum hakim terhadap gugatan konsumen akibat

itikad buruk layanan jasa telekomunikasi ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban penyedia jasa telekomunikasi atas

ketidakpuasan konsumen pengguna telepon seluler.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pengguna jasa telepon seluler.

3. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim terhadap gugatan konsumen akibat itikad buruk layanan jasa telekomunikasi.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Secara teoritis, penulisan ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, khususnya ilmu hukum di bidang hukum perlindungan konsumen tentang bentuk tanggung jawab penyedia jasa telekomunikasi atas ketidakpuasan konsumen pengguna telepon seluler.


(16)

2. Secara praktis:

a. Bagi masyarakat luas.

Memberitahukan kepada masyarakat dan melihat kenyataan di masyarakat apakah pihak penyedia jasa telekomunikasi sudah melaksanakan bentuk tanggungjawabnya kepada konsumen atas ketidakpuasannya menggunakan telepon seluler.

b. Bagi Pemerintah.

Pemerintah mendapatkan masukan guna meningkatkan pengawasan dan penegakkan atas pelaksanaan hukum perlindungan konsumen.

c. Bagi Penyedia Jasa Telekomunikasi.

Pengusaha jasa telekomunikasi mendapatkan masukan untuk meningkatkan keamanan dan kepercayaan terhadap perusahaan miliknya, sehingga konsumen percaya dan loyal terhadap jasa telekomunikasi yang digunakannya.

E. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

Pengelompokan jenis-jenis penelitian tergantung pada pedoman dari sudut pandang mana pengelompokan itu ditinjau. Ditinjau dari jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha menggambarkan sebuah kondisi/fenomena hukum dengan legalitas secara lebih mendalam/lengkap mengenai status sosial dan hubungan antar fenomena. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran yang akurat tentang sebuah kelompok, menggambarkan sebuah proses atau hubungan, menggunakan informasi dasar dari suatu hubungan teknik dengan definisi tentang penelitian ini dan berusaha


(17)

menggambarkan secara lengkap perlindungan hukum bagi konsumen telepon seluler akibat itikad buruk layanan jasa telekomunikasi.10

2. Sumber Data.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Dalam perspektif yuridis dimaksudkan untuk menjelaskan dan memahami makna dan legalitas peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan hukum bagi konsumen telepon seluler akibat itikad buruk layanan jasa telekomunikasi.

Data yang kemudian diharapkan dapat diperoleh di tempat penelitian maupun di luar penelitian adalah :

a. Data primer

Data primer, adalah data yang diperoleh dari tangan pertama, dari sumber asalnya yang belum diolah dan diuraikan orang lain. Untuk memperoleh data primer peneliti melakukan analisis kasus putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti yang sebelumnya telah diolah orang lain. Untuk memperoleh data sekunder peneliti melakukan studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah penelitian terhadap bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan ini, sebagai bahan referensi untuk menunjang keberhasilan penelitian. Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan bahan hukum dasar yang dalam (ilmu) penelitian

10

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2003, hal.16.


(18)

digolongkan sebagai bahan hukum sekunder. Bahan Hukum dapat diklasifikasikan ke dalam 3 golongan:11

1) Bahan hukum primer, terdiri dari bahan hukum dan ketentuan-ketentuan hukum positif termasuk peraturan perundang-undangan dan website. 2) Bahan hukum sekunder atau sering dinamakan Secondary data yang antara

lain mencakup di dalamnya:

a) Kepustakaan/buku literatur yang berhubungan dengan perlindungan hukum bagi konsumen telepon seluler akibat itikad buruk layanan jasa telekomunikasi.

b) Data tertulis yang lain berupa karya ilmiah para sarjana.

c) Referensi-referensi yang relevan dengan perlindungan hukum bagi konsumen telepon seluler akibat itikad buruk layanan jasa telekomunikasi.

3) Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ekslopedia, Kamus umum dan lain sebagainya. Bahan-bahan hukum sebagai kajian normatif sebagian besar dapat diperoleh melalui penelusuran terhadap berbagai dokumen hukum.12

3. Alat Pengumpul Data.

Alat pengumpul data yang digunakan penulis adalah data primer yaitu wawancara. Alat pengumpul data digunakan dalam penelusuran data sekunder adalah studi dokumentasi atau melalui penelusuran literatur. Kegiatan yang akan dilakukan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu studi pustaka

11

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal.14

12

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 98


(19)

dengan cara identifikasi isi. Alat pengumpulan data dengan mengindentifikasi isi dari data sekunder diperoleh dengan cara membaca, mengkaji, dan mempelajari bahan pustaka baik berupa peraturan perundang-undangan, artikel dari internet, makalah seminar nasional, jurnal, dokumen, dan data-data lain yang mempunyai kaitan dengan data penelitian ini.

4. Analisis Data.

Data yang dikumpulkan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat menghasilkan jawaban yang tepat dari suatu permasalahan, maka perlu suatu teknik analisa data yang tepat. Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan.13

F. Keaslian Penulisan

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini menggunakan pola pikir/logika induktif, yaitu pola pikir untuk menarik kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Pada dasarnya pengolahan dan analisis data bergantung pada jenis datanya. Pada penelitian hukum berjenis normatif, maka dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier tidak dapat lepas dari berbagai penafsiran hukum yang dikenal dalam ilmu hukum.

Skripsi ini berjudul “Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)”. Di dalam penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan

13


(20)

perlindungan hukum bagi konsumen telepon seluler akibat itikad buruk layanan jasa telekomunikasi, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media cetak maupun elektronik dan disamping itu juga diadakan penelitian. Dan sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Apabila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini penulis buat, maka hal itu menjadi tanggung jawab penulis sendiri.

G. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan, yang menjadi sub bab terdiri dari, yaitu Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penelitian, Sistematika Penulisan.

Bab II : Tinjauan Tentang Perlindungan Konsumen meliputi : Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha, Hubungan Hukum antar Pelaku Usaha dan Konsumen, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dan Pelaku Usaha, Hak dan Kewajiban Konsumen / Pelaku Usaha.

Bab III : Tinjauan Tentang Perjanjian Pengguna Jasa Telepon Seluler meliputi : Penggunaan Telepon Seluler sebagai Salah Satu Alat Telekomunikasi, Pengaturan Hukum tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, Penyelenggaraan Perjanjian Pengguna Jasa Telepon Seluler oleh


(21)

Penyedia Jasa Telekomunikasi, Perlindungan Terhadap Konsumen sebagai Pengguna Telepon Seluler.

BAB IV : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Jasa Telepon Seluler meliputi : Tanggungjawab Penyedia Jasa Telekomunikasi Atas Ketidakpuasan Konsumen Pengguna Telepon Seluler, Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Telepon Seluler, Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Gugatan Konsumen Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No. 2995 K/Pdt/2012, Analisis Putusan.

BAB V : Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini, dimana bab ini berisi kesimpulan dan saran terhadap hasil analisa dari bab-bab sebelumnya.


