D. Perlindungan Terhadap Konsumen sebagai Pengguna Telepon Seluler.
Perkembangan sarana telekomunikasi dewasa ini semakin pesat sehingg manusia dalam berkomunikasi dihadapkan pada berbagai pilihan yang seakan
tanpabatas. Dalam berkomunikasi manusia beberapa dekade sebelum tahun 90-an hanya mengenal telepon kabel dalam berkomunikasi. Kemudian di era milenium
sekarang ini juga dikenal adanya berbagai jenis telepon seluler yang dapat menjadi sarana telekomunikasi yang dapat dibawa kemana saja. Telepon seluler
atau yang lebih populer disebut dengan istilah handphone,
64
64
Mahyudanil Lubis, Pentingnya Menjaga dan Meningkatkan Kualitas Jasa dan Layanan, melalui http:mahyudanil-lubis.blogspot.com, Diakses Pada Hari Selasa, Tanggal 24
Maret 2015, Pukul 13.55 Wib.
merupakan salah satu dari sekian banyak jenis produk elektronika yang menjadi primadona sebagai
sarana telekomunikasi di Indonesia. Dengan dikenalnya telepon seluler atau handphone sebagai salah satu
sarana telekomunikasi ini selanjutnya bermunculan operator jasa telekomunikasi yang dapat menjadi pilihan masyarakat pengguna jasa operator seluler telepon
seluler atau handphone. Dengan kemajuan dunia perdagangan dan perkembangan ilmu dan teknologi tersebut kemudian dalam praktek dikenal pula berbagai
macam perjanjian, salah satu diantaranya adalah perjanjian jasa telepon seluler atau perjanjian berlangganan jasa telekomunikasi seluler. Kondisi ini didukung
dengan globalisasi dan perdagangan bebas serta kemajuan teknologi telekomunikasi yang dapat memperluas ruang gerak arus transaksi barang
danatau jasa.
Dengan demikian, di satu pihak kondisi bermanfaat bagi konsumen karena kebutuhan terpenuhi dan adanya kebebasan untuk memilih aneka jenis dan
kualitas barang danatau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Akan tetapi disisi lain, dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan
konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah, yang menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-
besarnya oleh pelaku usaha melalui berbagai promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian baku yang merugikan konsumen.
Perjanjian yang dimaksud di sini adalah merupakan bagian dari hukum perikatan, bahkan sebagian ahli hukum menempatkan kontrak sebagai bagian
tersendiri dari hukum perjanjian karena perjanjian sendiri ditempatkan sebagai perjanjian tertulis. Pembagian antara hukum kontrak dan hukum perjanjian tidak
dikenal dalam KUH Perdata, karena hanya dikenal perikatan yang lahir dari perjanjian dan yang lahir dari undang-undang.
65
Ahmadi Miru mengatakan bahwa: Perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang, perikatan yang bersumber dari undang-undang dibagi dua, yaitu
dari undang-undang saja dan dari undang-undang karena perbuatan manusia. Selanjutnya, perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia
dapat dibagi dua yaitu, perbuatan yang sesuai hukum dan perbuatan yang melanggar hukum.
66
Salim H.S. mengatakan bahwa pada prinsipnya kontrak dari aspek namanya dapat digolongkan dalam 2 macam, yaitu: 1. Kontrak Nominaat,
65
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 1
66
Ibid, hal.2.
merupakan kontrak atau perjanjian yang dikenal dalam KUH Perdata seperti, jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pinjam meminjam, pinjam pakai,
persekutuan perdata, hibah, penanggungan hutang, perjanjian untung-untungan, dan perdamaian. 2. Kontrak Innominaat, merupakan perjanjian di luar KUH
Perdata yang tumbuh dan berkembang dalam praktik atau akibat adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat 1, seperti
kontrak product sharing, kontrak karya, kontrak konstruksi, sewa beli, leasing, dan lain sebagainya.
67
Mengenai hal ini Shidarta mengemukakan bahwa: Dalam praktek
dunia usaha juga menunjukkan bahwa “keuntungan” kedudukan tersebut sering Pengertian perjanjian pada umumnya mengacu pada Pasal 1313
KUHPerdatayang berbunyi bahwa Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih”. Pada dasarnya kontrak atau perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan
bebas antara dua pihak yang cakap untuk bertindak demi hukum pemenuhan syarat subjektif untuk melaksanakan suatu prestasi yang tidak bertentangan
dengan aturan hukum yang berlaku, kepatutan, kesusilaan, ketertiban umum, serta kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat luas pemenuhan syarat objektif.
Namun, adakalanya “kedudukan” dari kedua belah pihak dalam suatu negosiasi tidak seimbang, yang pada akhirnya melahirkan suatu perjanjian yang “tidak
terlalu menguntungkan” bagi salah satu pihak.
67
Salim HS., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal.. 1
diterjemahkan dengan pembuatan perjanjian baku danatau klausula baku dalam setiap dokumen atau perjanjian yang dibuat oleh salah satu pihak yang “lebih
dominan” dari pihak lainnya. Dikatakan bersifat “baku” karena, baik perjanjian maupun klausula tersebut, tidak dapat dan tidak mungkin dinegosiasikan atau
ditawar-tawar oleh pihak lainnya. Take it or leave it.
68
Tidak adanya pilihan bagi salah satu pihak dalam perjanjian ini, cenderung merugikan pihak yang kurang dominan tersebut. Terlebih lagi dengan sistem
pembuktian yang berlaku di negara Indonesia saat ini, jelas tidaklah mudah bagi pihak yang cenderung dirugikan tersebut untuk membuktikan tidak adanya
kesepakatan pada saat dibuatnya perjanjian baku tersebut, atau atas klausula baku yang termuat dalam perjanjian yang ada.
69
Kemajuan zaman telah membawa dunia ini pada zaman era globalisasi, yang ditandai dengan kemajuan teknologi yang cukup pesat. Seiring
perkembangan teknologi ini terjadi pula perkembangan di banyak bidang salah satunya di bidang telekomunikasi. Telekomunikasi dari tahun ke tahun mengalami
pertumbuhan yang cukup pesat, seiring dengan jumlah pelanggan pengguna telepon genggam atau dikenal sebagai ponsel atau handphone yang terus
meningkat. Pada zaman era globalisasi ini, handphone tidak saja digunakan sebagai alat untuk menelepon, SMS, melainkan bisa juga digunakan sebagai alat
untuk memutar musik, main game, dan internet.
68
Shidarta, Op. Cit, hal.. 119
69
Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 2009, hal.. 65.
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA