Pengaturan Hukum tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

B. Pengaturan Hukum tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Kerangka kerja untuk industri telekomunikasi terdiri dari Undang-undang tertentu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri yang dikeluarkan dan diberlakukan dari waktu ke waktu. Kebijakan telekomunikasi pertama kali diformulasikan dan diartikulasikan dalam ”Cetak Biru Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Telekomunikasi” yang termaktub dalam Keputusan Menteri Perhubungan KM.721999 tanggal 17 September 1999. 46 Secara umum sektor telekomunikasi diatur melalui Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi yang berlaku sejak 8 September 2000. Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi menetapkan panduan dalam reformasi industri, termasuk liberalisasi industri, memfasilitasi masuknya pemain baru dan meningkatkan transparansi dan kompetisi. 47 Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi menghapuskan konsep badan penyelenggara sehingga mengakhiri tanggung jawab kami dan Indosat sebagai badan penyelenggara untuk melakukan koordinasi layanan telekomunikasi dalam negeri dan internasional. 48 46 Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran, dan Teknologi Informasi: Regulasi dan Konvergensi, Refika Aditama, Bandung, 2010, hal.24 47 Ibid, hal.25 48 Ibid Dalam rangka meningkatkan persaingan, Undang-undang Telekomunikasi melarang praktik monopolistik dan persaingan tidak sehat antar sesama operator telekomunikasi. Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi telah diimplementasikan melalui berbagai Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri. Beberapa peraturan teknis yang fundamental diantaranya adalah: 1. Peraturan Pemerintah No.522000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. 2. Peraturan Menkominfo No.1PERM.KOMINFO012010 tertanggal 25 Januari 2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi.Keputusan Menteri Perhubungan No.KM.212001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.31PERM.KOMINFO092008 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Menteri Perhubungan No.KM.212001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi. 3. Keputusan Menteri Perhubungan No.KM.33 2004 tentang Pengawasan Kompetisi yang Sehat dalam Penyelenggaraan Jaringan Tetap dan Penyelenggaraan Jasa Telepon Dasar. 4. Keputusan Menteri Perhubungan No.KM.42001 tertanggal 16 Januari 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 Pembangunan Telekomunikasi Nasional sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.09PERM.KOMINFO062010 tertanggal 9 Juni 2010 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Menteri Perhubungan No.KM.42001 tentang Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 Pembangunan Telekomunikasi Nasional. 49 Pada bulan Februari 2005, kewenangan untuk mengatur industri telekomunikasi beralih dari Departemen Perhubungan ke kementerian yang baru terbentuk yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika. Berdasarkan kewenangan yang diamanatkan dalam Undang-undang Telekomunikasi. Menteri Komunikasi dan Informatika melaksanakan fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian industri telekomunikasi di Indonesia. 50 49 Ibid, hal.31 50 Ibid, hal.33. Pada 28 Oktober 2010, Menkominfo melakukan reformasi organisasi dan tata kerja termasuk mengalihkan kewenangan perizinan dan otoritas pengaturan kepada dua direktorat jenderal baru, yaitu Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika dan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, sesuai Peraturan Menkominfo No.17PERM.KOMINFO102010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika. Menyusul reformasi tersebut, dilakukan penyesuaian melalui Peraturan Menkominfo No.15PERM.KOMINFO062011 tertanggal 20 Juni 2011 tentang Penyesuaian Kata Sebutan pada Sejumlah Keputusan danatau Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika yang Mengatur Materi Muatan Khusus di Bidang Pos dan Telekomunikasi serta Keputusan danatau Peraturan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi sehingga hal-hal yang terkait dengan materi muatan khusus bidang pos dan telekomunikasi beralih kepada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informasi antara lain perizinan, penomoran, interkoneksi, kewajiban pelayanan universal dan persaingan usaha. 51 Sesuai Peraturan Menkominfo No.362008, BRTI mempunyai kewenangan mengatur industri telekomunikasi di Indonesia termasuk penyediaan Adapun hal- hal terkait spektrum frekuensi radio dan standarisasi alat dan perangkat telekomunikasi beralih ke Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika. Menyusul pemberlakuan Undang-undang Telekomunikasi, Kementerian Perhubungan membentuk badan regulasi sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Perhubungan No.KM.31 Tahun 2003 tertanggal 11 Juli 2003 tentang Penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia yang kemudian dicabut dengan Peraturan Menkominfo No.36PERM.KOMINFO102008 tertanggal 31 Oktober 2008 tentang hal yang sama kemudian diubah dengan Peraturan Menkominfo No.01PERM.KOMINFO022011 tertanggal 7 Februari 2011. 51 Ibid. hal.34 jaringan dan jasa telekomunikasi. BRTI yang diketuai oleh Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informasi ini terdiri dari sembilan anggota, yaitu enam dari elemen masyarakat dan tiga dari lembaga pemerintah Dirjen SDPPI dan Dirjen PPI serta wakil Pemerintah ketiga ditunjuk oleh Menkominfo. Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi membagi penyelenggaraan telekomunikasi ke dalam tiga kategori, yaitu: 1. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi. 2. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi. 3. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus. 52 Setiap penyelenggaraan telekomunikasi harus memiliki izin yang diterbitkan oleh Menkominfo. Peraturan Menkominfo No.12010 dan Keputusan Menteri Perhubungan No.KM212001 tertanggal 31 Mei 2001 tentang Penyelenggaraan Layanan Telekomunikasi diubah dengan Peraturan Menkominfo No.31PERM.KOMINFO092008 tertanggal 9 September 2008 adalah peraturan pelaksanaan dasar yang mengatur perizinan. Layanan telekomunikasi seluler di wilayah Indonesia dilakukan melalui spektrum pita frekuensi radio 1,8 GHz teknologi DCS, 2,1 GHz teknologi UMTS dan 900 MHz teknologi GSM dan UMTS. 53 52 Ibid. hal.38 53 Ibid. hal.39 Dalam pelaksanaannya, Kementrian Komunikasi dan Informatika yang mengatur penggunaan dan pengalokasian pita spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan jaringan bergerak seluler. Telkomsel telah mendapatkan alokasi frekuensi untuk penyelenggaraan layanan seluler pada pita frekuensi 900 MHz, 1.8 GHz dan 2.1GHz. Untuk pengalokasian pita spektrum frekuensi radio 2.1 GHz, pada tahun 2006 pemerintah mengalokasikannya melalui proses tender untuk alokasi sebesar 5 MHz, sedangkan untuk alokasi pita spektrum radio tambahannya dilakokasikan melalui mekanisme evaluasi pada tahun 2009 dan seleksi pada tahun 2013 dimana masing-masing penambahannya adalah sebesar 5 MHz. Adapun penetapan pengalokasian pita spectrum frekuensi radio 2.1 GHz diatur dalam beberapa peraturan sebagai berikut: 54 1. Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No.19KEPM. KOMINFO22006 tertanggal 14 Februari tentang Penetapan pemenang seleksi penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler IMT-2000 pada Pita Frekuensi Radio 2,1 GHz. 2. Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No.268KEPM.KOMINFO 92009 tentang Penatapan Alokasi Tambahan Blok Pita Frekuensi Radio, Besaran Tarif dan Skema Pembayaran Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Bagi Penyelenggara Jaringan Bergerak Seluler IMT-2000 Pada Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz 3. Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No.191 Tahun 2013 tentang Penetapan PT Telekomunikasi Selular Sebagai Pemenang Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio Tambahan Pada Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler IMT-2000. 54 Ibid. hal.42.