(22)

BAB II

TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha.

Perkembangan globalisasi ekonomi dimana arus barang dan jasa tidak lagi mengenal batas Negara membuat timbul berbagai permasalahan, antara lain kemungkinan penerapan product liability dalam doktrin perbuatan melawan hukum.

Perlindungan konsumen sebenarnya menjadi tanggungjawab semua pihak baik pemerintah, pengusaha, organisasi konsumen dan konsumen itu sendiri. Tanpa adanya andil dari keempat unsur tersebut, sesuai dengan fungsinya masing-masing, maka tidaklah mudah mewujudkan kesejahteraan konsumen.14

1. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum. Akibat kemudahan di dalam memperoleh barang dan jasa maka mulai timbul sikap yang konsumtif dari sebagian masyarakat. Ditambah lagi masyarakat yang kurang memiliki kesadaran akan hak-haknya sebagai akibat dari rendahnya tingkat pendidikan merupakan sasaran yang empuk bagi para pelaku usaha yang nakal.

Mewujudkan sistem hukum perlindungan yang baik, diperlukan beberapa pengaturan perlindungan konsumen yaitu:

2. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha.

3. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa.

4. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek usaha yang menipu dan menyesatkan.

14


(23)

5. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lain.15

Istilah konsumen berasal dari kata konsumer (Inggris-Amerika) atau

konsument/consument (Belanda). Pengertian dari konsumen atau consument itu tergantung dari posisi mana ia berada.16 Pengertian konsumen secara harfiah adalah lawan dari produsen yaitu setiap orang yang menggunakan barang. Tujuan penggunaan barang atau jasa itu nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut.17

Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa Konsumen adalah pihak yang memakai, membeli, menikmati, menggunakan barang dan /atau jasa dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan rumah tangganya. Menurut pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dikenal istilah Konsumen akhir dan Konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan Konsumen antara adalah Konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

15

Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati. Hukum Perlindungan Konsumen. Mandar Madju, Bandung, 2000, hal. 7

16

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit, hal. 22 17

Az. Nasution. Hukum Perindungan Konsumen Suatu Pengantar. Daya Widya, Jakarta, 2008, hal. 3.


(24)

lainnya. Maka dapat disimpulkan bahwa pengertian Konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah Konsumen akhir (selanjutnya disebut dengan Konsumen).

Pengertian Konsumen dalam pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Konsumen adalah setiap orang :

Maksudnya adalah orang perorangan dan termasuk juga badan usaha (badan hukum atau non badan hukum).

2. Konsumen sebagai pemakai

Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen hendak menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen menggunakan kata “pemakai” untuk pengertian Konsumen sebagai Konsumen akhir (end user). Hal ini disebabkan karena pengertian pemakai lebih luas, yaitu semua orang mengkonsumsi barang dan/atau jasa untuk diri sendiri.

3. Barang dan/jasa

Barang yaitu segala macam benda (berdasarkan sifatnya untuk diperdagangkan) dan dipergunakan oleh Konsumen. Jasa yaitu layanan berupa pekerjaan atau prestasi yang tersedia untuk digunakan oleh Konsumen.

4. Barang dan/jasa tersebut tersedia dalam masyarakat

Barang dan/jasa yang akan diperdagankan telah tersedia di pasaran, sehingga masyarakat tidak mengalami kesulitan untuk mengkonsumsinya.

5. Barang dan/jasa digunakan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain atau mahluk hidup lain. Dalam hal ini tampak adanya teori kepentingan pribadi terhadap pemakaian suatu barang dan/jasa.

6. Barang dan/jasa tidak untuk diperdagangkan.

Pengertian Konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen dipertegas, yaitu hanya Konsumen akhir, sehingga maksud dari pengertian ini adalah konsumen tidak memperdagangkan barang dan/jasa yang telah diperolehnya. Namun, untuk dikonsumsi sendiri.18

Az.Nasution juga mengklasifikasikan pengertian Konsumen menjadi tiga bagian:

18Ibid


(25)

1. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.

2. Konsumen antara yaitu pemakai, pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat dan/atau jasa untuk diproduksi menjadi barang dan/jasa lain untuk memperdagangkannya (distributor) dengan tujuan komersial. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha.

3. Konsumen akhir yaitu, pemakai, pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali. Konsumen akhir inilah yang dengan jelas diatur perlindungannya dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen.19

Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen bahw badan usaha, yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Pelaku usaha adalah istilah yang digunakan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang pada umumnya lebih dikenal dengan istilah pengusaha. Secara umum pelaku usaha dapat dikelompokan sebagai pelaku ekonomi. Dalam hal ini pelaku usaha termasuk kelompok pengusaha, yaitu pelaku usaha, baik privat maupun publik. Kelompok pelaku usaha tersebut terdiri dari :

1. Kalangan investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan. Seperti perbankan, pengelolaan investasi, usaha

leasing, penyedia dana, dan lain sebagainya.

2. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa dari barang-barang atau jasa-jasa lain. Mereka dapat terdiri dari orang/atau badan usaha berkaitan dengan pangan, orang/atau badan yang memproduksi sandang, orang/usaha yang berkaitan dengan pembuatan perumahan, jasa angkutan, perasuransian, perbankan, kesehatan, obat-obatan, dan lain sebagainya.

19Ibid


(26)

3. Distributor yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat.20

B. Hubungan Hukum antar Pelaku Usaha dan Konsumen.

Pada umumnya dalam hubungan antara pelaku usaha dan konsumen terdapat kesepakatan berupan perjanjian dengan syarat-syarat baku. Pelaku usaha telah mempersiapkan terlebih dahulu mengenai syarat-syarat yang harus disepakati oleh konsumen. Jenis perjanjian ini yang membuat konsumen tidak dapat mengemukakan kehendaknya, konsumen seolah-olah terpojok dalam posisi harus sepakat atau tidak terhadap perjanjian tersebut. Pada kondisi ini biasanya timbul sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

Hubungan antara produsen dengan konsumen dalam hal ini adalah perjanjian/kontrak pelayanan jasa telekomunikasi, yang dimana isinya telah dibakukan terlebih dahulu oleh pihak PT.Telkom. Adanya kontrak pelayanan jasa telekomunikasi ini dianggap berpotensi merugikan konsumen dalam hal ini pelanggan, karena pelanggan biasanya langsung menandatangani perjanjian tersebut tanpa ada rasa ingin tahu terhadap perjanjian yang ditandatanganinya

Suatu perjanjian sesuai Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, sesuai Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan diri.kecakapan untuk membuat suatu perikatan. suatu hal tertentu. suatu sebab yang halal.

20Ibid


(27)

Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, baik karena undang-undang (Pasal 1233 KUHPerdata). Pasal 1234 KUHPerdata menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata). Kata semua perjanjian mencerminkan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract). Kebebasan berkontrak terdapat pembatasan-pembatasannya. Pembatasan itu antara lain bahwa sutau perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata). Suatu perjanjian tidak boleh melanggar undang-undang, ke-susilaan dan ketertiban umum (Pasal 1337 KUHPerdata), dan harus dilaksanakan menurut kepatutan, kebiasaan dan undang-undang (Pasal 1339 KUHPerdata).

