23 manusia. Manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah, dan negara. Adapun hak-hak anak, antara lain sebagai berikut:
1. Hak untuk hidup yang layak, di mana setiap anak memiliki hak untuk
kehidupan yang layak dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk makanan, tempat tinggal, dan peralatan kesehatan.
2. Hak untuk berkembang, di mana setiap anak berhak untuk tumbuh kembang
secara wajar tanpa halangan. Mereka berhak mendapatkan pendidikan, bermain, mengeluarkan pendapat, memilihi agama, mempertahankan
keyakinannya, dan semua hak yang memungkinkan mereka berkembang secara maksimal sesuai potensinya.
3. Hak untuk dilindungi, di mana setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala
tindakan kekuatan ketidak pedulian dan eksploitasi. 4.
Hak untuk berperan serta, di mana setiap anak berhak untuk perperan aktif dalam masyarakat dan di negaranya termasuk kebebasan untuk berinteraksi
dengan orang lain dan menjadi anggota suatu perkumpulan. 5.
Hak untuk memperoleh pendidikan, di mana setiap anak berhak menerima pendidikan tingkat lanjutan harus dianjurkan dan dimotivikasi agar dapat
diikuti oleh sebanyak mungkin anak Atika, 2004:94.
2.2.2. Anak Putus Sekolah
24 Seseorang siswa dikatakan putus sekolah apabila ia tidak dapat
menyelesaikan program suatu secara utuh yang berlaku sebagai suatu sistem. Bagi anak SD, seseorang dikatakan putus sekolah apabila tidak menyelesaikan programnya sampai
enam tahun, bagi siswa SLTP jika dikatakan putus sekolah apabila tidak dapat menyelesaikan programnya sampai dengan kelas tiga, begitu juga dengan jenjang
berikutnya Suyanto, 2002:197. Anak putus sekolah adalah anak yang sebelumnya sudah pernah mengecap pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal sekolah, akan tetapi
dikarenakan sesuatu hal, anak tersebut keluardikeluarkan dari lembaga pendidikan formal tersebut dan tidak melanjutkan pendidikannya. Menurut hasil kajian Sukmadinata
1994, faktor utama yang menyebabkan anak putus sekolah adalah kesulitan ekonomi atau karena orang tua tidak mampu menyediakan biaya bagi sekolah anak-anaknya.
Disamping itu, tidak jarang terjadi orang tua meminta anaknya berhenti sekolah karena mereka membutuhkan tenaga anaknya untuk membantu pekerjaan orang tua. Menurut
E.M. Sweeting dan Dra. Muchlisoh, M.A, tingginya angka mengulang kelas, putus sekolah dan rendah angka melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi transition rates
disebabkan oleh dua alasan: rendahnya performan atau prestasi anak pada tes akademik dan rendahnya penghasilan keluarga Sweeting, 1998:14.
Kemiskinan dan putus sekolah dapat dianggap sebagai dua sisi dari satu mata uang. Kemiskinan yang mendera sebagian besar keluarga kurang mampu menyebabkan
mereka tidak dapat menyekolahkan anak-anaknya secara optimal. Akibatnya, putus sekolah menjadi pilihan. Akses untuk memperoleh kesempatan pendidikan menjadi
begitu terhambat. Kemiskinan merupakan hambatan terbesar bagi anak-anak dalam mengenyam pendidikan di sekolah http:www.kompas.com.
25 Kemiskinan menyebabakan anak-anak berhenti sekolah dan terpaksa membantu
orang tua mencari penghasilan tambahan. Bersekolah boleh jadi dianggap menambah pengeluaran ekonomi keluaraga kurang mampu. Meskipun sudah ada kemudahan bagi
anak-anak dari keluarga yang tidak mampu misalnya tidak membayar SPP, tetapi urusan biaya untuk sekolah bukan saja menyangkut hal itu. Masih banyak biaya yang masih
harus dikeluarkan oang tua yang tidak mampu untuk keperluan sekolah seperti membeli seragam sekolah, buku pelajaran, atau biaya transportasi anak ke sekolah. Belum lagi
biaya lain yang kadang membuat anak dari kalangan tidak mampu menjadi tersisihkan dari interaksi sosialnya di sekolah. Dampaknya, anak-anak dari keluarga miskin sering
kali malas datang ke sekolah menjadi tak terelakkan http:www.kompas.com. Upaya untuk menurunkan angka putus sekolah, apalagi dalam rangka
penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar wajar dikdas 9 tahun, kini memperoleh perhatian yang serius. Dana program kompensasi pengurangan subsidi
PKPS BBM untuk pendidikan yang disediakan pemerintah memang lebih di orientasikan agar anak tetap bersekolah. Oleh karena itu, mencegah anak putus sekolah
serta memasukkan anak yang terhenti untuk dapat bersekolah kembali dengan memberikan bantuan beasiswa merupakan pilihan kebijakan yang diambil. Disamping
itu, kebijakan untuk membantu sekolah untuk dapat menyelenggarakan pendidikan agar dapat menyelenggarakan pendidikan agar dapat berkesinambungan juga tengah dilakukan
pemerintah. Namun kenyataan di lapangan upaya-upaya tersebut tidak otomatis menghilangkan keluhan keluarga miskin yang akses pendidikannya terhambat sehingga
angka putus sekolah tetap merupakan persoalan yang melekat dalam pengelolaan pendidikan http:www.kompas.Com.
26 Pendidikan yang murah untuk rakyat tetapi memiliki mutu atau kualitas yang
dapat menjamin kesejahteraan rakyat. Rakyat miskin inilah yang selama ini sering terabaikan dalam pelayanan publik. Birokrasi pemerintah juga jarang berpihak kepada
mereka. Kini adalah saat yang tepat bagi pemerintah, bahwa rakyat miskin adalah bagian dari bangsa Indonesia yang tidak boleh dilupakan. Anak-anak dari keluarga miskin ini
walaupun tidak sanggup untuk meneruskan pendidikannya, akan tetapi mereka sangat membutuhkan pendidikan.
2.3. Kerangka Pemikiran