C. Penyelenggaraan Perjanjian Pengguna Jasa Telepon Seluler oleh

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Perjanjian Keagenen (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2363 K/Pdt/2011)

2 82 81

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Berkaitan Dengan Itikad Buruk Dari Perusahaan Asuransi Jiwa (Studi Kasus pada Putusan Mahkamah Agung No. 560 K/Pdt.Sus/2012)

6 139 135

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG MENGABULKAN PERMOHONAN KASASI PT TELEKOMUNIKASI SELULER ATAS PUTUSAN PAILIT PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 704 K/Pdt.Sus/2012).

0 2 16

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha. - Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

0 0 12

Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

0 0 8

BAB II RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN KONSUMEN DITINJAU DARI UU NO. 8 TAHUN 1999 - Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Berkaitan Dengan Itikad Buruk Dari Perusahaan Asuransi Jiwa (Studi Kasus pada Putusan Mahkamah Agung No. 560 K/Pdt.Sus/2012)

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Berkaitan Dengan Itikad Buruk Dari Perusahaan Asuransi Jiwa (Studi Kasus pada Putusan Mahkamah Agung No. 560 K/Pdt.Sus/2012)

0 0 16

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN BERKAITAN DENGAN ITIKAD BURUK DARI PERUSAHAAN ASURANSI JIWA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 560 KPDT.SUS2012)

0 2 10