Perlindungan hukum terhadap konsumen menjadi sangat perlu diperhatikan demi kesejahteraan masyarakat sebagai konsumen untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen serta melindungi konsumen dari perbuatan curang para pelaku usaha. Konsumen memiliki risiko yang lebih besar dari pelaku usaha, dengan kata lain hak-hak konsumen sangat rentan. Disebabkan posisi tawar konsumen yang lemah, maka hak-hak konsumen sangat riskan untuk dilanggar.21

21

Abdul Halim Barkatullah, Hak-hak Konsumen, Bandung, Nusa Media, Badung, 2009, hal.1

Perlindungan hukum bagi konsumen menjadi sangat penting, karena konsumen disamping mempunyai hak-hak yang bersifat universal juga mempunyai hak-hak yang bersifat sangat spesifik.


(28)

Pelanggaran terhadap hak–hak konsumen yang terjadi, disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah ketidakseimbangan kedudukan yang sering terjadi antara konsumen dengan pelaku usaha, dimana kedudukan konsumen menjadi pihak yang biasanya berada pada posisi yang lemah dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha. Selain itu, konsumen kurang mengerti bahkan belum mengetahui mengenai hak–haknya sebagai konsumen sehingga ini yang memicu terjadinya pelanggaran terhadap hak-haknya yang dilakukan oleh pelaku usaha.

C. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dan Pelaku Usaha.

Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya. Az. Nasution menjelaskan bahwa kedua istilah itu berbeda, yaitu bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen. Hukum konsumen menurut Az. Nasution adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup. Sedangkan hukum perlindungan konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan atau jasa konsumen.22

22


(29)

Az. Nasution menjelaskan bahwa hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan masalah konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang dalam kedudukan sosial ekonomi, daya saing, maupun tingkat pendidikan.23

Kata keseluruhan dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa di dalamnya termasuk seluruh pembedaan hukum menurut jenisnya. Jadi, termasuk di dalamnya, baik aturan hukum perdata, pidana, administrasi Negara, maupun hukum internasional. Sedangkan cakupannya adalah hak dan kewajiban serta cara-cara pemenuhannya dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu bagi konsumen mulai dari usaha untuk mendapatkan kebutuhannya dari produsen,

Rasionya adalah sekalipun tidak selalu tepat, bagi mereka masing-masing lebih mampu mempertahankan dan menegakkan hak-hak mereka yang sah. Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak yang mengadakan hubungan hukum atau bermasalah dalam masyarakat itu tidak seimbang.

Pada dasarnya, baik hukum konsumen maupun hukum perlindungan konsumen membicarakan hal yang sama, yaitu kepentingan hukum (hak-hak) konsumen. Bagaimana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum serta bagaimana ditegakkan di dalam praktik hidup bermasyarakat, itulah yang menjadi materi pembahasannya. Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya.

23Ibid


(30)

meliputi : informasi, memilih, harga sampai pada akibat-akibat yang timbul karena pengguna kebutuhan itu, misalnya untuk mendapatkan penggantian kerugian. Sedangkan bagi produsen meliputi kewajiban yang berkaitan dengan produksi, penyimpanan, peredaran dan perdagangan produk, serta akibat dari pemakaian produk itu.

Dengan demikian, jika perlindungan konsumen diartikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan hak-hak konsumen sebagai wujud perlindungan kepada konsumen, maka hukum perlindungan konsumen tiada lain adalah hukum yang mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen. Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1999 memberi pengertian perlindungan konsumen sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, dan menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab (konsideran huruf d, UU).

Khusus mengenai perlindungan konsumen, menurut Yusuf Shofie, undang-undang perlindungan konsumen di Indonesia mengelompokkan norma-norma perlindungan konsumen ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu:

1. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. : 2. Ketentuan tentang pencantuman klausula baku.24

24Ibid


(31)

Dengan adanya pengelompokan tersebut ditujukan untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen dari atau akibat perbuatan yang dilakukan pelaku usaha. Berkenaan dengan perlindungan konsumen dapat dirinci bidang-bidang perlindungan konsumen, yaitu sebagai berikut:

1. Keselamatan fisik.

2. Peningkatan serta perlindungan kepentingan ekonomis konsumen. 3. Standard untuk keselamatan dan kualitas barang serta jasa.

4. Pemerataan fasilitas kebutuhan pokok

5. Upaya-upaya untuk memungkinkan konsumen melaksanakan tuntutan ganti kerugian.

6. Program pendidikan dan penyebarluasan informasi; pengaturan masalah-masalah khusus seperti makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik.25

Az. Nasution mendefinisikan Perlindungan Konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan Konsumen.26

25

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,2004, hal.11.

26

Az. Nasution, Op..Cit, hal.31

Adapun hukum Konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa Konsumen dalam pergaulan hidup. Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi Konsumen untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya kelemahan, pada Konsumen sehingga Konsumen tidak mempunyai kedudukan yang “aman”. Oleh karena itu secara mendasar Konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal juga. Mengingat


(32)

lemahnya kedudukan Konsumen pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam banyak hal misalnya dari segi ekonomi maupun pengetahuan mengingat produsen lah yang memperoduksi barang sedangkan konsumen hanya membeli produk yang telah tersedia dipasaran, maka pembahasan perlindungan Konsumen akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji ulang serta masalah perlindungan konsumen ini terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.

Perlindugan terhadap Konsumen dipandang secara materiil maupun formiil makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, maka Konsumenlah yang pada umumnya merasakan dampaknya. Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan Konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak, untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan Konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang guna melindungi hak-hak konsumenyang sering diabaikan produsen yang hanya memikirkan keuntungan semata dan tidak terlepas untuk melindungi produsen yang jujur suatu model perlindungan yang harmonis berdasarkan atas persaingan jujur, hal ini sangat penting tidak hanya bagi konsumen tetapi bagi


(33)

produsen sendiri diantara keduanya dapat memperoleh keuntungan dengan kesetaraan posisi antara produsen dan konsumen, perlindungan terhadap konsumen sangat menjadi hal yang sangat penting di berbagai negara bahkan negara maju misalnya Amerika Serikat yang tercatat sebagai negara yang banyak memberikan sumbangan dalam masalah perlindungan konsumen.27

UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi Konsumen dan tentunya perlindungan Konsumen tersebut tidak pula merugikan Produsen, namun karena kedudukan konsumen yang lemah maka Pemerintah berupaya untuk memberikan perlindungan melalui peraturan perundang-undanganan yang berlaku, dan Pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap dilaksanakannya peraturan perundang-undangan tersebut oleh berbagai pihak yang terkait.

Hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan Konsumen di Indonesia, yakni Pertama, Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa.

27


(34)

Menurut Janus Sidabalok, kepentingan konsumen dapat dibagi menjadi empat macam kepentingan, yaitu sebagai berikut:

1. Kepentingan fisik.

Kepentingan fisik berkenaan dengan badan atau tubuh yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan jiwa dalam penggunaan barang dan/atau jasa. Kepentingan fisik ini juga berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan jiwa. Kepentingan fisik konsumen ini harus diperhatikan oleh pelaku usaha.

2. Kepentingan sosial dan lingkungan.

Kepentingan sosial dan lingkungan konsumen adalah terwujudnya keinginan konsumen untuk memperoleh hasil yang optimal dari penggunaan sumbersumber ekonomi mereka dalam mendapatkan barang dan jasa yang merupakan kebutuhan hidup, sehingga konsumen memerlukan informasi yang benar mengenai produk yang mereka konsumen, sebab jika tidak maka akan terjadi gejolak sosial apabila konsumen mengkonsumsi produk yang tidak aman.

3. Kepentingan ekonomi.

Kepentingan ekonomi para pelaku usaha untuk mendapatkan laba yang sebesar-besarnya adalah sesuatu yang wajar, akan tetapi dayabeli konsumen juga harus dipertimbangkan dalam artian pelaku usaha jangan memikirkan keuntungan semata tanpa merinci biaya riil produksi atas suatu produk yang dihasilkan. 2. Kepentingan sosial dan lingkungan; 3. Kepentingan ekonomi.

4. Kepentingan perlindungan hukum.

Kepentingan hukum konsumen adalah akses terhadap keadilan (acces to justice), konsumen berhak untuk dilindungi dari perlakuan-perlakuan pelaku usaha yang merugikan.28

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.

Tujuan perlindungan konsumen disebutkan di dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen bertujuan:

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan atau jasa.

28

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hal. 6


(35)

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum.

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

6. Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

M. Ali Mansyur mengemukakan ada 4 (empat) alasan pokok mengapa konsumen perlu dilindungi, yaitu sebagai berikut :

1. Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut UUD 1945.

2. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari dampak negatif penggunaan teknologi.

3. Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang berarti juga untuk menjaga kesinambungan pembangunan nasional. 4. Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana

pembangunan yang bersumber dari masyarakat konsumen.29

M. Ali Mansyur mengatakan bahwa masing-masing undang-undang memiliki tujuan khusus.30

29

M. Ali Mansyur, Penegakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam Perwujudan Perlindungan Konsumen, Genta Press, Yogyakarta 2007, hal. 81

30Ibid, hal.83

Hal itu tampak dalam pengaturan pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang juga mengatur tujuan khusus perlindungan konsumen sekaligus membedakan tujuan umum. Rumusan tujuan perlindungan konsumen huruf a dan e mencerminkan tujuan


(36)

hukum mendapatkan keadilan. Sedangkan rumusan huruf a, b, termasuk c dan d serta huruf f mencerminkan tujuan hukum memberikan kemanfaatan, dan tujuan hukum khusus yang diarahkan untuk tujuan kepastian hukum tercermin dalam rumusan huruf d.

Pengelompokan ini tidak berlaku mutlak, oleh karena seperti yang dapat kita lihat dalam rumusan pada huruf a sampai dengan huruf f terdapat tujuan yang dapat dikualifikasi sebagai tujuan ganda. Kesulitan memenuhi ketiga tujuan hukum (umum) sekaligus sebagaimana dikemukakan sebelumnya, menjadikan sejumlah tujuan khusus dalam huruf a sampai dengan huruf f dari pasal 3 tersebut hanya dapat tercapai secara maksimal, apabila didukung oleh keseluruhan subsistem perlindungan yang diatur dalam undangundang ini, tanpa mengabaikan fasilitas penunjang dan kondisi masyarakat. Unsur masyarakat sebagaimana dikemukakan berhubungan dengan persoalan kesadaran hukum dan ketaatan hukum, yang seterusnya menentukan efektivitas Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sebagaimana dikemukakan oleh Achmad Ali bahwa kesadaran hukum, ketaatan hukum dan efektivitas perundang-undangan adalah tiga unsur yang saling berhubungan.31

31Ibid

hal.84

Agar tujuan hukum perlindungan konsumen ini dapat berjalan sebagaimana seperti yang telah dicita-citakan, hal ini harus diperkuat oleh kesatuan dari keseluruhan sub sistem yang terkandung dalam undang-undang perlindungan konsumen didukung oleh sarana dan fasilitas yang menunjang


(37)

D. Hak dan Kewajiban Konsumen/Pelaku Usaha 1. Hak dan Kewajiban Konsumen

Diberbagai negara seperti Amerika serikat, negara-negara Eropa dan Jepang, hak-hal konsumen pada umumnya telah dituangkan di dalam undang-undang seperti undang-undang-undang-undang jual beli, sewa menyewa, asuransi, pemberian kredit, pertanggung jawaban terhadap iklan dan perdagangan yang tidak wajar.

Secara konseptual mengenai hak-hak dan kewajiban konsumen dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 4 dan 5, dan hak-hak konsumen ini adalah hak-hak yang bersifat universal.

Pasal 4 Undang-undang No. 8 tahun 1999, menyatakan hak konsumen: 1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa.

2. Hak atas memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. 3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan atau jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.


(38)

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian jika barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal 5 undang-undang No. 8 Tahun 1999 menyatakan kewajiban konsumen.

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan jasa demi keamanan dan keselamatan.

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan jasa. 3. Membayar sesuai dengan nilai yang disepakati

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Berdasarkan hal tersebut maka masalah kenyamanan, keamanan dan keselamatan merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen. Sedangkan yang menjadi kewajiban dari konsumen adalah :

1. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa. 2. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian

atau pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan. 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.32

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen maka pelaku usaha memiliki hak :

32

Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2009, hal.17


(39)

1. Mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

2. Menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang dipergunakan.

3. Melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

4. Rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.33

Setiap membicarakan tentang perlindungan konsumen maka tidak dapat terlepas dari produsen atau pelaku usaha. Dalam kegiatan Bisnis antara pelaku usaha atau produsen dengan konsumen mempunyai suatu hubungan yang saling membutuhkan. Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh laba dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui pemenuhan produk kebutuhan terhadap produk-produk tertentu tanpa ada keluhan atau kerugian.

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memberi penjelasan tentang hak pelaku usaha yaitu:

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan jasa yang diperdagangkan.

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang bertindak tidak baik.

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan.

33


(40)

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memberi penjelasan tentang kewajiban pelaku usaha yaitu:

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

4. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa yang berlaku.

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan mencoba barang dan atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau garansi atas barang yang dibuat dan atau di perdagangkan.

6. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian.

Sebagai konsekuensi dari hak konsumen yang telah diuraikan maka pelaku usaha dibebankan kewajiban :

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar, jujur serta tidak diskriminatif.

4. Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan jasa yang berlaku.


(41)

5. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang dan jasa serta memberi jaminan atas barang yang dibuat atau diperdagangkan.

6. Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantian kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan.34

Perkembangan globalisasi ekonomi dimana arus barang dan jasa tidak lagi mengenal batas Negara membuat timbul berbagai permasalahan, antara lain kemungkinan penerapan product liability dalam doktrin perbuatan melawan hukum.

Akibat dari permasalah ini adalah bagaimana tanggungjawab pelaku usaha terhadap pemakai/konsumen dari produknya. Produsen/pelaku usaha dibebani kewajiban untuk membuktikan ketidaklalaiannya, maka ia harus memikul resiko kerugian yang dialami pihak lain dalam hal ini konsumen yang telah mengkonsumsi/menggunakan produknya.35

Akibat kemudahan di dalam memperoleh barang dan jasa maka mulai timbul sikap yang konsumtif dari sebagian masyarakat. Ditambah lagi masyarakat yang kurang memiliki kesadaran akan hak-haknya sebagai akibat dari rendahnya Konsumen dan pelaku usaha adalah ibarat sekeping uang logam dengan dua sisi yang berbeda. Konsumen membutuhkan barang/jasa hasil kegiatan pelaku usaha, tetapi kegiatan pelaku usaha itu mubazir jika tidak ada konsumen yang membeli barang/jasa yang dihasilkannya.

Pembangunan diasumsikan banyak memberikan manfaat yang cukup besar didalam lingkungan sosial dan keadaan mental masyarakat. Disamping segi positifnya ternyata juga memiliki segi negatif yang harus diperhitungkan terhadap perkembangan masyarakat.

34

Shidarta., Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Grasindo, Jakarta, 2000, hal. 28

35


(42)

tingkat pendidikan merupakan sasaran yang empuk bagi para pelaku usaha yang nakal.

Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk lebih dari 210 juta jiwa merupakan pasar yang sangat potensial bagi pelaku usaha guna memasarkan barang/jasa yang dihasilkannya.

Era globalisasi mendatangkan masalah lain yaitu perlunya pengaturan norma-norma perlindungan konsumen. Indonesia diaktegorikan terlambat di dalam norma-norma perlindungan konsumen meskipun pengaturan perlindungan konsumen sendiri sudah ada akan tetapi tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan.

Era globalisasi menghendaki semua brang dan jasa bebas masuk ke dalam negara dan juga sebaliknya. Jadi tidak ada batas wilayah. Norma-norma hukum perlindungan konsumen Indonesia apakah sudah mengatur mengenai peraturan pengaduan mengenai barang impor. Jadi diperlukan suatu harmonisasi peraturan mengenai perlindungan konsumen apabila timbul kerugian terhadap konsumen.

Undang-undang perlindungan konsumen membuat dunia usaha berpacu untuk meningkatkan kualitas produk barang dan jasa yang dihasilkannya sehingga memiliki keunggulan kopetitif baik didalam maupun diluar negeri.

Untuk mewujudkan sistem hukum perlindungan yang baik, diperlukan beberapa prinsip perlindungan konsumen yaitu:

1. Hukum perlindungan konsumen harus adil bagi konsumen maupun pelaku usaha, jadi tidak hanya membebani pelaku usaha dengan tanggungjawab, tetapi juga melindungi hak-haknya untuk melakukan usaha dengan jujur.

2. Aparat pelaksana hukumnya harus dibekali dengan sarana yang memadai dan disertai dengan tanggungjawab.


(43)

3. Peningkatan kesadaran konsumen akan hak-haknya, dan

4. Mengubah sistem nilai dalam masyarakat ke arah sikap tindak yang mendukung perlindungan konsumen.36

Peningkatan terhadap perlindungan konsumen dengan menerapkan dan melaksanakan peraturan yang berhubungan sehingga merupakan suatu kesatuan yang integratif dan komprehensif sehingga dapat diterapkan secara efektif di tengah-tengah masyarakat. Sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia secara menyeluruh.

36

Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen Dan Instument-Instrumennya, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung,2000, hal.30


(44)

BAB III

TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PENGGUNA

JASATELEPON SELULER

A. Penggunaan Telepon Seluler sebagai Salah Satu Alat Telekomunikasi.

Manusia adalah mahkluk sosial, sehingga manusia tidak akan pernah terlepas dari manusia lain. Setiap manusia pasti membutuhkan komunikasi dengan manusia lain. Untuk berkomunikasi manusia membutuhkan bahasa. Bahasa sebagai alat untuk berinteraksi antar manusia dalam masyarakat memiliki sifat sosial yaitu pemakaian bahasa digunakan oleh setiap lapisan masyarakat. Bahasa bukan individual yang hanya dapat dipakai dan dipahami oleh penutur saja, tetapi pemakaian bahasa akan lebih tepat bila antara penutur dan mitra tutur saling memahami makna tutur. Dalam hal ini bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi.37

Agar komunikasi yang terjalin dapat berjalan dengan baik manusia memerlukan media atau alat berkomunikasi, misalnya media telepon seluler

(handphone). Telepon seluler (handphone) merupakan salah satu media komunikasi yang bisa digunakan secara lisan dan tulisan.38

Telepon seluler (handphone) digunakan untuk berbicara secara langsung, yang berarti menggunakan bahasa lisan. Sedangkan untuk bahasa tulis, telepon seluler (handphone) bisa digunakan untuk mengirim pesan singkat yang biasa disebut Short Message Service (SMS).

Antara orang satu dengan lainnya bisa berkomunikasi langsung walaupun tidak dalam satu tempat.

39

37

Rafael Maran Raga, Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hal.51.

38

Dwi Pudyastuti, Handphone sebagai alat komunikasi, http://benarnggak.com, Diakses Pada Hari Selasa, Tanggal 24 Maret 2015, Pukul 13.55 Wib


(45)

Handphone atau disebut pula adalah perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon konvensional saluran tetap, namun dapat dibawa ke mana-mana (portable, mobile) dan tidak perlu disambungkan dengan jaringan telepon menggunakan kabel (nirkabel; wireless). Saat ini Indonesia mempunyai dua jaringan telepon nirkabel yaitu sistem GSM (Global System for Mobile Telecommunications) dan sistem CDMA (Code Division Multiple Access). Badan yang mengatur telekomunikasi seluler Indonesia adalah Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI). Bervariasi juga penyedia layanan (provider) jaringan seperti CDMA dengan Fleksi, Fren, Esia dan jaringan GSM seperti Telkomsel, Three, Indosat, XL.40

Sejarah handphone, ternyata sudah ada dari jaman penjajahan, yaitu kira-kira tahun 1947 di Amerika dan Eropa. Pada tahun 1910 adalah cikal bakal telepon seluler yang ditemukan oleh Lars Magnus Ericsson, yang merupakan pendiri perusahaan Ericsson yang kini dikenal dengan perusahaan Sony Ericsson.41

Perkembangan jenis handphone semakin hari semakin meningkat. Mulai dari fasilitas yang disediakan sampai bentuknya. Perkembangan pesat dalam dunia sistem komunikasi tentunya akan mengubah pola komunikasi yang terjadi dimasyarakat selama ini. Komunikasi seluler hanyalah salah satu dari sekian banyak layanan yang dimungkinkan karena adanya pengintegrasian komunikasi dengan komputer. Di Amerika Serikat, sistem-sistem pemutaran nomor telepon telah dikomputerisasi sejak tahun 1960-an, namun hal ini tidak dipergunakan

40Ibid


(46)

sampai perusahaan telekomunikasi AT & T bubar dua dekade kemudian dan perusahaan-perusahaan telepon mulai menerapkan cara baru dan berbeda dalam memutar nomor telepon.42

Teknologi ini mulai digunakan tahun 1970 yang diawali dengan penggunaan mikroprosesor untuk teknologi komunikasi. Dan pada tahun 1971, jaringan handphone pertama dibuka di Finlandia bernama ARP. Menyusul kemudian NMT di Skandinavia pada tahun 1981 dan AMPS pada tahun 1983. 43

Pada tahun 1993, sudah ada 36 jaringan GSM di 22 negara. Keunikan GSM dibanding generasi pertama adalah layanan SMS. SMS atau Short Message Service adalah layanan dua arah untuk mengirim pesan pendek sebanyak 160 karakter. GSM yang saat ini digunakan sudah memasuki fase II. Setelah 2G, lahirlah generasi 2,5 G yang merupakan versi lebih baik dari generasi kedua. Penggunaan teknologi analog pada generasi pertama menyebabkan banyak keterbatasan yang dimiliki seperti kapasitas trafik yang kecil, jumlah pelanggan yang dapat ditampung dalam satu sel sedikit, dan penggunaan spektrum frekuensi yang boros.

Sejarah GSM diawali dengan diadakannya konferensi pos dan telegraf di Eropa pada tahun 1982. Konferensi ini membentuk suatu study group yang bernama Groupe Special Mobile (GSM) untuk mempelajari dan mengembangkan sistem komunikasi publik di Eropa. Pada tahun 1989, tugas ini diserahkan kepada

European Telecommunication Standards Institute (ETSI) dan GSM fase I diluncurkan pada pertengahan tahun 1991.

42

Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2005, hal.17 43Ibid


(47)

Generasi 2,5 ini mempunyai kemampuan transfer data yang lebih cepat. Yang terkenal dari generasi ini adalah GPRS (General Packet Radio Service) dan EDGE.

Perkembangan teknologi informasi dan globalisasi yang begitu pesat, menyebabkan masyarakat cenderung menjadikan alat komunikasi sebagai kebutuhan pokoknya, sehingga permintaan akan produk telekomunikasi pun ikut meningkat. Mulai dari internet kemudian disusul dengan teknologi telepon seluler yang begitu cepat dan canggih sehingga setiap orang tertarik untuk memiliki.

Telepon selular atau handphone (HP) adalah perangkat elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan konvensional saluran tetap, namun dapat dibawa ke mana-mana (portabel mobile) dan tidak perlu disambungkan dengan jaringan telepon menggunaka (nirkabel, wireless). Saat ini Indonesia mempunyai dua jaringan telepon nirkabel

yaitu siste

.44

Penggunaan telepon seluler tidak lagi menjadi sesuatu yang eksklusif dikalangan masyarakat. Telepon seluler tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi. Hal yang lebih penting dari hal itu, telepon seluler telah menjadi pendukung gaya hidup (life style) mulai dari anak-anak sampai orang tua. Hal ini dikarenakan harga telepon seluler yang semakin murah.45

44

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Telekomunikasi, Diakses Pada Hari Selasa, Tanggal 24 Maret 2015, Pukul 13.55 Wib

45

http://duniatelekomunikasi.wordpress.com/2008/03/23/telekomunikasi-sebuah-definisi/ Diakses Pada Hari Selasa, Tanggal 24 Maret 2015, Pukul 13.55 Wib.


(48)

B. Pengaturan Hukum tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Kerangka kerja untuk industri telekomunikasi terdiri dari Undang-undang tertentu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri yang dikeluarkan dan diberlakukan dari waktu ke waktu. Kebijakan telekomunikasi pertama kali diformulasikan dan diartikulasikan dalam ”Cetak Biru Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Telekomunikasi” yang termaktub dalam Keputusan Menteri Perhubungan KM.72/1999 tanggal 17 September 1999.46

Secara umum sektor telekomunikasi diatur melalui Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi yang berlaku sejak 8 September 2000. Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi menetapkan panduan dalam reformasi industri, termasuk liberalisasi industri, memfasilitasi masuknya pemain baru dan meningkatkan transparansi dan kompetisi.47

Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi menghapuskan konsep badan penyelenggara sehingga mengakhiri tanggung jawab kami dan Indosat sebagai badan penyelenggara untuk melakukan koordinasi layanan telekomunikasi dalam negeri dan internasional.48

46

Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran, dan Teknologi Informasi: Regulasi dan Konvergensi, Refika Aditama, Bandung, 2010, hal.24

47Ibid , hal.25 48Ibid

Dalam rangka meningkatkan persaingan, Undang-undang Telekomunikasi melarang praktik monopolistik dan persaingan tidak sehat antar sesama operator telekomunikasi.

Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi telah diimplementasikan melalui berbagai Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri. Beberapa peraturan teknis yang fundamental diantaranya adalah:


(49)

1. Peraturan Pemerintah No.52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

2. Peraturan Menkominfo No.1/PER/M.KOMINFO/01/2010 tertanggal 25 Januari 2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi.Keputusan Menteri Perhubungan No.KM.21/2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.31/PER/M.KOMINFO/09/2008 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Menteri Perhubungan No.KM.21/2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.

3. Keputusan Menteri Perhubungan No.KM.33/ 2004 tentang Pengawasan Kompetisi yang Sehat dalam Penyelenggaraan Jaringan Tetap dan Penyelenggaraan Jasa Telepon Dasar.

4. Keputusan Menteri Perhubungan No.KM.4/2001 tertanggal 16 Januari 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 Pembangunan Telekomunikasi Nasional sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.09/PER/M.KOMINFO/06/2010 tertanggal 9 Juni 2010 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Menteri Perhubungan No.KM.4/2001 tentang Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 Pembangunan Telekomunikasi Nasional.49

Pada bulan Februari 2005, kewenangan untuk mengatur industri telekomunikasi beralih dari Departemen Perhubungan ke kementerian yang baru terbentuk yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika. Berdasarkan kewenangan yang diamanatkan dalam Undang-undang Telekomunikasi. Menteri Komunikasi dan Informatika melaksanakan fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian industri telekomunikasi di Indonesia.50

49Ibid

, hal.31 50Ibid

, hal.33.

Pada 28 Oktober 2010, Menkominfo melakukan reformasi organisasi dan tata kerja termasuk mengalihkan kewenangan perizinan dan otoritas pengaturan kepada dua direktorat jenderal baru, yaitu Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika dan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, sesuai Peraturan Menkominfo No.17/PER/M.KOMINFO/10/2010


(50)

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika. Menyusul reformasi tersebut, dilakukan penyesuaian melalui Peraturan Menkominfo No.15/PER/M.KOMINFO/06/2011 tertanggal 20 Juni 2011 tentang Penyesuaian Kata Sebutan pada Sejumlah Keputusan dan/atau Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika yang Mengatur Materi Muatan Khusus di Bidang Pos dan Telekomunikasi serta Keputusan dan/atau Peraturan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi sehingga hal-hal yang terkait dengan materi muatan khusus bidang pos dan telekomunikasi beralih kepada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informasi antara lain perizinan, penomoran, interkoneksi, kewajiban pelayanan universal dan persaingan usaha.51

Sesuai Peraturan Menkominfo No.36/2008, BRTI mempunyai kewenangan mengatur industri telekomunikasi di Indonesia termasuk penyediaan

Adapun hal-hal terkait spektrum frekuensi radio dan standarisasi alat dan perangkat telekomunikasi beralih ke Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika.

Menyusul pemberlakuan Undang-undang Telekomunikasi, Kementerian Perhubungan membentuk badan regulasi sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Perhubungan No.KM.31 Tahun 2003 tertanggal 11 Juli 2003 tentang Penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia yang kemudian dicabut dengan Peraturan Menkominfo No.36/PER/M.KOMINFO/10/2008 tertanggal 31 Oktober 2008 tentang hal yang sama (kemudian diubah dengan Peraturan Menkominfo No.01/PER/M.KOMINFO/02/2011 tertanggal 7 Februari 2011).

51Ibid.


(51)

jaringan dan jasa telekomunikasi. BRTI yang diketuai oleh Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informasi ini terdiri dari sembilan anggota, yaitu enam dari elemen masyarakat dan tiga dari lembaga pemerintah (Dirjen SDPPI dan Dirjen PPI serta wakil Pemerintah ketiga ditunjuk oleh Menkominfo).

Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi membagi penyelenggaraan telekomunikasi ke dalam tiga kategori, yaitu:

1. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi. 2. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi. 3. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus.52

Setiap penyelenggaraan telekomunikasi harus memiliki izin yang diterbitkan oleh Menkominfo. Peraturan Menkominfo No.1/2010 dan Keputusan Menteri Perhubungan No.KM21/2001 tertanggal 31 Mei 2001 tentang Penyelenggaraan Layanan Telekomunikasi (diubah dengan Peraturan Menkominfo No.31/PER/M.KOMINFO/09/2008 tertanggal 9 September 2008) adalah peraturan pelaksanaan dasar yang mengatur perizinan.

Layanan telekomunikasi seluler di wilayah Indonesia dilakukan melalui spektrum pita frekuensi radio 1,8 GHz (teknologi DCS), 2,1 GHz (teknologi UMTS) dan 900 MHz (teknologi GSM dan UMTS).53

52Ibid.

hal.38 53Ibid.

hal.39

Dalam pelaksanaannya, Kementrian Komunikasi dan Informatika yang mengatur penggunaan dan pengalokasian pita spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan jaringan bergerak seluler. Telkomsel telah mendapatkan alokasi


(52)

frekuensi untuk penyelenggaraan layanan seluler pada pita frekuensi 900 MHz, 1.8 GHz dan 2.1GHz. Untuk pengalokasian pita spektrum frekuensi radio 2.1 GHz, pada tahun 2006 pemerintah mengalokasikannya melalui proses tender untuk alokasi sebesar 5 MHz, sedangkan untuk alokasi pita spektrum radio tambahannya dilakokasikan melalui mekanisme evaluasi pada tahun 2009 dan seleksi pada tahun 2013 dimana masing-masing penambahannya adalah sebesar 5 MHz. Adapun penetapan pengalokasian pita spectrum frekuensi radio 2.1 GHz diatur dalam beberapa peraturan sebagai berikut:54

1. Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No.19/KEP/M. KOMINFO/2/2006 tertanggal 14 Februari tentang Penetapan pemenang seleksi penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler IMT-2000 pada Pita Frekuensi Radio 2,1 GHz.

2. Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No.268/KEP/M.KOMINFO/ 9/2009 tentang Penatapan Alokasi Tambahan Blok Pita Frekuensi Radio, Besaran Tarif dan Skema Pembayaran Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Bagi Penyelenggara Jaringan Bergerak Seluler IMT-2000 Pada Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz

3. Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No.191 Tahun 2013 tentang Penetapan PT Telekomunikasi Selular Sebagai Pemenang Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio Tambahan Pada Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler IMT-2000.

54Ibid.


(1)

H. Analisis Putusan

Berdasarkan kasus di atas jelaslah bahwa perbuatan Termohon Kasasi/Tergugat selaku pelaku usaha telah melakukan perbuatan yang bertentangan dan melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, telah mengandung kesalahankesalahan, kekeliruan dan tidak benar dalam memberikan Pertimbangan-Pertimbangan, yaitu Tidak Ada Perbuatan Termohon Kasasi/ Tergugat yang melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tentang Perlindungan Konsumen. Dengan demikian karena pemblokiran yang dilakukan oleh Tergugat atar kartu Halo milik Penggugat No. 0811969697 adalah merupakan konsekuensi dari pelaksanaan/isi perjanjinan yang disepakati oleh Penggugat dan Tergugat, maka artinya Tergugat telah melaksanakan perjanjian dengan benar sesuai yang sudah disepakati bersama, maka oleh karena itu tidak ada perbuatan yang dilanggar dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Penggugat dalam kasus ini tidak dapat membuktikan dalil gugatannya, gugatan Penggugat tidak memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata. Penggugat tidak dapat mendasarkan dalilnya (Tergugat telah wanprestasi), yang dilakukan Tergugat hanya pada formulir layanan pelanggan. Formulir layanan pelanggan tersebut adalah merupakan perjanjian yang sudah disepakati oleh Penggugat dan Tergugat, maka dengan lalainya Penggugat membayar tagihan, maka telah memberi Hak kepada Tergugat untuk memblokir Kartu Halo milik Penggugat dan hal ini bukan wanprestasi.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Pertanggungjawaban penyedia jasa telekomunikasi atas ketidakpuasan konsumen pengguna telepon seluler pada umumnya berkaitan dengan tanggung jawab atas produk yang cacat seperti kartu tidak dapat digunakan, dan tanggung jawab pelayanan seperti pulsa hilang yang bukan disebabkan oleh kelalaian pengguna, dan janji produsen seperti yang tertera dalam iklan. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan atau kelalaian dalam perkara atau kasus tersebut, menjadi beban dan tanggung jawab pelaku usaha atau penyedia jasa telekomunikasi.

2. Perlindungan hukum terhadap pengguna jasa telepon seluler atas tindakan pelaku usaha yang tidak beritikad baik mengacu pada landasan normatif yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan hukum kontrak, dimana dalam hal ini pihak penyedia jasa layanan telepon seluler perlu memperhatikan penegakan terhadap hak-hak konsumen berupa hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, serta terhadap hak-hak konsumen berupa klausul baku yang telah tersedia dalam kontrak berlangganan.

3. Pertimbangan hukum hakim terhadap gugatan konsumen akibat itikad buruk layanan jasa telekomunikasi adalah tidak terbukti sebab perbuatan pemblokiran yang dilakukan perusahaan jasa telekomunikasi merupakan


(3)

sesuatu yang diperjanjikan dan disepakati oleh kedua belah pihak, sehingga konsumen yang telah lalai membayar tagihan pembayaran kartu Halo telah memberi hak kepada perusahaan jasa telekomunikasi untuk melakukan pemblokiran, dan hal tersebut bukanlah merupakan perbuatan wanprestasi.

B. Saran.

1. Diharapkan kepada PT.Telkomsel sebagai penyedia jasa telekomunikasi dapat memperhatikan hak-hak konsumen dalam mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya mengenai layanan yang digunakannya maupun dari segi tariff pemakaiannya. Selain itu, diharapkan pula kepada PT.Telkomsel dalam pembuatan kontrak berlangganan, tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

2. Kepada pelanggan (konsumen) juga diharapkan agar lebih kritis membaca kontrak berlangganan, sehingga mengetahui hak-haknya sebagai pelanggan.

3. Agar PT. Telkomsel terus meningkatkan kualitas layanannya, memberikan pelayanan yang terbaik untuk pelanggannya, mendengarkan keluhan-keluhan pelanggan dengan baik, serta mencari solusi dan menyelusaikan keluhan tersebut, terus melakukan inovasi-inovasi baru dalam rangka mendukung perkembangan telekomunikasi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Badrulzaman. Mariam Darus , Kompilasi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 2010.

Barkatullah, Abdul Halim, Hak-hak Konsumen, Bandung, Nusa Media, Badung, 2009.

Budhijanto, Danrivanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran, dan Teknologi

Informasi: Regulasi dan Konvergensi, Refika Aditama, Bandung, 2010

Hartono, Sri Rejeki, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2000.

HS, Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2003

Kristiyanti, Celina Tri Siwi, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2008

Makarim, Edmon, Kompilasi Hukum Telematika, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004

Mansyur, M. Ali, Penegakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam

Perwujudan Perlindungan Konsumen, Genta Press, Yogyakarta 2007

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak (Perancangan Kontrak), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007

Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004

Nasution, Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008.

Nasution. Az. Hukum Perindungan Konsumen Suatu Pengantar. Daya Widya, Jakarta, 2008.


(5)

Patrik, Purwahid, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 2009 Raga, Rafael Maran, Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya

Dasar, Rineka Cipta, Jakarta, 2000

Sidabalok, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010.

Sidharta., Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Grasindo, Jakarta, 2000.

Sjahputra, Imam, Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik, Alumni, Bandung, 2010

Sofie, Yusuf, Perlindungan Konsumen Dan Instrumen-Instrumennya, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001.

Soekanto. Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2004

Sudaryatmo., Hukum dan Advokasi Konsumen, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2009

Sunggono. Bambang, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2003

Susilo. Zumrotin K., Penyambung Lidah Konsumen, YLKI, Jakarta, 2001

Syawali, Husni dan Neni Sri Imaniyati. Hukum Perlindungan Konsumen. Mandar Madju, Bandung, 2000.

B. Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Penghimpun oleh Solahuddin, Cet.1, Visimedia, Jakarta, 2008.

Indonesia, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999. LN No. 42 Tahun 1999, TLN No. 3821.

Indonesia, Undang-Undang Telekomunikasi, UU N0.36 Tahun 1999. LN No. 154 Tahun 1999, TLN No. 3881..


(6)

C. Internet/Majalah

Desy Saputra, http://www.antaranews.com/berita/302689/ribuan-pemakai-ponsel-gantioperator, Pada Hari Selasa, Tanggal 24 Maret 2015, Pukul 13.55 Wib.

Dwi Pudyastuti, Handphone sebagai alat komunikasi, http://benarnggak.com, Diakses Pada Hari Selasa, Tanggal 24 Maret 2015, Pukul 13.55 Wib. Endrawati, Netty, Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon

Seluler, Jurnal Ilmu Hukum, Mizan, Volume 1, Nomor 1, Juni 2012

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Telekomunikasi, Diakses Pada Hari Selasa, Tanggal 24 Maret 2015, Pukul 13.55 Wib.

http://duniatelekomunikasi.wordpress.com/2008/03/23/telekomunikasi-sebuah-definisi/ Diakses Pada Hari Selasa, Tanggal 24 Maret 2015, Pukul 13.55 Wib.

http://jhonzhutauruk.wordpress.com/ 2012/07/30/ keluhan-pelanggan-telkomsel/ Pada Hari Selasa, Tanggal 24 Maret 2015, Pukul 13.55 Wib.

http://forum.detik.com/keluhan-internet-pelanngan-3-trie-t229614p2. html, Pada Hari Selasa, Tanggal 24 Maret 2015, Pukul 13.55 Wib.

http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/08/22/sampaikanlah-walau-satu-sms bercermin- dari-putusnya-koneksi-smartfren-pada-maret-2013-586296., Pada Hari Selasa, Tanggal 24 Maret 2015, Pukul 13.55 Wib.

Mahyudanil Lubis, Pentingnya Menjaga dan Meningkatkan Kualitas Jasa dan

Layanan, melalui http://mahyudanil-lubis.blogspot.com, Diakses Pada


Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Perjanjian Keagenen (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2363 K/Pdt/2011)

2 82 81

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Berkaitan Dengan Itikad Buruk Dari Perusahaan Asuransi Jiwa (Studi Kasus pada Putusan Mahkamah Agung No. 560 K/Pdt.Sus/2012)

6 139 135

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG MENGABULKAN PERMOHONAN KASASI PT TELEKOMUNIKASI SELULER ATAS PUTUSAN PAILIT PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 704 K/Pdt.Sus/2012).

0 2 16

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha. - Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

0 0 12

Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

0 0 8

BAB II RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN KONSUMEN DITINJAU DARI UU NO. 8 TAHUN 1999 - Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Berkaitan Dengan Itikad Buruk Dari Perusahaan Asuransi Jiwa (Studi Kasus pada Putusan Mahkamah Agung No. 560 K/Pdt.Sus/2012)

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Berkaitan Dengan Itikad Buruk Dari Perusahaan Asuransi Jiwa (Studi Kasus pada Putusan Mahkamah Agung No. 560 K/Pdt.Sus/2012)

0 0 16

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN BERKAITAN DENGAN ITIKAD BURUK DARI PERUSAHAAN ASURANSI JIWA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 560 KPDT.SUS2012)

0 2 10